Anda di halaman 1dari 8

Bulletin Mingguan Anti-Korupsi: 14-18

September 2015

okezone.com

Tren Pemberantasan Korupsi Semester I 2015

Indonesia Corruption Watch merilis hasil pemantauan terhadap kasus korupsi di seluruh
Indonesia. Pemantauan dilakukan pada kasus korupsi berstatus penyidikan periode Januari
sampai Juni tahun 2015 (6 bulan). Catatan pentingnya, kinerja penegakan hukum masih dianggap
belum maksimal.

Selama tengah tahun pertama 2015, ICW memantau 308 kasus dengan 590 orang tersangka.
Total potensi kerugian negara dari kasus-kasus ini mencapai 1,2 triliun rupiah dan potensi suap
sebesar 457,3 miliar rupiah. Kasus-kasus tersebut paling banyak ditangani oleh Kejaksaan
sebanyak 211 kasus (potensi kerugian negara 815 miliar rupiah dan potensi suap 550 juta
rupiah). Disusul Kepolisian yang menangani 86 kasus dengan potensi kerugian negara sebesar
Rp 310 miliar serta nilai suap sebesar Rp 72 juta). Terakhir, KPK menangani 11 kasus (potensi
kerugian negara 106 miliar rupiah dan potensi suap 395 miliar rupiah).

Selain mengukur performa penegak hukum dalam menyidik kasus korupsi, pemantauan ICW
yang disebut dengan Tren Pemberantasan Korupsi juga berusaha memetakan beberapa hal lain.
Pertama, modus yang paling sering digunakan; kedua, latar belakang aktor/pelaku korupsi;
ketiga, pemetaan kasus korupsi berdasarkan daerah; dan keempat, penanganan perkara
berdasarkan sektor.

Pada semester I tahun 2015, modus yang paling banyak digunakan adalah penggelapan (82
kasus), penyalahgunaan anggaran (64 kasus), penyalahgunaan wewenang (60 kasus), dan mark
up (58 kasus). Berdasarkan hasil pemantauan, modus yang jarang dilakukan ialah pungutan liar
dengan (1 kasus), pemerasan (2 kasus) dan mark down (3 kasus). Sama seperti tahun
sebelumnya, pada semester I 2014, 99 kasus penggelapan mendominasi modus korupsi.

Dilihat dari latar belakang aktor korupsi, pejabat atau pegawai di lingkungan Kementerian dan
Pemerintah Daerah menjadi pelaku yang paling banyak ditetapkan sebagai tersangka (212
orang), disusul aktor yang berlatar belakang sebagai direktur, komisaris, konsultan dan pegawai
di lingkungan swasta di posisi kedua (97 orang). Selanjutnya, 28 orang berlatarbelakang Kepala
Desa, Lurah dan Camat ditetapkan sebagai tersangka. Di urutan berikutnya 27 Kepala Daerah
(Gubernur/Bupati/Walikota), 26 kepala dinas dan 24 anggota DPR/DPRD/DPD yang ditetapkan
sebagai tersangka.

Berdasarkan pemetaan daerah, Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan
daerah yang sama-sama paling banyak penanganan perkaranya dengan masing-masing
memproses 24 kasus pada tahap penyidikan, disusul Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah
yang masing-masing menangani 19 kasus.

Pada Trend Pemberantasan Korupsi semester I 2015, ICW membagi jenis korupsi berdasarkan
dua bidang utama, yaitu infrastruktur dan non-infrastruktur. 55 persen atau 169 kasus yang
diproses termasuk di wilayah non-infrastruktur dengan kerugian negara sebesar Rp 411,4 miliar.
Sementara kasus korupsi infrastruktur ada 139 kasus atau 45 persen dengan kerugian negara
sebesar Rp 832,3 miliar. Meskipun jumlah kasus korupsi infrastruktur yang disidik lebih kecil,
namun kerugian negara yang diakibatkan jauh lebih besar dibanding dengan bidang non-
infrastruktur.

Korupsi non-infrastruktur banyak terjadi di sektor keuangan daerah dengan 96 kasus (potensi
kerugian negara Rp 356 miliar), disusul sektor pendidikan sebanyak 24 kasus dengan potensi
kerugian negara Rp 18,7 miliar, lalu 21 kasus di sektor sosial kemasyarakatan dengan kerugian
negara mencapai Rp 21,1 miliar. Sedangkan pada bidang infrastruktur, korupsi dominan pada
sektor transportasi (32 kasus) dengan potensi kerugian sebesar Rp 113,4 miliar, lalu sektor
kesehatan (14 kasus) dengan kerugian negara sebesar Rp 36,9 miliar.

Dari hasil pemantauan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kinerja apgakum sepanjang semester I
2015 cukup baik karena berada di atas rata-rata, yaitu 253 kasus. Namun potensi kerugian negara
yang dikejar masih di bawah rata-rata yaitu Rp 2,7 triliun. Artinya, penanganan perkara kasus
korupsi membaik dari segi kuantitas, tapi menurun dari segi kualitas: kasusnya banyak, tapi
kerugian negaranya tidak besar.

Data ini menunjukkan bahwa hal tersebut terjadi akibat menurunnya kinerja KPK. KPK
berkontribusi sebanyak 30 persen atas pemulihan aset dari total kerugian negara. Menurunnya
kinerja penindakan KPK berbanding lurus dengan merosotnya pemulihan aset kerugian negara.
Sebagai catatan, penurunan kinerja KPK mulai terlihat pasca penetapan kedua komisionernya
sebagai tersangka.

Untuk memperbaiki kondisi ini, kinerja KPK harus dipulihkan, dan dalam hal ini KPK
membutuhkan dukungan penuh dari Presiden. Sebagaimana kira ketahui, Ketua KPK dan Wakil
Ketua KPK non-aktif Abraham Samad dan Bambang Widjojanto belum lepas dari jeratan
kriminalisasi. Langkah tegas Presiden dibutuhkan untuk melindungi pemberantas korupsi –
bukannya pelaku korupsi – dari upaya kriminalisasi.***

RINGKASAN BERITA

Senin, 14 September 2015


 ICW merilis Tren Penyidikan kasus korupsi semester 1 2015. Hasil yang didapat adalah
kinerja aparat penegak hukum dalam menyidik kasus korupsi sejak 2010 sampai semester
pertama tahun 2015 menurun. Penurunan ini dipicu karena menurunnya kuantitas dan
kualitas kasus korupsi yang disidik KPK.
 Data ICW menyebutkan dari 308 kasus 590 orang tersandung korupsi dan suap di
semester I 2015, dengan total kerugian negara dari kasus-kasus korupsi itu mencapai Rp
1,2 triliun, sedangkan kerugian karena kasus-kasus suap sebanyak Rp 475,3 miliar.
 Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Manado diduga melanggar syarat administrasi
Pemilu karena menetapkan Jimmy Rimba Rogi sebagai calon kepala daerah, padahal
masih berstatus narapidana dan menjalani masa pembebasan bersyarat.
 Ada potensi korupsi dalam persiapan infrastruktur jelang Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA) tahun 2015.
 KPK memastikan tidak akan membuat pejabat korup dapat berlindung dengan aman
meski pemerintah menerbitkan rancangan PP Sanksi Administrasi untuk melindungi
pejabat pengadaan barang dan jasa dari jeratan delik korupsi.
 ICW mendesak agar delik korupsi dikeluarkan dari Rancangan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana.

Selasa, 15 September 2015

 KPK menolak masuknya delik tindak pidana korupsi dalam Rancangan Undang-Undang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang sedang dibahas DPR RI.

Rabu, 16 September 2015

 Barang bukti yang dipegang KPK untuk menjerat Suryadharma Ali hanya selembar
kiswah, yang menurut Suryadharma Ali tidak bernilai.
 Upaya peninjauan kembali akan putusan praperadilan dipertanyakan, karena
dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakpastian aturan hukum yang berlaku, seiring
dengan banyaknya upaya praperadilan dari tersangka dugaan kasus korupsi.
 Level korupsi masih tinggi, salah satu penyebabnya adalah sektor perizinan usaha di
daerah yang sulit mengeluarkan izin usaha sehingga pengusaha menyuap birokrat.
 Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindakan Kekerasan (Kontras),
Haris Azhar, meminta Anang Iskandar utnuk membersihkan kasus-kasus kontroversi
Budi Waseso sebelumnya.

Kamis, 17 September 2015

 Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi kebingungan membaca permohonan uji materi


KUHAP dan UU KPK yang diajukan Otto Cornelis Kaligis.
 Rencana dimasukkannya delik tindak pidana korupsi dalam revisi KUHP yang akan
dibahas DPR berpotensi menghapuskan eksistensi pengadilan tindak pidana korupsi
(tipikor). Jika rencana ini terealisasi, maka semua perkara korupsi yang dijerat dengan
aturan padal dalam KUHP akan diperiksa dan disidangkan di pengadilan umum.

Jumat, 18 September 2015


 Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menginstruksikan anggota fraksinya di DPR
untuk hati-hati dalam pembahasan revisi UU No.30/2002 tentang KPK.
Daftar Tangkapan Terbesar KPK
Sejak berdiri 13 tahun silam, Komisi Pemberantasan Korupsi berhasil menjebloskan sejumlah
nama-nama besar ke balik jeruji besi. Di antaranya adalah Irjen Djoko Susilo, yang awalnya
melawan tapi kemudian terjerembab

Komisi Pemberantasan Korupsi mendulang badai politik setelah menetapkan calon Kepala
Kepolisian RI, Budi Gunawan, sebagai tersangka kasus korupsi. Tapi serangan model ini bukan
yang pertama kali dihadapi lembaga antirasuah itu. Namun begitu, Budi Gunawan bisa dikatakan
pejabat pertama buruan KPK yang memiliki pengaruh besar di jantung kekuasaan Ibukota.

Berikut nama-nama besar lain yang pernah diseret oleh KPK sejak dibentuk 2002 silam.

Irjen Djoko Susilo


Kasus yang menimpa bekas kepala korps lalu lintas Polri ini banyak dikutip setelah calon
Kapolri Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka. Serupa dengan Gunawan, Djoko Susilo
yang terjerembab lantaran kasus korupsi dalam proyek simulator ujian surat izin mengemudi itu
sempat melawan KPK yang kemudian memicu perang Cicak versus Buaya jilid pertama. Namun
begitu, Irjen Djoko Susilo dijebloskan ke penjara selama 18 tahun oleh Tipikor.

Luthfi Hassan Ishaaq


Luthfi Hasan Ishaaq dijemput dan ditahan KPK pada tanggal Januari 2013 dengan dugaan
menerima hadiah atau janji terkait dengan pengurusan kuota impor daging pada Kementerian
Pertanian. Pria yang saat ditangkap menjabat sebagai Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
ini divonis 16 tahun penjara.

Rudi Rubiandini
Penangkapan Rudi dianggap sebagai sebuah pukulan, mengingat mantan Kepala Satuan Kerja
Khusus Migas ini dikenal sebagai pribadi yang bersih dan jujur. Nyatanya Rudi menerima suap
dari Kernel Oil senilai US$ 400 ribu. Ketua KPK Abraham Samad mengecam Rudi sebagai figur
yang serakah, karena menerima suap kendati mengantongi gaji tinggi sebagai pejabat SKK
Migas.

Ratu Atut Chosiyah


Ratu asal Banten ini sedang menancapkan kekuasaannya yang menggurita di provinsi Banten
ketika KPK mengubah statusnya menjadi tersangka. Sang gubernur terjungkal kasus pengadaan
alat kesehatan dan dugaan suap terkait penanganan sengketa pilkada Lebak, Banten. Politisi
muda Golkar ini dovinis empat tahun penjara.

Miranda S. Goeltom
Perempuan ambisius yang sudah malang melintang di Bank Indonesia ini resmi menjadi
tersangka pada Januari 2012 dalam kasus suap cek pelawat buat anggota DPR. Duit tersebut
dikucurkan selama berlangsungnya pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Periode
2004. Miranda kemudian divonis menginap tiga tahun di balik jeruji besi.

Burhanuddin Abdullah
Bekas Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah dinyatakan bersalah oleh
Pengadilan Tipikor karena menggunakan dana milik Yayasan Lembaga Pengembangan
Perbankan Indonesia (YLPPI) senilai Rp 100 miliar untuk bantuan hukum lima mantan pejabat
BI, penyelesaian kasus BLBI, dan amandemen UU BI. Ia divonis lima tahun penjara.

Aulia Pohan
Besan bekas Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono ini terjerat dalam kasus yang sama dengan
Burhanuddin Abdullah. Pohan yang kala itu menjabat sebagai Deputi Gubernur BI divonis
penjara empat tahun enam bulan.
Urip Tri Gunawan
Urip Tri Gunawan, bekas orang kuat di Kejaksaan Agung, tertangkap tangan oleh KPK saat
menerima duit 610.000 dolar AS dari Arthalita Suryani di rumah obligor BLBI Syamsul
Nursalim. Urip divonis 20 tahun penjara. Sedangkan Arthalita mendapat vonis 5 tahun penjara.
Saat ditangkap, Urip masih aktif sebagai jaksa untuk kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.

Muhammad Nazaruddin
Nazaruddin ditangkap saat menjabat Bendahara Umum Partai Demokrat. Ia terjerat kasus suap
proyek Wisma Atlet SEA Games. Setelah sempat melarikan diri, Nazaruddin akhirnya dibekuk
di Cartagena, Kolombia. Dalam perkembangan kasusnya, pria yang kemudian divonis empat
tahun sepuluh bulan penjara ini ikut menyeret nama-nama yang terlibat.

Andi Malarangeng
Anas dan Andi Malarangeng sejatinya adalah dua bintang politik Indonesia yang tengah
meroket. Namun tragisnya kedua sosok muda itu terjerembab oleh kasus yang sama. Berbeda
dengan Anas, Andi pergi dengan diam setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Ia
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga, sebelum kemudian
divonis empat tahun penjara oleh Tipikor.

Anas Urbaningrum
Penangkapan terhadap Anas antara lain berhasil berkat "nyanyian" Nazaruddin. Pria yang kala
itu masih menjabat Ketua Umum Partai Demokrat tersebut kemudian divonis delapan tahun
penjara oleh pengadilan. Tapi ia bukan petinggi Demokrat terakhir yang dijerat oleh KPK terkait
kasus Hambalang.

Akil Mochtar
Setelah menjadi tersangka menerima suap Rp. 3 miliar dari bupati Gunung Mas dan tindak
pidana pencucian uang terkait kasus sengketa Pilkada, mantan ketua Mahkamah Konstitusi, Akil
Mochtar, resmi dijemput oleh KPK. Ia adalah satu-satunya terpidana korupsi yang mendapat
vonis seumur hidup dari Tipikor.

Suryadharma Ali
Bekas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Suryadharma Ali ditetapkan sebagai
tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji. Penetapan tersebut diumumkan di
tengah sengitnya masa kampanye jelang Pemilihan Umum Kepresidenan 2014. Hingga kini
kasus yang menjerat bekas menteri agama itu masih diproses KPK.

Anda mungkin juga menyukai