Anda di halaman 1dari 4

FAKTOR EKSTERNAL KORUPTOR MELAKUKAN TIPIKOR

Dosen Pengampuh : Paulus Pangalo, SKM, M.Kes


Mata Kuliah : Budaya Anti Korupsi

Disusun Oleh :
TIAR KRISTANTO SOLEMAN ( 751440121081 )
2B KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES GORONTALO


JURUSAN KEPERAWATAN
T.A 2021/2022
KASUS KORUPSI BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Bupati Kotawaringin Timur (Kotim), Supian Hadi
sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Kotawaringin
Timur, Kalimantan Tengah. Izin itu dipersiapkan untuk tiga perusahaan yang berbeda.

Atas penerbitan IUP itu KPK menduga Supian yang juga kader PDIP tersebut telah merugikan negara
hingga Rp5,8 triliun dan US$711 ribu (setara Rp9,9 miliar dengan asumsi kurs Rp14 ribu). Kerugian
negara itu mengalahkan kerugian negara pada kasus korupsi e-KTP sebesar Rp2,3 triliun dan korupsi SKL
BLBI sebesar Rp4,58 triliun. "Setara bila dibandingkan dengan kasus lain yang pernah ditangani KPK
seperti KTP Elektronik (Rp2,3 triliun) dan BLBI (Rp4,58 triliun)," kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif di
Gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/2).

Besaran dugaan kerugian negara dalam kasus yang menerpa Supian ini hanya dikalahkan oleh kerugian
negara akibat dugaan korupsi kasus pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan
penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.Pada kasus Century, ditengarai negara
mengalami kerugian sebesar Rp7,4 triliun.

Terlepas dari jumlah kerugian negara, Supian kembali menambah panjang kepala daerah yang menjadi
pesakitan di KPK. Padahal dia tengah menjalani periode keduanya sebagai orang nomor satu di
Kabupaten Kotawaringin Timur. Periode pertamanya, yakni 2010-2015.

Berdasarkan informasi yang diperoleh CNNIndonesia.com dari sejumlah sumber, pada periode pertama,
setelah dilantik Supian langsung mengangkat teman-teman dekatnya yang juga menjadi bagian dari tim
suksesnya sebagai Direktur dan Direktur Utama PT Fajar Mentaya Abadi. Kolega Supian itu mendapat
masing-masing mendapat jatah saham perusahaan sebesar 5%.

Perusahaan yang diduduki koleganya itu kemudian diberikan IUP seluas 1.671 hektar. Hal itu tertuang
dalam SK IUP yang diterbitkan Supian pada Maret 2011. Izin itu keluar dari Supian meski dirinya
mengetahui bahwa PT Fajar Mentaya Abadi belum memiliki sejumlah dokumen perizinan, di antaranya
Izin lingkungan atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Pada November 2011, PT Fajar
Mentaya Abadi dapat melakukan kegiatan operasi produksi bauksit dan melakukan ekspor ke China.
Pada November 2011, Gubernur Kalimantan Tengah, Agustin Teras Narang melayangkan surat kepada
Supian agar menghentikan seluruh kegiatan usaha pertambangan oleh PT Fajar Mentaya Abadi. Surat itu
tidak diindahkan dan PT Fajar Mentaya Abadi tetap melakukan kegiatan pertambangan hingga 2014.

Selain itu, Supian juga diketahui memenuhi permohonan PT Billy Indonesia dengan menerbitkan SK IUP
ekspolorasi pada Desember 2010. SK IUP itu diberikan tanpa melalui proses lelang Wilayah Izin Usaha
Pertambangan (WIUP). PT Billy Indonesia juga diketahui tidak memiliki kuasa pertambangan.

Pada April 2011, Supian juga menerbitkan SK IUP eksplorasi kepada PT Aries Iron Mining. Penerbitan
IUP ini pun tanpa melalui proses lelang WIUP. Padahal, seperti halnya PT Billy Indonesia, PT Aries Iron
Mining tidak memiliki kuasa pertambangan. Hasilnya PT Aries Iron Mining melakukan eksplorasi yang
merusak lingkungan.
Tak berhenti di situ pada Februari 2013 Supian menerbitkan SK IUP tentang Persetujuan Peningkatan
Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi mejadi Izin Usaha Pertambangan Operasi kepada PT Billy Indonesia.
Penerbitan SK IUP itu tanpa kelengkapan dokumen AMDAL dari PT Billy Indonesia.

Pada April 2013 Supian turut menerbitkan keputusan izin tentang izin lingkungan kegiatan usaha
pertambangan bijih bauksit dan keputusan tentang kelayakan lingkungan rencana kegiatan
pertambangan bijih bauksit oleh PT Billy Indonesia. Berdasarkan izin tersebut PT Billy Indonesia
melakukan ekspor bauksit.

KPK pun membongkar permasalahan tersebut. KPK pun menetapkan Supian sebagai tersangka karena
diduga menerima suap dan gratifikasi atas perizinan proyek tambang yang dia keluarkan berupa mobil
Toyota Land Cruiser, Hummer H3 dan uang sebesar 500 juta. Atas izin-izin yang dikeluarkan untuk tiga
perusahaan berbeda itu, KPK juga menduga telah terjadi kerugian negara mencapai Rp5,8 triliun dan
US$711 ribu.

Melihat sepak terjangnya, Supian Hadi menjadi bupati Kotawaringin Timur untuk kedua kalinya bersama
wakilnya M. Taufik Mukri. Dia menjabat pada periode 2010-2015 dan 2016-2021. Pada periode pertama
menjabat, dia menjadi bupati termuda yang saat itu umurnya 34 tahun.

Berdasarkan situs resmi pemerintah kabupaten Kotawaringin Timur, sebelum menjadi bupati dia juga
pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Kab Kotim. Supian merupakan kader PDI Perjuangan. Atas
terseretnya Supian dalam perkara ini, PDIP meminta agar kadernya tersebut mundur dari partai.

Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dirilis KPK mencatat, Supian terakhir kali
melaporkan LHKPN pada 29 Maret 2018. Supian tercatat memiliki harta senilaiRp1,58 miliar, memiliki
empat bidang tanah dan bangunan di Kotawaringin Timur senilai Rp1.060.667.693 dan kas senilai
Rp519.594.480. Supian tidak memiliki kendaraan maupun surat berharga. Harta Supian ini tercatat
meningkat drastis dibandingkan LHKPN yang dilaporkan pada 27 juli 2015 sebesar Rp907.925.028.

Atas perbuatannya tersebut, Supian dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 dalam Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tipikor Junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
FAKTOR EKSTERNAL ORGANISASI YANG MENDORONG PELAKU TIPIKOR

a. Kurang adanya keteladanan dalam kepemimpinan

Berdasarkan informasi yang diperoleh CNN Indonesia.com dari sejumlah sumber, pada periode pertama,
setelah dilantik Supian langsung mengangkat teman-teman dekatnya yang juga menjadi bagian dari tim
suksesnya sebagai Direktur dan Direktur Utama PT Fajar Mentaya Abadi. Kolega Supian itu mendapat
masing-masing mendapat jatah saham perusahaan sebesar 5%.

Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa supian memanfaatkan jabatannya untuk
melakukan tindakan korupsi, hal itu merupakan perilaku ketidakteladanan seorang pemimpin.

b. Kultur organisasi yang kurang baik

Kolega Supian itu mendapat masing-masing mendapat jatah saham perusahaan sebesar 5%.Perusahaan
yang diduduki koleganya itu kemudian diberikan IUP seluas 1.671 hektar. Hal itu tertuang dalam SK IUP
yang diterbitkan Supian pada Maret 2011. Izin itu keluar dari Supian meski dirinya mengetahui bahwa PT
Fajar Mentaya Abadi belum memiliki sejumlah dokumen perizinan, di antaranya Izin lingkungan atau
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

c. Kurang memadainya sistem akuntabilitas

Atas penerbitan IUP itu KPK menduga Supian yang juga kader PDIP tersebut telah merugikan negara
hingga Rp5,8 triliun dan US$711 ribu (setara Rp9,9 miliar dengan asumsi kurs Rp14 ribu). Kerugian
negara itu mengalahkan kerugian negara pada kasus korupsi e-KTP sebesar Rp2,3 triliun dan korupsi SKL
BLBI sebesar Rp4,58 triliun. "Setara bila dibandingkan dengan kasus lain yang pernah ditangani KPK
seperti KTP Elektronik (Rp2,3 triliun) dan BLBI (Rp4,58 triliun)," kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif di
Gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/2).

d. Lemahnya sistem controling/pengendalian dan pengawasan dan kelemahan sistem pengendalian


manajemen.

KPK pun membongkar permasalahan tersebut. KPK pun menetapkan Supian sebagai tersangka karena
diduga menerima suap dan gratifikasi atas perizinan proyek tambang yang dia keluarkan berupa mobil
Toyota Land Cruiser, Hummer H3 dan uang sebesar 500 juta. Atas izin-izin yang dikeluarkan untuk tiga
perusahaan berbeda itu, KPK juga menduga telah terjadi kerugian negara mencapai Rp5,8 triliun dan
US$711 ribu.

Anda mungkin juga menyukai