Anda di halaman 1dari 3

Salam Ibu Prof. YSH, mohon izin menambahkan diskusi sesi kesebelas.

Jelaskan situasi atau  keadaan yang dapat  mengakibatkan penyakit akibat kerja di
lembaga pemerintah!  Mengapa  pemerintah juga perlu mewaspadai kelelahan karyawan
baik di lembaga pemerintah atau lembaga publik! Berilah contoh dan jelaskan akibatnya
dengan menggunakan analisis teori yang anda pahami.

Mengutip data dari Kementerian Kesehatan pada Permenkes Nomor 48 Tahun 2016 khususnya
pada profil masalah kesehatan karyawan di Indonesia Tahun 2005 lalu, diketahui sebanyak
40,5% karyawan mengalami ganguan kesehatan yang berhubungan dengan pekerjaanya,
antara lain 16% gangguan musculo-skeletal disorder, 8% kardiovaskuler, 6% gangguan syaraf,
3% gangguan saluran pencernaan, 2,5% gangguan THT dan 1,3% gangguan kulit. Bila kita lihat
bahwa 40,5% gangguan disebabkan oleh hubungan kerja termasuk lingkungan kerjanya. Lebih
jauh lagi berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007 terjadi
peningkatan prevalensi cidera sebesar 7,5% meningkat menjadi 8,2% pada tahun 2013.
Sedangkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 tentang prevalensi cidera karena
kelalaian/ketidaksengajaan pada karyawan sebesar 94,6%
Bila kita melihat kondisi di atas, semua kantor memiliki potensi dan faktor risiko yang dapat
menimbulkan penyakit maupun kecelakaan pada pekerja. Pekerja di perkantoran beraktivitas 8
(delapan) jam atau lebih setiap hari rentan terhadap kelelahan, faktor sirkulasi dan gaya hidup
dapat juga menjadi penyebabnya. Selain itu gedung perkantoran yang tinggi sangat rentan
terhadap aspek keselamatan saat terjadi gempa maupun kebakaran. Terkait situasi dan
keadaan yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja di lingkungan kerja, beberapa ahli
telah menyampaikan pendapatnya. Mangkunegara (2002), menyampaikan faktor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan kerja pegawai antara lain:
1. Pengaturan udara, yaitu berkaitan erat dengan sirkulasi/pergantian udara di ruang kerja
yang tidak baik dan suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya.
2. Kondisi fisik, yaitu dapat menyebabkan (a) kerusakan alat indra, (b) stamina pegawai yang
tidak sehat, (c) emosi pegawai yang tidak stabil, (d) program jaminan kesehatan
3. Pencahayaan dan penerangan yang cukup dalam ruang yang digunakan untuk bekerja.
Kemudian, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 48 Tahun 2016 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran, situasi atau kondisi bahaya (hazard) yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan pegawai antara lain:
1. Bahaya fisik (Physicalhazards) yang meliputi kebisingan, radiasi (pengion, elektro-magnetik
atau bukan pengion), temperatur ekstrim, getaran dan tekanan.
2. Bahaya kimia (Chemical hazards) yang melalui banyak cara, bahaya kimia dapat merusak
pada kesehatan maupun property. Beberapa dari cara ini adalah daya ledakan, dapat
terbakar, korosif, oksidasi, daya racun, toksisitas, karsinogen.
3. Bahaya biologi (Biological hazards): terutama melalui reaksi infeksi atau alergi. Bahaya
biologi termasuk virus, bakteri, jamur dan organisme lainnya. Beberapa bahaya biologi
seperti AIDS atau Hepatitis B, C secara potensial dapat mengancam kehidupan.
4. Bahaya ergonomi (Biomechanical hazards): bahaya ini berasal dari desain kerja, layout
maupun aktivitas yang buruk. Contoh dari permasalahan ergonomi meliputi postur tidak
netral, manual handling, layout tempat kerja dan desain pekerjaan.
5. Bahaya psikososial (Psychological hazards): seperti stres, kekerasan di tempat kerja, jam
kerja yang panjang, transparansi, akuntabilitas manajemen, promosi, remunerasi,
kurangnya kontrol dalam mengambil keputusan tentang pekerjaan semuanya dapat
berkontribusi terhadap performa kerja yang buruk.

Pekerjaan sehari-hari yang membosankan tentunya menciptakan kelelahan atau kehabisan


tenaga meskipun jarang berakibat fatal. Sehingga kondisi ini dapat mengganggu dimana orang-
orang kehilangan makna tujuan dasar dan penyelesaian pekerjaan (Panggabean, 2020: 7.30).
Kelelahan berbeda dengan stress, dimana kelelahan menyebabkan orang-orang yang
sebelumnya sangat berkomitmmen dengan pekerjaan mereka menjadi kecewa serta kehilangan
minat dan dan motivasi. Kelelahan menjadi faktor yang paling umum yang menyebabkan
seseorang untuk mengembil keputusan untuk berhenti bekerja sementara. Kelelahan menurut
Panggabean (2020), adalah kehabisan sumber daya fisik dan mental secara menyeluruh yang
disebabkan karena bekerja keras yang berlebihan untuk mencapai suatu tujuan organisasi yang
tidak realistis berhubungan dengan pekerjaan.Kehabisan tenaga ini sering terjadi karena
disebabkan terlalu banyak stress pekerjaan, khususnya bila stress dikombinasikan dengan
upaya untuk mencapai tujuan yang tidak realistis, sangat sulit untuk dicapai.
Selanjutnya, Menurut penelitian yang dilakukan oleh National Savety Council (NSC), Amerika
Serikat sebagaimana dimuat dalam laman berita https://www.safetysign.co.id/, sekitar 13
persen kecelakaan yang terjadi di tempat kerja itu berhubungan dengan kelelahan (fatigue).
Studi tersebut juga menyatakan bahwa faktor-faktor risiko yang menyebabkan kelelahan dapat
diidentifikasikan dan dikendalikan. Berbagai faktor baik yang berhubungan dengan pekerjaan
maupun tidak berhubungan dengan perkerjaan yang dapat menyebabkan kelelahan kerja
karena faktor pekerjaan antara lain adalah:
a. Shift kerja
b. Jam kerja berisiko tinggi
c. Jam kerja berlebih dan faktor Lembur
d. Periode istirahat antar shift kerja kurang memadai
e. Pergeseran waktu shift kerja tidak tepat (durasi shift kerja jadi lebih panjang)
f. Desain pekerjaan dan peralatan kerja tidak memenuhi standar ergonomis
g. Beban kerja yang tinggi atau bahkan tidak melakukan apa-apa karena beban kerja
terlalu rendah
h. Keadaan monoton (pekerjaan/ lingkungan kerja yang membosankan)
i. Keadaan lingkungan fisik (misalnya kebisingan, penerangan, kualitas udara, dll.)

Selain faktor yang disebabkan oleh Faktor penyebab kelelahan yang tidak berhubungan dengan
pekerjaan, yaitu:
a. Kurang tidur
b. Kepenatan yang timbul dari perjalanan jauh dari tempat tinggal ke tempat kerja dan
kemacetan selama perjalanan
c. Beban keluarga, rasa tanggung jawab, khawatir berlebihan, depresi dan konflik yang
kronis atau berkepanjangan
d. Tingkat aktivitas di luar pekerjaan yang tinggi/ kesibukan kehidupan sosial
e. Gangguan emosional (misalnya tekanan dalam hubungan)
f. Usia
g. Kondisi kesehatan yang buruk atau memiliki masalah kesehatan, seperti gangguan tidur,
diabetes, penyakit ginjal, kanker, jantung, anemia, dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK).
h. Menggunakan obat-obatan tertentu
i. Mengonsumsi alkohol secara rutin
j. Mengonsumsi kafein terlalu sering
k. Tidak memiliki pola makan yang baik dan bergizi
l. Kurang minum air putih atau mengalami dehidrasi.
Menurut saya, saat ini pola pekerjaan yang ada di instansi pemerintah mulai bergeser
menggunakan teknologi informasi yang artinya pegawai akan lebih sering berada di depan
computer dan kurang beraktivitas. Ditambah lagi dengan pola dan gaya hidup yang serba
instan, sehingga dapat menyebabkan timbulnya berbagai macam jenis penyakit yang umumnya
diderita karena obesitas, pola makan, pola tidur dan kelelahan. Oleh karena itu, pemerintah
harus dapat melakukan kajian terkait dengan pola Kesehatan pegawai, khususnya dengan
mendeteksi usia, berat badan, Riwayat penyakit dan potensi yang mungkin muncul. Bisa saja
salah satu jalan yang ditempuh dengan menerapkan work from home atau konsep flexibility
working space, sehingga pekerja/pegawai dapat merasa lebih nyaman dalam bekerja dan tidak
menyebabkan stress dan pada akhirnya menambah imunitas pegawai.
Pustaka:
1. Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Perusahaan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
2. Panggabean, M.S. 2020. Manajemen Sumber Daya Manusia. Modul 1-9, Cetakan Keenam.
Penerbit Universitas Terbuka: Tangerang Selatan.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 48 Tahun 2016 tentang Standar Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Perkantoran.
4. https://www.safetysign.co.id/news/375/Kelelahan-Ekstrem-Akibat-Kerja-Fatigue-Apa-
Efeknya-Bagi-Pekerja-dan-Bagaimana-Cara-Mengatasinya

Anda mungkin juga menyukai