Anda di halaman 1dari 9

Lembaga anti korupsi Indonesia

Berbagai lembaga telah dibentuk untuk memerangi atau meminimalisir tindakan korupsi. Lembaga
tersebut ada yang langsung menangani ada juga yang bersifat membantu pengungkapan. Beberapa
lembaga tersebut antara lain adalah:

1. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

2. Komite penyelidikan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN)

3. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

4. Bedn Pemeriks Keuangan (BPK)

5. Indonesia Coruption Watch (IWC)

Tugas KPK

1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.

4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.

5. Melakukan monitoring terhadap penyelenggaraan negara.

wewenang KPK

1. Mengkoorinadinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.

2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi.

3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang
terkait.

4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melaksanakan
pemberantasan tindak pidana korupsi.

5. Meminta laporan instansi terkait dengan masalah pencegahan tindak pidana korupsi.

Kewajiban KPK
1. Memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun
memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi.

2. Memberikan informasi terhadap masyarakat yang memerlukan atau memberikan bantuan untuk
memperoleh data lain yang berkaitan dengan hasil penuntutan tindak pidana korupsi yang ditanganinya.

3. Menyusun laporan tahunan dan menyampaikan kepada presiden RI, DPR RI, dan Badan Pemeriks
Keuangan.

4. Menegakkan sumpah jabatan.

5. Menjalankan tugas, tanggung jawab,dan wewenang ya berdasarkan azas-azas yaitu (azas kepastian
hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalita).

KASUS YANG DITANGANI OLEH KPK

1. Kasus Bank Century

Demo yang dilakukan mahasiswa kali ini menuntut KPK bisa mengungkap dan menghukum pelaku kasus
Bank Century.(Liputan 6.com/Danu Baharuddin)

Pada kasus ini, KPK baru mengantarkan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Bidang 4 Kebijakan
Pengelolaan Moneter dan Devisa Budi Mulya ke jeruji besi. Budi Mulya divonis 15 tahun di tingkat kasasi
MA pada 2015.

Namun KPK belum menjerat pelaku lain dalam kasus ini. Padahal dalam putusan terhadap Budi Mulya,
hakim menyebut Budi Mulya melakukan korupsi Bank Century secara bersama-sama.

Yakni bersama-sama dengan Boediono selaku Gubernur BI, Miranda S Goeltom selaku Deputi Gubernur
Senior BI, Siti Chalimah Fadjrijah selaku Deputi Gubernur Bidang 6 Pengawasan Bank Umum dan Bank
Syariah.
Kemudian Budi Rochadi selaku Deputi Gubernur Bidang 7 Sistem Pembayaran, Pengedaran Uang, BPR
dan Perkreditan, Muliaman D Hadad selaku Deputi Gubenur Bidang 5 Kebijakan Perbankan/Stabilitas
Sistem Keuangan.

Selanjutnya, Hartadi Agus Sarwono selaku Deputi Gubernur Bidang 3 Kebijakan Moneter, dan Ardhayadi
Mitroatmodjo selaku Deputi Gubernur Bidang 8 Logistik, Keuangan, Penyelesaian Aset, Sekretariat dan
KBI.

Selain itu, ada nama lain yakni Robert Tantular dan Hermanus Hasan, dan Raden Pardede selaku
Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Kini Budi Mulya mengajukan diri sebagai pelaku yang bekerjasama dengan penegak hukum alias justice
collaborator (JC) dalam kasus korupsi Century. Surat permohonan JC Budi Mulya diserahkan oleh Anne
Mulya dan Nadia Mulya, istri dan anak dari Budi Mulya.

"Semoga dengan bantuan dari Bapak saya (Budi Mulya) kesediannya dia untuk membantu menuntaskan
kasus ini, bisa membuat kasus ini terang benderang," ujar Nadia Mulya di Gedung KPK, Kuningan,
Jakarta Selatan, Rabu Desember 2018.

Selain mengantarkan surat pengajuan JC, Nadia dan Anne turut menyerahkan dokumen terkait Bank
Century. Namun sayang, baik Nadia maupun Anne sama-sama menolak memberitahu siapa pihak yang
dilaporkannya.

"Semoga ini menjadi bukti bahwa Bapak saya bersedia membantu sampai kasus ini benar-benar bisa
diselesaikan," kata Nadia.

Menurut Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, salah satu yang menghambat berjalannya proses
hukum Bank Century lantaran sebagai terduga pelaku tak berada di Tanah Air. Pihaknya kesulitan untuk
memeriksa mereka yang diduga terlibat merugikan negara hingga Rp 8 triliun tersebut.

"Terus terang kendalanya itu sebagian pelakunya itu ada di luar negeri," kata Syarif beberapa waktu lalu.
Namun begitu, penyidik KPK juga terus mengusut kasus ini, beberapa saksi mulai diperiksa seperti
mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Miranda Swaray Goeltom, Ketua Dewan Komisioner
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso.

KPK juga telah menggali keterangan dari mantan Wakil Presiden yang juga mantan Gubernur BI
Boediono, serta Komisaris Utama PT Bank Mandiri (Persero) Hartadi Agus Sarwono.

2. Kasus BLBI

Pegiat anti korupsi meminta kepada KPK untuk segera menuntaskan kasus korupsi yang telah lama
terjadi seperti BLBI dan Century, Jakarta, Selasa (9/12/2014). (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Dalam kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), KPK baru menjerat mantan Kepala Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung. Syafruddin divonis 13 tahun
penjara atas korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) BLBI pada Bank Dagang Negara Indonesi
(BDNI).

Menurut Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang, kasus perkembangan kasus
BLBI ini masih berlanjut. Bahkan saut sempat menyatakan akan mengumumkan perkembangannya.

"Nanti. Nanti kita umumkan," ujar Saut di Gedung KPK Kavling C1, Jakarta Selatan, Senin 11 Maret 2019.

Saut menyatakan bahwa kasus BLBI sudah naik ke tingkat penyidikan. Namun, Saut masih menutup
pihak yang sudah dijerat menjadi tersangka oleh lembaganya.

Saat disinggung apakah pemilik BDNI Sjamsul Nursalim sudah menjadi tersangka baru dalam kasus yang
merugikan negara hingga Rp 4,8 triliun ini, Saut masih menutupinya.
"Saya belum ngomong itu (Sjamsul Nursalim menjadi tersangka). Pokoknya nanti segera kita umumkan,"
kata Saut.

Tak hanya Saut, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata juga menyebut kasus dugaan korupsi BLBI sudah
masuk dalam tahap penyidikan.

"Itu (kasus BLBI) sebenarnya sudah di ranah penyidikan itu. Tapi belum ada ekspose lebih lanjut," ujar
Alex.

Salah satu kendala dalam kasus ini yakni lantaran Sjamsul Nursalim bedomisili di Singapura. Beberapa
kali Sjamsul dan sang istri Itjih Nursalim dipanggil penyidik KPK namun tak memenuhi panggilan.

Berdasarkan informasi, pihak KPK tengah menunggu keputusan dari Pengadilan Tipikor untuk sidang
dengan tanpa adanya terdakwa, alias in absentia lantaran Sjamsul yang berada di Singapura. Keputusan
in absentia dilakukan lantaran lembaga antirasuah ingin mengembalikan kerugian negara atas kasus ini.

3. Kasus E-KTP Markus Nari

Anggota Komisi VIII DPR Fraksi Golkar nonaktif Markus Nari tiba di Gedung KPK, Jakarta, Jumat
(3/5/2019). Markus Nari diperiksa untuk pelengkapan berkas terkait kasus dugaan korupsi proyek
pengadaan e-KTP. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Politikus Golkar Markus Nari ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP pada 19 Juli 2017. Dia
merupakan tersangka kelima setelah dua pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto, pengusaha Andi
Narogong, dan Ketua DPR Setya Novanto.
Setelah Markus, KPK juga menjerat tiga pengusaha yakni Anang Sugiana Sudihardjo, Irvanto Hendra
Pambudi, dan Made Oka Massagung. Ketiganya sudah divonis bersalah melakukan korupsi e-KTP oleh
Pengadilan Tipikor, namun proses penyidikan Markus masih berjalan.

Markus bahkan baru ditahan lembaga antirasuah setelah kurang lebih dua tahun ditetapkan sebagai
tersangka. Markus dijebloskan ke Rumah Tahanan (Rutan) cabang KPK di belakang Gedung Merah Putih,
pada 1 Maret 2019.

Selain dijerat kasus korupsi e-KTP, Markus dijerat kasus merintangi proses penyidikan korupsi e-KTP.
Markus diduga menekan mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani agar memberikan keterangan
tidak benar pada persidangan.

Markus Nari juga diduga memengaruhi terdakwa Irman dan Sugiharto pada persidangan kasus e-KTP.

Pada perkara e-KTP ini, KPK sudah mengantarkan tujuh orang ke dalam penjara. Ketujuh orang tersebut
dinilai hakim terbukti melakukan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari proyek sebesar Rp 5,9 triliun.

Dua mantan pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto yang masing-masing divonis 15
tahun penjara, mantan Ketua DPR Setya Novanto yang juga 15 tahun penjara, pengusaha Andi Narogong
13 tahun penjara, Anang Sugiana Sudiharsjo seberat 6 tahun penjara. Sedangkan Irvanto Hendra
Pambudi dan Made Oka Massagung masing-masing 10 tahun penjara.

4. Kasus TPPU Tubagus Chaeri Wardana (Wawan)

Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan dan Mantan Kadis PU Cipta Karya Provinsi Sumsel Rizal
Abdullah, tiba bersamaan di KPK, Jakarta, Jumat (29/1). Wawan diperiksa terkait kasus TPPU sedangkan
Rizal terkait korupsi wisma atlet. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang
(TPPU) pada 13 Januari 2014. Hingga kini kasus tersebut belum naik ke meja hijau.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah sempat menyebut bahwa kasus TPPU Wawan ini memiliki karakter yang
berbeda. Sebab, suami dari Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany ini bukan seorang
penyelenggara negara, melainkan pihak swasta.

"Kalau penyelenggara negara, kita bisa buktikan posisi kekayaannya di LHKPN atau informasi-informasi
yang sudah tersedia lainnya," kata Febri, Selasa, 20 Februari 2018.

Namun pemetaan aset Wawan menurut Febri, sudah dilakukan oleh lembaga antirasuah. Pemanggilan
saksi-saksi juga masih terus dilakukan oleh penyidik KPK. Setidaknya sudah ratusan saksi dimintai
keterangan dalam kasus TPPU Wawan ini.

Mulai dari penyelenggara negara, politisi, pihak swasta, hingga selebritas telah dimintai keterangan
untuk melengkapi berkas perkara Wawan.

Tak hanya memeriksa saksi, penyidik KPK turut melakukan penggeledahan dan penyitaan terhadap aset-
aset Wawan yang disinyalir berasal dari praktik korupsi.

Aset-aset Wawan yang disita dalam kurun waktu tiga tahun terakhir di antaranya, aset bergerak, sekitar
74 mobil dan satu motor besar, serta 100 unit tanah dan atau bangunan yang berada di Bali, Jawa Barat,
Banten, dan DKI Jakarta.

KPK menduga Wawan meraup keuntungan lebih dari, sedikitnya 1.200 proyek di lingkungan Pemprov
Banten, Kota Tangerang Selatan dan Kota Pandeglang, selama kurun waktu 2002 hingga 2013 lalu.

Adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah menggunakan 300 perusahaan fiktif, dalam
melancarkan kejahatannya tersebut. Pemeriksaan saksi untuk kasus TPPU Wawan, dilakukan KPK pada
awal tahun ini.

Sebelum dijerat TPPU, Wawan sendiri telah divonis bersalah dalam kasus suap kepada Ketua Mahkamah
Konstitusi (MK) Akil Mochtar.
5. Kasus Eks Dirut Pelindo II RJ Lino

Mobil Crane yang diberi garis polisi di PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, Jakarta, Rabu (6/1). Crane
tersebut disita karena ada dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang dalam pengadaan unit
crane oleh RJ Lino. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

KPK menetapkan Direktur Utama PT Pelindo II, Richard Joost Lino (RJ Lino) sebagai tersangka pada 18
Desember 2015. Penetapan tersangka tersebut diawali sengan surat perintah penyidikan (sprindik) yang
ditandatangani pimpinan KPK tertanggal 15 Desember 2015.

RJ Lino dijerat sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tiga unit quay
container crane (QCC) alias mesin derek besar kontainer pada 2010.

Dia diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan menunjuk langsung perusahaan asal Tiongkok, PT
Wuxi Hua Dong Heavy Machinery.Co.Ltd., dalam pengadaan tiga alat berat tersebut. Dalam kasus ini
negara ditaksir merugi hingga Rp 60 miliar.

RJ Lino sempat mengajukan gugatan praperadilan melawan KPK, namun kandas di Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan, pada 26 Januari 2016. RJ Lino juga sudah diperiksa sebagai tersangka pada 5 Februari
2016.

KPK telah memeriksa 60 saksi, yang terdiri dari unsur pejabat dan staf Pelindo II, pejabat Kementerian
BUMN dan swasta. Bahkan, lembaga antirasuah telah mengirim penyidik ke Tiongkok untuk mencari
bukti lainnya, dalam kasus RJ Lino ini.

Belakangan, KPK kesulitan mendapatkan harga asli QCC, yang dibeli perusahaan plat merah dari
perusahaan asal Tiongkok itu. Otoritas Tiongkok belum memberikan harga asli barang tersebut.
"Itu barang kan dibeli dari Tiongkok. Kemarin kan juga Pak Laode sama pak AR (Agus Rahardjo) sempat
ke Tiongkok juga untuk menanyakan, tapi sampai sekarang memang kita belum dapat data itu dan rasa-
rasanya mungkin dari pihak Tiongkok juga enggak akan memberikan," ujar Wakil Ketua KPK Alexander
Marwata, Rabu 19 Desember 2018.

Namun Alex sempat berharap, sebelum masa tugasnya berakhir, kasus ini sudah naik ke penuntutan.

"Mudah-mudahan enggak sampai ganti-ganti periode, ganti rezim, ganti pimpinan tapi belum selesai kan
rasa-rasanya juga nanti enggak elok juga kan kalau kita ninggalin sesuatu yang sudah ditinggalkan oleh
pimpinan sebelumnya. Akan kita coba selesaikan," kata Alex

Anda mungkin juga menyukai