Anda di halaman 1dari 28

Nama : Novita Silvia

Nim : PO.71.31.2.18.022
Program Studi DIV Gizi / Semester 2

Daftar Kasus Korupsi Di Indonesia

Sepanjang Tahun 2015 – 2019

Kasus Korupsi di Indonesia Tahun 2015

1. Dewie Yasin Limpo

Anggota Komisi VII Fraksi Hanura Dewie Yasin Limpo ditangkap


penyidik KPK bersama 5 orang lainnya pada Selasa 20 Oktober 2015 sekitar
pukul 18.45 WIB. Ia ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
Operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK ini diduga terkait kasus suap yang
mencapai Rp 1,5 miliar dalam bentuk dolar Amerika. Suap itu disebut-sebut
terkait pemulusan proyek pembangkit listrik di Sulawesi Selatan. Saat ini, adik
dari Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo itu masih bolak-balik antara
Kantor lembaga antirasuah dengan Rumah Tahanan KPK. Dia harus menjalani
pemeriksaan penyidik KPK terkait kasus yang menjeratnya.
2. Patrice Rio Capella

KPK menetapkan Patrice Rio Capella sebagai tersangka pada 15 Oktober


2015. Sekretaris Jenderal DPP Partai Nasdem dijadikan tersangka dalam kasus
dugaan suap terkait 'pengamanan' perkara dugaan korupsi Dana Bantuan Sosial
(Bansos), tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH), dan Penyertaan Modal sejumlah
BUMD pada Pemerintah Provinsi SuSumatera Utara. Tak lama setelah itu, dia
langsung mengundurkan diri dari jabatannya di Partai Nasdem. Selain itu,
jabatannya sebagai anggota DPR juga ditanggalkannya. Saat ini, jaksa pada KPK
telah menuntut Rio dengan hukuman penjara 2 tahun yang dihitung dari masa
penahanan dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan.

3. Suryadharma Ali

KPK telah menetapkan Menteri Agama Suryadharma Ali atau SDA


sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji di
Kementerian Agama tahun anggaran 2012-2013.

"Sudah naik penyidikan. Dengan SDA (Suryadharma Ali) dkk sebagai tersangka,"
ujar Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas melalui pesan singkat di Jakarta, Kamis
22 Mei 2014. Tak terima ditetapkan tersangka, SDA mempraperadilankan KPK.
Namun usaha itu kandas setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak
pengajuannya. Oleh jaksa, SDA itu dinilai pantas dihukum penjara selama 11
tahun serta denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan. Dia juga dituntut
mengembalikan uang kerugian negara Rp 2,325 miliar. Tidak hanya itu, sebagai
mantan Ketua Umum PPP, hak politik SDA juga diminta dicabut selama 5 tahun,
terhitung sejak terdakwa menyelesaikan masa hukumannya.

4. Gatot Pujo Nugroho

Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho ditetapkan sebagai


tersangka kasus dugaan pemberian suap terhadap hakim Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN) Medan. Menurut salah satu Pelaksana Tugas Pimpinan KPK
Indriyanto Seno Adji, surat perintah penyidikan dengan tersangka Gatot Pujo ini
diterbitkan KPK sejak 28 Juli 2015.

"Maka KPK per hari ini (28 Juli 2015) akan menerbitkan Sprindik dengan
menetapkan Gubernur Sumut GPN (Gatot Pujo Nugroho) sebagai tersangka," ujar
lndriyanto dalam pesan singkatnya di Jakarta. Saat proses hukum politikus
PKS tersebut masih berlangsung. Gatot maupun istri, Evy Susanti masih
menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.
5. Jero Wacik

KPK menetapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero
Wacik sebagai tersangka terkait indikasi penyimpangan dana di Kementerian
ESDM. Penetapan itu disampaikan Wakil Ketua KPK Zulkarnaen pada Rabu 3
September 2014.

Penyelidikan kasus ini terbit dalam perjalanan KPK mengusut kasus


perkara dugaan suap di lingkungan kerja SKK Migas yang menjerat mantan
Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini. Jero diduga mengarahkan mantan Sekretaris
Jenderal Kementerian ESDM, Waryono Karno untuk belajar soal pengelolaan
anggaran ke kementerian atau lembaga lain. Hingga kini, kasus pria yang pernah
menjabat wakil sekjen Partai Demokrat ini masih bergulir di Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi, Jakarta. Dalam persidangan, seorang saksi mengungkapkan
bahwa Jero kerap menggunakan dana operasional menteri (DOM) untuk
keperluan pribadi seperti pesta ulang tahun sang istri di sebuah hotel mewah di
Jakarta.

Kasus Korupsi di Indonesia Tahun 2016

1. Bupati Subang Ojang Suhandi


Bupati Ojang Suhandi ditangkap penyidik KPK pada 11 April 2016. Ia
menyuap jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Devianti Rochaeni
dan Fahri Nurmallo sebesar Rp 200 juta. Suap itu diberikan untuk mengamankan
Ojang dari perkara korupsi penyalahgunaan anggaran Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) tahun 2014. Kasus ini ditangani Kejaksaan Tinggi Jawa
Barat.

Selain suap, Ojang juga ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi dan pencucian
uang. Ia diduga menerima gratifikasi senilai Rp 38,293 miliar dan melakukan
pencucian aset senilai Rp 60,323 miliar.

2. Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdian

Bupati Yan Anton diduga melakukan korupsi karena sedang


membutuhkan uang untuk pergi haji. Saat ditangkap penyidik, ia sedang
mengadakan pengajian menjelang keberangkatannya bersama istrinya ke tanah
suci pada 4 September 2016.

Saat ditangkap, penyidik menemukan bukti uang tunai senilai Rp 1 miliar dan
bukti setoran biaya haji. Uang itu didapatkan dari seorang pengusaha bernama
Zulfikar. Rencananya, Yan akan memberikan proyek di Dinas Pendidikan sebagai
ijon dari pemberian uang Rp 1 miliar itu.
3. Wali Kota Madiun Bambang Irianto

KPK merilis penetapan Wali Kota Madiun Bambang Irianto sebagai tersangka
pada 17 Oktober 2016. Bambang diduga secara langsung dan tidak langsung
sengaja dan turut serta dalam pemborongan, pengadaan, dan penyewaan proyek
multiyear sejak 2009 sampai 2012. Saat itu, dia menjabat Wali Kota Madiun
periode 2009-2014.

Korupsi yang menyeret Bambang sebenarnya telah ditangani Kejaksaan


Negeri Madiun pada 2012. Saat itu, Kejaksaan Negeri Madiun menduga proses
lelang dan pembangunan proyek tersebut melanggar Peraturan Presiden Nomor 35
Tahun 2011 tentang perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Selain itu, diduga terdapat
pelanggaran jadwal pengerjaan, kualitas, serta model konstruksi bangunan.

Selanjutnya penanganan kasus itu diambil alih Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Namun, pada Desember 2012, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menghentikan
penyelidikan dengan alasan tidak ada kerugian negara. Pada Agustus 2015,
korupsi proyek senilai Rp 76,523 miliar tersebut mulai diusut KPK.

6. Wali Kota Cimahi Atty Suharty


Wali Kota Cimahi nonaktif Atty Suharti ditetapkan sebagai tersangka oleh
KPK pada 2 Desember 2016. Wali kota inkumben ini dijanjikan uang Rp 6 miliar
oleh Triswara Dhani Brata dan Hendriza Soleh Gunadi. Uang tersebut diduga
diberikan agar Atty meloloskan proyek pembangunan Pasar Atas Baru Cimahi
tahap II pada 2017.

Dalam kasus ini, Atty diduga menerima suap bersama suaminya, M. Itoc
Tochija. Itoc merupakan mantan Wali Kota Cimahi yang menjabat selama dua
periode sebelum istrinya.

8. Bupati Klaten Sri Hartini

Sri Hartini ditangkap KPK dalam rangkaian operasi tangkap tangan pada
30 Desember 2016. Sehari setelah penangkapan, KPK mengumumkan penetapan
Sri Hartini sebagai tersangka kasus suap. Dia diduga menjual promosi jabatan di
pemerintah Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Saat ditangkap, penyidik menemukan duit sebesar Rp 2 miliar serta valuta


asing US$ 5.700 dan Sin$ 2.035. Uang itu berasal dari Suramlan, PNS Pemkab
Klaten yang diduga sebagai pengepul dana dari PNS lain yang diduga membeli
jabatan.
Kasus Korupsi di Indonesia Tahun 2017

1. Gubernur bengkulu Ridwan Mukti

KPK menetapkan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti sebagai tersangka,


Kamis (22/6/2017). Ia ditetapkan sebagai tersangka setelah ditangkap dalam
operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Rabu (21/6/2017), atas dugaan suap
pada proyek peningkatan jalan TES-Muara Aman dan proyek peningkatan jalan
Curug Air Dingin Kabupaten Rejang Lebong.

Selain Ridwan, istrinya Lily Martiani Maddari, Direktur PT Statika Mitra


Sarana (PT SMS) Jhoni Wijaya, dan pengusaha Rico Dian Sari juga menjadi
tersangka kasus dugaan suap tersebut. PT SMS merupakan pemenang dua proyek
jalan tersebut. Dalam kasus ini, Ridwan diduga mendapat commitment fee Rp 4,7
miliar dari proyek itu. Suap untuk Ridwan diberikan oleh Jhoni. Istri Ridwan ikut
menjadi tersangka karena diduga sebagai perantara suap dari Jhoni. Uang suap itu
diduga diberikan Jhoni melalui Rico.

2. Bupati Pamekasan Achmad Syafii


KPK menetapkan Bupati Pamekasan Achmad Syafii sebagai tersangka
pada Rabu (2/8/2017) dalam kasus dugaan suap untuk menghentikan penanganan
kasus korupsi penyelewengan dana desa. Selain Achmad, KPK menetapkan empat
orang lainnya sebagai tersangka yakni Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudi
Indra Prasetya, Kepala Inspektorat Kabupaten Pamekasan, Sucipto Utomo,
Kepala Desa Dasuk Agus Mulyadi, dan Kepala Bagian Administrasi Inspektorat
Kabupaten Pamekasan Noer Solehhoddin.

Kasus ini berawal dari laporsn sejumlah lembaga swadaya masyarakat soal
dugaan penyimpangan anggaran dalam proyek infrastruktur senilai Rp 100 juta
yang menggunakan dana desa. Anggota LSM melaporkan Kepala Desa Dassok,
Agus Mulyadi, ke Kejaksaan Negeri Pamekasan. Laporan itu sempat
ditindaklanjuti Kejari Pamekasan dengan melakukan pengumpulan bahan dan
keterangan.

Tetapi, diduga ada komunikasi beberapa pihak di Kejari dan Pemkab


Pamekasan. Dalam pembicaraan antara jaksa dan pejabat di Pemkab Pamekasan,
disepakati bahwa penanganan kasus akan dihentikan apabila pihak Pemkab
menyerahkan Rp 250 juta kepada Kajari Pamekasan. Setelah penyelewengan dana
desa dilaporkan, Kepala Desa merasa ketakutan dan berupaya menghentikan
proses hukum. Agus selaku Kepala Desa kemudian berkoordinasi dengan Kepala
Inspektorat Kabupaten Pamekasan, Sucipto Utomo. Upaya menghentikan perkara
tersebut juga dibicarakan dengan Bupati Achmad Syafii. Achmad ingin agar kasus
itu diamankan. Ia tidak hanya menganjurkan upaya penyuapan jaksa. Ia juga ikut
berkoordinasi untuk menurunkan angka yang disepakati sebesar Rp 250 juta.
Akan tetapi, Kepala Kejari menolak menurunkan angka pemberian yang telah
disepakati.
4. Bupati Batubara OK Arya Zulkarnaen

KPK menetapkan Bupati Batubara OK Arya Zulkarnaen sebagai tersangka


pada Kamis (14/9/2017), pasca-operasi tangkap tangan yang dilakukan sehari
sebelumnya. Dalam kasus ini, selain Bupati OK Arya, empat orang lainnya yakni
Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Helman Herdady, seorang
pemilik dealer mobil Sujendi Tarsono alias Ayen, dua orang kontraktor bernama
Maringan Situmorang dan Syaiful Azhar, turut ditetapkan sebagai tersangka. OK
Arya menjadi tersangka kasus suap pengerjaan pembangunan infrastruktur di
Kabupaten Batubara tahun 2017. Baca: Bupati Batubara, Si Pengusaha Dealer
Mobil dan Dugaan Suap Rp 4,4 Miliar Ia diduga menerima fee Rp 4,4 miliar dari
tiga proyek yakni Rp 4 miliar dari pembangunan Jembatan Sentang senilai Rp 32
miliar yang dimenangkan oleh PT GMU dan proyek pembangunan Jembatan Sei
Magung senilain Rp 12 miliar yang dimenangkan PT T.

Sementara, Rp 400 juta sisanya merupakan fee yang diperoleh OK Arya dari
Syaiful terkait dengan proyek betonisasi jalan Kecamatan Talawi senilai Rp 3,2
miliar. Suap itu diduga diberikan Maringan Situmorang dan Syaiful Azhar. Uang
suap itu dikumpulkan Bupati lewat Sujendi dan Kadis PUPR Helman. Hal ini
menjadi modus yang digunakan Bupati. Ketika membutuhkan uang, Arya akan
memintanya dari Sujendi. Selanjutnya, ia memerintahkan orang untuk mengambil
uang suap dari Sujendi.
4. Wali Kota Batu Eddy Rumpoko

Wali Kota Batu Eddy Rumpoko ditetapkan sebagai tersangka pada


Minggu (18/9/2017) pasca operasi tangkap oleh tim KPK di rumah dinasnya
sehari sebelumnya. Ia menjadi tersangka dugaan suap proyek belanja modal dan
mesin pengadaan meubelair di Pemkot Batu tahun anggaran 2017 senilai Rp 5,26
miliar, yang dimenangkan PT Dailbana Prima. Selain Eddy, KPK menetapkan dua
orang lainnya sebagai tersangka yakni Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan
Pemkot Batu Edi Setyawan dan pengusaha bernama Filipus Djap.
Filipus yang merupakan pemberi suap untuk Eddy Rumpoko dan Edi
Setyawan, merupakan Direktur PT Dailbana Prima. Dalam kasus ini, Eddy
Rumpoko diduga menerima suap Rp 500 juta atau sekitar 10 persen dari nilai
proyek. Suap untuk Eddy diberikan dua tahap, yang pertama Rp 300 juta dalam
bentuk pelunasan mobil Toyota Alphard yang diduga miliknya dan sisanya Rp
200 juta dalam bentuk tunai. Sementara, Edi Setyawan menerima Rp 100 juta dari
Filipus. Pemberian untuk Setyawan diduga fee untuk panitia pengadaan pada
proyektersebut.
5. Wali Kota Tegal Siti Mashita

Kronologi Kasus

Wali Kota Tegal, Jawa Tengah, Siti Masitha, Selasa (29/8/2017) ditangkap
petugas KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) di komplek balai kota. Orang
nomor satu di Kota Tegal ini ditangkap terkait kasus suap proyek pembangunan
RSUD Kardinah.

Keterangan yang berhasil dihimpun menyebutkan, penangkapan tersebut


bermula saat Wali Kota Tegal, KMT Hj. Siti Masitha Soeparno, mengikuti rapat
evaluasi capaian kerja triwulanan dengan sejumlah organisasi Perangkat daerah
(OPD). Petugas yang berjumlah 8 orang dengan menggunakan dua mobil Honda
Jazz dan Innova itu hendak masuk ke acara rapat, namun mereka dihalangi oleh
petugas Satpol PP yang menjaganya.

Penyegelan ruangan oleh KPK. (Foto: Imam Suripto/detikcom)


Pukul 17.15 WIB selesai mengikuti rapat, Wali Kota menuju ruang
pringgitan untuk kembali ke ruang kerjanya. Pukul 17.20 WIB, tiga orang yang
diduga merupakan petugas KPK datang dan menemui Wali Kota di ruang
tersebut. Tidak lama kemudian mereka membawa Mashita menggunakan mobil
petugas.

Sebelum melakukan penangkapan, petugas KPK melakukan penyegelan di kantor


RSUD Kardinah. Dugaan sementara penangkapan terkait kasus pembangunan
fisik Ruang ICU rumah sakit tersebut.
Mufid, Salah seorang anggota Satpol PP Kota Tegal, membenarkan adanya
penangkapan terhadap Wali Kota Tegal.

"Saat Ibu Wali Kota ada acara, saya lihat ada beberapa orang yang mau masuk
tapi dihalangi oleh Satpol. Tapi tidak lama setelah itu, Ibu Wali Kota keluar dan
diikuti mereka hingga masuk ke dalam ruang kerja. Setelah itu keluar dan masuk
mobil dan pergi. Mereka keluar Balai Kota persis saat adzan maghrib," ujarnya.

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan


panggilan pemeriksaan terhadap Wali Kota Tegal nonaktif Siti Masitha Soeparno
hari ini, Jumat (24/11). Adapun, dia diperiksa sebagai tersangka terkait kasus
pengelolaan dana jasa kesehatan di RSUD Kardinah dan pengadaan barang jasa di
lingkungan Pemerintahan Kota Tegal tahun anggaran 2017.

“Yang bersangkutan diperiksa terkait TKP pengelolaan dana jasa RSUD Kardinah
Kota Tegal tahun 2017 dan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kota Tegal
tahun 2017” ujar Juru Bicara KPK Febri Riansyah saat dikonfirmasi,
Jumat (24/11).

Terkait panggilan pemeriksaan tersebut, hingga berita ini diturunkan, Siti


Masitha belum datang memenuhi panggilan penyidik.Untuk diketahui, Siti
Masitha merupakan Wali Kota terpilih Kota Tegal Pilkada 2013 didampingi oleh
M Nursoleh. Pasangan ini diusung oleh Partai Golkar. Namun pada Selasa (29/8)
lalu, dia terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT). Dia diduga menerima suap
terkait terhadap pemberian izin pengadaan alat kesehatan di Rumah Sakit Tegal.

Atas perbuatannya, Siti Masitha disangka melanggar pasal 12 huruf a atau


pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah
dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Pemberantasan Tindak Korupsi.

Pencarian Bukti

Puluhan saksi telah diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi


(KPK) dalam kasus korupsi pengelolaan dana jasa pelayanan RSUD Kardinah
Kota Tegal tahun 2017 dan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kota Tegal
tahun anggaran 2017.
Kali ini, Rabu (4/10/2017) penyidik mengagendakan pemeriksaan dua
saksi untuk tersangka Wali kota Tegal, Siti Mashita Soeparno (SMS). "Ada dua
saksi yang kami periksa untuk tersangka SMS, mereka yakni Anton Prabowo,
pegawai RSUD Kardinah dan Aris, Sekretaris Dinas Pasar," ucap Juru Bicara
KPK, Febri Diansyah.

Sebelumnya, beberapa anak buah Siti Mashita juga sudah diperiksa KPK
guna melengkapi berkas perkara Siti.Mereka yakni Dr Suhardjo, Plt Kepala Dinas
Kesehatan, Iwan staf Dinas PU PR, dan Sugiyanto, Kepala Dinas PU, dan lainnya
. Sementara itu, untuk ketiga tersangka yakni Wali kota Tegal, Siti Mashita
Soeparno, tangan kanan Wali Kota Tegal, Amir Mirza Hutagalung dan Wakil
Direktur RSUD Kardinah, Cahyo Supriyadi sudah tiga kali diperiksa sebagai
tersangka.

Diketahui KPK resmi menetapkan Wali Kota Tegal, Siti Mashita Soeparno
dan Politikus Partai NasDem, Amir Mirza Hutagalung sebagai tersangka kasus
dugaan korupsi di lingkungan Pemkot Tegal, Jawa Tengah. Keduanya terjerat
dalam tiga kasus dugaan korupsi. Adapun tiga kasus korupsi tersebut yakni terkait
dugaan setoran bulanan dari Kepala Dinas (Kadis) dan rekanan proyek di
lingkungan Pemkot Tegal.

Kemudian, terkait kasus dugaan korupsi penerimaan fee dari proyek-


proyek di lingkungan Pemkot Tegal, serta kasus dugaan korupsi pengelolaan dana
jasa pelayanan kesehatan di RSUD Kardinah Tegal. Dalam kasus dugaan korupsi
pengelolaan dana jasa pelayanan kesehatan di RSUD Kardinah, Tegal, KPK turut
menetapkan satu tersangka lainnya yakni, Wakil Direktur RSUD Kardinah, Cahyo
Supriyadi.

Diduga, Siti Mashita dan Amir Mirza menerima total uang korupsi sebesar Rp 5,1
Miliar dari tiga kasus korupsi tersebut dengan jangka waktu delapan bulan sejak
Januari-Agustus 2017. Uang tersebut diduga digunakan untuk pembiayaan
pemenangan pasangan Siti Mashita- Amir Mirza, maju Pilkada 2018 mendatang.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan adanya aliran


dana Wali Kota Tegal nonaktif, Siti Masitha kepada sejumlah partai politik,
seperti Partai Hanura terkait rencananya untuk maju dalam Pilkada Tegal 2018.

Siti Masitha yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap
pengelolaan dana jasa pelayanan kesehatan di RSUD Kardinah Tegal dan proyek-
proyek lainnya di lingkungan Pemkot Tegal. Untuk mendalami aliran dana itu,
KPK memeriksa Ketua DPC Partai Hanura Tegal, Abas Toya Bawazier, Kamis
(2/11).

Jubir KPK Febri Diansyah mengatakan, pemeriksaan terhadap Abas Toya


Bawazier dilakukan penyidik untuk mendalami rencana Siti Masitha maju dalam
Pilkada Tegal tahun depan. Terkait rencananya ini, Siti Masitha diduga telah
bersafari politik dan memberikan bantuan kepada sejumlah partai, termasuk Partai
Hanura.

"Terhadap saksi Abas Toya Bawazier, penyidik mendalami rencana tersangka


(Siti Masitha) untuk maju dalam Pilkada tahun depan. Penyidik mendalami
bantuan-bantuan yang diduga mengalir kepada partai-partai politik, salah satinya
Hanura yang merupakan bagian dari kegiatan safari politik tersangka," kata Jubir
KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (2/11).

Selain Abas, dalam pengusutan kasus ini, KPK juga memeriksa Direktur Utama
PT Barkah Satria Jaya Ali Rozi Basalamah. Dalam pemeriksaan, tim penyidik
mencecar Ali Rozi mengenai aset properti milik mantan politikus Partai Nasdem,
Amir Mirza Hutagalung yang juga telah berstatus tersangka.

Seusai diperiksa KPK, Abas mengakui Siti telah mendekati Partai Hanura untuk
diusung dalam Pilkada Tegal 2018. Siti yang rencananya akan didampingi Amir
Mirza membutuhkan dukungan Hanura yang memiliki dua kursi di DPRD Tegal
karena syarat untuk maju harus didukung oleh partai atau koalisi partai yang
memiliki 6 kursi di DPRD.

Namun, Abas menegaskan, Partai Hanura belum memberikan rekomendasi


kepada Siti Masitha yang rencananya akan didampingi Amir Mirza.

"Rekomendasi belum turun. Pendekatannya sudah. Itu saja. Betul (beda partai)
tapi kan untuk koalisi membentuk dia sebagai calon wali kota ada enam kursi,
Hanura ada dua kursi," kata Abas seusai diperiksa penyidik di Gedung KPK,
Jakarta, Kamis (2/11) sore.

Meski demikian, Abas membantah danya aliran dana atau bantuan dari Siti
Mashita kepada Partai Hanura untuk mendapat dukungan dalam Pilkada Tegal
2018. Abas mengklaim tak tahu menahu suap yang diterima Siti Masitha ini untuk
keperluan safari politik menghadapi Pilkada.

"Oh itu nggak tahu. Nggak. Keterkaitan kita hanya masalah politik saja," katanya.

Diketahui, KPK menetapkan Wali Kota Tegal nonaktif, Siti Masitha


Soeparno dan mantan Politikus Partai NasDem, Amir Mirza Hutagalung sebagai
tersangka kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemkot Tegal, Jawa Tengah.

Keduanya dijerat tiga kasus korupsi, yakni diduga menerima setoran


bulanan dari Kepala Dinas (Kadis) dan rekanan proyek di lingkungan Pemkot
Tegal, melakukan korupsi penerimaan fee dari proyek-proyek di lingkungan
Pemkot Tegal, serta kasus dugaan korupsi pengelolaan dana jasa pelayanan
kesehatan di RSUD Kardinah Tegal. Adapun, terkait kasus dugaan korupsi
pengelolaan dana jasa pelayanan kesehatan di RSUD Kardinah, Tegal, KPK turut
menetapkan satu tersangka lainnya. Tersangka tersebut yakni, Wakil Direktur
RSUD Kardinah, Cahyo Supriyanto.

Diduga, Siti Masitha dan Amir Mirza menerima total uang korupsi
sebesar Rp5,1 Miliar dari tiga kasus korupsi tersebut dengan jangka waktu
delapan bulan. Uang tersebut diduga akan digunakan untuk pembiayaan
pemenangan pasangan Siti Masitha- Amir Mirza, maju dalam Pilkada 2018.

KPK belakangan ini memang tengah mendalami dugaan uang suap yang
diterima Siti Masitha dan Amir Mirza dipergunakan sebagai modal maju dalam
Pilkada serentak tahun 2018. Pada Rabu (1/11) kemarin, KPK memeriksa Ahmad
Firdaus Muhtadi selaku tim sukses Masitha dan Amir Mirza. Selain menjadi
timses keduanya, Firdaus diketahui juga menjabat sebagai anggota Dewan
Pengawas PDAM Kota Tegal.

Perkembangan Kasus
Komisi Pemberantasan Korupsi telah selesai melengkapi berkas
penyidikan kasus suap yang melibatkan Wali Kota Tegal nonaktif Siti Masitha
Soeparno. Hari ini, KPK melakukan pelimpahan tahap dua dengan menyerahkan
berkas, barang bukti dan tersangka dari tahap penyidikan ke penuntutan. Dengan
demikian, Siti akan segera diadili.

"Dilakukan pelimpahan berkas perkara, barang bukti, dan tersangka atas


nama SMS, Wali Kota Tegal," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi
Komisi Pemberantasan Korupsi, Priharsa Nugraha, di gedung KPK, Kuningan,
Jakarta, Jumat (22/12/2017).

Selain Siti, lanjut Priharsa, KPK juga melakukan pelimpahan tahap dua
terhadap Ketua DPD Partai Nasdem Brebes Amir Mirza Hutagalung. Amir
merupakan orang kepercayaan Siti, yang juga terlibat dalam kasus ini. Baca juga :
Suap Rp 5,1 Miliar kepada Wali Kota Tegal Ongkos Politik untuk Maju Jadi
Petahana Setelah melakukan pelimpahan tahap dua, Siti ditahan di Lapas kelas II
Bulu Semarang. Sementara Amir ditahan di Lapas Gedung Pane Semarang.
"Mulai hari ini untuk keduanya dipindahkan tahanannya di tempat yang berbeda,"
ujar Priharsa. Dalam kasus ini, selain Siti dan Amir, KPK juga menetapkan Wakil
Direktur RSUD Kardinah, Cahyo Supriadi sebagai tersangka. Siti diduga
menerima suap Rp 5,1 miliar. Uang suap itu diduga untuk ongkos politik Siti yang
berniat mencalonkan diri sebagai wali kota Tegal untuk periode 2019-2024.

Sejak Januari 2017, Wali Kota Tegal dan Orang Kepercayaannya Terima
Rp 5,1 Miliar Uang suap itu disebut dikumpulkan bersama Ketua DPD Partai
Nasdem Brebes Amir Mirza Hutagalung, dalam tujuh bulan terakhir. Diduga,
pemberian uang terkait pengelolaan dana jasa pelayanan kesehatan di RSUD
Kardinah kota Tegal dan fee dari proyek-proyek pengadaan barang dan jasa di
lingkungan Pemkot Tegal Tahun Anggaran 2017. Nilai Rp 1,6 miliar didapat dari
jasa pelayanan total yang diindikasikan diterima dalam rentang Januari sampai
Agustus 2017. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 200 juta ditemukan saat operasi
tangkap tangan dilakukan. Baca juga : Wali Kota Tegal: Saya Korban Amir Mirza
Hutagalung Sementara itu, sisa Rp 100 juta ditransfer ke dua rekening Amir,
masing-masing Rp 50 juta.

Selain itu, Siti diduga menerima fee sejumlah proyek di lingkungan


Pemkot Tegal sekitar Rp 3,5 miliar dalam rentang waktu Januari hingga Agustus
2017. Pemberian diduga berasal dari rekanan proyek dan setoran bulanan dari
Kepala Dinas. Dalam kasus ini, Siti dan Amir diduga merupakan pihak penerima.
Sedangkan Cahyo disebut sebagai sebagai pihak pemberi. KPK kembali
memeriksa Wali Kota Tegal nonaktif, Siti Masita Soeparno sebagai saksi untuk
kasus suap yang juga membuatnya jadi tersangka.(Kompas TV)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan berkas perkara


tersangka mantan Walikota Tegal Jawa Tengah Siti Masitha Soeparno ke tahap
penuntutan. Persidangan Sitha dalam kasus korupsi di Pemkot Tegal itu bakal
digelar di pengadilan Tipikor Semarang. Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK
Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi Tirto, Jumat (22/12/2017) membenarkan
bahwa berkas perkara Siti sudah P21 atau lengkap dan selanjutnya dilimpahkan
dari penyidikan ke tahap penuntutan.

Pada hari ini dilakukan pelimpahan berkas dan tersangka ke penuntutan,"


kata Priharsa. Sementara itu, usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK pada
hari ini Siti mengaku akan segera menuju ke Semarang guna menjalani
persidangan atas perkaranya. "Ke Semarang dong. Sidang. Doakan ya?" kata
perempuan dengan sapaan akrab Bunda Sitha ini. Namun, ia mengaku tidak tahu
pelimpahan berkas dirinya bersamaan dengan mantan Ketua DPD Nasdem Brebes
Amir Mirza Hutagalung yang juga tersangkut delik serupa. "Nggak tahu saya,"
kata Sitha menjawab pertanyaan pewarta di KPK.

Siti dan Amir merupakan tersangka kasus korupsi di lingkungan Pemkot


Tegal. Keduanya terjerat dalam tiga kasus dugaan korupsi sekaligus. Pertama,
terkait dugaan setoran bulanan dari Kepala Dinas (Kadis) dan rekanan proyek di
lingkungan Pemkot Tegal. Kedua, terkait kasus dugaan korupsi penerimaan fee
dari proyek-proyek di lingkungan Pemkot Tegal. Ketiga, kasus dugaan korupsi
pengelolaan dana jasa pelayanan kesehatan di RSUD Kardinah Tegal. Siti dan
Amir diduga menerima total uang korupsi sebesar Rp5,1 miliar dari tiga kasus
korupsi selama Januari-Agustus 2017.

Uang tersebut diduga digunakan untuk pembiayaan pemenangan


pasangan Siti Masitha-Amir Mirza untuk maju Pilkada 2018 mendatang. KPK
menetapkan Siti dan Amir diduga melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau
pasal 11 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-
1 KUHP. Sedangkan KPK menyangkakan Cahyo melanggar pasal 5 ayat 1 huruf
a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan Wakil Direktur RSUD Kardinah Tegal, Cahyo Supardi sebagai


pemberi suap disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau
pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1
KUHP. Berkas perkara Cahyo telah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor
Semarang. Akibat terjerat perkara korupsi ini, Siti dicopot dati jabatannya pada
akhir Agustus lalu.
Sidang perdana

Walikota Tegal nonaktif, Siti Masitha menjalani sidang perdana di


Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (15/1/2018). Jaksa Penuntut Umum (JPU)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ronald Ferdinand membacakan dakwaan
untuk kasus dugaan suap yang dilakukan Siti Masitha di depan majelis hakim
yang diketuai Antonius Wijidjantono.

Walikota Tegal nonaktif, Siti Masitha menjalani sidang perdana kasus dugaan
suap di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (15/1/2018) (tribunjateng/hermawan
handaka) Dalam dakwaannya, JPU mengatakan Siti Masitha menerima uang suap
total Rp 8,8 miliar.Suap ini diterima wanita yang akrab disapa Bunda Sitha itu
melalui Amir Mirza.

Amir Mirza merupakan mantan ketua DPC Partai Nasdem Kabupaten


Brebes yang juga menjadi terdakwa atas kasus yang sama.Di dalam dakwaan,
terungkap Bunda pernah dirawat di Rumah Sakit Siloam Jakarta dan tagihan biaya
rumah sakit tersebut dibayar oleh Cahyo.Uang pembayaran biaya rawat inap
Bunda di Jakarta itu diambil Cahyo dari dana jasa pelayanan kesehatan RSUD
Kardinah Tegal sebesar Rp 94 juta.

Selain itu, JPU juga mengatakan beberapa uang suap yang diberikan
kepada Siti Masitha melalui Amir Mirza seperti uang terima kasih dari pejabat di
lingkup Pemkot Tegal yang ditunjuk oleh Amir Mirza. Setelah pembacaan
dakwaan, sidang akan dilanjutkan pada tanggal 24 Januari 2018.

Setelah sidang, Siti Masitha mengatakan pihaknya tidak akan mengajukan eksepsi
dan meminta sidang dilanjutkan untuk agenda pemeriksaan saksi. "Kami tidak
akan eksepsi, langsung ke pembuktian," ujar Siti Masitha.
perkembangan kasus

Wali Kota Tegal nonaktif Siti Mashita Soeparno dituntut 7 tahun penjara
dan denda Rp 200 juta. "Menuntut Siti Mashita karena terbukti bersalah dan
melakukan korupsi dengan jatuhan pidana 7 tahun kurungan dan denda Rp 200
juta," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), Fitroh Rohcahyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
Semarang, Senin 2 April 2018.

Tak hanya dituntut pidana penjara selama 7 tahun, Jaksa juga meminta
hakim menjatuhkan pidana tambahan pencabutan hak politik Siti Masitha selama
4 tahun terhitung sejak menjalankan hukuman pidana.

Siti Masitha terjerat kasus dugaan korupsi pengelolaan dana jasa kesehatan
di RSUD Kardinah dan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah
Kota Tegal Tahun Anggaran 2017. Siti ditangkap dalam operasi tangkap tangan
(OTT) KPK pada Selasa petang, 29 Agustus 2017. Selain Siti Masitha, hari ini
juga digelar sidang tuntutan kepada pengusaha Amir Mirza Hutagalung dalam
kasus yang sama. Sebelumnya KPK menduga Amir adalah orang kepercayaan Siti
Masitha yang diduga sebagai pihak penerima.

Dalam tuntutannya, Jaksa KPK meminta hakim menjatuhkan pidana pada


Amir Mirza selama 9 tahun penjara dan denda Rp 300 juta. Jaksa menilai Amir
Mirza ikut menikmati hasil suap yang diterima bersama Siti Masitha. Keduanya
baik Siti Mashita dan Amir Mirza dinyatakan menerima suap dari tiga orang yakni
Direktur RSUD Kardinah Kota Tegal, Cahyo Supriyadi, Kepala Dinas PUPR
Kota Tegal Sugiyanto, dan rekanan kontraktor Kota Tegal Sadat Fariz.
Kasus Korupsi di Indonesia Tahun 2018

1. Bupati Kebumen Mohammad Yahya Fuad

Yahya Fuad ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menerima


suap dan gratifikasi terkait sejumlah proyek yang menggunakan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2016. Penetapan tersangka
pada 23 Januari 2018. Selain Fuad, KPK juga menetapkan dua orang
lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah Hojin Anshori dari pihak swasta
dan Komisaris PT KAK Khayub Muhammad Lutfi. Menurut KPK, Fuad
bersama-sama Hojin menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 2,3 miliar.
Suap tersebut terkait proyek pengadaan barang dan jasa yang anggarannya
diperoleh dari APBD Kabupaten Kebumen. Yahya kini sedang menjalani
persidangan dan berstatus terdakwa.

2. Bupati Jombang Nyono Suharli.

KPK menetapkan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko


sebagai tersangka dalam kasus suap terkait perizinan pengurusan jabatan
di Pemkab Jombang. Nyono ditangkap pada 3 Februari 2018. Nyono
diduga menerima suap dari Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang Inna Silestyanti sebesar Rp 275 juta. Suap tersebut diberikan
Inna agar Nyono selaku bupati menetapkan Inna sebagai kepala dinas
kesehatan definitif. Wakil Ketua KPK Laode M Syarief mengungkapkan
bahwa sebagian uang suap tersebut digunakan Nyono sebagai dana
kampanye dalam Pilkada 2018. Nyono kini menjalani persidangan sebagai
terdakwa.
3. Bupati Ngada Marianus Sae.

KPK menetapkan Marianus Sae dan Dirut PT Sinar 99 Permai,


Wilhelmus Iwan Ulumbu sebagai tersangka. Marianus diduga menerima
suap dari Wilhelmus terkait sejumlah proyek di Kabupaten Ngada, Nusa
Tenggara Timur. Wilhelmus diketahui merupakan salah satu kontraktor di
Kabupaten Ngada yang kerap mendapatkan proyek di Kabupaten Ngada
sejak 2011.
KPK Periksa Model Steffy Burase Dalam kasus ini, Marianus
diduga menerima suap Rp 4,1 miliar dari Wilhelmus. Sebagian suap untuk
Marianus ada yang diberikan secara tunai ataupun lewat transfer bank.
Marianus ditangkap dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan,
Minggu (11/2/2018). Marianus diketahui maju sebagai bakal calon
gubernur NTT di Pilkada 2018 bersama bakal cawagub NTT, Eni
Nomleni. Marianus saat ini sedang menjalani proses persidangan.
6. Gubernur Jambi Zumi Zola

Awal tahun 2018, publik dihebohkan dengan tertangkapnya Zumi Zola


oleh KPK atas kasus suap Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (R-APBD)
Provinsi Jambi tahun anggaran 2017-2018. Dalam kasus korupsi tersebut, Zumi
Zola terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp 40 miliar, USD 177,300 (Rp 2,5
miliar) dan SGD 100 ribu (Rp 1 miliar lebih) selama menjabat sebagai Gubernur
Jambi sejak 2016.

Ditetapkan sebagai tersangka pada 2 Februari 2018 lalu, Zumi Zola


akhirnya dijatuhi vonis enam tahun penjaran dan denda sebesar Rp 500 juta pada
sidang putusan yang digelar pada 6 Desember lalu. Dalam kasus korupsi tersebut,
Zumi Zola diketahui menggunakan uang gratifikasi untuk membeli 17 unit action
figure, pergi ke Amerika Serikat, 25 sapi kurban, menjahit biaya baju pelantikan,
dan biaya umrah sekeluarga.

7. Bupati Subang Imas Aryumningsih.

Imas ditangkap dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK di


Subang dan Bandung, Jawa Barat pada Selasa (13/2/2018) hingga Rabu
(14/2/2018) dini hari. Imas ditetapkan sebagai tersangka bersama Kabid Perizinan
DPM PTSP Pemkab Subang, Asep Santika dan pihak swasta Data, setelah diduga
menerima suap dari pengusaha bernama Miftahhudin. Miftahhudin diduga
memberikan suap untuk Imas dan dua orang penerima lainnya untuk mendapatkan
izin prinsip membuat pabrik atau tempat usaha di Subang.

Pemberian suap dilakukan melalui orang-orang dekat Imas yang bertindak


sebagai pengumpul dana. Diduga, Bupati dan dua penerima lainnya telah
menerima suap yang total nilainya Rp 1,4 miliar. Adapun commitment fee antara
perantara suap dengan pengusaha sebesar Rp 4,5 miliar. Sementara commitment
fee antara Imas dengan perantara suap sebesar Rp 1,5 miliar. Imas mencalonkan
diri lagi sebagai Bupati Subang bersama Sutarno pada pilkada 2018. Pasangan
calon ini diusung Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Golkar. Imas saat
ini sedang menjalani persidangan di pengadilan.

8. Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.

KPK kembali menetapkan Bupati nonaktif Kutai Kartanegara Rita


Widyasari dan Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin
sebagai tersangka kasus pencucian uang. Dalam konferensi pers pada
16 Januari 2018 lalu, KPK menduga keduanya menyamarkan
gratifikasi senilai Rp 436 miliar. Baca juga: Baru 17 Bulan Jadi Bupati
di Labuhanbatu, Pangonal Sudah Kena OTT KPK Untuk perkara
penerimaan gratifikasi, Rita divonis 10 tahun penjara dan diwajibkan
membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
9. Bupati Lampung Tengah, Mustafa.

Pada 16 Februari 2018, KPK menetapkan Bupati Lampung Tengah


Mustafa sebagai tersangka kasus suap ke DPRD Lampung Tengah.
Mustafa bersama Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah, Taufik
Rahman, diduga menyuap sejumlah anggota DPRD sebesar Rp 9,6
miliar.
Suap itu diduga diberikan agar anggota DPRD tersebut
memberikan persetujuan terhadap rencana pinjaman daerah Kabupaten
Lampung Tengah kepada PT Sarana Muti Infrastruktur (Persero)
sebesar Rp 300 miliar pada tahun anggaran 2018. Kemudian, agar
anggota DPRD menandatangani surat pernyataan kesediaan Pimpinan
DPRD untuk dilakukan pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Dana Bagi Hasil Lampung Tengah dalam hal terjadi gagal bayar. Saat
ini, Mustafa sudah berstatus sebagai terdakwa dan sedang menjalani
persidangan.

10. Bupati Bandung Barat, Abubakar.

Pada 11 April 2018, KPK menetapkan Abubakar sebagai tersangka. KPK


mengamankan barang bukti berupa uang Rp 435 juta dalam operasi tangkap
tangan (OTT) di Kabupaten Bandung Barat yang digelar pada Selasa (10/4/2018).
Abubakar diduga meminta uang kepada sejumlah kepala dinas untuk kepentingan
pencalonan istrinya, Elin Suharliah. Elin akan maju sebagai calon bupati Bandung
Barat periode 2018-2023 menggantikan suaminya.

Permintaan itu disampaikan dalam beberapa kali pertemuan antara


Abubakar dan kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang diadakan pada
Januari, Februari, dan Maret 2018. Baca juga: Suap PLTU Riau-1, KPK
Jadwalkan Pemeriksaan Idrus Marham dan Sofyan Basir Bahkan, Abubakar juga
terus menagih permintaan uang tersebut demi melunasi pembayaran ke lembaga
survei. Abubakar menugaskan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Kabupaten Bandung Barat Weti Lembanawati serta Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Adiyoto untuk menagih ke SKPD sesuai janji yang telah
disepakati.

11 . Inneke Koesherawati.

Lama tak terdengar kabarnya di dunia hiburan, Inneke Koesherawati


membuat publik heboh dengan tertangkapnya Inneke dalam Operasi Tangkap
Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 21
Juli 2018 lalu. Inneke ditangkap bersama mantan Kalapas Sukamiskin Wahid
Husen, dan terpidana kasus korupsi Fahmi Darmawansyah yang juga suami seleb
berusia 42 tahun ini. Dalam OTT tersebut, tim penindakan KPK juga
mengamankan sejumlah uang, valas dan kendaraan. Inneke diketahui memberikan
suap kepada mantan Kalapas Sukamiskin untuk perizinan dan fasilitas mewah
untuk sang suami.
Kasus Korupsi di Tahun 2019

1. Bupati kota Waringin Timur Supian Hadi

KPK pada awal tahun 2019 ini menetapkan Bupati Kotawaringin Timur
sebagai tersangka kasus korupsi. Supian Hadi, dikutip dari CNN padahal
sedang menjalankan pemerintahan di periode kedua. Ia diduga telah
menyalahgunakan jabatan demi memperkaya diri sendiri, orang lain, hingga
korporasi.

Supian diduga telah menerima suap guna mempermudah perizinan tambang


untuk tiga perusahaan. Ketiganya adalah PT Fajar Mentaya Abadi, PT Billy
Indonesia, dan PT Aries Iron Mining. Politisi PDIP ini kabarnya menerima
Toyota Land Cruiser senilai Rp 710 juta, Hummer H3 senilai Rp 1,3 miliaran, dan
uang sebesar Rp 500 juta sebagai pelicin untuk memuluskan persekongkolan jahat
itu.

Meski suap yang diberikan jumlahnya miliaran, tapi kerugian yang dialami
negara mencapai triliunan rupiah. Diperkirakan, negara dirugikan sekitar 5,8
triliun jika dihitung dari kerusakan lingkungan, kerusakan hutan, dan hasil
produksi tambang bauksit.
2. Romahurmuziy Ketua Umum PPP

Pada Sabtu (16/3/2019), KPK mengumumkan penetapan tersangka


terhadap anggota DPR itu. Dalam kasus ini, Romy diduga sudah menerima
uang dengan total Rp 300 juta dari dua pejabat Kementerian Agama di Jawa
Timur. Mereka adalah Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur Haris
Hasanuddin dan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muafaq
Wirahadi.

Uang itu diduga sebagai komitmen kepada Romy untuk membantu


keduanya agar lolos dalam seleksi jabatan di wilayah Kemenag Jawa Timur.
Romy dianggap mampu memuluskan mereka ikut seleksi karena ia dianggap
mampu bekerja sama dengan pihak tertentu di Kemenag. Ia bersama pihak
tertentu dinilai mampu memengaruhi hasil seleksi. Pada waktu itu, Haris
melamar posisi Kakanwil Kemenag Jawa Timur. Sementara itu, Muafaq
melamar posisi Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik. Romy yang
menjadi Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan itu menjadi ketua
umum partai kelima yang dijerat KPK dalam kasus korupsi.

Anda mungkin juga menyukai