Anda di halaman 1dari 7

2.

1 Manajemen dalam Pelayanan Kesehatan

Manajemen kesehatan adalah penerapan manajemen umum dalam sistem


pelayanan kesehatan masyarakat, sehingga yang menjadi objek atau sasaran
manajemen adalah sistem yang berlangsung (Notoatmodjo (2007). Manajemen
pelayanan kesehatan berarti penerapan prinsip-prinsip manajemen dalam pelayanan
kesehatan untuk sistem dan pelaksanaan pelayanan kesehatan dapat berjalan dengan
baik, sesuai dengan prosedur, teratur, menempatkan orang-orang yang terbaik pada
bidang-bidang pekerjaannya, efisien, dan yang lebih penting lagi adalah dapat
menyenangkan konsumsi atau membuat konsumen puas terhadap pelayanan
kesehatan yang diberikan.

Pelayanan kesehatan mencakup semua pelayanan yang bertumpu pada


diagnosis suatu penyakit dan perlakuan yang harus diberikan, atau sistem promosi,
perawatan dan restorasi kesehatan. Hal ini mencakup pelayanan kesehatan yang
bersifat personal dan non personal. Pelayanan kesehatan merupakan fungsi yang
paling mudah nampak dari semua sistem kesehatan, baik kepada pengguna maupun
terhadap masyarakat umum. Penyediaan layanan menunjukkan semua input yang
dapat mendukung pelayanan kesehatan seperti berbagai input dana, staf, peralatan
dan obat-obatan. Peningkatan akses, kemampuan dan kualitas pelayanan tergantung
pada ketersediaan semua pendukung tersebut, mutu dari terorganisasinya suatu sistem
dan manajemen yang berlaku, dan juga besarnya insentif yang diberikan kepada para
pelaku teknis. Hal ini tentunya pada ujungnya akan mempengaruhi besarnya dana yang
harus dibayarkan oleh konsumen

2.2 Konsep Manajemen Strategi dalam Pengembangan Pelayanan Kesehatan

Manajemen strategis merupakan suatu filosofi, cara berpikir dan cara mengelola
organisasi. Manajemen strategis tidak terbatas pada bagaimana mengelola
pelaksanaan kegiatan di dalam organisasi, tetapi juga bagaimana mengembangkan
sikap baru berkaitandengan perubahan eksternal. Pemahaman mengenai makna
manajemen strategis tidak hanya terbatas pada aspek pelaksanaan rencana, teapi lebih
jauh lagi ke aspek visi, misi, dan tujuan kelembagaan.

Secara singkat, beberapa penulis seperti Duncandkk (1995), Truitt (2002), dan
Katshioloudes (2002) mengambbarkan manajemen strategis sebagai langkah-langkah
para emimpin organisasi melakukan berbagai kegiatan secara sistematis. Langkah-
langkah tersebut antara lain melakukan analisis lingkungan organisasi yang memberi
gambaran mengenai peluang dan ancaman. Kemudian langkah berikutnya melakukan
analisis kekuatan dan kelemahan organisasi dalam konteks lingkungan internal. Kedua
langkah ini dilakukan dalam usaha menetapkan visi, misi dan tujuan organisasi.
Pernyataan misi merupakan hal utama dalam lembaga yang bersifat missiondriven
sehingga analisis lingkungan luar dan dalam lebih dipergunakan untuk menyusun
strategi. Langkah berikutnya adalah merumuskan strategi sesuai dengan kekuatan dan
kelemahan organisasi yang berada pada lingkungan yang mempunyai peluang atau
ancaman. Melaksanakan strategi merupakan bagian ddari manajemen strategis.
Pelaksanaan strategi tersebut akan dilaksanakan bersama dalam sistgem pengendalian
strategis untuk menjamin tercapainya analisis perubahan dan persiapan penyususnan,
diagnosis kelembagaan dan analisis situasi, formulasi strategi, pelaksanaan strategi
dan pengendalian strategi.

Model manajemen strategis berkembang seiring dengan semakin meningkatnya


kompetensi usaha non profit dan tuntutan kebutuhan masyarakat sebagai konsumen,
serta adanya tuntutan agar pemerintah bekerja secara benar. Dalam artikel klasik,
Gluckdkk (1980) menguraikan 4 nilai dalam perencanaan strategis suatu lembaga,
sebagai berikut:

1. Sistem Nilai: memenuhi anggaran

Pada perkembangan di sistem ini, manajemen hanya diartikan sebagai


penyusunan anggaran belanja tahuan, dan perencanaan lebih ke arah masalah
mencari dana. Prosedur dirancang untuk menangani anggaran pembelajaan. Sistem
informasi disusun untuk mencocokkan hasil atau pencapiandengn sasaran mata
anggaran. Sistem ini dapat cenderung menjadi tidak transparan. Biasanya banyak
dijumpai pada rumah sakit atau lembaga pelayanan kesehatan yang mengandalkan
pada anggaran pemrintah atau kemanusiaan.

2. Sistem Nilai yang memperkirakan masa depan

Fase ini merupakan suatu perencanaan yang berbasis pada forecasting atau
perkiraan. Kerangka waktu untuk perencanaan adalah 5 sampai 25 tahun ke depan.
Pada awalnya sistem perencanaan ini dilakukan berbasis pada extrapolasi-ekstrapolasi
data masa lalu. Akan tetapi ternyata keadaan lingkungan luar membuat berbagai
ekstrapolasi ini dapat meleset jauh.

3. Sistem nilai yang berfikir secara abstrak

Pada fase dengan sistem nilai ini, terjadi suatu keadaan dimana para manajer
mulai tidak percaya pada prediksi akibat kegagalan-kegagalan yang ada. para manajer
mulai mempelajari fenomena-fenomena ataupun keadaan-keadaan yang menyebabkan
suatu lembaga sukses atau gagal. Mereka kahirnya mempunyai suatu pemahaman
mengenai kunci-kunci sukses suatu lembaga. Dengan suatu kombinasi keahlian
analisis kekuatan dan kelemahan internal, dan komposisi produk dibandingkan dengan
pesaing dipacu untuk berfikir secara inovatif, dan bahkan cenderung bersifat abstrak
pada masanya, atau sulit diterapkan menjadi suatu rencana operasional. Keadaan ini
yang menjadi cikal bakal suatu sistem manajemen yang mengarah pada penciptaan
masa depan
4. Sistem Nilai yang menciptakan masa depan

Dalam sistem manajemen, para manajer mulai merencakan dengan berbasis


pada visi masa mendatang. Gambaran masa depan yang dicita-citakan akan
diusahakan tercapai dengan berbagai program yang oprasional. Di suatu lembaga
pelayanan kesehatan yang maju, cita-cita ini sudah dapat dilaksanakan dengan baik
dan sangat profesional. Namun disebagian besar rumah sakit dan puskesmas,
keberadaan visi-misi yang merupakan cita-cita kondisi masa depan banyak dijumpai
hanyalah suatu susunan kata-kata indah yang dipasang di dinding atau banner untuk
melengkapi institusi bila sewaktu-waktu ada kunjungan tamu atau ada pemeriksaan.

2.3 Manajemen Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dinas kesehatan kabupaten/kota


yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja. UPT tugasnya adalah menyelenggarakan sebagian tugas teknis Dinas
Kesehatan, sedangkan pembangunan kesehatan maksudnya adalah penyelenggara
upaya kesehatan yang pertanggung jawaban secara keseluruhan ada di Dinkes dan
sebagian ada di Puskesmas Wilayah Kerja. Wilayah ini dapat berdasarkan kecamatan,
penduduk, atau daerah terpencil.

Untuk terselenggaranya berbagai upaya kesehatan perorangan dan upaya


kesehatan masyarakat yang sesuai dengan azas penyelenggaraan Puskesmas perlu
ditunjang oleh manajeman Puskesmas yang baik. Manajemen Puskesmas adalah
rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematik untuk menghasilkan luaran
Puskesmas yang efektif dan efisien. Rangkaian kegiatan sistematis yang dilaksanakan
oleh Puskesmas akan membentuk fungsi-fungsi manajeman. Berikut beberapa model
manajemen dan fungsi penjabarannya :

1. Model PIE (Planning, Implementing, Evaluation)


Model ini adalah yang paling sederhana, karena hanya meliputi 3 fungsi
manajemen yaitu:
1) Planning atau Perencanaan
2) Implementing atau implementasi dan
3) Controling atau pemantauan

2. Model POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controling) dengan rincian fungsi


manajemen sebagai berikut:
1) Planning atau perencanaan
2) Organizing atau pengorganisasian
3) Actuating atau penggerakan dan
4) Controling atau pemantauan

3. Model P1 P2 P3
1. P1 = Perencanaan, berbentuk perencanaan tingkat puskesmas
2. P2 = Penggerakan Pelaksanaan, berbentuk Minilokakarya puskesmas
3. P3 = Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian, berbentuk Penilaian Kinerja
Puskesmas.

4. Model ARRIF (Analisis, Rumusan, Rencana, Implementasi dan Forum


Komunikasi). Model ini digunakan oleh jajaran Depkes, khususnya yang bergerak di
bidang partisipasi masyarakat. Manajemen ARRIF menghasilakan profil PSM di tingkat
Kecamatan, Kabupaten/Kota, Propinsi

5. Model ARRIME (Analisis, Rumusan, Rencana, Implementasi, Monitoring dan


Evaluasi). Model ini sebenarnya sama dengan ARRIF, hanya fungsi forum komunikasi
dipecah menjadi monitoring dan evaluasi

Dari berbagai model manajemen tersebut sebenarnya mempunyai fungsi manajemen


yang sama. Setiap puskesmas bebas menentukan model manajemen yang ingin
diterapkan, namun yang terpenting mempunyai hasil sebagai berikut evaluasi)
1. Makin banyaknya fungsi penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, yang
ditandai dengan tingginya nilai IPTS (indeks potensi tatanan sehat)
2. Makin baiknya fungsi pemberdayaan masyarakat dengan ditandai berkembangnya
UKBM (upaya kesehatan berbasis masyarakat). Serta makin aktifnya BPP (badan
penyantun puskesmas) dan BPKM (badan peduli kesehatan masyarakat) dapat
dijakdikan indikator meningkatnya partisipasi masyarakat setempat.
3. Makin bagusnya pemberdayaan keluarga dengan ditandainya IPKS (indeks
potensi keluarga sehat)
4. Makin bagusnya pelayanan kesehatan yang ditandai dengan tingginya cakupan
program (baik program kesehatan dasar maupun program kesehatan
pengembangan). Serta kualitan pelayanan kesehatan yang ditandai dengan
tingginya kepatuhan petugas kesehatan dan makin baiknya kepuasan pasien

Penyelenggaraan berbagai pelayanan kesehatan baik perorangan maupun


kesehatan masyarakat perlu ditunjang oleh manajemen yang baik. Manajemen
Puskemas metode P1-P2-P3 meliputi 1) perencanaan; 2) pelaksanaan - pengendalian;
3) pengawasan - pertanggungjawaban, yang harus dilaksanakan secara terkait dan
berkesinambungan.
Perencanaan yang dimaksud adalah kegiatan perencanaan tingkat Puskesmas,
pelaksanaan-pengendalian adalah rangkaian kegiatan mulai dari pengorganisasian,
penyelenggaraan, pemantauan (a.l pemantauan wilayah setempat/PWS dengan data
dari SP2TP dalam forum Lokakarya Mini Puskesmas). Adapun pengawasan-
pertanggungjawaban adalah kegiatan pengawasan internal dan eksternal serta
akuntabilitas petugas.

Seluruh rangkaian kegiatan manajemen tersebut harus dilaksanakan secara terpadu


dan berkesinambungan.

A. Kepemimpinan
Pelaksanaan 4 fungsi Puskesmas; yaitu (a) pusat pembangunan wilayah
berwawasan kesehatan, (b) pusat pemberdayaan masyarakat, (c) pusat pelayanan
kesehatan masyarakat primer dan (d) pusat pelayanan kesehatan perorangan primer,
memerlukan pola kepemimpinan yang holistik, strategis, manajerial dan berkelanjutan
(sustainable leadership). Kepemimpinan holistik berarti kemampuan pimpinan
Puskesmas yang menjadi agent of change ditengah dinamika sosial masyarakat yang
dilayaninya. Pimpinan Puskesmas perlu memiliki ilmu dan ketrampilan dalam bidang
community development (pembangunan masyararakat), termasuk menggerakkan
semua elemen potensi masyarakat (modal sosial) dalam pembangunan kesehatan.
Pemimpin Puskesmas perlu memiliki kemampuan melakukan advovacy kepada aparat
pemerintah kecamatan, desa, organisasi sosial dan keagamaan, sektor usaha swasta,
dll tentang perlunya wawasan kesehatan dalam kegiatan pembangunan sosial-ekonomi
di wilayah kerja Puskesmas bersangkutan.
Kepemimpinan strategis berarti kemampuan memberikan respons yang tepat
dan cepat terhadap turbulensi perubahan lingkungan yang terjadi di wilayah kerja
Puskesmas, termasuk perubahan sosial, ekonomi, demografi, ekologi, dll. Kepemipinan
Puskesmas perlu memiliki kemampuan mengidentifikasi resiko-resiko kesehatan serta
dampak kebijakan pembangunan terhadap kesehatan penduduk serta merumuskan
intervensi strategis untuk mengatasi resiko dan dampak tersebut. Kepemimpinan
manajerial berarti kemampuan menggerakkan manajemen program kesehatan sesuai
dengan standar program yang ada, serta menggerakkan SDM Puskesmas
melaksanakan standar program tersebut dengan tehnik motivasi, komunikasi dan
supervisi yang efektif.
Kepemimpinan berkelanjutan berarti adanya kesempatan pemimpin Puskesmas
menjalin hubungan pribadi dan sosial dengan staf Puskesmas, aparat pemerintahan di
kecamatan serta dengan masyarakat yang dilayaninya. Menurut pengalaman empiris
(penugasan di Puskesmas selama 5 tahun dalam kebijakan masa lalu), masa lima
tahun adalah waktu minimal yang diperlukan untuk menjamin kepemimpinan
berkelanjutan tersebut.Kemampuan kepemimpinan holistic, strategis dan manajerial
tersebut diberikan dalam bentuk pelatihan kepemimpinan bagi SDM Puskesmas.

Anda mungkin juga menyukai