Anda di halaman 1dari 9

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

“KASUS KORUPSI KOTAWARINGIN TIMUR”

NAMA KELOMPOK :

1. Ni Putu Rika Paradita Andini (119211259)


2. Ni Komang Ayu Okantari P.D (119211260)
3. I Dewa Ayu Prami Dewi (119211309)
4. Gde Bagus Surya Jayantha (119211311)
5. Ni Made Ayu Dwi Kusumardani (119211312)
6. Putu Wahyu Cahyani Putri (119211313)
7. Ivan Surya Pramana (119211314)
8. Novan Bayu Pramana (119211315)
9. Komang Mahendra Surya Ardinatha (119211296)

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL DENPASAR (UNDIKNAS)
2020
1. LATAR BELAKANG KASUS KORUPSI KOTA WARINGIN TIMUR
Korupsi bukan hal yang baru bagi bangsa Indonesia. Tanpa disadari, korupsi muncul
dari kebiasaan yang dianggap lumrah dan wajar oleh masyarakat umum. Seperti memberi
hadiah kepada pejabat/pegawai negeri atau keluarganya sebagai imbal jasa sebuah
pelayanan. Korupsi adalah memperkaya diri sendiri maupun orang lain dengan cara
merugikan pihak ketiga dan ini merupakan permaslahan yang muncul sejak berdirinya
negara-negara di dunia. Hal ini menjadi cukup serius dialami suatu negara karena
dampaknya sangatlah luar biasa karena mampu merugikan keuangan suatu negara dan
dibilang menjadi momok yang menakutkan, sebagai salah satu bentuk tindak pidana dalam
ruang lingkupnya sekarang ini serta memiliki metode yang dibilang lebih modern dan
bahkan belum ada sejarah pada manusia sebelumnya. Terbukti dengan semakin banyaknya
kasus-kasus korupsi yang telah terungkap, dari tahun ke tahun pasti ditemukan kasus
korupsi.

Korupsi ternyata dilakukan oleh orang yang berpendidikan tinggi. Rasanya sungguh
tidak pantas, seseorang yang berpendidikan melakukan hal yang seharusnya tidak boleh
dilakukan. Korupsi tidak boleh dilakukan karena akan menimbulkan kerugian bagi pihak
lain, dan hanya memberikan keuntungan kepada pihak yang korupsi atau biasa disebut
dengan koruptor. Faktanya korupsi dilakukan oleh orang yang mempunyai kekuasaan.
Misalnya dalam pemerintahan, mereka menyalahgunakan kekuasaan hanya untuk
kepentingan pribadi. Bisa dilihat dari kasus korupsi kotawaringin yang menjerat Supian
Hadi, yang merupakan Bupati Kotawaringin Timur.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Bupati Kotawaringin Timur


(Kotim), Supian Hadi sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait izin usaha
pertambangan (IUP) di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Izin itu
dipersiapkan untuk tiga perusahaan yang berbeda. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
menggeledah sebuah rumah di Jalan Ir. Sutami, Tanjungpinang Timur, Kepulauan Riau.
KPK membongkar adanya praktik dugaan korupsi terkait penerbitan Izin Usaha
Pertambangan (IUP) di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. KPK
menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pemberian Izin Usaha
Pertambangan terhadap tiga perusahaan di lingkungan Pemkab Kotawaringin Timur pada
tahun 2010-2012. Tiga perusahaan itu, yakni PT Fajar Mentaya Abadi (PT FMA), PT
Billy Indonesia (PT BI), serta PT Aries Iron Mining (PT AIM). Pemberian izin usaha
pertambangan tersebut tidak sesuai dengan persyaratan dan melanggar regulasi.
Kasus korupsi kotawaringin timur disebut merugikan keuangan negara hingga
triliunan rupiah. Komisi Pemberantasan Korupsi menyebut Bupati Kotawaringin Timur
Supian Hadi telah merugikan negara hingga Rp5,8 triliun dan 711 ribu dollar AS. Dari
penelusuran KPK, Supian Hadi menerbitkan surat keputusan Izin Usaha Pertambangan
(IUP) Operasi Produksi seluas 1.671 hektare kepada PT FMA yang berada di kawasan
hutan. Perkara tersebut bermula saat Supian Hadi resmi dilantik sebagai Bupati
Kotawaringin Timur periode 2010-2015. Selepas pelantikan, Supian diduga mengangkat
teman dekatnya yang juga merupakan anggota tim suksesnya sebagai Direktur dan Dirut
PT Fajar Mentaya Abadi (PT FMA). Mereka diduga mendapat jatah masing-masing
sebesar 5 persen saham PT FMA. Selain itu, pada Februari 2013, Supian menerbitkan SK
IUP terkait persetujuan peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin
Usaha Pertambangan Operasi produksi. Tak hanya itu, Supian juga menerbitkan keputusan
tentang Izin Lingkungan Kegiatan Usaha Pertambangan Bijih Bauksit oleh PT BI dan
keputusan tentang Kelayakan Lingkungan Rencana Kegiatan Pertambangan Bijih Bauksit
oleh PT BI. Pada Oktober 2013, PT BI memulai kegiatan ekspor bauksit.

2. PENYEBAB KASUS KORUPSI KOTA WARINGIN TIMUR

Penyebab terjadinya korupsi kota waringin timur ini karena keserakahan yang di
lakukan elit-elit politi Kotawaringin Timur periode 2010-2015. Dengan bukti korupsi di
lakukan Supian terjadi karena ada ceruk untuk meraup keuntungan dari kekayaan sumber
daya alam di daerahnya. Namun sumber daya alam yang kaya kerap berbanding terbalik
dengan kondisi ekonomi masyarakat yang hidup miskin.

Syarief menerangkan, korupsi diduga berawal saat Supian Hadi terpilh sebagai
Bupati Kotawaringin Timur periode 2010-2015. Kerugian tersebut dihitung berdasarkan
penilaian ahli penambangan. Sedangkan kerugian negara yang telah dihitung KPK
mencapai Rp2,5 triliun. KPK telah menetapkan Supian sebagai tersangka dalam kasus
dugaan tindak pidana korupsi pemberian izin usaha penambangan terhadap 3 perusahaan
di lingkungan Kabupaten Kotawaringin Timur pada 2010-2012.

"Kecenderungan-kecenderungan yang terjadi bahwa elit-elit politik itu menjadikan


sumber daya alam sebagai alat untuk mengeruk kekayaan mereka," ujar Emerson, Sabtu
(2/2/2019) kemarin. Supian Hadi tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara
Negara (LHKPN) memiliki harta senilai Rp 1,58 miliar. Supian menjabat sebagai Bupati
Kotawaringin Timur pada periode 2010-2015 dan 2016-2021. Kekayaan kader PDI
Perjuangan itu terdiri dari empat bidang tanah dan bangunan di Kotawaringin Timur
senilai Rp1.060.667.693 dan kas senilai Rp519.594.480. Namun Supian tidak tercatat
memiliki kendaraan maupun surat berharga. Dalam LHKPN yang di lihat dari situs KPK,
Sabtu (2/2/2019), Supian tercatat terakhir melaporkan harta kekayaannya pada 29 Maret
2018. Harta Supian ini meningkat drastis dibandingkan LHKPN yang dilaporkan pada 27
juli 2015 yakni Rp907.925.028. Dalam perkara ini, Supian diduga menerima suap dari tiga
perusahaan tambang yakni PT Fajar Mentaya Abadi (FMA), PT Billy Indonesia (BI), dan
PT Aries Iron Mining (AIM) pada periode 2010-2012. Supian diduga menerima suapa
sebesar Rp500 juta, mobil Toyota Land Cruiser senilai Rp710 juta dan mobil Hummer H3
senilai Rp1,35 miliar.

Setelah dilantik sebagai Bupati Kotawaringin Timur periode 2010-2015, Supian


mengangkat teman-teman dekat juga tim sukses sebagai direktur dan direktur utama FMA.
Menurut Wakil Ketua KPK Laode M Syarief, mereka masing-masing mendapatkan jatah
saham 5%. Supian kemudian memberikan surat keputusan izin usaha pertambangan
kepada FMA untuk operasi produksi seluas 1.671 hektar. Parahnya, kata Laode, izin di
dalam kawasan hutan tanpa ada Amdal, izin lingkungan dan persyaratan lain. Berkat izin
tersebut, tambah Laode, PT FMA bisa memproduksi pertambangan bauksit dan
melakukan ekspor ke Cina. Perusahaan tetap menambang sampai 2014, meski Gubernur
Kalimatan Tengah Agustin Teras Narang pada 2011 telah melarang. Selain itu, Supian
diduga menerbitkan izin IUP Eksplorasi untuk PT BI dan PT AIM tanpa melalui proses
lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Padahal sebelumnya PT BI dan PT
AIM tidak memiliki Kuasa Pertambangan (KP).

3. JENIS KASUS KORUPSI KOTA WARINGIN TIMUR

Jenis Korupsi Kotawaringin Timur

1. Korupsi Transaktif (transactive corruption) yaitu menunjukkan adanya kesepakatan


timbal balik antara pihak pembeli dan pihak penerima, demi keuntungan kedua belah
pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya keuntungan ini oleh kedua – duanya.
Hal ini terbukti:

Timbal baliknya, dia diduga telah menerima mobil mewah dan sejumlah uang
dari hasil pemberian Izin Usaha Penambangan (IUP) kepada PT Fajar Mentaya
Abadi (FMA), PT Billy Indonesia (BI) dan PT Aries Iron Mining (AIM). Bahkan,
dua perusahaan bisa diberikan izin oleh Supian Hadi kendati tidak mengikuti proses
lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Supian Hadi lantas diduga
menerima mobil Toyota Land Cruiser, Hummer H3 dan uang sebesar Rp500 juta.

2. Korupsi Otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat mendapat
keuntungan karena memiliki pengetahuan sebagai orang dalam (insiders information)
tentang berbagai kebijakan publik yang seharusnya

Hal ini terbukti:

Supian Hadi selaku Bupati Kotawaringin Timur periode 2010-2015 diduga


terlah menguntungkan diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi, menyalah
gunakan kewenangannya, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan
atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian karena
menerbitkan Surat Keputusan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi
seluas 1.671 Hektar kepada PT FMA yang berada di kawasan hutan. Padahal, Supian
mengetahui bahwa PT FMA belum memiliki sejumlah dokumen perizinan, seperti ijin
lingkungan/AMDAL dan persyaratan lainnya yang belum lengkap.

4. KRONOLOGI KASUS KORUPSI KOTA WARINGIN TIMUR

Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menggeledah sebuah rumah di


Jalan Ir. Sutami, Tanjungpinang Timur, Kepulauan Riau. Penggeledahan itu terkait
kepentingan penyidikan kasus dugaan korupsi terkait penerbitan izin usaha pertambangan
(IUP). Lembaga antirasuah menetapkan Bupati Kotawaringin Timur di Kalimantan
Tengah, Supian Hadi sebagai tersangka kasus korupsi di sektor sumber daya alam. Bupati
yang menjalani periode kepemimpinannya yang kedua itu disebut oleh KPK telah
memberikan izin kepada tiga perusahaan tambang yakni PT Fajar Mentaya Abadi, PT
Billy Indonesia dan PT Aries Iron Mining. Padahal, izin tersebut seharusnya belum bisa
diberikan lantaran masih ada beberapa persyaratan yang belum dipenuhi oleh ketiga
perusahaan itu untuk menambang. Bupati Supian memberikan izin ke tiga perusahaan
berbeda.

Ketiga perusahaan tambang itu sama-sama belum menuntaskan persyaratan yang


dibutuhkan agar diberi izin. Untuk PT Fajar Mentaya Abadi, Supian menerbitkan surat
keputusan ijin usaha pertambangan (IUP) Operasi Produksi seluas 1.671 hektar yang
berada di kawasan hutan. Padahal,PT FMA (Fajar Mentaya Abadi) belum memiliki
sejumlah dokumen perizinan, seperti izin lingkungan atau AMDAL, dan persyaratan lain
yang belum lengkap dan PT Billy Indonesia, Bupati Supian menerbitkan SK IUP
Eksplorasi tanpa melalui proses lelang wilayah izin usaha pertambangan (WIUP).
Sebelumnya, PT Billy Indonesia juga tidak memiliki kuasa pertambangan. Kemudian,
pada Februari 2013 lalu, Bupati Supian menerbitkan SK IUP tentang persetujuan
peningkatan izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi izin usaha pertambangan operasi
produksi. Untuk perusahaan ketiga yakni PT Aries Iron Mining, Bupati Supian
memberikan IUP Eksplorasi tanpa melalui proses lelang wilayah izin usaha pertambangan
(WIUP). Atas penerbitan IUP itu KPK menduga Supian yang juga kader PDIP tersebut
telah merugikan negara hingga Rp5,8 triliun dan US$711 ribu (setara Rp9,9 miliar dengan
asumsi kurs Rp14 ribu). Kerugian negara itu mengalahkan kerugian negara pada kasus
korupsi e-KTP sebesar Rp2,3 triliun dan korupsi SKL BLBI sebesar Rp4,58 triliun.

Terlepas dari jumlah kerugian negara, Supian kembali menambah panjang kepala
daerah yang menjadi pesakitan di KPK. Padahal dia tengah menjalani periode keduanya
sebagai orang nomor satu di Kabupaten Kotawaringin Timur. Periode pertamanya, yakni
2010-2015, pada periode pertama, setelah dilantik Supian langsung mengangkat teman-
teman dekatnya yang juga menjadi bagian dari tim suksesnya sebagai Direktur dan
Direktur Utama PT Fajar Mentaya Abadi. Kolega Supian itu mendapat masing-masing
mendapat jatah saham perusahaan sebesar 5 persen. Perusahaan yang diduduki koleganya
itu kemudian diberikan IUP seluas 1.671 hektar. Hal itu tertuang dalam SK IUP yang
diterbitkan Supian pada Maret 2011. Izin itu keluar dari Supian meski dirinya mengetahui
bahwa PT Fajar Mentaya Abadi belum memiliki sejumlah dokumen perizinan, di
antaranya Izin lingkungan atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Alhasil pada November 2011, PT Fajar Mentaya Abadi dapat melakukan kegiatan operasi
produksi bauksit dan melakukan ekspor ke China.

Pada November 2011, Gubernur Kalimantan Tengah, Agustin Teras Narang


melayangkan surat kepada Supian agar menghentikan seluruh kegiatan usaha
pertambangan oleh PT Fajar Mentaya Abadi. Surat itu tidak diindahkan dan PT Fajar
Mentaya Abadi tetap melakukan kegiatan pertambangan hingga 2014. Selain itu, Supian
juga diketahui memenuhi permohonan PT Billy Indonesia dengan menerbitkan SK IUP
ekspolorasi pada Desember 2010. SK IUP itu diberikan tanpa melalui proses lelang
Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). PT Billy Indonesia juga diketahui tidak
memiliki kuasa pertambangan.
Pada April 2011, Supian juga menerbitkan SK IUP eksplorasi kepada PT Aries Iron
Mining. Penerbitan IUP ini pun tanpa melalui proses lelang WIUP. Padahal, seperti halnya
PT Billy Indonesia, PT Aries Iron Mining tidak memiliki kuasa pertambangan. Alhasil PT
Aries Iron Mining melakukan eksplorasi yang merusak lingkungan. Tak berhenti di situ
pada Februari 2013 Supian menerbitkan SK IUP tentang Persetujuan Peningkatan Izin
Usaha Pertambangan Eksplorasi mejadi Izin Usaha Pertambangan Operasi kepada PT
Billy Indonesia. Penerbitan SK IUP itu tanpa kelengkapan dokumen AMDAL dari PT
Billy Indonesia.

Pada April 2013 Supian turut menerbitkan keputusan izin tentang izin lingkungan
kegiatan usaha pertambangan bijih bauksit dan keputusan tentang kelayakan lingkungan
rencana kegiatan pertambangan bijih bauksit oleh PT Billy Indonesia. Berdasarkan izin
tersebut PT Billy Indonesia melakukan ekspor bauksit. KPK pun membongkar
permasalahan tersebut. KPK pun menetapkan Supian sebagai tersangka karena diduga
menerima suap dan gratifikasi atas perizinan proyek tambang yang dia keluarkan. Atas
izin-izin yang dikeluarkan untuk tiga perusahaan berbeda itu, KPK juga menduga telah
terjadi kerugian negara mencapai Rp5,8 triliun dan US$711 ribu. Atas perbuatannya
tersebut, Supian dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 dalam Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

5. ORANG YANG TERLIBAT DALAM KASUS KORUPSI KOTA WARINGIN


TIMUR

Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menetapkan Bupati Kotawaringin Timur


Supian Hadi sebagai tersangka korupsi terkait pemberian izin tambang. KPK menyangka
Supian telah memanfaatkan jabatannya untuk memberikan izin kepada 3 perusahaan
tambang di wilayahnya selama periode 2010-2012."Berdasarkan bukti permulaan yang
cukup, kami menemukan dugaan adanya tindak pidana korupsi dalam pemberian izin
tersebut," kata Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif di kantornya, Jakarta, Jumat, 1
Februari 2019.

Supian Hadi selama periode 2010-2015 telah merugikan keuangan negara dalam
pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada PT FMA (PT. Fajar Mentaya Abadi),
PT Bl (PT. Billy Indonesia), dan PT AIM (PT. Aries Iron Mining) di Kabupaten
Kotawaringin Timur periode 2010 2015. Izin tersebut dia berikan padahal ketiga
perusahaan belum memiliki dokumen pendukung, seperti dokumen Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan. Syarif menjelaskan, Supian saat diangkat menjadi Bupati
Kotawaringin Timur periode 2010-2015, langsung mengangkat teman-teman dekatnya
yang merupakan tim suksesnya sebagai petinggi di perusahaan-perusahaan
tersebut."Diduga terjadi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp 5,8 triliun dan
USD 711 ribu yang dihitung dari hasil produksi pertambangan bauksit, kerusakan
lingkungan dan kerugian kehutanan akibat produksi dan kegiatan pertambangan yang
dilakukan PT FMA, PT BI, dan PT AIM," kata Syarif.

Selain merugikan negara hingga trilinan rupiah, Supian Hadi juga diduga telah
menerima sejumlah pemberian dari izin tersebut, yakni mobil Toyota Land Cruiser senilai
Rp 710 juta, mobil Hummer H3 seharga Rp 1,35 miliar dan uang sebesar Rp 500 juta yang
diduga diterima meIalui pihak lain.KPK menyatakan penetapan tersangka terhadap Supian
adalah hasil penyelidikan dengan motede case building. Metode tersebut berbeda dari
operasi tangkap tangan yang kerap dilakukan KPK sebelum menetapkan seseorang
menjadi tersangka.

6. TINDAK PIDANA HUKUM KASUS KORUPSI KOTA WARINGIN TIMUR

Supian disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31/1999,


sebagaimana diubah jadi UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Ia diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain,
atau suatu korporasi dengan meyalahgunakan kewenangannya selaku kepala daerah.

Bunyi Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU nomor 31/1999

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling
sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.

Dengan tindak pidana yang diberikan tersebut yang dirasa kurang sepadan dengan
tindakannya koruptor ini mungkin bisa diberikan hukuman maksimal seuai pasal 2 ayat 1
atau pasal 3 UU Nomor 31/1999, memiskinkan koruptor dengan menyita seluruh harta
kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana korupsi dengan cara pembuktian terbalik
sesuai dengan pasal 77 UU No. 8 tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang,
membangun tempat tahanan koruptor area rekreasi umum yang dapat ditonton oleh
masyarakat, menjatuhkan hukuman mati kepada koruptor, dan mencabut hak polituk
koruptor dan memberikan tanda khusus dalam KTP maupun kartu identitas koruptor yang
berlaku seumur hidup agar pelaku korupsi bisa jera terhadap perbuatannya serta tidak
adanya lagi para koruptor baru bermunculan.

7. KENDALA KASUS KORUPSI KOTA WARINGIN TIMUR

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Supian Hadi, Bupati


Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, sebagai tersangka dugaan suap dari tiga
perusahaan tambang periode 2010-2012. Perusahaan-perusahaan itu, PT Fajar Mentaya
Abadi (FMA), PT Billy Indonesia (BI), dan PT Aries Iron Mining (AIM). Potensi
kerugian keuangan negara karena penerbitan izin tambang itu mencapai Rp5,8 triliun dan
US$711.000.

Laode M Syarif, Wakil Ketua KPK mengatakan, penanganan perkara ini cukup
lama, potensi kerugian negara pun sangat besar. “Kami sudah menyelesaikan penyelidikan
dengan mengumpulkan bukti permulaan cukup dan meningkatkan perkara ini jadi
penyidikan. Menetapkan Bupati Kotawaringin Timur SH sebagai tersangka,”

Supian Hadi, katanya, adalah Bupati Kotawaringin Timur, pada periode 2010-2015
diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi dengan
meyalahgunakan kewenangan. Supian disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3
UU Nomor 31/1999, sebagaimana diubah jadi UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. KPK prihatin atas kondisi ini.
Kekayaan alam negeri yang melimpah, katanya, dikuasai hanya sekelompok pengusaha.
Dari kajian sumber daya alam KPK menemukan sejumlah persoalan terkait tumpang
tindih wilayah, potensi kerugian keuangan negara dari praktek bisnis tak beretika, dan
melanggar aturan, seperti menunggak pajak, tak bayar royalti, dan tidak jalankan jaminan
reklamasi pasca tambang.

Anda mungkin juga menyukai