Anda di halaman 1dari 6

1.

Putusan Hukum Kasus Hambalang


Kontrovesi Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional
(P3SON) menyeret beberapa tokoh negara ini. Ikut andilnya para elit negeri ke dalam pusaran
panas megaproyek Hambalan menambah daftar panjang kasus korupsi yang dilakukan oleh
pejabat negara. Setelah kronologi panjang penyelidikan kepada pihak terkait, KPK akhirnya
menghasilkan temuan bahwa terdapat kerugian negara sedikitnya Rp 463 miliar akibat mega
proyek tersebut. Berikut hasil putusan hukum untuk para pelaku korupsi mega proyek di
Hambalang, Sentul, Bogor.
a. Andi Alfian Mallarangeng
Selaku Menteri Pemuda dan Olahraga pada saat itu (periode 2009-2014) tidak
melaksanakan tugas dan wewenangnya untuk menyampaikan permohonan kontrak
tahun jamak kepada Menteri Keuangan dan membiarkan SesKemenpora melampaui
wewenang Menpora yaitu mengusulkan permohonan kontrak tahun jamak kepada
Menteri Keuangan. Hakim menyatakan Andi terbukti dalam kasus Hambalang dengan
menerima uang sebesar Rp2 miliar dan USD550 ribu. Semua uang itu diterima Andi
melalui adiknya, Andi Zulkarnain Anwar atau yang akrab disapa Choel Mallarangeng.
b. Annas Urbaningrum
Berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999
sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang penyelenggara
negara yang menerima suap atau gratifikasi, KPK menyangkakan mantan ketua
umum Partai Demokrat ini dalam kasus dugaan korupsi dengan ancaman pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda
Rp 200 juta -Rp 1 miliar.
Dalam surat dakwaan, Anas juga disebut menerima aliran dana sebesar Rp 2,21 miliar
dari pelaksanaan proyek tersebut. dikaitkan dengan perusahaan PT Adhi Karya dan
PT Wijaya Karya.
KPK juga menyangkakan Anas dalam kasus tindak pidana pencucian uang
berdasarkan pasal 3 dan atau pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan atau Pasal 3 ayat 1 dan atau Pasal 6 ayat 1
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No 25

tahun 2003 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai orang yang menyamarkan harta
kekayaan yang berasal dari kejahatan.
c. Angelina Patricia Pingkan Sondakh
Angelina Sondakh, Anggota DPR RI periode 2004-2009 dan sebagai anggota
Banggar 2009-2014 dari partai Demokrat itu terbukti menerima uang sebesar 2,5
miliar dan 1,2 juta dollar dari PT Group Permai. Majelis Hakim Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi memvonis Angelina Sondakh dengan 4 tahun 6 bulan penjara dan
denda Rp 250.000.000,00.
Melakukan banding, putusan Mahkamah Agung No. 1616 K/Pid.Sus/2013 malah
mendakwa Angelina Patricia Pingkan Sondakh dengan vonis 12 tahun dengan denda
Rp500.000.000,00 subsidiair 6 bulan.
Namun pada 2015, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali atas
pengajuan Angelina Sondakh. Hukuman penjara terpidana kasus korupsi dalam
pembangunan wisma atlet Kemenpora dan Kemendiknas itu berkurang menjadi 10
tahun dari sebelumnya 12 tahun.
Uang tersebut kata Hakim merupakan fee 5 persen yang telah disepakati Anggie
begitu Angelina Sondakh disapa dengan Mindo Rosalina Manulang, manajer di
perusahaan milik Nazaruddin itu. Uang tersebut diserahkan secara bertahap sebanyak
4 kali.
d. M. Nazaruddin dalam putusan
M. Nazzaruddin berperan sebagai anggota Banggar DPR periode 2009-2014 dan pada
tahun 2010 diangkat menjadi Bendahara Umum Partai Demokrat. Dari fakta
persidangan, Nazaruddin terbukti menerima imbalan berupa 5 lembar cek senilai Rp
4,6 miliar dari pemenang proyek Hambalang, PT Duta Graha Indah (DGI).
Dalam putusan Mahkamah Agung No. 2223 K/Pid.Sus/2012, M. Nazaruddin di vonis
7 tahun penjara dengan denda Rp300.000.000,00 subsidair 6 bulan dijatuhkan atas
keterlibatannya dalam korupsi megaproyek Hambalang. Hukuman ini dua tahun dua
bulan lebih berat dari vonis Pengadilan Tipikor yang menghukum Nazar empat tahun
10 bulan penjara dan denda Rp200 juta.
e. Rahmat Yasin

Perannya sebagai Bupati Bogor yang menerbitkan Site Plan atas rencana
pembangunan P3SON di Desa Hambalang, Bogor. Rachmat Yasin menerima suap
senilai Rp 4,5 miliar guna memuluskan rekomendasi surat tukar menukar kawasan
hutan atas nama PT Bukit Jonggol Asri seluar 2.754 hektar.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor memvonis Rachmat Yasin dengan 5 tahun 6 bulan
dan denda 300 juta. Rachmat Yasin terbukti bersalah melakukan tindak pidana
korupsi, sebagaimana tercantum dalam dakwaan pertama yaitu Pasal 12 huruf a UU
No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang
telah diubah dalam UU No 20 tahun 2001 jo Pasal 55 KUHP jo Pasal 64 KUHP.
f. Terdapat beberapa tokoh lain yang terlibat dalam korupsi megaproyek Hambalang,
diantaranya ada Wafid Muhara, selaku Sekretaris Kemenpora menerima aliran dana
sebesar Rp6,55 miliar. Uang yang diterima Wafid tersebut untuk Kongres Partai
Demokrat di Bandung sebesar Rp600 juta.
Keterlibatan Joyo Winoto, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto
yang terindikasi menerima uang Rp 3 milyar untuk mengurus sertifikat tanah
Hambalang, dengan didukung dokumen yang tidak sesuai kenyataan, di antaranya,
berupa surat pelepasan hak dari pemegang hak terdahulu yang diduga palsu.
Kemudian ada Deddy Kusdinar, yang menjabat sebagai Kepala Biro Perencanaan
Kemenpora dan Pejabat Pembuat Komitmen didakwa melakukan korupsi dengan
memperkaya orang lain dan korporasi dari proyek pembangunan Pusat Pendidikan
dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang. Deddy Kusdinar
tercatat menerima Rp1 miliar. Jumlah tersebut adalah uang yang dikeluarkan PT Adhi
Karya dan PT Wijaya Karya untuk memenangkan lelang pekerjaan fisik proyek
Hambalang senilai Rp 14,6 miliar.
2. Pencegahan kasus korupsi serupa
Kasus korupsi megaproyek Hambalang merupakan ujian terhadap akuntabilitas kekuasaan
negara. Hal ini mencerminkan bahwa tindak kecurangan di pemerintahan di Indonesia sudah
mencapai tingkat yang memprihatinkan. Kasus-kasus fraud yang terjadi telah banyak melibatkan
oknum baik dijajaran lembaga legislatif, eksekutif

bahkan yudikatif. Berbagai usaha telah

dilakukan Pemerintah Indonesia baik dengan memberdayakan secara maksimal lembagalembaga penegak hukum, seperti Kejaksaan, Pengadilan, dan Kepolisian. Bahkan dalam

dasawarsa terakhir Pemerintah juga telah membentuk dan memberdayakan Komisi


Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun
sayangnya hasil yang di dapat masih belum sesuai dengan harapan, di mana Indonesia masih
menduduki 10 negara terkorup di dunia.
Terjadinya kecurangan tersebut yang tidak dapat terdeteksi oleh suatu pengauditan dapat
memberikan efek yang merugikan dan cacat bagi proses pelaporan keuangan. Adanya
kecurangan berakibat serius dan membawa dampak kerugian. Terlebih kecurangan tersebut
dilakukan oleh oknum-oknum pemerintah yang sulit terdeteksi karena pelaku biasanya
merupakan orang-orang yang dipercaya untuk menjalankan suatu proyek. Oleh karena itu, perlu
adanya tindakan preventif agar kecurangan serupa tidak terjadi. Berikut skema terjadinya fraud:
Prinsip
fraud

Aktivit
as
Entitas

Pencegahan,
Deteksi dan
Investigasi

Kemungkina
n fraud

Skema
fraud
Red flags

Pengukura
n risiko
fraud

Fokus terhadap pencegahan menjadi point penting dalam kasus ini. Pencegahan
kecurangan pada umumnya adalah aktivitas yang dilaksanakan manajemen dalam hal penetapan
kebijakan, sistem dan prosedur yang membantu meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan
sudah dilakukan dewan komisaris, manajemen, dan personil lain perusahaan untuk dapat
memberikan keyakinan memadai dalam mencapai 3 ( tiga ) tujuan pokok yaitu : keandalan
pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi serta kepatuhan terhadap hukum &
peraturan yang berlaku ( COSO: 1992).Untuk hal tersebut , kecurangan yang mungkin terjadi
harus dicegah antara lain dengan cara cara berikut :
1) Membangun struktur pengendalian intern yang baik
Dengan semakin berkembangnya suatu perusahaan, maka tugas manajemen untuk
mengendalikan jalannya perusahaan menjadi semakin berat. Agar tujuan yang telah

ditetapkan top manajemen dapat dicapai, keamanan harta perusahaan terjamin dan
kegiatan operasi bisa dijalankan secara efektif dan efisien, manajemen perlu
mengadakan struktur pengendalian intern yang baik dan efektif mencegah kecurangan.
2) Mengefektifkan aktivitas pengendalian
a) Review Kinerja
Aktivitas pengendalian ini mencakup review atas kinerja sesungguhnya
dibandingkan dengan anggaran, prakiraan, atau kinerja priode sebelumnya,
menghubungkan satu rangkaian data yang berbeda operasi atau keuangan satu sama
lain, bersama dengan analisis atas hubungan dan tindakan penyelidikan dan
perbaikan; dan review atas kinerja fungsional atau aktivitas seseorang manajer
kredit atas laporan cabang perusahaan tentang persetujuan dan penagihan pinjaman.
b) Pengolahan informasi
Berbagai pengendalian dilaksanakan untuk mengecek ketepatan, kelengkapan,
dan otorisasi transaksi. Dua pengelompokan luas aktivitas pengendalian sistem
informasi adalah pengendalian umum (general control) dan pengendalian aplikasi
(application control).
c) Pengendalian fisik
Aktivitas pengendalian fisik mencakup keamanan fisik aktiva, penjagaan yang
memadai terhadap fasilitas yang terlindungi dari akses terhadap aktiva dan catatan;
otorisasi untuk akses ke program komputer dan data files; dan perhitungan secara
periodik dan pembandingan dengan jumlah yang tercantum dalam catatan
pengendali.
3) Meningkatkan kultur perusahaan
Meningkatkan kultur perusahaan dapat dilakukan dengan mengimplementasikan
prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang saling terkait satu sama lain
agar dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien,
menghasikan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para
pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.
4) Mengefektifkan fungsi internal audit
Walaupun internal auditor tidak dapat menjamin bahwa kecurangan tidak akan
terjadi, namun ia harus menggunakan kemahiran jabatannya dengan saksama sehingga

diharapkan mampu mendeteksi terjadinya kecurangan dan dapat memberikan saransaran yang bermafaat kepada manajemen untuk mencegah terjadinya kecurangan.resiko
yang dihadapi perusahaan diantaranya adalah Integrity risk, yaitu resiko adanya
kecurangan oleh manajemen atau pegawai perusahaan, tindakan illegal, atau tindak
penyimpangan lainnya yang dapat mengurangi nama baik / reputasi perusahaan di dunia
usaha, atau dapat mengurangi kemampuan perusahaan dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Adanya resiko tersebut mengharuskan internal auditor untuk
menyusun tindakan pencegahan / prevention untuk menangkal terjadinya kecurangan
sebagaimana diuraikan dalam bagian sebelumnya.
Namun, pencegahan saja tidaklah memadai, internal auditor harus memahami pula
bagaimana cara mendeteksi secara dini terjadinya kecurangan-kecurangan yang timbul. Tindakan
pendeteksian tersebut tidak dapat di generalisir terhadap semua kecurangan. Masing-masing
jenis kecurangan memiliki karakteristik tersendiri, sehingga untuk dapat mendeteksi kecurangan
perlu kiranya pemahaman yang baik terhadap jenis-jenis kecurangan yang mungkin timbul
dalam perusahaan.
Setelah proses pencegahan dianggap tidak berhasil, disinilah audit forensik berperan dalam
mengungkap kecurangan yang ada, khususnya di Indonesia yang dari waktu ke waktu terus
menunjukkan peningkatan. Audit forensik banyak diterapkan ketika Komisi Pemeberantasan
Korupsi (KPK) mengumpulkan bukti-bukti hukum yang diperlukan untuk menagani kasus-kasus
korupsi yang dilaporkan kepada instansi tersebut. Audit forensik juga digunakan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), Kepolisian, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP), serta Inspektorat Jenderal Kementerian untuk menggali informasi selama proses
pelaksanaan audit kecurangan (fraud audit) atau audit investigasi.

Anda mungkin juga menyukai