Instansi pemerintah, baik instansi pusat maupun daerah merupakan lembaga sektor publik
yang bertugas mengemban amanat rakyat dalam bentuk pemberian pelayanan kepada
masyarakat. Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pelayanan tersebut, instansi pemerintah
menggunakan dana APBN maupun APBD yang bersumber dari pajak, retribusi serta pungutan
lainnya yang telah dibayar oleh masyarakat. Pemerintah pusat selaku regulator memiliki
instrumen kebijakan multifungsi yang tertuang dalam APBN yang menurut Undang-Undang
nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara pasal 3 ayat 4 memiliki fungsi (i) otorisasi, (ii)
perencanaan, (iii) pengawasan, (iv) alokasi, (v) distribusi, dan (vi) stabilisasi.
Pemerintah selaku penyedia barang publik perlu menyadari fungsi sosial (public service)
yang diemban dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kinerja publik yang diselenggarakan pemerintah seringkali dianggap sebagai cerminan kualitas
penyelenggaraan birokrasi secara umum. Pengukuran kinerja instansi publik berguna untuk
menilai sukses atau tidaknya suatu organisasi, program dan kegiatan yang dijalankan suatu
instansi pemerintah. Lebih lanjut lagi mengutip Rai, IGA (2008) pengukuran kinerja instansi
publik perlu dilakukan untuk menilai gap/penyimpangan yang terjadi antara kinerja
kenyataannya dengan kinerja yang diharapkan. Perlunya mengetahui adanya gap tersebut untuk
perbaikan kinerja instansi pemerintah. Melalui Peraturan Pemerintah nomor 8 Tahun 2006
Tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, pengukuran terhadap kinerja
instansi pemerintah dilakukan secara terintegrasi dengan sistem perencanaan strategis, sistem
1
2
Rai, IGA (2008) juga menambahkan kinerja di sektor publik sulit dilakukan khususnya
terkait dengan penyediaan layanan jasa yang relatif sulit dilakukan kuantifikasi. Contohnya jasa
pengukuran ini menjadi salah satu kendala dalam pengukuran kinerja sektor publik, selain itu,
menurut Mahsun (2019), terdapat beberapa kendala pengukuran kinerja organisasi sektor publik,
antara lain: (i) tujuan organisasi bukan memaksimalkan laba, (ii) sifat output kualitatif,
intangible dan indirect, (iii) antara input dan output tidak memiliki hubungan langsung, (iv) tidak
beroperasi berdasarkan market force sehingga memerlukan instrumen pengganti pasar, (v)
Pengukuran kinerja merupakan salah satu alat bagi manajemen dalam hal ini berarti
Presiden, Menteri/Kepala Lembaga/Badan, dan para manajer menengah pada unit kerja
pemerintah tidak lepas dari proses manajemen pada sektor publik. Rai, IGA (2008:10) mengutip
proses manajemen organisasi sektor publik oleh Jones dan Pendlebury (2000), bahwa kegiatan
pengedalian dan pengukuran, pengendalian dan pengukuran, dan pelaporan, analisis dan umpan
balik. Pada tahapan akhir kinerja organisasi akan dilaporkan dan dianalisis sehingga dapat
diketahui tingkat pencapaian kinerja dan penyebab tercapai atau tidaknya target yang telah
ditetapkan. Proses manajemen organisasi publik di atas terdapat hubungan yang erat antara
Lebih jauh lagi menurut Rai, IGA (2008: 19-20) menyebutkan aspek pengukuran kinerja
organisasi publik meliputi: (i) Input (masukan), (ii) process, (iii) Output, dan (iv) outcome untuk
menghasilkan barang dan jasa kepada stakeholder/masyarakat. Pada prinsipnya konsep input,
proses, output, dan outcome berkaitan erat dengan aspek kinerja organisasi sektor publik yakni
ekonomis, efisiensi dan efektivitas. Ekonomi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
3
pengadaan/input, efisien merupakan indikator proses dari input menjadi outpur, dan efektivitas
Dalam Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-
Undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara input (procurement) untuk dapat
melakukan proses pada instansi pemerintah pusat dimulai dari belanja barang/jasa yang
Operational Officer/COO menjadi manajer dalam mengelola keuangan negara baik pada unit di
tingkat pusat maupun kewenangan pada tingkat/kantor daerah. Sedangkan Menteri Keuangan
sebagai Chief Financial Officer/CFO merupakan Bendahara Umum Negara (BUN) yang
mengatur penerimaan dan pengeluaran COO dalam APBN. Menteri Keuangan memberikan
kuasa BUN di daerah kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) untuk
melaksanakan tugas perbendaharaan dan bendahara umum negara (BUN) di daerah. Adapun
COO pada pengelolaan APBD diberikan kepada dinas/Satuan Kerja Perangkat Daerah dan CFO
diserahkan kepada Bendahara Umum Daerah. Pengaturan lebih lanjut tata kelola APBD
262/PMK.01/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Ditjen Perbendaharaan,
melaksanakan tugas fungsi BUN melalui penyaluran pembiayaan atas beban anggaran, serta
penatausahaan penerimaan dan pengeluaran anggaran melalui dan dari kas negara berdasarkan
peraturan perundang-undangan serta melakukan pembinaan kepada satuan kerja unit vertikal
kementerian/lembaga. Belanja atas beban APBN oleh satuan kerja vertikal kementerian lembaga
Salah satu alat ukur penilaian kinerja belanja atas beban APBN adalah Indikator Kinerja
Pelaksanaan Anggaran (IKPA). Indikator ini telah digunakan dalam pada seluruh satuan kerja
4
pusat dan vertikal Kementerian Lembaga yang dimulai pada tahun 2018. IKPA ditetapkan
melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 195 tahun 2018 tentang Monitoring dan Evaluasi
Peraturan Menteri Keuangan nomor 195 tahun 2018 IKPA didefinisikan sebagai indikator yang
ditetapkan oleh Kementerian Keuangan yang berperan sebagai Bendahara Umum Negara. Yang
digunakan untuk mengatur kinerja pelaksanaan dari anggaran belanja Kementerian negara
ataupun Lembaga dari sisi kesesuaian terhadap perencanaan, efektivitas pelaksanaan anggaran,
efesiensi pelaksanaan anggaran dan kepatuhan terhadap regulasi. Dari definisi di atas, bahwa
proses penilaian kinerja instansi pemerintah pusat dilakukan terhadap kematangan perencanaan,
efisiensi, efektivitas, dan kepatuhan terhadap regulasi. Adapun komponen IKPA sendiri dibagi
menjadi 3 tahapan:
Berdasarkan komponen IKPA di atas dapat kita lihat bahwa, kinerja pelaksanaan anggaran
mengandung prinsip ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Ketiga prinsip tersebut menurut Pusat
Informasi Pengawasan BPKP (2013) saling berkaitan dan berhubungan dengan konsep Value
For Money (VFM). Konsep ini menekankan pentingnya organisasi pemerintah untuk memenuhi
prinsip-prinsip di atas secara bersamaan, dengan menggunakan biaya yang lebih rendah dapat
menghasilkan output dan outcome yang berdampak maksimal dalam rangka pencapaian tujuan
Jones (2007) dalam Purwanto, Agus Joko dan Elu, Wilfridus B (2019) adalah alat/instrumen
yang digunakan manusia untuk mengkoordinasikan tindakannya dalam rangka mencapai tujuan
Webber dalam Ngadisah dan Darmanto (2016) bahwa organisasi birokrasi memiliki ciri-ciri: (i)
para staf menjalankan tugas secara impersonal, (ii) hirari jabatan yang jelas, (iii) fungsi-fungsi
jabatan ditentukan secara rinci, (iv) pejabat diangkat berdasarkan kontrak, (v) pejabat dipilih
berdasarkan kualifikasi personal, (vi) penghasilan diberikan atas dasar peraturan yang telah
ditetapkan, (vii) pos jabatannya adalah lapangan kerja pokoknya, (viii) terdapat jenjang karir,
dimana promosi dimungkinkan berdasarkan senioritas maupun keahlian dan menurut senioritas,
(ix) sering terjadi penempatan yang tidak sesuai dengan kompetensinya, dan (x) tunduk pada
disiplin dan kontrol yang seragam. Hampir setiap organisasi pemerintah memiliki karakteristik di
atas, khususnya terkait dengan aturan formal dan regulasi yang harus dipenuhi oleh organisasi
yang ada. Namun demikian, pemerintah menyadarai bahwa, perlunya perubahan pada organisasi
dipandang sebagai entitas yang memiliki otak, mampu berfikir, dan berkembang, konsep ini
dikenal dengan organisasi pembelajar (learning organization). Organisasi akan terus berproses
dan adaptif terhadap perubahan kondisi lingkungannya dengan menciptakan perubahan dan
Menurut Purwanto, Agus Joko dan Elu, Wilfridus B (2019) terdapat 4 (empat) komponen
utama yang berpengaruh terhadap organisasi pembelajar, yakni: (i) teknologi informasi, (ii)
struktur organisasi, (iii) pengembangan sumber daya manusia, (iv) budaya organisasi. Teknologi
sangat berpengaruh terhadap organisasi, penggunaan teknologi informasi saat ini menjadi sangat
dominan dalam penyelesaian pekerjaan saat ini. Perubahan teknologi dapat berdampak pada
perubahan struktur, pengembangan SDM dan budaya organisasi itu sendiri. Berbagai sistem
yang dikembangkan oleh pemerintah saat ini sudah seharusnya memberikan kemudahan bagi
aparatur sipil negara dalam mengelola keuangan negara dan memberikan pelayanan kepada
stakeholder/masyarakat.
6
Peran teknologi dalam pengelolaan keuangan negara saat ini sangatlah dominan di tengah
era globalisasi. Pemerintah menjawab tantangan tersebut dengan membangun sistem terintegrasi
dalam pengelolaan keuangan negara, sehingga sistem tersebut handal, aman, dapat
Information Sytem (FMIS) yang dinamakan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara
(SPAN) dan Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI) serta aplikasi pendukung
kementerian/lembaga dalam pengelolaan keuangan negara dari hulu sampai dengan hilir guna
negara sesuai dengan prinsip-prinsip dan asas-asas pengelolaan keuangan negara. Namun
kinerja pelaksanaan anggaran satuan kerja kementerian/lembaga yang rendah dan kurang
dampaknya memang rendah terhadap kapasitas fiskal di daerah tersebut, namun apabila
dilakukan oleh banyak satuan kerja kementerian/lembaga maka dapat berdampak terhadap
berasal dari unit kerja itu sendiri, sebagai contoh permasalahan internal yang kurang harmonis
organisasi adalah Pandey (2014) dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh Kualitas Sumber Daya
7
Manusia, Sarana Pendukung Dan komitmen Pimpinan Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat
Provinsi Sulawesi Utara. Pandey (2014). Penelitian menggunakan penelitian kuantitatif dengan
data primer adalah kuesioner yang disebarkan kepada seluruh responden yang terkait dengan
penyusunan laporan dan data yang bersumber dari literatur kepustakaan. Persamaan dengan
penelitian ini adalah beberapa komponen organisasi yang dapat meningkatkan kinerja
pemerintah. Sedangkan perbedaannya adalah, ruang lingkup penilaian kinerja yang diukur dalam
Penelitian yang dilakukan oleh Etta Mamang Sangaji (2009) dengan judul Pengaruh Budaya
Organisasi Dan Komitmen Organisasional Pimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Dan Dampaknya
Pada Kinerja. Penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan teknik pengumpulan data
utama adalah menggunakan teknik angket. Persamaan dengan penelitian ini adalah dimensi
Selain itu, terdapat juga penelitian terdahulu yang disusun oleh Elsa Ardita (2017) yang
Anggaran Berkonsep Value For Money Pada Instansi Pemerintah Di Kabupaten Ogan Ilir.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif asosiatif kausal dengan sumber data primer
melalui pengisian kuesioner dan wawancara langsung. Persamaannya adalah pada aspek
pengukuran kinerja pemerintah meskipun dimensi yang digunakan adalah berbeda, kinerja
anggaran pada penelitian Elsa Ardita (2017) menitikberatkan hanya pada indikator kinerja Value
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Fiva Fitriana (2020) yang berjudul Optimalisasi
Rencana Penarikan Dana Dan Tingkat Realisasi Anggaran Di Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara Blitar dilakukan dengan menggunakan deskriptif kualitatif dengan data primer meliputi
wawancara langsung dan data sekunder adalah studi dokumen pada objek penelitian. Persamaan
8
dengan penelitian ini adalah tingkat realisasi anggaran dengan menggunakan rumusan Indikator
dilakukan pada penelitian tersebut adalah kualitatif, sedangkan rencana penelitian ini
atau fenomena yang menurut penulis cukup siginifikan dan dapat berdampak pada pengelolaan
keuangan negara secara umum dan khususnya pada KPPN Sijunjung. Pengelolaan keuangan
negara yang transparan dan akuntabel diyakini dapat mendorong kinerja satuan kerja
masyarakat. Oleh karena hal tersebut, penulis ingin mengetahui seberapa besar komitmen
pimpinan, budaya organisasi, teknologi informasi, dan kualitas SDM berpengaruh terhadap
kinerja satuan kerja melalui pengamatan langsung pada satuan kerja wilayah bayar KPPN
Sijunjung, dengan judul penelitian yakni “Hubungan antara Komitmen Pimpinan, Teknologi
Informasi, Kualitas SDM, dan Budaya Organisasi terhadap Kualitas Kinerja Pelaksanaan
Anggaran Satuan Kerja (studi empiris pada Satuan Kerja Kementerian/Lembaga Wilayah
satuan kerja.
satuan kerja.
9
3. Apakah kualitas sumber daya manusia berpengaruh terhadap kualitas kinerja pelaksanaan
satuan kerja.
5. Apakah komitmen pimpinan, teknologi informasi, kualitas SDM, dan budaya organisasi
3. Mengetahui seberapa besar kualitas sumber daya manusia berpengaruh terhadap kualitas
5. Mengetahui seberapa besar komitmen pimpinan, teknologi informasi, kualitas sdm, dan
budaya organisasi berpengaruh secara bersama-sama atau sebagian terhadap kualitas kinerja
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam upaya mewujudkan tata
pemerintahan yang baik (good governance) pada instansi pemerintahan khususnya satuan kerja
10
kementerian/lembaga pada wilayah bayar KPPN Sijunjung. Adapun kontribusi yang dapat
1. Manfaat Teoritis.
a. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan referensi lebih lanjut pada literatur
2. Manfaat praktis.
a. Bagi satuan kerja kementerian/lembaga wilayah bayar KPPN Sijunjung dapat menjadi
b. Bagi KPPN Sijunjung, hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi
wilayah bayar KPPN Sijunjung sehingga sejalan dan terarah kepada upaya penerapan
prinsip-prinsip good governance, serta perbaikan dari sisi kinerja pelayanan dan