Anda di halaman 1dari 10

TUGAS

PENDIDIKAN
BUDAYA ANTI
KORUPSI
D4 ALIH JENJANG TERAPIS
GIGI DAN MULUT TINGKAT I

Aghnia Nurhafiza Fatarani


P20625122004
TUGAS PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI
KASUS TINDAKAN KORUPSI E-KTP

AGHNIA NURHAFIZA FATARANI


NIM. P20625122004

TINGKAT I
D-IV ALIH JENJANG TERAPIS GIGI DAN MULUT
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TASIKMALAYA
Jl. Tamansari No.210, Tamansari, Kec. Tamansari,
Kab. Tasikmalaya, Jawa Barat 46115

TUGAS PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI AGHNIA NURHAFIZA FATARANI


A. KRONOLOGI KASUS TINDAKAN KORUPSI E-KTP.

Kasus korupsi e-KTP adalah kasus korupsi di Indonesia terkait pengadaan Kartu Tanda


Penduduk elektronik (e-KTP) untuk tahun 2011 dan 2012 yang terjadi sejak 2010-an. Kasus ini
diawali dengan berbagai kejanggalan yang terjadi sejak proses lelang tender proyek e-KTP
sehingga membuat berbagai pihak seperti,  Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU), Government Watch, pihak kepolisian, Konsorsium Lintas Peruri dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menaruh kecurigaan akan terjadinya korupsi. Sejak itu KPK
melakukan berbagai penyelidikan dan investigasi.

Dalam perjalanannya, para pihak berwenang dibuat harus berusaha lebih giat dalam
menciptakan keadilan atas tersangka Setya Novanto. Berbagai lika-liku dihadapi, mulai dari
ditetapkannya Setya Novanto sebagai tersangka, sidang praperadilan, dibatalkannya status
tersangka Novanto oleh hakim, kecelakaan yang dialami Novanto bahkan hingga
ditetapkannya ia lagi sebagai tersangka. Perkara ini juga diselingi oleh kematian Johannes
Marliem di Amerika Serikat yang dianggap sebagai saksi kunci dari tindakan korupsi. Untuk
kepentingan pengembangan kasus atas tewasnya Marliem, KPK pun melakukan kerja sama
dengan FBI.

Perkembangan kasus e-KTP yang terjadi di era digital membuat kasus ini mendapatkan
sorotan dari para warganet. Dalam beberapa kesempatan, para warganet meluapkan ekspresi
mereka terkait kasus korupsi e-KTP dengan menciptakan trending topic tertentu
di Twitter dan membuat meme di media sosial dengan sasaran ditujukan kepada Setya
Novanto. Tak hanya media nasional, media asing seperti AFP dan ABC juga turut
memberitakan perkara ini, terutama terkait keterlibatan Setya Novanto.

Kendati perkara proyek e-KTP telah berjalan selama beberapa tahun, kasus ini belum
mencapai penyelesaian. Baru dua orang, yakni Irman dan Sugiharto yang telah divonis
hukuman penjara sementara yang lain masih harus menghadapi proses hukum yang
berlaku. Oleh karena itu, para pihak berwenang masih harus ekstra kerja keras lagi untuk
menutup buku atas perkara ini.

Kasus korupsi e-KTP bermula dari rencana Kementerian Dalam Negeri RI dalam pembuatan e-
KTP. Sejak 2006 Kemendagri telah menyiapkan dana sekitar Rp 6 triliun yang digunakan untuk
proyek e-KTP dan program Nomor Induk Kependudukan (NIK) nasional dan dana senilai Rp
258 miliar untuk biaya pemutakhiran data kependudukan untuk pembuatan e-KTP berbasis

TUGAS PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI AGHNIA NURHAFIZA FATARANI


NIK pada 2010 untuk seluruh kabupaten/kota se-Indonesia. Pada 2011 pengadaan e-KTP
ditargetkan untuk 6,7 juta penduduk sedangkan pada 2012 ditargetkan untuk sekitar 200 juta
penduduk Indonesia.
Sebelum proses perekaman e-KTP dilaksanakan, Gamawan Fauzi yang saat itu menjabat
sebagai Menteri Dalam Negeri sempat menemui pimpinan KPK di gedung KPK pada 24 Januari
2011. Di sana ia meminta KPK untuk mengawasi proyek e-KTP sembari menjelaskan tentang
langkah-langkah pelaksanaan proyek e-KTP. Namun KPK bukan satu-satunya institusi yang ia
datangi. Sebelumnya ia juga telah meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk terlibat dalam pengawasan proyek ini.
Dengan adanya keterlibatan institusi-institusi tersebut ia berharap megaproyek e-KTP dapat
bersih dan terhindar dari praktek korupsi. M Jasin yang saat itu menjabat sebagai wakil ketua
KPK juga menegaskan bahwa KPK memantau proses proyek e-KTP.

KECURIGAAN KASUS TINDAKAN KORUPSI


Belum sampai perekaman dilakukan di berbagai kabupaten dan kota, pihak kepolisian
mengabarkan bahwa mereka mencurigai terjadinya korupsi pada proyek e-KTP. Kecurigaan itu
berangkat dari laporan konsorsium yang kalah tender yang menyatakan bahwa terjadinya
ketidaksesuaian prosedur yang dilakukan oleh panitia saat lelang tender berlangsung.
Kecurigaan bahwa adanya praktek korupsi pada proyek e-KTP juga dirasakan oleh
Government Watch (GOWA) yang berbuntut pada laporan kepada KPK pada 23 Agustus 2011.
Mereka berspekulasi bahwa telah terjadi upaya pemenangan terhadap satu konsorsium
perusahaan dalam proses lelang tender berdasarkan investigasi yang telah dilakukan sejak
Maret hingga Agustus 2011. Dari hasil investigasi tersebut mereka mendapatkan petunjuk
berupa dugaan terjadinya kolusi pada proses lelang oleh Direktorat Jenderal Kependudukan
dan Pencatatan Sipil dan menemukan fakta bahwa telah terjadi 11 penyimpangan,
pelanggaran dan kejanggalan kasatmata dalam pengadaan lelang.

KPK turut mencium kejanggalan dari proses proyek e-KTP. Pada awal September 2011 KPK
menuding bahwa Kemendagri tidak menjalankan 6 rekomendasi dalam pelaksanaan proyek e-
KTP. Keenam rekomendasi tersebut adalah:
1) penyempurnaan desain.;
2) menyempurnakan aplikasi SIAK dan mendorong penggunaan SIAK di seluruh wilayah
Indonesia dengan melakukan percepatan migrasi non SIAK ke SIAK;
3) memastikan tersedianya jaringan pendukung komunikasi data online/semi online antara
Kabupaten/kota dengan MDC di pusat agar proses konsolidasi dapat dilakukan secara efisien;

TUGAS PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI AGHNIA NURHAFIZA FATARANI


4) Pembersihan data kependudukan dan penggunaan biometrik sebagai media verifikasi untuk
menghasilkan NIK yang tunggal;
5) Pelaksanakan e-KTP setelah basis database kependudukan bersih/NIK tunggal, tetapi
sekarang belum tunggal sudah melaksanakan e-KTP; dan
6) Pengadaan e-KTP harus dilakukan secara elektronik dan sebaiknya dikawal ketat oleh LKPP. 

Menanggapi tudingan KPK, Kemendagri kemudian memberikan bantahan. Reydonnyzar


Moenek, juru bicara Kemendagri menjelaskan bahwa Kemendagri telah menjalankan 5
rekomendasi. Kemendagri tidak bisa melaksanakan satu rekomendasi lainnya, yakni tentang
permintaan NIK tunggal saat proses e-KTP dilaksanakan karena bisa mengubah waktu dan
pembiayaan e-KTP.
Tak lama setelah itu, Konsorsium Lintas Peruri Solusi melaporkan Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) dan Ketua Panitia lelang dalam proses pengadaan e-KTP, Sugiharto
dan Drajat Wisnu Setiawan ke Polda Metro Jaya dengan barang bukti berupa surat
kontrak pada 1 Juli 2011, surat jaminan penerimaan uang Rp 50 juta dan tiga orang saksi.
Konsorsium Lintas Peruri Solusi menduga bahwa telah terjadinya penyalahgunaan
wewenang sehingga dana untuk e-KTP membesar hingga Rp4 triliun lebih dalam proses
tender. Kenyataannya, penawaran yang diajukan oleh Konsorsium Lintas Peruri Solusi lebih
rendah, yakni sebesar Rp4,75 triliun namun yang memenangkan tender justru konsorsium
PNRI yang mengajukan penawaran lebih tinggi, yakni sebesar Rp5,84 triliun dari anggaran
senilai 5,9 triliun. Mereka juga menuding bahwa panitia lelang telah menerima uang sebesar
Rp50 juta pada 5 Juli 2011 dari konsorsium pemenang tender.

Seiring berjalannya waktu, indikasi korupsi pada proyek e-KTP semakin terbuka lebar. Pada
2012 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menemukan indikasi korupsi pada
proyek e-KTP lebih awal ketimbang KPK berdasarkan temuan investigator.[1] Indikasi tersebut
tertuang pada keputusan KPPU berupa hukuman pada Konsorsium Percetakan Negara
Republik Indonesia (PNRI) dan PT Astragraphia untuk membayar denda Rp24 miliar ke negara
karena melanggar pasal 22 UU No. 4/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat pada November 2012. Konsorsium PNRI didenda sebesar Rp20 miliar
sedangkan PT Astragraphia didenda Rp4 miliar. Denda tersebut harus dibayar ke kas negara
melalui bank pemerintah dengan kode 423755 dan 423788 (Pendapatan Pelanggaran di
bidang persaingan usaha).

Indikasi korupsi juga dipaparkan oleh Muhammad Nazaruddin pada 31 Juli 2013. Saat


diperiksa oleh KPK terkait kasus Hambalang, ia menyerahkan bukti-bukti terkait korupsi e-KTP.

TUGAS PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI AGHNIA NURHAFIZA FATARANI


Pengacaranya, Elza Syarief menuding bahwa telah terjadi penggelembungan dana pada
proyek e-KTP. Dari total proyek sebesar Rp5,9 triliun, 45% di antaranya merupakan hasil
penggelembungan dana. Ia juga mengatakan bahwa Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto
dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum terlibat dalam kasus ini.
Mendengar hal itu, Gamawan Fauzi merasa geram. Ia pun melaporkan Nazaruddin ke Polda
Metro Jaya karena menilai bahwa tuduhannya tidak benar. Kendati demikian, saat itu KPK
belum bisa memastikan kebenaran dari kecurigaan-kecurigaan yang ada karena tahap
penyidikan KPK terhadap kasus e-KTP masih pada tahap awal.

B. KERUGIAN NEGARA AKIBAT KASUS KORUPSI E-KTP


Korupsi yang terjadi melalui mega proyek e-KTP ini memang merugikan negara dalam skala
yang cukup besar. “Korupsi ibarat penyakit menular yang menjalar pelan namun mematikan,
menciptakan kerusakan yang sangat luas di masyarakat. Korupsi merusak demokrasi dan
supremasi hukum, mendorong pelanggaran terhadap hak asasi manusia, mendistorsi
perekonomian, menurunkan kualitas kehidupan dan memungkinakan organisasi kriminal,
terorisme, dan berbagai ancaman terhadap keamanan untuk berkembang” (Kofi A. Annan;
UN, 2004). Permasalahan korupsi dari mega proyek e-KTP ini menciptakan apa saja yang
diibaratkan dalam pernyataan sebelumnya.
Sebanyak 49 persen anggaran e-KTP dinikmati sejumlah nama-nama besar di DPR. Hal itu
terungkap dalam persidangan perdana kasus dugaan korupsi e-KTP dengan terdakwa mantan
Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman dan mantan Direktur
Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto. Berdasarkan
dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) Irene Putrie, dari nilai anggaran sebesar
Rp 5,9 triliun dan dipotong pajak sebsar 11,5 persen, dana tersebut akan dibagi-bagi. Sekitar
49 persen dana dibagi untuk beberapa nama sebesar Rp 2,558 triliun.
Sementara dana Rp 2,558 triliun tersebut akan dibagi ke beberapa nama. Untuk pejabat di
Kemendagri dan juga kedua terdakwa dialokasikan 7 persen atau senilai Rp 365 miliar,
anggota Komisi II sebesar 5 persen atau Rp 261 miliar.

Melalui bukti-bukti yang ditemukan dan keterangan para saksi, KPK menemukan fakta bahwa
negara harus menanggung kerugian sebesar Rp 2,314 triliun. Setelah melakukan berbagai
penyelidikan sejak 2012, KPK akhirnya menetapkan sejumlah orang sebagai tersangka korupsi,
beberapa di antaranya pejabat Kementerian Dalam Negeri dan petinggi Dewan Perwakilan
DPR. Mereka adalah Sugiharto, Irman, Andi Narogong, Markus Nari, Anang
Sugiana dan Setya Novanto. Selain itu, KPK juga menetapkan Miryam S. Haryani sebagai
pembuat keterangan palsu saat sidang keempat atas nama Sugiharto dan Irman dilaksanakan.

TUGAS PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI AGHNIA NURHAFIZA FATARANI


Penetapan tersangka oleh KPK dalam kasus ini pertama kali dilakukan pada 22 April 2014 atas
nama Sugiharto sementara sidang perdana atas tersangka pada kasus ini digelar pada 9 Maret
2017.
C. TERSANGKA KASUS KORUPSI E-KTP BERIKUT DENGAN VONIS HUKUMAN
Berikut merupakan daftar nama tersangka kasus korupsi E-KTP beserta vonis hukuman yang di
dapat :
1. Sugiharto
Atas tindakannya dalam merugikan negara sebesar Rp 2,314 triliun dan terbukti
menerima uang sebesar USD 200 ribu dari Andi Narogong, Sugiharto dijatuhi hukuman
oleh majelis hakim berupa kurungan penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp 400 juta
subsider 6 bulan kurungan penjara. Selain itu, Sugiharto juga wajib membayar uang
pengganti senilai USD 50 ribu dikurangi USD 30 ribu serta mobil honda jazz senilai Rp
150 juta dalam rentang waktu satu bulan setelah berkekuatan hukum tetap. Harta benda
Sugiharto akan disita jika ia tidak membayarnya. Jika tidak cukup, harta benda tersebut
diganti dengan kurungan penjara selama 1 tahun. Keputusan ini diputuskan oleh Majelis
Hakim pada sidang dengan agenda pembacaan vonis pada 20 Juli 2017. Vonis ini sesuai
dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada sidang dengan agenda pembacaan tuntutan
pada 22 Juni 2017.
2. Irman
Berdasarkan penyelidikan KPK dan hasil sidang, Irman terbukti menerima uang sebesar
USD 300 ribu dari Andi Narogong dan USD 200 ribu dari Sugiharto. Oleh karena itu per 20
Juli 2017 majelis hakim lewat sidang dengan agenda pembacaan vonis memberikannya
hukuman berupa kurungan penjara selama 7 tahun dan membayar denda Rp 500 juta
subsider 6 bulan kurungan. Di samping itu Irman juga wajib membayar uang pengganti
senilai USD 500 ribu dikurangi USD 300 ribu dan Rp 50 juta dalam rentang waktu 1 bulan
setelah berkekuatan hukum tetap. Jika tidak dipenuhi, harta benda Irman akan disita. Jika
masih tak cukup, Irman wajib menggantinya dengan pidana 2 tahun penjara.Vonis ini
sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK pada sidang dengan agenda pembacaan
tuntutan pada 22 Juni 2017.
3. Andi Narogong
Andi dijuluki 'Narogong' karena memiliki usaha konveksi di Jalan Narogong, Bekasi. Andi
dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum KPK pada sidang dengan agenda pembacaan tuntutan
pada 7 Desember 2017 berupa hukuman penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp 1
miliar subsider 6 bulan penjara serta wajib membayar uang pengganti senilai USD 2,1 juta.
Dengan harapan dapat meringankan vonis (sidang dengan agenda pembacaan vonis belum
dilakukan) yang akan diputuskan nanti, ia pun berperan sebagai justice collaborator.
4. Markus Nari
(belum dijatuhi hukuman)
TUGAS PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI AGHNIA NURHAFIZA FATARANI
5. Anang Sugiana Sudiharjo
(belum dijatuhi hukuman)
6. Setya Novanto
Dijatuhi hukuman 16 tahun penjara, sedikit lebih ringan dari tuntutan yang diajukan jpu.
dan membayar uang pengganti US$7,3 juta dalam kurs terbaru setara dengan lebih dari 101
miliar. Serta pencabutan hak politik selama 5 tahun. Dan dipenjara di penjara sangat mewah
seperti hotel berbintang lima yang tepat di Lembaga Permasyarakatan (LP) Sukamiskin
Bandung.

TUGAS PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI AGHNIA NURHAFIZA FATARANI


D. SOLUSI SUPAYA TINDAKAN KORUPSI DI INDONESIA TIDAK TERJADI
Tindak pidana korupsi masih menjadi permasalahan pelik di berbagai negara,
termasuk di Indonesia. Indonesia merupakan negara yang memiliki nilai indeks persepsi
korupsi yang cukup tinggi. Periode tahun 2014 - 2017, perkara korupsi yang ditangani KPK
sebanyak 618 kasus. Transparency International Indonesia mengeluarkan indeks persepsi
korupsi yang menunjukkan bahwa posisi Indonesia berada di peringkat 96 dari 180 negara
pada awal tahun 2022.
Perilaku korupsi di Indonesia sangat terkait erat dengan dimensi penyuapan,
pengadaan barang dan jasa, serta penyalahgunaan anggaran yang umumnya dilakukan oleh
pihak swasta dan pegawai pemerintahan. Oleh karena itu, upaya pencegahan korupsi sangat
diperlukan. Pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan hanya dengan komitmen semata.
Komitmen tersebut harus diaktualisasikan dalam bentuk strategi yang komprehensif untuk
meminimalisasi tindak korupsi. Upaya pencegahan korupsi dapat dlakukan secara preventif,
detektif, dan represif.
Upaya pencegahan preventif dan represif agar tindak korupsi tidak lagi terjadi
adalah meminimalisasi faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi dan
mempercepat proses penindakan terhadap pelaku tindak korupsi. Strategi Preventif Upaya
preventif adalah usaha pencegahan korupsi yang diarahkan untuk meminimalisasi penyebab
dan peluang seseorang melakukan tindak korupsi. Upaya preventif dapat dilakukan dengan:
Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR. Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran
peradilan di bawahnya. Membangun kode etik di sektor publik. Membangun kode etik di
sektor partai politik, organisasi profesi, dan asosiasi bisnis.
Meneliti lebih jauh sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan.
Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia atau SDM dan peningkatan kesejahteraan
pegawai negeri. Mewajibkan pembuatan perencanaan strategis dan laporan akuntabilitas
kinerja bagi instansi pemerintah. Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian
manajemen. Penyempurnaan manajemen barang kekayaan milik negara atau BKMN.
Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Kampanye untuk menciptakan nilai atau
value secara nasional.
Strategi Detektif Upaya detektif adalah usaha yang diarahkan untuk mendeteksi
terjadinya kasus-kasus korupsi dengan cepat, tepat, dan biaya murah. Sehingga dapat segera
ditindaklanjuti. Berikut upaya detektif pencegahan korupsi: Perbaikan sistem dan tindak lanjut
atas pengaduan dari masyarakat. Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan
tertentu. Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik. Partisipasi
Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di kancah internasional.

TUGAS PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI AGHNIA NURHAFIZA FATARANI


Peningkatan kemampuan Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah ata APFP dalam
mendeteksi tindak pidana korupsi.
Strategi Represif Upaya represif adalah usaha yang diarahkan agar setiap
perbuatan korupsi yang telah diidentifikasi dapat diproses dengan cepat, tepat, dan dengan
biaya murah. Sehingga para pelakunya dapat segera diberikan sanksi sesuai peraturan
perundangan yang berlaku. Upaya represif dalam mencegah tindak pidana korupsi adalah:
Penguatan kapasitas badan atau komisi anti korupsi. Penyelidikan, penuntutan, peradilan, dan
penghukuman koruptor besar dengan efek jera.
Penentuan jenis-jenis atau kelompok korupsi yang diprioritaskan untuk diberantas.
Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik. Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan
perkara korupsi dalam sistem peradilan pidana secara terus menerus. Pemberlakuan sistem
pemantauan proses penanganan tindak korupsi secara terpadu. Publikasi kasus-kasus tindak
pidana korupsi beserta analisisnya. Pengaturan kembali hubungan dan standar kerja antara
tugas penyidik tindak pidana korupsi dengan penyidik umum, penyidik pegawai negeri sipil
atau PPNS, dan penuntut umum.

TUGAS PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI AGHNIA NURHAFIZA FATARANI

Anda mungkin juga menyukai