PENDIDIKAN
BUDAYA ANTI
KORUPSI
D4 ALIH JENJANG TERAPIS
GIGI DAN MULUT TINGKAT I
TINGKAT I
D-IV ALIH JENJANG TERAPIS GIGI DAN MULUT
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TASIKMALAYA
Jl. Tamansari No.210, Tamansari, Kec. Tamansari,
Kab. Tasikmalaya, Jawa Barat 46115
Dalam perjalanannya, para pihak berwenang dibuat harus berusaha lebih giat dalam
menciptakan keadilan atas tersangka Setya Novanto. Berbagai lika-liku dihadapi, mulai dari
ditetapkannya Setya Novanto sebagai tersangka, sidang praperadilan, dibatalkannya status
tersangka Novanto oleh hakim, kecelakaan yang dialami Novanto bahkan hingga
ditetapkannya ia lagi sebagai tersangka. Perkara ini juga diselingi oleh kematian Johannes
Marliem di Amerika Serikat yang dianggap sebagai saksi kunci dari tindakan korupsi. Untuk
kepentingan pengembangan kasus atas tewasnya Marliem, KPK pun melakukan kerja sama
dengan FBI.
Perkembangan kasus e-KTP yang terjadi di era digital membuat kasus ini mendapatkan
sorotan dari para warganet. Dalam beberapa kesempatan, para warganet meluapkan ekspresi
mereka terkait kasus korupsi e-KTP dengan menciptakan trending topic tertentu
di Twitter dan membuat meme di media sosial dengan sasaran ditujukan kepada Setya
Novanto. Tak hanya media nasional, media asing seperti AFP dan ABC juga turut
memberitakan perkara ini, terutama terkait keterlibatan Setya Novanto.
Kendati perkara proyek e-KTP telah berjalan selama beberapa tahun, kasus ini belum
mencapai penyelesaian. Baru dua orang, yakni Irman dan Sugiharto yang telah divonis
hukuman penjara sementara yang lain masih harus menghadapi proses hukum yang
berlaku. Oleh karena itu, para pihak berwenang masih harus ekstra kerja keras lagi untuk
menutup buku atas perkara ini.
Kasus korupsi e-KTP bermula dari rencana Kementerian Dalam Negeri RI dalam pembuatan e-
KTP. Sejak 2006 Kemendagri telah menyiapkan dana sekitar Rp 6 triliun yang digunakan untuk
proyek e-KTP dan program Nomor Induk Kependudukan (NIK) nasional dan dana senilai Rp
258 miliar untuk biaya pemutakhiran data kependudukan untuk pembuatan e-KTP berbasis
KPK turut mencium kejanggalan dari proses proyek e-KTP. Pada awal September 2011 KPK
menuding bahwa Kemendagri tidak menjalankan 6 rekomendasi dalam pelaksanaan proyek e-
KTP. Keenam rekomendasi tersebut adalah:
1) penyempurnaan desain.;
2) menyempurnakan aplikasi SIAK dan mendorong penggunaan SIAK di seluruh wilayah
Indonesia dengan melakukan percepatan migrasi non SIAK ke SIAK;
3) memastikan tersedianya jaringan pendukung komunikasi data online/semi online antara
Kabupaten/kota dengan MDC di pusat agar proses konsolidasi dapat dilakukan secara efisien;
Seiring berjalannya waktu, indikasi korupsi pada proyek e-KTP semakin terbuka lebar. Pada
2012 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menemukan indikasi korupsi pada
proyek e-KTP lebih awal ketimbang KPK berdasarkan temuan investigator.[1] Indikasi tersebut
tertuang pada keputusan KPPU berupa hukuman pada Konsorsium Percetakan Negara
Republik Indonesia (PNRI) dan PT Astragraphia untuk membayar denda Rp24 miliar ke negara
karena melanggar pasal 22 UU No. 4/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat pada November 2012. Konsorsium PNRI didenda sebesar Rp20 miliar
sedangkan PT Astragraphia didenda Rp4 miliar. Denda tersebut harus dibayar ke kas negara
melalui bank pemerintah dengan kode 423755 dan 423788 (Pendapatan Pelanggaran di
bidang persaingan usaha).
Melalui bukti-bukti yang ditemukan dan keterangan para saksi, KPK menemukan fakta bahwa
negara harus menanggung kerugian sebesar Rp 2,314 triliun. Setelah melakukan berbagai
penyelidikan sejak 2012, KPK akhirnya menetapkan sejumlah orang sebagai tersangka korupsi,
beberapa di antaranya pejabat Kementerian Dalam Negeri dan petinggi Dewan Perwakilan
DPR. Mereka adalah Sugiharto, Irman, Andi Narogong, Markus Nari, Anang
Sugiana dan Setya Novanto. Selain itu, KPK juga menetapkan Miryam S. Haryani sebagai
pembuat keterangan palsu saat sidang keempat atas nama Sugiharto dan Irman dilaksanakan.