PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara telah membawa implikasi perlunya system pengelolaan keuangan
negara yang lebih akuntabel dan transparan.Semua dapat dicapai jika
seluruh penyelenggara Negara dari tingkat pimpinan sampai ditingkat
pelaksana mampu melaksanakannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban, dilaksanakan secara
tertib, terkendali, efisien dan efektif.
Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, memerintahkan pengaturan lebih lanjut ketentuan
mengenai sistem pengendalian intern pemerintah secara menyeluruh
dengan Peraturan Pemerintah, yakni “Presiden selaku Kepala
Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern
di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh”.
Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah ini
dilandasi pada pemikiran bahwa Sistem Pengendalian Intern melekat
sepanjang kegiatan, dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta hanya
memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan mutlak. Untuk
itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai
bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah dapat
mencapai tujuannya secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan
keuangan negara secara andal, mengamankan aset negara, dan mendorong
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Dengan latar belakang pemikiran tersebut, dikembangkan Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang berfungsi sebagai pedoman
dalam penyelenggaraan dan tolok ukur efektivitas penyelenggaraan Sistem
Pengendalian Intern, maka pada tanggal 28 Agustus 2008 dikeluarkanlah
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60/2008 tentang Sistem Pengendalian
1
Intern Pemerintah (SPIP) untuk menjawab tantangan birokrasi
pemerintahan di Indonesia dalam mengelola keuangan Negara.
Kejahatan korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa, yang
menjadi penghambat utama tercapainya tujuan pembangunan nasional,
yaitu terwujudnya Indonesia yang adil. Upaya penindakan korupsi harus
diimbangi dengan upaya pencegahannya.Pemerintah telah berupaya
melakukan upaya pencegahan yang dituangkan dalam Instruksi Presiden
dan Peraturan Presiden. Untuk mensinergikan kegiatan pencegahan
korupsi, reformasi birokrasi, dan peningkatan kualitas pelayanan publik,
maka ditetapkan kebijakan pembangunan Zona Integritas, yang sekaligus
merupakan tindak lanjut dari penandatanganan Pakta Integritas oleh
seluruh PNS yang merupakan komitmen untuk tidak melakukan korupsi.
Sebagai tolak ukur keberhasilan pembangunan ZI, ditetapkan suatu
indikator, dengan pemberian penghargaan berupa predikat WBK dan
WBBM.Diharapkan nilai IPK Indonesia terus meningkat dari tahun ke
tahun.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
2. Bagaimana pembangunan zona integritas menuju wilayah bebas
korupsi dan wilayah birokrasi bersih melayani di Indonesia ?
C. Tujuan Penulisan
Agar mahasiswa mengetahui dan memahami pembangunan zona
integritas menuju wilayah bebas korupsi dan wilayah birokrasi bersih
melayani di Indonesia
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
d. Pembimbingan & konsultansi SPIP
e. Peningkatan kompetensi auditor APIP
2. Dasar Hukum SPIP
a. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara :
Pasal 55 ayat (4) : Menteri/Pimpinan lembaga selaku Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang memberikan pernyataan bahwa
pengelolaan APBN telah diselenggarakan berdasarkan Sistem
Pengendalian Intern yang memadai dan akuntansi keuangan telah
diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).
b. Pasal 58 ayat (1) dan (2) : Dalam rangka meningkatkan kinerja,
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden
selaku Kepala Pemerintah mengatur dan menyelenggarakan Sistem
Pengendalian Intern di lingkungan pemerintah secara menyeluruh. SPI
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
c. Unsur Sistem Pengendalian Intern Dalam Peraturan Pemerintah 60
Tahun 2008 meliputi :
1) Penilaian risiko
Kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang
mengancam pencapaiantujuan dan sasaran Instansi
Pemerintah.Penilaian risiko terdiri dari identifikasirisiko dan
analisis risiko.Dalam penilaian risiko, pimpinan Instansi
Pemerintahterlebih dahulu menetapkan tujuan instansi pemerintah
dan tujuan pada tingkatkegiatan dengan berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.
2) Kegiatan pengendalian
Tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko serta
penetapan danpelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk
memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan
secara efektif.Kegiatan pengendalian ditetapkan untukmembantu
memastikan bahwa arahanpimpinan Instansi Pemerintah
4
dilaksanakandan membantu memastikan tindakan yang perlu, telah
dilakukan untukmeminimalkan risiko dalam mencapai tujuan.
3) Informasi dan komunikasi
Informasi adalah data yang telah diolah yang dapat digunakan
untuk pengambilankeputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas
dan fungsi Instansi Pemerintah.Sedangkan komunikasi adalah
proses penyampaian pesan atau informasi denganmenggunakan
simbol atau lambang tertentu baik secara langsung maupun
tidaklangsung untuk mendapatkan umpan balik.
4) Pemantauan Pengendalian Intern
Proses penilaian atas mutu kinerja sistem pengendalian intern
dan proses yangmemberikan keyakinan bahwa temuan audit dan
evaluasi lainnya segeraditindaklanjuti. Pemantauan pengendalian
intern dilaksanakan melaluipemantauan berkelanjutan, evaluasi
terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasilaudit dan reviu
lainnya.Lingkungan Pengendalian dalam Peraturan Pemerintah 60
Tahun 2008Pasal 4Pimpinan Instansi Pemerintah wajib
menciptakan dan memelihara lingkunganpengendalian yang
menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan.
5) Sistem Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya, melalui:
a) Penegakan integritas dan nilai etika.
b) Komitmen terhadap kompetensi.
c) Kepemimpinan yang kondusif.
d) Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan.
e) Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat.
f) Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang
pembinaansumber daya manusia.
g) Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang
efektif.
h) Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.
5
6) Sistem pengendalian harus melaksanakan penegakan Integritas
dan Nilai Etika yangterdiri antara lain :
a) Menerapkan aturan perilaku.
b) Memberi keteladanan.
c) Menegakan tindakan disiplin.
6
e. Kegiatan pengawasan lainnya.
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) tersebut, terdiri
atas,BPKP, Inspektorat Jenderal, Inspektorat Provinsi, Inspektorat
Kabupaten/Kota.Pembinaan Penyelenggaraan SPIP, yang dilakukan oleh
BPKP, meliputi:
a. Penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP.
b. Sosialisasi SPIP.
c. Pendidikan dan pelatihan SPIP.
d. Pembimbingan dan konsultansi SPIP.
B. Pengertian Zona Integritas
Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia nomor 52 tahun 2014 tentang pedoman
pembangunan Zona Integritas menuju wilayah bebas korupsi dan wilayah
birokrasi bersih melayani di lingkungan instansi pemerintah menyebutkan
bahwa, Zona Integritas merupakan predikat yang diberikan kepada instansi
pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk
mewujudkan wilayah bebas korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi bersih
melayani (WBBM) melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal
pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik, serta
reformasi birokrasi di lingkungan kerja yang menjadi tanggung jawabnya,
yang diawali dengan penandatanganan Pakta Integritas oleh seluruh
pegawainya.
7
Zona integritas merupakan salah satu program yang dimaksudkan
untuk mengakselerasi capaian sasaran reformasi birokrasi, yaitu pemerintahan
yang bersih dan akuntabel, efektif dan efisien, serta kualitas pelayanan publik
yang baik. Namun dalam perjalanan menuju pencapaian sasaran reformasi
birokrasi, kendala sering kali dihadapi, diantaranya adalah penyalahgunaan
wewenang, praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), dan lemahnya
pengawasan. Hal tersebut berimbas pada kepuasan pelayanan masyarakat dan
tingkat kepercayaan masyarakat kepada birokrasi yang semakin rendah.Oleh
karena itu, setiap instansi pemerintah dirasa perlu untuk membangun pilot
project pelaksanaan reformasi birorkasi yang dapat menjadi percontohan
penerapan pada unit-unit kerja lainnya.
8
di instansi daerah dapat dilakukan oleh kabupaten/kota bersama-sama
dalam satu provinsi.
d. Pencanangan pembangunan Zona Integritas dilaksanakan secara
terbuka dan dipublikasikan secara luas dengan maksud agar semua
pihak termasuk masyarakat dapat memantau, mengawal, mengawasi
dan berperan serta dalam program kegiatan reformasi birokrasi
khususnya di bidang pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas
pelayanan publik.
e. Penandatanganan Piagam Pencanangan Pembangunan Zona Integritas
untuk instansi pusat dilaksanakan oleh pimpinan instansi pemerintah
&Penandatanganan Piagam Pencanangan Pembangunan Zona
Integritas untuk instansi daerah dilaksanakan oleh pimpinan instansi
pemerintah daerah.
f. KPK, ORI, unsur masyarakat lainnya (perguruan tinggi, tokoh
masyarakat/LSM, dunia usaha) dapat juga menjadi saksi pada saat
pencanangan Zona Integritas untuk instansi pusat dan instansi daerah.
2. Proses Pembangunan Zona Integritas
Dalam upaya pembangunan Zona Integritas menuju WBBM,
Kemenkes telah melakukan penilaian terhadap calon Satker WBK yang
memenuhi syarat indikator hasil dan indikator proses Satker WBK serta
pada tanggal 30 Agustus 2013 telah mengusulkan 3 Satuan Kerja ke
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk
ditetapkan sebagai Satker WBK. Proses pembangunan Zona Integritas
yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dengan melakukan 2 (dua)
cara penilaian, yakni sebagai berikut :
a. Penilaian Satuan Kerja Berpredikat WBK
Penilaian Satuan Kerja berpredikat yang berpredikat WBK di
lingkungan Kementerian Kesehatan dilakukan oleh Tim Penilai
Internal (TPI) yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan. Penilaian
dilakukan dengan dengan menggunakan indikator proses (nilai di atas
75) dan indikator hasil yang mengukur efektivitas kegiatan pencegahan
9
korupsi yang telah dilaksanakan. Dalam upaya pencapaian predikat
Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan
Melayani (WBBM) kriteria utama yang harus dipenuhi adalah
pencapaian opini laporan keuangan kementerian/lembaga oleh BPK-
RI, harus memperoleh hasil penilaian indikator proses di atas 75 dan
memenuhi syarat nilai indikator hasil WBK seperti tabel berikut ini.
10
16 Rekrutmen secara terbuka 3
17 Mekanisme pengaduan masyarakat 6
18 E-Procurement 6
19 Pengukuran kinerja individu 3
20 Keterbukaan informasi public 3
11
belum
diselesaikan (%)
terakhir
4 Persentase maksimum 3% 2% 0% jika jumlah
temuan inefektif pegawai 100
orang
5 Persentase minimum 3% 2% <1% jika jumlah
temuan inefisien pegawai >100
orang
6 Persentase maksimum 1% 0% Idem
jumlah pegawai yang
dijatuhi hukuman
disiplin karena
penyalahgunaan
keuangan
7 Persentase pengaduan 5% 0% Idem
masyarakat yang belum
ditindak lanjuti
8 Persentase pegawai 0% 0% Pengaduan yang
yang melakukan tindak telah >60 hari
pidana korupsi dalam 2 tahun
terakhir
berdasarkan
keputusan
pengadilan yang
telah
mempunyai
kekuatan hukum
tetap
12
Proses pembangunan Zona Integritas difokuskan pada penerapan
program manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan manajemen
SDM, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan
peningkatan kualitas pelayanan publik yang bersifat konkret. Dalam
membangun Zona Integritas, pimpinan instansi pemerintah menetapkan satu
atau beberapa unit kerja yang diusulkan sebagai WBK dan WBBM dengan
memperhatikan beberapa syarat yang telah ditetapkan, diantaranya :
13
dengan perolehan minimal 16 dari nilai maksimal sebesar 20, serta telah
menyelesaikan tindak lanjut hasil pemeriksaan oleh pemeriksa internal dan
eksternal.Adapun penjelasan indikator-indikator tersebut yaitu :
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
Adwirman, dkk. 2014. Buku Ajar Pendidikan dan Budaya Antikorupsi. Jakarta :
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.
Puspito, Nanang, dkk. 2011. Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi.
Jakarta : Kemendikbud RI.
Surachmin dan Suhandi Cahaya. 2011. Strategi dan Teknik Korupsi. Jakarta :
Sinar Grafika.
16