Anda di halaman 1dari 2

Analisa Kasus Korupsi E-KTP

Sumber : Kasus korupsi e-KTP - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan identitas resmi penduduk serta bukti diri yang
berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. KTP konvensional yang telah
bertahun – tahun diberlakukan oleh pemerintah Indonesia serta digunakan oleh masyarakat
Indonesia dianggap memiliki beberapa kekurangan –kekurangan seperti tidak efektif untuk
memberikan data kependudukan karena KTP konvensional memungkinkan satu penduduk
Indonesia memiliki beberapa KTP. Untuk dapat mengelola penerbitan KTP yang bersifat tunggal
dan terwujudnya basis data kependudukan yang lengkap dan akurat diperlukan dukungan
teknologi yang dapat menjamin dengan tingkat akurasi tinggi untuk mencegah pemalsuan dan
penggandaan. Pemerintah berusaha berinovasi dengan menerapkan teknologi informasi dalam
sistem KTP dan menjadikan KTP konvensional menjadi KTP elektronik (e - KTP) yang
menggunakan pengamanan berbasis biometrik. Harapannya adalah tidak ada lagi duplikasi KTP
dan dapat menciptakan kartu identitas multifungsi.
Sayangnya, keniatan untuk membuat kartu identitas penduduk berbasis teknologi
informasi yang akurat, multifungsi serta mencegah adanya duplikasi kartu identitas tersebut
disalahgunakan oleh oknum – oknum yang juga merupakan bagian dari stakeholder pelaksanaan
program e-KTP. Proyek e-KTP tersebut dikorupsi oleh stakeholder yang terlibat seperti politisi,
birokrat dan juga pengusaha.

Kasus korupsi e-KTP adalah kasus korupsi di Indonesia terkait pengadaan Kartu Tanda


Penduduk elektronik (e-KTP) untuk tahun 2011 dan 2012 yang terjadi sejak 2010-an. Kasus ini
diawali dengan berbagai kejanggalan yang terjadi sejak proses lelang tender proyek e-KTP
sehingga membuat berbagai pihak seperti Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU), Government Watch, pihak kepolisian, Konsorsium Lintas Peruri dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menaruh kecurigaan akan terjadinya korupsi. Sejak itu KPK
melakukan berbagai penyelidikan dan investigasi.

Melalui bukti-bukti yang ditemukan dan keterangan para saksi, KPK menemukan fakta bahwa
negara harus menanggung kerugian sebesar Rp 2,314 triliun. Setelah melakukan berbagai
penyelidikan sejak 2012, KPK akhirnya menetapkan sejumlah orang sebagai tersangka korupsi,
beberapa di antaranya pejabat Kementerian Dalam Negeri dan petinggi Dewan Perwakilan DPR.
Mereka adalah Sugiharto, Irman, Andi Narogong, Markus Nari, Anang Sugiana dan Setya
Novanto. Selain itu, KPK juga menetapkan Miryam S. Haryani sebagai pembuat keterangan
palsu saat sidang keempat atas nama Sugiharto dan Irman dilaksanakan. Penetapan tersangka
oleh KPK dalam kasus ini pertama kali dilakukan pada 22 April 2014 atas nama Sugiharto
sementara sidang perdana atas tersangka pada kasus ini digelar pada 9 Maret 2017. Selain
tersangka diatas terdapat juga saksi kunci dalam mengungkap siapa dalang dari korupsi e-ktp
yaitu Johannes Marliem, Marliem sendiri merupakan direktur PT Biomorf Lone LLC yang terlibat dalam
proyek e-KTP dalam hal pengadaan produk Automated Finger Print Identification Sistem (AFIS) merek L-1.
Namun belum sampai terungkap seperti apa dan bagaimana isi dari bukti rekaman yang Marliem
miliki, sebuah kabar duka datang. Marliem dinyatakan meninggal dunia di kediamannya
di Amerika Serikat. Kematian Johannes kemudian dihubungkan oleh beberapa media dengan
penyekapan yang dilakukan oleh seorang pria bersenjata di kawasan elite Beverly
Grove, Edinburgh Avenue, West Hollywood, Los Angeles, tempat Marliem tinggal. Setelah
sempat simpang siur akan apa penyebab kematian Johannes Marliem, pada 15 Agustus 2017
otoritas Los Angeles menyatakan bahwa Marliem tewas karena bunuh diri. Ia mengakhiri
nyawanya dengan cara menembakkan pistol ke arah kepalanya sendiri.

Demikian analisa saya mengenai kasus korupsi e-ktp (Electronic KTP).

Anda mungkin juga menyukai