Anda di halaman 1dari 58

BAB II

KASUS POSISI DAN PUTUSAN

A. Kasus Posisi

1. Identitas Terdakwa
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

yang memeriksa dan mengadili perkara Tindak Pidana Korupsi pada tingkat

pertama - dengan acara pemeriksaan biasa, menjatuhkan putusan sebagai

berikut, dalam perkara Terdakwa:

- Nama lengkap : SOFYAN BASIR;


- Tempat lahir : Bogor;
- Umur/Tanggal lahir : 61 Tahun / 02 Mei 1958;
- Jenis Kelami : Laki-laki;
- Kebangsaan : Indonesia;
- Tempat tinggal : Jalan Taman Bendungan Jati Luhur Nomor
3 RT. 010 / RW. 002, Kelurahan
Bendungan Hilir, Kecamatan Tanah
Abang, Jakarta Pusat;
- Agama : Islam;
- Pekerjaan : Karyawan BUMN / Direktur Utama
PT PLN (Persero);
2. Kronologis
Bahwa Terdakwa Sofyan Basir selaku Direktur Utama PT PLN (Persero),

pada kurun waktu antara tahun 2016 sampai dengan tahun 2018, bertempat

di Kantor Pusat PT PLN (Persero) yang terletak di Jalan Trunojoyo Blok M-

I Nomor 135 Kelurahan Melawai, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta

Selatan; di rumah Setya Novanto yang terletak di Jalan Wijaya XIII Nomor
19, RT.003/ RW.003, Kelurahan Melawai, Kecamatan Kebayoran Baru,

Jakarta Selatan; di Hotel Fairmont yang terletak di Jalan Asia Afrika Nomor

8, Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat; di rumah Terdakwa yang terletak di

Jalan Taman Bendungan Jati Luhur Nomor 3 RT.010/ RW.002 Kelurahan

Bendungan Hilir Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat; di Restoran

Arcadia yang terletak di Jalan New Delhi Nomor 9, Gelora Bung Karno,

Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat; di Lounge BRI Prioritas yang

terletak di Jalan Jenderal Sudirman Kavling 44-46, Jakarta Pusat, atau

setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum

pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

yang berwenang mengadili dan memutus perkara tindak pidana korupsi,

dengan sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk

melakukan kejahatan, yakni terdakwa memfasilitasi pertemuan antara Eni

Maulani Saragih (Terpidana dalam perkara terpisah), Idrus Marham

(Terdakwa dalam perkara terpisah ditingkat banding) dan Johanes

Budisutrisno Kotjo (Terpidana dalam perkara terpisah) dengan jajaran

Direksi PT PLN (Persero) guna mempercepat proses kesepakatan proyek

Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut

Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali

Investasi (PT PJBI) dengan BNR, Ltd. dan China Huadian Engineering

Company Limited (CHEC, Ltd.) yang dibawa oleh Johanes Budisutrisno

Kotjo, padahal Terdakwa mengetahui Eni Maulani Saragih dan Idrus

Marham akan mendapat sejumlah uang atau fee sebagai imbalan dari
Johanes Budisutrisno Kotjo, sehingga Eni Maulani Saragih selaku pegawai

negeri atau penyelenggara negara yaitu sebagai anggota Komisi VII Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) periode tahun 2014

sampai dengan tahun 2019 yang diangkat berdasarkan Petikan Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 92/ P Tahun 2014 tanggal 30

September 2014 tentang Peresmian Sdr. Eni Maulani S dalam Keanggotaan

Dewan Perwakilan Rakyat Masa Jabatan Tahun 2014-2019 dan Idrus

Marham menerima hadiah berupa uang secara bertahap yang seluruhnya

berjumlah Rp4.750.000.000,00 (empat miliar tujuh ratus lima puluh juta

rupiah) dari Johanes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold

Natural Resources, Limited (BNR, Ltd), padahal diketahui atau patut diduga

bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakan agar

melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yaitu Eni

Maulani Saragih mengetahui atau patut menduga bahwa hadiah berupa uang

tersebut diberikan agar Eni Maulani Saragih membantu Johanes

Budisutrisno Kotjo untuk mempercepat proses kesepakatan proyek

Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut

Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali

Investasi (PT PJBI) dengan BNR, Ltd. dan China Huadian Engineering

Company Limited (CHEC, Ltd.) yang dibawa oleh Johanes Budisutrisno

Kotjo, yang bertentangan dengan kewajibannya yaitu bertentangan dengan

kewajiban Eni Maulani Saragih selaku anggota DPR-RI periode tahun 2014

sampai dengan tahun 2019 sebagaimana diatur dalam Pasal 81 huruf g


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah jo. Pasal 12 huruf g Peraturan DPR RI Nomor 1

Tahun 2014 tentang Tata Tertib sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

DPR RI Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan DPR RI

Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib jo. Pasal 3 angka 5 Peraturan DPR

RI Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik Anggota DPR RI serta

bertentangan dengan kewajiban Eni Maulani Saragih selaku Penyelenggara

Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5, 4 dan 6 Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara

yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang

dilakukan Terdakwa dengan cara sebagai berikut:

- Bahwa Terdakwa menjabat selaku Direktur Utama PT PLN

(Persero) yang membawahi beberapa Direktur di PT PLN (Persero)

antara lain Supangkat Iwan Santoso selaku Direktur Pengadaan

Strategis-2 dan Nicke Widyawati selaku Direktur Perencanaan

Korporat, dimana PT PLN (Persero) merupakan rekan kerja dari

Komisi VII DPR RI yang membidangi energi, riset dan teknologi,

serta lingkungan hidup;


- Bahwa Johanes Budisutrisno Kotjo merupakan pemegang saham

BNR, Ltd. sebesar 4,3% yaitu sebanyak 40.045.552 (empat puluh

juta empat puluh lima ribu lima ratus lima puluh dua) lembar saham

dan BNR, Ltd. memiliki anak perusahaan yaitu PT Samantaka

Batubara yang sama-sama bergerak di bidang usaha pertambangan

batubara;

- Pada tahun 2015, Johanes Budisutrisno Kotjo melakukan

kesepakatan dengan pihak CHEC, Ltd. mengenai rencana pemberian

fee sebagai agen dalam proyek pembangunan PLTU MT RIAU-1

yang diperkirakan nilai proyeknya sebesar USD900.000.000,00

(sembilan ratus juta dolar Amerika Serikat) dengan fee sebesar 2,5%

yaitu sejumlah USD25.000.000,00 (dua puluh lima juta dolar

Amerika Serikat), yang rencananya akan dibagi oleh Johanes

Budisutrisno Kotjo dengan rincian sebagai berikut:

o JK yaitu Johanes Budisutrisno Kotjo akan mendapatkan

24% dari 2,5% sejumlah USD6.000.000,00 (enam juta

dolar Amerika Serikat);

o SN yaitu Setya Novanto akan mendapatkan 24% dari

2,5% sejumlah USD6.000.000,00 (enam juta dolar

Amerika Serikat);

o AR yaitu Andreas Rinaldi akan mendapatkan 24% dari

2,5% sejumlah USD6.000.000,00 (enam juta dolar

Amerika Serikat);
o PR yaitu Philip Cecile Rickard (CEO PT Samantaka

Batubara) akan mendapatkan 12% dari 2,5% sejumlah

USD3.125.000,00 (tiga juta seratus dua puluh lima ribu

dolar Amerika Serikat);

o Rudy yaitu Rudy Herlambang (Direktur Utama PT

Samantaka Batubara) akan mendapatkan 4% dari 2,5%

sejumlah USD1.000.000,00 (satu juta dolar Amerika

Serikat);

o IK yaitu Intekhab Khan (Chairman BNR,Ltd) akan

mendapatkan 4% dari 2,5% sejumlah USD1.000.000,00

(satu juta dolar Amerika Serikat);

o James yaitu James Rijanto (Direktur PT Samantaka

Batubara) akan mendapatkan 4% dari 2,5% sejumlah

USD1.000.000,00 (satu juta dolar Amerika Serikat);

dan,

o Other yaitu pihak-pihak lain yang membantu akan

mendapatkan 3,5% dari 2,5% sejumlah USD875.000,00

(delapan ratus tujuh puluh lima ribu dolar Amerika

Serikat);

- Pada tanggal 1 Oktober 2015 atas sepengetahuan Johanes

Budisutrisno Kotjo, Rudy Herlambang mengirim surat PT

Samantaka Batubara kepada PT Perusahaan Listrik Negara

(Persero) Nomor: 255/ SBJKTADM/ X/ 2015 perihal


Permohonan Pengajuan Proyek IPP PLTU Mulut tambang 2 X

300 MW di Peranap, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau yang

pada pokoknya memohon agar PT PLN (Persero) memasukan

proyek dimaksud ke dalam Rencana Umum Penyediaan

Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero);

- Selanjutnya karena belum ada tanggapan dari PT PLN

(Persero) terkait surat tersebut, pada tahun 2016 Johanes

Budisutrisno Kotjo menemui Setya Novanto meminta bantuan

agar diberikan jalan untuk berkoordinasi dengan PT PLN

(Persero) terkait proyek PLTU MT RIAU-1. Menindaklanjuti

permintaan Johanes Budisutrisno Kotjo tersebut, bertempat di

ruangan kerja Ketua Fraksi Golongan Karya (Golkar) Gedung

Nusantara DPR-RI, Setya Novanto memperkenalkan Johanes

Budisutrisno Kotjo dengan Eni Maulani Saragih selaku anggota

Komisi VII DPR-RI yang membidangi energi, riset dan

teknologi, dan lingkungan hidup. Pada kesempatan itu Setya

Novanto menyampaikan kepada Eni Maulani Saragih agar

mengawal Johanes Budisutrisno Kotjo dalam proyek PLTU,

untuk itu Johanes Budisutrisno Kotjo menjanjikan akan

memberi hadiah berupa uang kepada Eni Maulani Saragih yang

rencananya akan diambil dari bagian fee agen yang akan

diperoleh Johanes Budisutrisno Kotjo dari CHEC, Ltd. sebesar


2,5% dari total nilai proyek PLTU MT RIAU-1, yang

selanjutnya disanggupi oleh Eni Maulani Saragih;

- Menindaklanjuti permintaan Johanes Budisutrisno Kotjo

tersebut, pada saat rapat kerja antara Komisi VII DPR RI

dengan PT PLN (Persero) di Gedung MPR/ DPR RI, Eni

Maulani Saragih menyampaikan kepada Terdakwa bahwa ia

ditugaskan oleh Setya Novanto untuk mengawal perusahaan

Johanes Budisutrisno Kotjo dalam proyek pembangunan PLTU

MT RIAU-1 di PT PLN (Persero) guna kepentingan mencari

dana untuk Partai Golkar dan Pemilu Legislatif Partai Golkar,

untuk itu Eni Maulani Saragih meminta Terdakwa melakukan

pertemuan dengan Setya Novanto di rumah Setya Novanto,

yang disanggupi oleh Terdakwa;

- Menindaklanjuti permintaan Eni Maulani Saragih, masih pada

tahun 2016, Terdakwa mengajak Supangkat Iwan Santoso

selaku Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN (Persero)

melakukan pertemuan dengan Eni Maulani Saragih dan Setya

Novanto di rumah Setya Novanto. Dalam pertemuan itu, Setya

Novanto meminta proyek PLTGU Jawa III kepada Terdakwa

untuk diberikan kepada Johanes Budisutrisno Kotjo, namun

Terdakwa menjawab jika PLTGU Jawa III sudah ada kandidat

calon perusahaan yang akan mendapatkan proyek tersebut dan

agar mencari proyek pembangkit listrik lainnya, selanjutnya


Eni Maulani Saragih berkoordinasi dengan Supangkat Iwan

Santoso terkait proyek PLTU MT RIAU-1;

- Beberapa waktu kemudian bertempat di Hotel Mulia Senayan,

Terdakwa kembali melakukan pertemuan dengan Eni Maulani

Saragih dan Johanes Budisutrisno Kotjo membahas proyek

pembangunan PLTU MT RIAU-1 dan Jawa sesuai pesan dari

Setya Novanto sebelumnya. Dalam pertemuan itu, Terdakwa

menyampaikan kepada Johanes Budisutrisno Kotjo agar ikut

proyek Riau saja dengan kalimat “Ya sudah kamu di Riau aja,

jangan mikirin di Jawa karena sudah melebihi kapasitas”, yang

kemudian disanggupi oleh Johanes Budisutrisno Kotjo;

- Menindaklanjuti arahan Terdakwa, pada awal tahun 2017

Johanes Budisutrisno Kotjo dan Eni Maulani Saragih menemui

Terdakwa di ruang kerjanya membawa proposal penawaran

terkait proyek pembangunan PLTU MT RIAU-1, dimana

Terdakwa kemudian mengarahkan agar proposal diserahkan

langsung kepada Supangkat Iwan Santoso;

- Selanjutnya masih pada awal tahun 2017 bertempat di Hotel

Fairmont Jakarta, Terdakwa mengajak Supangkat Iwan Santoso

dan Nicke Widyawati melakukan pertemuan dengan Eni

Maulani Saragih dan Johanes Budisutrisno Kotjo. Dalam

pertemuan itu, Eni Maulani Saragih dan Johanes Budisutrisno

Kotjo meminta kepada Terdakwa agar proyek PLTU MT


RIAU-1 tetap dicantumkan dalam RUPTL PT PLN (Persero)

Tahun 2017 sampai dengan 2026, kemudian Terdakwa

meminta Nicke Widyawati untuk menindaklanjuti permintaan

tersebut;

- Atas permintaan Eni Maulani Saragih dan Johanes

Budisutrisno Kotjo tersebut, pada tanggal 29 Maret 2017, IPP

PLTU Mulut tambang 2 X 300 MW di Peranap, Kabupaten

Indragiri Hulu, Riau masuk dalam RUPTL PT PLN (Persero)

2017 sampai dengan 2026 dan telah disetujui masuk dalam

Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT

Pembangkitan Jawa Bali (PT PJB) sesuai dengan surat

permohonan Direktur PT Samantaka Batubara tanggal 01

Oktober 2015, yang pernah diajukan sebelumnya kepada PT

PLN (Persero);

- Pada tanggal 15 Mei 2017, berdasarkan Perpres Nomor 4

Tahun 2016 tentang Percepatan Infrastruktur Ketenagalistrikan,

PT PLN (Persero) menunjuk anak perusahaannya PT PJB

untuk melaksanakan 9 (sembilan) proyek IPP termasuk

diantaranya proyek PLTU MT. RIAU-1 yang nantinya listrik

yang dihasilkan oleh perusahaan IPP tersebut akan dijual

kepada PT PLN (Persero), dengan ketentuan anak perusahaan

PT PLN (Persero) yaitu PT PJB wajib memiliki 51% saham

perusahaan konsorsium;
- Pada bulan Juli tahun 2017 bertempat di ruang kerja Terdakwa

di kantor pusat PT PLN (persero), Terdakwa didampingi oleh

Supangkat Iwan Santoso kembali melakukan pertemuan

dengan Eni Maulani Saragih dan Johanes Budisutrisno Kotjo.

Dalam pertemuan itu atas arahan dari Terdakwa, Supangkat

Iwan Santoso menjelaskan mengenai mekanisme pembangunan

IPP berdasarkan Perpres Nomor 4 Tahun 2016, yang menjadi

acuan PT PLN (Persero) untuk menugaskan anak

perusahaannya bermitra dengan perusahaan swasta dengan

syarat kepemilikan saham anak perusahaan PT PLN (Persero)

minimal 51%, dan Supangkat Iwan Santoso juga

menyampaikan agar mitra yang nantinya bekerjasama dapat

menyediakan pendanaan modal untuk anak perusahaan PT

PLN (Persero). Atas penjelasan tersebut, Johanes Budisutrisno

Kotjo menyatakan siap untuk bekerja sama dengan anak

perusahaan PT PLN (Persero) serta akan melakukan kerjasama

dengan CHEC, Ltd. untuk menjadi penyedia modal dalam

pelaksanaan proyek PLTU MT RIAU-1;

- Masih pada tahun 2017, Terdakwa melakukan pertemuan

dengan Eni Maulani Saragih dan Johanes Budisutrisno di Bank

Rakyat Indonesia (BRI) Lounge. Dalam pertemuan itu

Terdakwa menyampaikan bahwa Johanes Budisutrisno Kotjo

akan mendapatkan proyek PLTU MT RIAU-1 dengan skema


penunjukan langsung, dimana anak perusahaan PLN yaitu PT

PJB akan memiliki saham perusahaan konsorsium minimal

sebesar 51% sesuai dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2016;

- Selanjutnya setelah ada kepastian dari Terdakwa tersebut,

Johanes Budisutrisno Kotjo mengarahkan Rudy Herlambang

selaku Direktur PT Samantaka Batubara menyiapkan dokumen

teknis dan administrasi untuk selanjutnya dilakukan proses due

dilligence oleh pihak PT PLN (Persero). Setelah dilakukan due

diligence, pada tanggal 18 Agustus 2017 PT PLN Batubara

memutuskan untuk melakukan kerja sama dengan PT

Samantaka Batubara sebagai mitra untuk memasok Batubara

terhadap proyek PLTU MT RIAU-1 dengan menerbitkan nota

kesepahaman kerjasama pertambangan batubara antara PT PLN

Batubara No.010/ NK/ DIRPLNBB/ 2017 dengan PT

Samantaka Batubara No.001/ SBB-MOU-PLNBB/ 2017;

- Pada bulan September 2017 bertempat di Restoran Arkadia

Plaza Senayan Jakarta Selatan, Terdakwa dan Supangkat Iwan

Santoso kembali melakukan pertemuan dengan Eni Maulani

Saragih dan Johanes Budisutrisno Kotjo. Dalam pertemuan itu,

Terdakwa memerintahkan Supangkat Iwan Santoso untuk

mengawasi proses kontrak proyek PLTU MT RIAU-1, dan Eni

Maulani Saragih juga meminta kepada Terdakwa dan

Supangkat Iwan Santoso agar Johanes Budisutrisno Kotjo bisa


segera mendapatkan proyek PLTU MT RIAU-1 tersebut;

- Pada tanggal 14 September 2017 bertempat di kantor pusat PT

PLN (Persero), dilakukan penandatanganan kontrak induk

(head of agreement) yang ditandatangani oleh Iwan Agung

Firsantara selaku Direktur Utama PT PJB, Suwarno selaku Plt.

Direktur Utama PT PLN Batubara, Wang Kun perwakilan dari

CHEC, Ltd., Philip Cecile Rickard selaku CEO BNR, Ltd. dan

Rudy Herlambang selaku Direktur Utama PT Samantaka

Batubara, yang pada intinya masing-masing pihak dalam

kontrak induk akan bekerjasama dalam bentuk konsorsium

untuk mengembangkan proyek pembangunan PLTU MT

RIAU-1 dengan komposisi saham konsorsium yaitu PT PJBI

51%, CHEC, Ltd. 37% dan BNR, Ltd. 12%, dan pihak

penyedia suplai batubara untuk proyek tersebut adalah PT

Samantaka Batubara. Selanjutnya masih pada tanggal dan

tempat yang sama, dilaksanakan penandatanganan perjanjian

konsorsium (consortium agreement) yang ditandatangani oleh

Gunawan Yudi Hariyanto selaku Direktur Utama PT PJBI,

Wang Kun selaku Authorized Signatory CHEC, Ltd. dan Philip

Cecile Rickard selaku Direktur Utama BNR, Ltd. yang pada

pokoknya perjanjian konsorsium tersebut menyatakan bahwa

perusahaan konsorsium yaitu PT PJBI, CHEC, Ltd. dan BNR,

Ltd. sepakat untuk mengajukan proposal kepada PT PLN


(Persero) guna mengembangkan, mengoperasikan dan

memelihara proyek PLTU MT RIAU-1;

- Pada tanggal 25 September 2017, bertempat di kantor

perwakilan PT PJB dilaksanakan pertemuan antara Yusri

Febianto Manajer Senior PT PJB, Dwi Hartono selaku Direktur

Operasi PT PJBI, Rudi Herlambang dan Wang Kun. Dalam

pertemuan tersebut diantaranya disepakati bahwa kepemilikan

saham perusahaan konsorsium yang nantinya akan

mengerjakan proyek PLTU MT RIAU-1 yaitu saham mayoritas

dimiliki oleh PT PJBI dengan komposisi saham 51% dengan

setoran tunai modal hanya sebesar 10%, CHEC, Ltd. dengan

komposisi saham 37% dengan setoran tunai modal sebesar

37% ditambah 41% kewajiban PT PJBI yaitu seluruhnya

sebesar 78% dan BNR, Ltd. dengan komposisi saham 12%

dengan setoran tunai modal sebesar 12%;

- Selanjutnya atas arahan Terdakwa agar Power Purchased

Agreement (PPA) proyek PLTU Mulut tambang segera

ditandatangani, maka pada tanggal 22 September 2017 sampai

dengan tanggal 23 September 2017 di Surabaya, Supangkat

Iwan Santoso melakukan rapat konsinyering dengan beberapa

pengurus anak perusahaan PT PLN (Persero) diantaranya

Direktur Utama PT PJB dan Direktur Utama PLN Batubara

selaku pihak terkait dalam proyek pembangunan PLTU MT.


RIAU-1 dan menghasilkan kesepakatan bahwa PPA akan

dilakukan terhadap anak perusahaan PT PLN (Persero) terlebih

dahulu diantaranya PT PJB dan PLN Batubara, yang tujuannya

untuk menaikkan posisi tawar anak perusahaan dalam mencari

rekanan. Hasil rapat konsinyering tersebut oleh Supangkat

Iwan Santoso kemudian dilaporkan kepada Terdakwa, dan atas

laporan itu, Terdakwa meminta agar PPA proyek PLTU MT.

RIAU-1 segera ditandatangani;

- Pada tanggal 29 September 2017, dengan tujuan untuk

mempercepat proses kesepakatan akhir proyek PLTU MT.

RIAU-1 antara PT PJBI dengan BNR, Ltd. dan CHEC, Ltd.,

sebelum ditandatanganinya letter of intent (LOI) Terdakwa

terlebih dahulu menandatangani PPA proyek PLTU MT RIAU-

1 dengan mencantumkan tanggal maju yaitu tanggal 6 Oktober

2017, padahal LOI No.1958/ DAN.02.04/ DITDAN-2/ 2017

perihal Letter of Intent (LOI) for the Development or Riau-1

MM CFSPP (2x300 MW) IPP Project baru ditandatangani oleh

Supangkat Iwan Santoso selaku Direktur Pengadaan Strategis 2

PT PLN (Persero) dan Dwi Hartono selaku perwakilan

perusahaan konsorsium pada tanggal 17 Januari 2018 dengan

menggunakan tanggal mundur (back date) yaitu tertanggal 6

Oktober 2017, yang diantaranya berisi masa kontrak 25 (dua

puluh lima) tahun dengan tarif dasar USD5,4916 (lima koma


empat sembilan satu enam sen dolar Amerika Serikat) per

kWh, dan segera membentuk perusahaan proyek yang akan

menjadi pihak penjual berdasarkan PPA;

- Selanjutnya setelah Setya Novanto menjadi tersangka dalam

kasus E-KTP, Eni Maulani Saragih mulai melaporkan

perkembangan proyek PLTU MT RIAU-1 kepada Idrus

Marham dengan tujuan agar nantinya Eni Maulani Saragih

tetap diperhatikan oleh Johanes Budisutrisno Kotjo karena

Idrus Marham merupakan Sekjen Partai Golkar pada saat itu.

Kemudian Eni Maulani Saragih menyampaikan kepada Idrus

Marham bahwa Eni Maulani Saragih akan mendapatkan fee

dari Johanes Budisutrisno Kotjo untuk mengawal proyek PLTU

MT Riau-1;

- Pada tanggal 25 September 2017, Eni Maulani Saragih

berkomunikasi melalui telepon dengan Idrus Marham. Dalam

komunikasi tersebut Idrus Marham mengarahkan Eni Maulani

Saragih untuk meminta uang sejumlah USD2.500.000,00 (dua

juta lima ratus ribu dolar Amerika Serikat) kepada Johanes

Budisutrisno Kotjo untuk keperluan Munaslub Partai Golkar,

yang kemudian disanggupi oleh Eni Maulani Saragih;

- Pada tanggal 6 Juni 2018, Terdakwa melakukan pertemuan

dengan Eni Maulani Saragih, Idrus Marham dan Johanes

Budisutrisno Kotjo di rumah Terdakwa. Dalam pertemuan itu


disepakati bahwa Terdakwa akan mendorong agar PT PLN

(Persero) dan PT PJBI segera menandatangani amandemen

perjanjian konsorsium yang rencananya akan dilakukan

keesokan harinya;

- Selanjutnya pada tanggal 7 Juni 2018, bertempat di kantor

pusat PT PLN (Persero) Eni Maulani Saragih kembali

memfasilitasi pertemuan antara Rudy Herlambang selaku

Direktur Utama PT Samantaka Batubara dengan Supangkat

Iwan Santoso. Dalam pertemuan tersebut dilaksanakan

penandatanganan amandemen perjanjian konsorsium oleh PT

PJBI, CHEC, Ltd. dan BNR, Ltd., yang mana dimasukkan

ketentuan tambahan diantaranya dalam Pasal 3.3 yang

menyatakan para pihak sepakat dan memahami bahwa untuk

pengelolaan perusahaan proyek harus dilaksanakan dalam

bentuk pengendalian bersama dan tunduk kepada hal- hal

khusus (reserved matters);

- Pada tanggal 2 Juli 2018 sekitar pukul 11:37:20 WIB, Eni

Maulani Saragih menelepon Terdakwa untuk membuat janji

pertemuan dengan Terdakwa. Kemudian Eni Maulani Saragih

juga menyampaikan kepada Terdakwa “Terkait yang kemarin,

Huadian sudah selesai, dan penting juga itu buat Bang Idrus

kita. Jadi saya penting ngomong. Karena yang bisa inikan ke

Pak Kotjo itu Pak Sofyan, jadi saya perlu untuk bertemu
dengan Pak Sofyan sendiri, baru setelah itu saya ajak Pak

Kotjo, gitu Pak” yang selanjutnya disanggupi oleh Terdakwa;

- Menindaklanjuti percakapan tersebut, pada tanggal 3 Juli 2018

bertempat di House of Yuen Dining and Restaurant Fairmont

Hotel, Terdakwa melakukan pertemuan dengan Eni Maulani

Saragih. Dalam pertemuan tersebut Eni Maulani Saragih

menyampaikan kepada Terdakwa agar kesepakatan PPA PLTU

MT. RIAU-1 harus jelas, sehingga perlu untuk finalisasi

kesepakatan kembali dengan Johanes Budisutrisno Kotjo.

Selanjutnya Eni Maulani Saragih mengatakan jika Johanes

Budisutrisno Kotjo sudah berkoordinasi dengan CHEC, Ltd. di

Beijing dan hasilnya CHEC, Ltd. sudah bersedia untuk

memenuhi persyaratan PPA. Keesokan harinya, Eni Maulani

Saragih melaporkan hasil pertemuan tersebut kepada Idrus

Marham serta menyampaikan akan adanya pembagian fee

kepada Terdakwa, Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham

setelah proses kesepakatan proyek PLTU MT. RIAU-1 selesai;

- Bahwa atas bantuan Terdakwa yang telah memfasilitasi Eni

Maulani Saragih dalam mempercepat proses kesepakatan

proyek IPP PLTU MT RIAU-1 antara PT PJBI dengan BNR,

Ltd. dan CHEC, Ltd. yang dibawa oleh Johanes Budisutrisno

Kotjo, maka untuk kepentingan Munaslub Partai Golkar dan

kampanye pilkada suami Eni Maulani Saragih sebagai calon


Bupati Temanggung yang diusung oleh Partai Golkar, Eni

Maulani Saragih bersama dengan Idrus Marham telah

menerima imbalan berupa uang secara bertahap seluruhnya

sejumlah Rp4.750.000.000,00 (empat miliar tujuh ratus lima

puluh juta rupiah) melalui Tahta Maharaya selaku tenaga ahli

Eni Maulani Saragih di kantor Johanes Budisutrisno Kotjo di

Graha BIP Jakarta, dengan rincian sebagai berikut:

a) Pada tanggal 18 Desember 2017 uang sejumlah

Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);

b) Pada tanggal 14 Maret 2018 uang sejumlah

Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);

c) Pada tanggal 8 Juni 2018 uang sejumlah Rp250.000.000,00

(dua ratus lima puluh juta rupiah);

d) Pada tanggal 13 Juli 2018 uang sejumlah Rp500.000.000,00

(lima ratus juta rupiah).

Selanjutnya sesaat setelah pemberian uang pada tanggal 13 Juli

2018 tersebut, Johanes Budisutrisno Kotjo dan Eni Maulani

Saragih diamankan oleh petugas KPK beserta uang sejumlah

Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

- Bahwa dari total penerimaan uang dari Johanes Budisutrisno

Kotjo sejumlah Rp4.750.000.000,00 (empat miliar tujuh ratus

lima puluh juta rupiah) tersebut, sejumlah Rp713.000.000,00

(tujuh ratus tiga belas juta rupiah) diserahkan oleh Eni Maulani
Saragih selaku Bendahara Munaslub Partai Golkar kepada

Muhammad Sarmuji selaku Wakil Sekretaris Steering

Committe Munaslub Partai Golkar Tahun 2017 sesuai dengan

keinginan Idrus Marham selaku Penanggung Jawab Munaslub

Partai Golkar Tahun 2017, sedangkan sisanya dipergunakan

oleh Eni Maulani Saragih untuk kepentingan kampanye

suaminya dalam Pilkada Calon Bupati Temanggung di Jawa

Tengah yang diusung oleh Partai Golkar.


B. Putusan

Menimbang, bahwa di persidangan Penuntut Umum telah mengajukan barang

bukti yang telah diperlihatkan baik kepada para saksi maupun kepada

Terdakwa selengkapnya sebagaimana terlampir dalam Berita Acara

Persidangan;

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan satu

persatu unsur-unsur tersebut dihubungkan dengan fakta-fakta hukum yang

terungkap di depan persidangan yaitu :

Ad.1. Unsur Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara:

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Menurut ketentuan

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang- Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

“Pegawai Negeri adalah meliputi :

a. Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang

Kepegawaian;

b. Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana;

c. Orang yang menerima gaji atau upah dari Keuangan Negara atau Daerah;

d. Orang yang menerima gaji atau upah dari satu korporasi yang menerima

bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau,

e. Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang

mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat;


Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan Pengertian Penyelenggara Negara

sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah

Penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan

Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Menimbang, bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang- Undang

Nomor 28 Tahun 1999 menentukan ”Penyelenggara Negara adalah Pejabat

Negara yang menjalankan fungsi Eksekutif, Legislatif, atau Yudikatif dan

pejabat lain yang berfungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan

penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku”.

Menimbang, bahwa sedangkan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28

Tahun 1999 menentukan bahwa Penyelenggara Negara meliputi :

a. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;

b. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;

c. Menteri;

d. Gubernur;

e. Hakim;

f. Pejabat Negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku;


g. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan

Penyelenggara Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Menimbang, bahwa dari pengertian unsur Pegawai Negeri atau Penyelengga

tersebut, dihubungkan dengan keterangan saksi-saksi, keterangan Terdakwa,

barang bukti surat serta barang bukti lainnya, bahwa Terdakwa Sofyan Basir

adalah Direktur Utama PT PLN (Persero) yang telah menanda tangani

Kesepakatan Proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Tenaga

Uap Mulut Tambang Riau-1 (PLTU MT Riau-1) antara PT Pembangkit Jawa

Bali Investasi (PT PJBI) dengan BNR dan Cina Huadian Engeneering

Company Limited (Chec ltd) dan telah memberikan keterangan dipersidangan

dalam keadaan sehat jasmani dan rohani dan apa yang didakwakan kepada

Terdakwa Sofyan Basir adalah berkaitan dengan perkara Tindak Pidana

Korupsi atas nama Eny Maulani Saragih yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap sebagai anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia (DPR R.I.) periode tahun 2014 s.d. tahun 2019 berdasarkan

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 92/ P Tahun 2014 tanggal 30

September 2014, dan kedudukan Eny Maulani Saragih dalam perkara a quo

adalah sebagai Penyelenggara Negara, maka dengan demikian unsur pasal

“pegawai negeri atau penyelenggara negara” telah terpenuhi menurut hukum.

Ad.2. Unsur Menerima Hadiah atau Janji;


Menimbang, bahwa perbuatan menerima sesuatu termasuk janji, harus nyata-

nyata telah diterima oleh orang yang menerima, maka dalam tindak pidana

formil dengan perbuatan menerima pun diperlukan syarat materiil, terutama

pada perbuatan menerima sesuatu berupa benda/ hadiah yang baru dianggap

perbuatan menerima hadiah selesai, kalau nyata-nyata benda itu telah diterima

oleh yang menerima yakni diperlukan syarat telah beralihnya kekuasaan atas

benda itu ke tangan orang yang menerima;

Menimbang, bahwa objek sesuatu janji yang diberikan oleh si Penyuap pada

Pegawai Negeri sesuai ketentuan Pasal 92 ayat (2) KUHPidana, selesainya

perbuatan menerima suatu janji, haruslah secara nyata janji tersebut diterima

oleh Pegawai Negeri, bisa dengan ucapan misalnya dengan kata “baik”,

“setuju”, “iya”, dan sebagainya sebagai pertanda diterimanya janji tersebut,

atau dengan isyarat misalnya dengan “anggukan kepala”;

Menimbang bahwa unsur perbuatan menerima telah terkandung unsur

kesengajaan secara diam/ terselubung. Namun oleh karena tidak dicantumkan

kesengajaan terhadap perbuatan dalam rumusan, maka kesengajaan atau

kehendak untuk mewujudkan perbuatan menerima tidak perlu dibuktikan

secara khusus, yang harus dibuktikan cukup adanya perbuatan menerima saja,

maka dengan terbuktinya perbuatan menerima, maka dianggap terbukti pula

akan adanya kesengajaan yang diarahkan pada perbuatan itu (Adami Chazawi

Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia Cetakan kedua, April

2005, Penerbit Bayumedia hal.173-174 dan 198-199);


Menimbang, bahwa selanjutnya Adami Chazawi menyatakan bahwa yang

dimaksud dengan “Hadiah” adalah menurut tata bahasa lebih mengacu pada

pengertian benda atau kebendaan yang bernilai uang;

Menimbang, bahwa menurut R. Wiyono yang dimaksud dengan hadiah adalah

sesuatu yang mempunyai nilai, sedangkan yang dimaksud dengan janji adalah

tawaran sesuatu yang diajukan dan akan dipenuhi oleh si pemberi tawaran.

Sesuatu adalah baik berupa benda berwujud, misalnya uang, mobil, televisi

atau tiket pesawat terbang atau benda tidak berwujud misalnya hak yang

termasuk dalam hak atas kekayaan intelektual (HAKI) maupun fasilitas untuk

bermalam di suatu hotel berbintang, sedangkan janji adalah tawaran sesuatu

yang diajukan dan akan dipenuhi oleh si pemberi tawaran. Hal ini sejalan

dengan Putusan Hoge Raad tanggal 25 April 1916, yang menyatakan hadiah

adalah segala sesuatu yang mempunyai arti ( R. Wijono “Pembahasan Undang-

undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, cetakan Pertama, Juni 2005,

Penerbit Sinar Grafika, hal.46-47 dan hal.86);

Menimbang, bahwa sejalan dengan Putusan Makamah Agung RI tanggal 3

Agustus 1963 Nomor 39 K/ Kr/ 1963 memberikan pertimbangan hukum bahwa

pemberian atau penerimaan itu tidak perlu dilakukan diwaktu pegawai negeri

atau penyelenggara yang bersangkutan sedang melakukan dinasnya, melainkan

dapat juga diberikan atau diterimanya di rumah sebagai kenalan;

Menimbang, bahwa dari pengertian Unsur Menerima Hadiah atau Janji tersebut

dihubungkan dengan fakta hukum yang terungkap dipersidangan yang


diperoleh dari keterangan saksi-saksi, keterangan Terdakwa barang bukti surat

dan barang bukti lainnya, bahwa terkait dengan belum ditanggapinya surat

yang diajukan oleh PT Samantaka Nomor 255/ SBJKTADM/ X/ 2015 kepada

PT PLN (Persero) tentang Permohonan Pengajuan Proyek IPP PLTU Mulut

tambang 2 x 300 MW di Peranap, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau tersebut,

kemudian Johanes Budisutrisno Kotjo menemui Setya Novanto pada tahun

2016 untuk meminta bantuan agar diberikan jalan untuk berkoordinasi dengan

PT PLN (Persero), dan sebagai tindak lanjutnya bertempat di ruangan kerja

Ketua Fraksi Golongan Karya (Golkar) Gedung Nusantara DPR R.I., Setya

Novanto memperkenalkannya dengan Eni Maulani Saragih yang pada saat itu

selaku anggota Komisi VII DPR R.I. yang membidangi energi, riset dan

teknologi, dan lingkungan hidup yang merupakan mitra kerja dari PT PLN

(Persero). Dan Setya Novanto menyampaikan kepada Eni Maulani Saragih

untuk mengawal Johanes Budisutrisno Kotjo dalam proyek PLTU, dan Johanes

Budisutrisno menjanjikan untuk memberikan hadiah berupa uang kepada Eni

Maulani Saragih yang rencananya akan diambilkan dari bagian fee agen yang

akan diperoleh dari China Huadian Engineering Company, Ltd. (CHEC, Ltd.)

sebesar 2,5% dan hal ini disanggupi oleh Eni Maulani Saragih;

Menimbang, bahwa rencana pemberian fee agen sebesar 2,5% tersebut

diperkirakan nilainya sebesar USD900.000.000,00 (sembilan ratus juta dolar

Amerika Serikat) sehingga berjumlah USD25.000.000,00 (dua puluh lima juta

dolar Amerika Serikat), yang rinciannya yaitu : JK yaitu Johanes Budisutrisno

Kotjo mendapatkan 24% dari 2,5% sejumlah USD6.000.000,00 (enam juta


dolar Amerika Serikat), SN yaitu Setya Novanto mendapatkan 24% dari 2,5%

sejumlah USD6.000.000,00 (enam juta dolar Amerika Serikat), AR yaitu

Andreas Rinaldi mendapatkan 24% dari 2,5% sejumlah USD6.000.000,00

(enam juta dolar Amerika Serikat), PR yaitu Philip Cecile (CEO PT Samantaka

Batubara) akan mendapatkan 12% dari 2,5% sejumlah USD3.125.000,00 (tiga

juta seratus dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat), Rudy yaitu Rudy

Herlembang (Direktur Utama PT Samantaka Batubara) mendapatkan 4% dari

2,5% sejumlah USD1.000.000,00 (satu juta dolar Amerika Serikat), IK yaitu

Intekhab (Chairman BNR, Ltd.) mendapatkan 4% dari 2,5% sejumlah

USD1.000.000,00 ( satu juta dolar Amerika Serikat), James yaitu James

Rijanto (Direktur PT Samantaka Batubara) akan mendapatkan 4% dari 2,5%

sejumlah USD1.000.000,00 (satu juta dolar Amerika Serikat); dan Other yaitu

pihak-pihak lain yang membantu akan mendapatkan 3,5% dari 2,5% sejumlah

USD875.000,00 (delapan ratus tujuh puluh lima ribu dolar Amerika Serikat);

Menimbang, bahwa terkait dengan janji untuk memberikan fee atau hadiah dari

Johanes Budisutisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih yang total jumlahnya

yang telah diterima baik untuk kepentingan Munaslub Partai Golkar dan

kampanye pilkada suaminya sebagai calon Bupati Temanggung yang diusung

oleh Partai Golkar, berupa uang secara bertahap seluruhnya sejumlah

Rp4.750.000.000,00 (empat miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah) yang

diterimanya melalui Tahta Maharaya yang merupakan tenaga ahli dari Eni

Maulani Saragih di kantor Johannes Budisutrisno Kotjo di Graha BIP Jakarta;


Menimbang, bahwa rincian uang yang diterima oleh Eni Maulani Saragih

adalah pada tanggal 18 Desember 2017 sebesar Rp2.000.000.000,00 ( dua

miliar rupiah), tanggal 14 Maret 2018 sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar

rupiah), tanggal 8 Juni 2018 sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh

juta rupiah) dan tanggal 13 Juli 2018 uang sejumlah Rp500.000.000,00 (lima

ratus juta rupiah);

Menimbang, bahwa dari total jumlah uang yang diterima oleh Eni Maulani

Saragih Rp4.750.000.000,00 (empat miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah),

dimana sejumlah Rp713.000.000,00 (tujuh ratus tiga belas juta rupiah)

diserahkan kepada Muhammad Sarmudji yang pada saat itu menjabat wakil

sekretaris steering committe Munaslub Partai Golkar Tahun 2017 dan sisanya

dipergunakan untuk kepentingan kampanye suaminya dalam Pilkada Calon

Bupati Temanggung di Jawa Tengah;

Menimbang, bahwa dari uraian-uraian pertimbangan Majelis Hakim tersebut

diatas dengan diterima uang sebesar Rp4.750.000.000,00 (empat miliar tujuh

ratus lima puluh juta rupiah) oleh Eni Maulani Saragih, dan sebesar

Rp713.000.000,00 (tujuh ratus tiga belas juta rupiah) diserahkan kepada

Muhammad Sarmudji yang pada saat itu menjabat wakil sekretaris steering

committe Munaslub Partai Golkar Tahun 2017, maka dengan demikian unsur

menerima hadiah oleh Eni Maulani Saragih sebagaimana Pengadilan Tindak

Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap, sehingga unsur delik “menerima hadiah atau janji” telah

terpenuhi menurut hukum.


Ad.3. Unsur padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji

tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak

melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan

kewajibannya:

Menimbang, bahwa unsur padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah

atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak

melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya

adalah merupakan unsur subyektif yang didalamnya mengandung dua

pengetian alternative yaitu : “Diketahui atau Paut diduga” bahwa janji atau

hadiah tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak

melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;

Menimbang, bahwa rumusan ini dapat dipahami ada dua kemungkinan

kesalahan Terdakwa yang telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu

dalam jabatannya, yang bertentangan kewajibannya, yang satu merupakan

kesengajaan dan yang lain merupakan kealpaan;

Menimbang, bahwa pencantuman kata “diketahui” bahwa hadiah atau janji

tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan

sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya, maka hal

tersebut termasuk dalam kesalahan karena kesenajaan, hal ini sebagaimana

pendapat A.Z Abidin dan Andi Hamzah dalam bukunya “Pengantar Dalam

Hukum Pidana Indonesia, Yasrif Watampone, Jakarta 2010 hal 143

menyatakan “kadang-kadang undang-undang sendiri memakai istilah lain


disamping istilah “dengan sengaja” (opzettelijk) seperti “mengetahui bahwa”

(wetende dat) sebagaimana tercantum di dalam pasal 220 KUHP atau “tahu

tentang” (kennis dragende va) sebagaimana tercantum di dalam pasal 164

KUHP. Dengan kata-kata itu dimaksudkan sama dengan istilah “dengan

sengaja” (opzettelijk). Hal ini dapat dilihat dalam Memory Penjelasan

(Memory van Toelichting)”;

Menimang, bahwa kesalahan karena kealfaan tergambar dari kata “patut

diduga” bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar

melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan

dengan kewajibannya;

Menimbang, bahwa selanjutnya perbuatan Pegawai Negeri atau Penyelenggara

Negara yang menerima hadiah atau janji harus telah benar-benar terbukti niat si

pemberi untuk menggerakkan Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara agar

melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan

dengan kewajibannya atau tidak (Drs. P.A.F. Lamintang, S.H., dalam bukunya

“Delik-delik Khusus Kejahatan Jabatan dan Kejahatan-kejahatan Jabatan

Tertentu Sebagai Tindak Pidana Korupsi” Penerbit Pionir Jaya Bandung

halaman 98) menjelaskan “Undang-undang tidak mensyaratkan keharusan

adanya kekuasaan atau kewenangan dari Pegawai Negeri yang menerima

pemberian untuk melakukan sesuatu tiundakan tertentut, melainkan cukup

jabatannya itu memberikan kemungkinan bagi dirinya sendiri untuk dapat

melakukan tindakan seperti itu ….”;


Menimbang, bahwa dari pengertian unsur padahal diketahui atau patut diduga

bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar

melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan

dengan kewajibannya dihubungkan dengan keterangan saksi-saksi, keterangan

Terdakwa alat bukti surat dan barang bukti lainnya, maka diperoleh fakta

hukum bahwa sebagaimana yang telah Majelis Hakim pertimbangkan dalam

pertimbangan unsur menerima Hadiah atau Janji yaitu Eni Maulani Saragih

yang merupakan Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia periode 2014 sampai dengan 2019 telah menerima pemberian dari

Johanes Budisutrisno Kotjo yang totalnya berjumlah Rp4.750.000.000,00

(empat miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah);

Menimbang, bahwa sedangkan Johanes Budisutrisno Kotjo yang memberikan

uang kepada Eni Maulani Saragih adalah merupakan pemegang 4,3% saham

BNR, Ltd. yaitu sebanyak 40.045.552 (empat puluh juta empat puluh lima ribu

lima ratus lima puluh dua) lembar saham, dan diketahui bahwa BNR, Ltd.

Adalah merupakan anak Perusahaan PT Samantaka Batubara yang bergerak

dalam bidang pertambangan batubara;

Menimbang, bahwa Johanes Budisutrisno Kotjo pada sekitar tahun 2015

mengetahui ada rencana pembangunan PLTU Mulut Tambang Riau 1,

kemudian berusaha mencari investor yang bersedia melaksanakan proyek

tersebut, yang akhirnya mendapatkan perusahaaan berasal dari China CHEC,

Ltd., dengan perjanjian apabila proyek tersebut berjalan, Johanes Budisutrisno

Kotjo akan mendapatkan fee sebesar 2,5% atau sekitar USD25.000.000,00 (dua
puluh lima juta dolar Amerika Serikat) dari nilai proyek USD900.000.000,00

(sembilan ratus juta dolar Amerika Serikat), dan fee tersebut akan dibagikan

bagikan yaitu :

a. Untuk Johanes Budisutrisno sebesar 24% atau sekitar USD6.000.000,00

(enam juta dolar Amerika Serikat);

b. Setya Novanto sebesar 24% atau sekitar USD6.000.000,00 (enam juta

dolar Amerika Serikat);

c. Andreas Rinaldi sebesar 24% atau sekitar USD6.000.000,00 (enam juta

dolar Amerika Serikat);

d. Rickard Philip Cecile (CEO PT BNR, Ltd.) sebesar 12% atau sekitar

USD3.125.000,00 (tiga juta seratus dua puluh lima ribu dolar Amerika

Serikat);

e. Rudy Herlambang (Direktur Utama PT Samantaka Batubara) sebesar 4%

atau sekitar USD1.000.000,00 (satu juta dolar Amerika Serikat);

f. Intekhab Khan(Chairman BNR, Ltd) sebesar 4% atau sekitar

USD1.000.000,00 (satu juta dolar Amerika Serikat);

g. James Rijanto (Direktur PT Samantaka Batubara) sebesar 4% atau sekitar

USD1.000.000,00 (satu juta dolar Amerika Serikat);

h. Pihak-pihak lain yang membantu sebesar 3,5% atau sekitar

USD875.000,00 (delapan ratus tujuh puluh lima ribu dolar Amerika

Serikat).

Menimbang, bahwa selanjutnya Johanes Budisutrisno Kotjo berkeinginan

untuk mengajukan permohonan agar Proyek Independent Power Producer


(IPP) PLTU Mulut Tambang 2 X 300 MW di Peranap, Kabupaten Indragiri

Hulu, Riau masuk ke dalam RUPTL PT PLN (Persero), untuk itu mengarahkan

Rudy Herlambang (Direktur Utama PT Samantaka Batubara) untuk mengirim

surat permohonan kepada PT PLN Persero, yang kemudian tanggal 1 Oktober

2015, Rudy Herlambang selaku Direktur PT Samantaka Batubara mengajukan

permohonan agar proyek dimaksud dalam bentuk Independent Power Producer

(IPP) kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), surat Nomor 255/

SBJKTADM/ X/ 2015 perihal Permohonan Pengajuan Proyek Independent

Power Producer (IPP) PLTU Mulut Tambang 2 X 300 MW di Peranap,

Kabupaten Indragiri Hulu, Riau yang pada pokoknya memohon agar PT PLN

(Persero) memasukkan proyek itu ke dalam rencana umum penyediaan tenaga

listrik (RUPTL) PT PLN (Persero);

Menimbang, bahwa oleh karena permohonan yang diajukan tersebut belum

mendapat tanggapan dari PT PLN (Persero), Johanes Budisutrisno Kotjo

menemui Setya Novanto pada awal tahun 2016 untuk meminta bantuan bisa

dipertemukan dengan pihak PT PLN (Persero), kemudian Setya Novanto

memperkenalkan Eni Maulani Saragih selaku anggota Komisi VII DPR RI

yang membidangi Energy, Riset dan Teknologi serta Lingkungan Hidup

dengan Johanes Budisutrisno Kotjo di ruang kerja Ketua Fraksi Golongan

Karya (Golkar) di Gedung Nusantara DPR-RI, kemudian Setya Novanto

meminta Eni Maulani Saragih untuk membantu Johanes Budisutrisno Kotjo di

proyek PLTU;
Menimbang, bahwa Johanes Budisutrisno Kotjo dalam Plaksanaan Proyek

PLTU MT RIAU-1 ada menjanjikan fee kepada Eni Maulani Saragih dan

secara aktif melakukan pengawalan terhadap Perusahaan-perusahaan yang

diwakili Johanes Budisutrisno Kotjo seperti BNR, Ltd. Dan CHEC, Ltd dengan

tujuan agar perusahaan tersebut berhasil mendapatkan Proyek PLTU MT

RIAU-1 dari PT PLN (Persero);

Menimbang, bahwa untuk menindak lanjuti permintaan dari Johanes

Budisutrisno Kotjo, maka pada saat rapat kerja Komisi VII DPR R.I. dengan

Pihak PT PLN (Persero) di Gedung MPR/ DPR R.I., Eni Maulani Saragih

menyampaikan kepada Terdakwa Sofyan Basir kalau dirinya ditugaskan oleh

Setya Novanto untuk mengawal perusahaan Johanes Budisutrisno Kotjo dalam

proyek pembangunan PLTU MT Riau-1 di PT PLN (Persero), dan meminta

Terdakwa Sofyan Basir untuk melakukan pertemuan dengan Setya Novanto di

rumahnya Setya Novanto;

Menimbang, bahwa atas permintaan Eni Maulani Saragih tersebut, pada tahun

2016 Terdakwa Sofyan Basir dengan didampingi oleh Supangkat Iwan Santoso

Direktur pengadaan strategis 2 PT PLN (Persero) untuk melakukan pertemuan

dengan Eni Maulani Saragih dan Setya Novanto di rumah Setya Novanto.

Dalam pertemuan itu, Setya Novanto meminta proyek PLTGU Jawa III kepada

Terdakwa Sofyan Basir, namun Terdakwa Sofyan Basir menjawab jika


PLTGU Jawa III sudah ada kandidat calon perusahaan yang akan mendapatkan

proyek tersebut, dan agar mencari proyek pembangkit listrik lainnya;

Menimbang, bahwa Eni Maulani Saragih pada tahun 2017 memperkenalkan

Johanes Budisutrisno Kotjo dengan Terdakwa Sofyan Basir di Kantor Pusat PT

PLN (Persero) dengan mengatakan Johanes Budisutrisno Kotjo adalah seorang

pengusaha tambang yang tertarik untuk ikut menjadi investor dalam proyek

PLTU MT RIAU-1. Dan Sofyan Basir meminta supaya penawarannya

diserahkan dan dikoordinasikan Supangkat Iwan Santoso;

Menimbang, bahwa masih dalam tahun 2017 dilakukan pertemuan antara

Terdakwa Sofyan Basir dengan didampingi oleh Supangkat Iwan Santoso dan

Nicke Widyawati dengan Eni Maulani Saragi dan Johanes Budisutrisno Kotjo

di Hotel Fairmont Jakarta dan pada pertemuan tersebut Eni Maulani Saragih

dan Johanes Budisutrisno Kotjo meminta kepada Terdakwa Sofyan Basir agar

proyek PLTU MT Riau-1 tetap dicantumkan dalam RUPTL PT PLN (Persero)

Tahun 2017 s.d. 2026, kemudian Terdakwa Sofyan Basir meminta Nicke

Widyawati untuk menindaklanjutinya;

Menimbang,bahwa sesuai dengan ketentuan Perpres Nomor 4 Tahun 2016,

tentang Perecepatan Infrastruktur Ketenagalistrikan maka tanggal 15 Mei 2017

PT PLN (Persero) menunjuk anak perusahaannya PT PJB untuk melaksanakan

9 (sembilan) proyek IPP termasuk diantaranya proyek PLTU MT Riau-1 yang

nantinya listrik yang dihasilkan oleh perusahaan IPP tersebut akan dijual
kepada PT PLN (Persero), dengan ketentuan anak perusahaan PT PLN

(Persero) yaitu PT PJB wajib memiliki 51% saham perusahaan konsorsium;

Menimbang, bahwa Eni Maulani Saragaih dan Johanes Buisutrisno Kotjo

kembali melakukan pertemuan dengan Terdakwa Sofyan Basir yang

didampingi oleh Supangkat Iwan Santoso diruang kerja Terdakwa Sofyan

Basir pada bulan Juli 2017 dan pada pertemuan tersebut Supangkat Iwan

Santoso menjelaskan mengenai mekanisme pembangunan IPP sesuai dengan

Perpres Nomor 4 Tahun 2016, yang menjadi acuan PT PLN (Persero) untuk

menugaskan anak perusahaannya bermitra dengan perusahaan swasta dengan

syarat kepemilikan saham anak perusahaan PT PLN (Persero) minimal 51%,

dan menyampaikan agar mitra serta bekerjasama untuk menyediakan

pendanaan modal bagi anak perusahaan PT PLN (Persero), dari penjelasan

tersebut kemudian Johanes Budisutrisn Kotjo menyatakan kesediaannya untuk

bekerja sama dengan anak perusahaan PT PLN (Persero) serta akan melakukan

kerjasama juga dengan CHEC, Ltd. untuk menjadi penyedia modal dalam

pelaksanaan proyek PLTU MT Riau-1;

Menimbang, bahwa Eni Maulani Saragih dan Johanes Budisutrisno Kotjo

masih dalam tahun 2017 melakukan petemuan dengan Terdakwa Sofyan Basir

di di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Lounge, pada pertemuan disampaikan

untuk Proyek PLTU Riau-1 akan dilakukan Penunjukan Langsung dimana

anak perusahaan PLN yaitu PT PJB akan memiliki saham perusahaan

konsorsium minimal sebesar 51%, hal ini sesuai dengan ketentuan Perpres

Nomor 4 Tahun 2016;


Menimbang, bahwa selanjutnya Johanes Budisutrisno Kotjo meminta Rudy

Herlambang Direktur PT Samantaka Batubara untuk menyiapkan dokumen

teknis dan administrasi untuk dilakukan proses due dilligence oleh pihak PT

PLN (Persero) dan pada tanggal 18 Agustus 2017 PT PLN Batubara

memutuskan untuk melakukan kerja sama dengan PT Samantaka Batubara

sebagai mitra untuk memasok batubara terhadap proyek PLTU MT Riau-1

dengan menerbitkan nota kesepahaman kerjasama pertambangan batubara

antara PT PLN Batubara Nomor 010/ NK/ DIRPLNBB/ 2017 dengan PT

Samantaka Batubara Nomor 001/ SBB-MOU-PLNBB/ 2017;

Menimbang, bahwa Terdakwa Sofyan Basir dan Supangkat Iwan Santoso pada

bulan September 2017 di Restoran Arkadia Plaza Senayan Jakarta dilakukan

pertemuan dengan Eni Maulani Saragih dan Johanes Budisutrisno Kotjo,

dimana pada pertemuan tersebut Terdakwa Sofyan Basir memerintahkan

Supangkat Iwan Santsoso agar mengawasi proses kontrak proyek PLTU MT

Riau-1, dan Pada tanggal 14 September 2017 di kantor pusat PT PLN

(Persero), dilakukan penandatanganan kontrak induk (head of agreement) oleh

Iwan Agung Firsantara Direktur Utama PT PJB, Suwarno Plt. Direktur utama

PT PLN Batubara, Wang Kun perwakilan dari CHEC, Ltd., Phipil Cecile

Rickard Ceo BNR, Ltd. dan Rudy Herlambang Direktur utama PT Samantaka

Batubara;

Menimbang, bahwa inti dari kontrak tersebut yaitu masing-masing pihak akan

bekerjasama dalam bentuk konsorsium untuk mengembangkan proyek

pembangunan PLTU MT Riau-1 dengan komposisi saham konsorsium PT


PJBI 51%, CHEC, Ltd. 37% dan BNR, Ltd. 12%, serta pihak yang akan

mensuplai batubara adalah PT Samantaka Batubara, disamping itu juga

dilaksanakan penandatanganan perjanjian konsorsium (consortium agreement)

oleh Gunawan Yudi Hariyanto Direktur utama PT PJBI, Wang Kun authorized

signatory Chec, Ltd., Philip Cecile Rickard Direktur utama BNR, Ltd. yang

pada pokoknya perjanjian menyatakan bahwa perusahaan konsorsium yaitu PT

PJBI, CHEC, Ltd. dan BNR, Ltd. sepakat untuk mengajukan proposal kepada

PT PLN (Persero) guna mengembangkan, mengoperasikan dan memelihara

proyek PLTU MT Riau-1;

Menimbang, bahwa tanggal 25 September 2017, dilakukan pertemuan di

kantor perwakilan PT PJB antara Yusri Febianto Manajer Senior PT PJB, Dwi

Hartono direktur operasi PT PJBI, Rudi Herlambang dan Wang Kun, pada

pertemuan tersebut disepakati bahwa kepemilikan saham perusahaan

konsorsium yang nantinya akan mengerjakan proyek PLTU MT Riau-1 yaitu

saham mayoritas dimiliki oleh PT PJBI dengan komposisi saham 51% dengan

setoran tunai modal hanya sebesar 10%, CHEC, Ltd. dengan komposisi saham

37% dengan setoran tunai modal sebesar 37% ditambah 41% kewajiban PT

PJBI yaitu seluruhnya sebesar 78%, dan BNR, Ltd. dengan komposisi saham

12% dengan setoran tunai modal sebesar 12%;

Menimbang, bahwa tanggal 22 September 2017 sampai dengan tanggal 23

September 2017 di Surabaya, Supangkat Iwan Santoso melakukan rapat

konsinyering dengan beberapa pengurus anak perusahaan PT PLN (Persero)

diantaranya Direktur Utama PT PJB dan Direktur Utama PLN Batubara pihak
terkait dalam proyek pembangunan PLTU MT Riau-1, dan menghasilkan

kesepakatan bahwa PPA akan dilakukan terhadap anak perusahaan PT PLN

(Persero) terlebih dahulu diantaranya PT PJB dan PLN Batubara, yang

tujuannya untuk menaikkan posisi tawar anak perusahaan dalam mencari

rekanan dan hasil rapat konsinyering tersebut dilaporkan kepada Terdakwa

Sofyan Basir, kemudian Terdakwa Sofyan Basir meminta agar PPA proyek

PLTU MT Riau-1 untuk ditandatangani;

Menimbang, bahwa Terdakwa Sofyan Basir tanggal 29 September 2017 lebih

dahulu menandatangani PPA proyek PLTU MT Riau-1 dengan mencantumkan

tanggal maju yaitu tanggal 6 Oktober 2017, padahal LOI Nomor 1958/

DAN.02.04/ DITDAN-2/ 2017 perihal Letter of Intent (LOI) for the

Development or Riau-1 MM CFSPP (2 x 300 MW) IPP Project baru

ditandatangani Supangkat Iwan Santoso Direktur pengadaan strategis 2 PT

PLN (Persero) dan Dwi Hartono Perwakilan Perusahaan Konsorsium tanggal

17 Januari 2018 dengan menggunakan tanggal mundur (back date) yaitu

tertanggal 6 Oktober 2017, yang berisi masa kontrak 25 (dua puluh lima)

tahun dengan tarif dasar USD5,4916 (lima koma empat sembilan satu enam sen

dolar Amerika Serikat) per kWh, dan segera membentuk perusahaan proyek

yang akan menjadi pihak penjual berdasarkan PPA;

Menimbang, bahwa ketika Setya Novanto dijadikan Tersangka dalam kasus E-

KTP, Eni Maulani Saragih melaporkan perkembangan proyek PLTU MT Riau-

1 kepada Idrus Marham dengan harapan nantinya tetap diperhatikan Johanes

Budisutrisno Kotjo, karena Idrus Marham sebagai Sekjen Partai Golkar pada
saat itu dan menyampaikan kepada Idrus Marham kalau dirinya akan

mendapatkan fee dari Johanes Budisutrisno Kotjo dalam mengawal proyek

PLTU MT Riau-1 dan Eni Maulani Saragih tanggal 25 September 2017

menelpon Idrus Marham serta mengarahkan Eni Maulani Saagih untuk

meminta uang sebesar USD2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu dolar

Amerika Serikat) kepada Johanes Budisutrisno Kotjo untuk keperluan

Munaslub Partai Golkar;

Menimbang, bahwa tanggal 7 Juni 2018 di kantor pusat PT PLN (Persero) Eni

Maulani Saragih memfasilitasi pertemuan Rudy Herlambang Direktur utama

PT Samantaka Batubara dengan Supangkat Iwan Santoso, dimana dalam

pertemuan tersebut dilakukan penandatanganan amandemen perjanjian

konsorsium oleh PT PJBI, CHEC, Ltd. dan BNR, Ltd., yang mana dimasukkan

ketentuan tambahan diantaranya dalam Pasal 3.3 yang menyatakan para pihak

sepakat dan memahami bahwa untuk pengelolaan perusahaan proyek harus

dilaksanakan dalam bentuk pengendalian bersama dan tunduk kepada hal-hal

khusus (reserved matters);

Menimbang, bahwa tanggal 3 Juli 2018 dilakukan pertemuan di di House of

Yuen Dining and Restaurant Fairmont Hotel, Terdakwa Sofyan Basir dengan

Eni Maulani Saragih disampaikan tentang kesepakatan PPA PLTU MT Riau-1

harus jelas, dan perlu perlu difinalisasi mengenai kesepakatan kembali dengan

Johannes Budisutrisno Kotjo, kemudian Eni Maulani Saragih mengatakan jika

Johanes Budisutrisno Kotjo telah berkoordinasi dengan CHEC, Ltd. di Beijing

yang hasilnya CHEC, Ltd. sudah bersedia untuk memenuhi persyaratan PPA
dan hasil pertemuan tersebut disampaikan oleh Eni Maulani Saragih kepada

Idrus Marham;

Menimbang, bahwa dari pertimbangan hukum tersebut bahwa Eni Maulani

Saragih selaku anggota DPR R.I. yang memiliki kewenangan melakukan

pengawasan terhadap mitra kerja dan pemerintahan serta kewenangan dibidang

budgeting/ penganggaran, akan tetapi justeru melakukan kolusi yang

merupakan sikap tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi

yang diwarnai dengan pemberian sejumlah uang kepada Eni Maulani Saragih

yang berasal dari Johanes Budisutisno Kotjo untuk membantu mempercepat

atau setidak-tidaknya tercapai kesepakatan proyek IPP PLTU MT Riau-1

antara PT PJBI, BNR, Ltd. dan CHEC, Ltd., dan terhadap perkara Eni Maulani

Saragih telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan

Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 79/ Pid.Sus-TPK/ 2018/

PN.Jkt Pst tanggal 13 Desember 2018 a.n. JOHANES BUDISUTRISNO

KOTJO, yang dikuatkan dengan Putusan Pengadilan Tinggi DKI Nomor 4/

Pid.Sus-TPK/ 2019/ PT. DKI tanggal 31 Januari 2019, maka dengan demikian

unsur “dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara

tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang

bertentangan dengan kewajibannya” telah terpenuhi secara sah dan

meyakinkan menurut hukum ada dalam perbuatan Eni Maulani Saragih;

Menimbang, bahwa selanjutnya untuk membuktikan apakah Terdakwa Sofyan

Basir selaku Direktur Utama PT PLN (Persero) mempunyai perananan atau

membantu terjadinya tindak pidana korupsi pemberian terhadap Eni Maulani


Saragih yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut, maka Majelis

Hakim menguraikan unsur Pasal 56 KUHP yang didakwakan kepada Terdakwa

Sofyan Basiir.

Ad.4. Unsur Pasal 56 ke-2 KUHP, dengan sengaja memberi kesempatan,

sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan:

Menimbang, bahwa sesuai dengan bunyi Pasal 56 KUHP yaitu“Dipidana

sebagai pembantu sesuatu kejahatan:

1. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;

2. Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk

melakukan kejahatan”;

Menimbang, bahwa menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal

Demi Pasal Penerbit Politeia Bogor halaman 75-76 yaitu “Orang salah,

membantu melakukan” (medeplichtig), jika ia sengaja memberikan bantuan

tersebut, pada waktu atau sebelum (jadi tidak sesudahnya) kejahatan itu

dilakukan, jika sesudahnya maka orang salah melakukan perbuatan

“sekongkol” atau “tadah” (heling) melanggar Pasal 480, atau peristiwa pidana

Pasal 221;

Menimbang, bahwa lebih jauh R. Soesilo mengatakan bahwa Elemen sengaja

harus ada, sehingga orang yang secara kebetulan dengan tidak mengetahui

telah memberikan kesempatan, daya upaya atau keterangan untuk melakukan

kejahatan itu tidak dihukum, sedangkan Niat untuk melakukan kejahatan harus
timbul dari orang yang diberi bantuan , kesempatan, daya upaya, atau

keterangan itu, jika niat nya timbul dari orang memberi bantuan sendiri, maka

orang itu salah berbuat “membujuk melakukan (uitlokking);

Menimbang, bahwa sebagaimana ahli yang diajukan didepan persidangan

memberikan pendapatnya dibawah sumpah Dr. ROCKY MARBUN, SH., MH.

Mengatakan bahwa si pembantu harus mengetahui tujuan untuk

membantu harus ada, niat mens rea pembantu muncul setelah bertemu dengan

si pelaku utama, baru muncul niatnya disitu untuk membantu, setelah orang

yang membantu itu mengetahui akan terjadi tindak pidana suap;

Menimbang, bahwa selanjutnya Dr. Mudzakkir, SH., MH. (a de charge) telah

didengar pendapat dibawah sumpah mengatakan untuk membuktikan suatu

perbuatan pembantuan dalam tindak pidana dikaitkan dalam Pasal 12 huruf a

UU Tipikor perbuatan pembantuan itu bentuknya adalah memberi sarana, yang

kedua adalah kesempatan, yang ketiga adalah keterangan, jadi kalau itu

dihubungkan dengan pasal 56 dengan pasal 12 huruf a dan dikaitkan dengan

surat dakwaan Jaksa, berarti harus dibuktikan pembantuan itu adalah sebelum

komitmen antara pemberi suap dan penerima suap, mengenai yang satu

memberikan hadiah atau janji, yang satunya punya komitmen untuk apa yang

disebut menyalahgunakan wewenang tadi, jadi saat pembantuan adalah saat

terjadinya proses pembantuan tadi, kalau itu yang terjadi maka dia melakukan

pembantuan dalam rangka untuk membuat komitmen, dan komitmen adalah

termasuk kategori suap Pasal 12 huruf a UU Tipikor, sehingga dengan

demikian pembantuan itu adalah proses terjadinya komitmen tadi;


Menimbang, bahwa dari uraian pengertian atau penjelasan Pasal 56 KUHP

tersebut ditas dihubungkan dengan keterangan saksi-saksi, keterangan ahli,

keterangan Terdakwa dan barang bukti surat serta barang bukti lainnya, maka

diperleh fakta hukum bahwa Terdakwa Sofyan Basir adalah Direktur Utama

PT PLN (Persero) yang telah menanda tangani Kesepakatan Proyek

Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Tenaga Uap Mulut Tambang

Riau-1 (PLTU MT Riau-1) antara PT Pembangkit Jawa Bali Investasi (PT

PJBI) dengan BNR dan Cina Huadian Engineering Company Limited (Chec

ltd);

Menimbang, bahwa sebelum Terdakwa Sofyan Basir melakukan

penandatangan Kesepakatan Proyek Independent Power Producer (IPP)

Pembangkit Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1 (PLTU MT Riau-1)

sebagaimana yang terungkap dipersidangan adanya keinginan dari Johanes

Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham BNR, Ltd. yang merupakan

perusahaan memiliki 100% saham PT Samantaka Batubara, untuk

berpartisipasi dalam proyek pembangunan PLTU MT Riau-1 yang ada di PT

PLN (Persero), kemudian Keinginan memerintahkan Rudy Herlambang untuk

mengirim surat permohonan kepada Direktur Utama PT PLN (Persero)

tertanggal 1 Oktober 2015 yang pada pokoknya meminta PT PLN (Persero)

untuk memasukan proyek pembangunan PLTU MT Riau-1 ke dalam Rencana

Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero);

Menimbang, bahwa oleh karena surat permohonan tersebut belum ditanggapi,

kemudian Johanes Budisutrisno Kotjo pada sekitar tahun 2016, menemui Setya
Novanto yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar

sekaligus sebagai Ketua DPR R.I. di Gedung MPR/ DPR, agar dicarikan jalan

dengan pihak yang terkait proyek PLTU MT Riau-1, kemudian

memperkenalkannya dengan Eni Maulani Saragih yang merupakan anggota

komisi VII DPR R.I. dan memiliki mitra kerja dengan PT PLN (Persero) guna

membantu mengawal Johanes Budisutrisno Kotjo untuk mendapatkan proyek

pembangunan PLTU MT Riau-1 dan menjanjikan akan memberikan fee

kepada Eni Maulani Saragih untuk mendapatkan proyek pembangunan PLTU

MT Riau-1, berasal dari 2,5% fee agent yang akan diterima oleh Johanes

Budisutrisno Kotjo dari perusahaan Chec, Ltd.;

Menimbang, bahwa terhadap adanya kesepakatan dari Johanes Budissutrisno

Kotjo untuk memberikan Fee kepada Eni Maulani Saragih yang akan

diambilkan dari fee agent sebesar 2,5 % yang diterima Johanes Budisutrisno

Kotjo dari Pihak China Huadian Enginering Company Ltd., sebagaimana yang

rincian atau catatan dari Johanes Budisutrisno Kotjo yang sudah menjadi Fakta

Hukum sebesar USD25.000.000,00 (dua puluh lima juta dolar Amerika

Serikat) dari nilai proyek USD900.000.000,00 (sembilan ratus juta dolar

Amerika Serikat), dan fee tersebut akan dibagikan bagikan yaitu : Untuk

Johanes Budisutrisno sebesar 24% atau sekitar USD6.000.000,00 (enam juta

dolar Amerika Serikat);Setya Novanto sebesar 24% atau sekitar

USD6.000.000,00 (enam juta dolar Amerika Serikat), Andreas Rinaldi sebesar

24% atau sekitar USD6.000.000,00 (enam juta dolar Amerika Serikat), Rickard

Philip Cecile (CEO PT BNR, Ltd.) sebesar 12% atau sekitar USD3.125.000,00
(tiga juta seratus dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat), Rudy

Herlambang (Direktur Utama PT Samantaka Batubara) sebesar 4% atau sekitar

USD1.000.000,00 (satu juta dolar Amerika Serikat), Intekhab Khan (Chairman

BNR, Ltd) sebesar 4% atau sekitar USD1.000.000,00 (satu juta dolar Amerika

Serikat), James Rijanto (Direktur PT Samantaka Batubara) sebesar 4% atau

sekitar USD1.000.000,00 (satu juta dolar Amerika Serikat), Pihak-pihak lain

yang membantu sebesar 3,5% atau sekitar USD875.000,00 (delapan ratus tujuh

puluh lima ribu dolar Amerika Serikat);

Menimbang, bahwa terhadap catatan fee tersebut yang merupakan catatan

sendiri dari Johanes Budisutrisno Kotjo, sebagaimana yang diterangkan oleh

Setya Novanto tidak mengetahui tentang adanya catatan tersebut dan dirinya

mendapat bagian sesuai yang disebutkan diatas, sedangkan Terdakwa Sofyan

Basir selaku Direktur Utama PT PLN (Persero) sebagai Pihak yang

menandatangi Kesepakatan Proyek Independent Power Producer (IPP)

Pembangkit Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1 (PLTU MT Riau-1) antara PT

Pembangkit Jawa Bali Investasi (PT PJBI) dengan BNR dan Cina Huadian

Engeneering Company Limited (Chec ltd) tidak tercantum atau bukan sebagai

pihak yang menerima fee, dan Terdakwa Sofyan Basir tidak mengetahui dan

tidak memahami akan adanya fee yang akan diterima oleh Johanes

Budisutrisno Kotjo serta kepada siapa saja fee tersebut akan diberikan, hal ini

sesuai dengan apa yang disampaikan baik oleh Eni Maulani Saragih maupun

oleh Johanes Budisutrisno Kotjo bahwa uang yang diterima oleh Eni Maulani
Saragih yang berasal dari Johanes Budisutrisno Kotjo, Terdakwa Sofyan Basir

sama sekali tidak mengetahuinya;

Menimbang, bahwa sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Eni Maulani

Saragih dan Johanes Budisutrisno Kotjo yang juga perkaranya sudah diputus

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang

telah mempunyai kekuatan hokum tetap tentang bahwa Terdakwa Sofyan Basir

tidak mengetahui adanya penerimaan fee secara bertahap tersebut, hal ini

sesuai dengan ketentuan Pasal 185 ayat (1) Kitab Undang- Undang Hukum

Acara Pidana yang mengatakan Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa

yang apa yang saksi;

Menimbang, bahwa untuk menindak lanjuti apa yang diminta oleh Setya

Novanto untuk mendampingi Johanes Budisutrisno Kotjo, kemudian Eni

Maulani Saragih meminta Terdakwa Sofyan Basir untuk melakukan pertemuan

di rumah Setya Novanto dan yang pada pertemuan tersebut adalah Eni Maulani

Saragih, Terdakwa Sofyan Basir dengan didampingi oleh Supangkat Iwan

Santoso dan pada kesempatan tersbut Setya Novanto meminta proyek kepada

Terdakwa Sofyan Basir, dan terhadap permintaan proyek tersebut Setya

Novanto membantahnya tidak pernah meminta proyek;

Menimbang, bahwa selain Eni Maulani Saragih meminta Terdakwa Sofyan

Basir untuk melakukan pertemuan di rumah Setya Novanto, Eni Maulani

Saragih dan Johanes Budisutrisno juga menginisiasi untuk dilakukan

pertemuan dengan pihak PT PLN (Persero) dan dalam pertemuan tersebut


Terdakwa Sofyan Basir meminta untuk selalu didampingi dengan Supangkat

Iwan Santoso selaku Direktur Pengadaan Strategi 2 sebagai orang yang

mengetahui masalah IPP PLTU Riau-1 dan yang dibicarakan dalam

pertemuan-pertemuan tersebut adalah kesepakatan-kesepakatan dalam rangka

pelaksanaan proyek IPP MT Riau-1;

Menimbang, bahwa pertemuan-pertemuan yang dilakukan antara Eni Maulani

Saragih dan Johanes Budisutrisno Kotjo dengan pihak PT PLN (Persero) yang

dalam hal ini adalah Terdakwa Sofyan Basir dan Supangkat Iwan Santoso serta

yang lainnya, dimana pertemuan tersebut diinisiasi oleh Eni Malaulani Saragih

jika dikomulasikan yaitu : bulan September 2017 di Restoran Arkadia Senayan,

masih dalam bulan September 2017 di ruang kerja Direktur Pengadaan Strategi

2, November 2017 di Center Hotel Fairmont, tanggal 19 Desembe 2017 di BRI

Lounge di Jalan Jendral Sudirman Jakarta, tanggal 12 Januari 2018 diruang

kerja Terdakwa Sofyan Basir, tanggal 20 April 2018 di ruang kerja Terdakwa

Sofyan Basir, tanggal 6 Juni 2018 di kediaman Terdakwa Sofyan Basir

didaerah Bendungn Hilir Jakarta Pusat, tanggal 7 Juni 2018 diruang kerja

Supangkat Iwan Santoso dan tanggal 3 Juli 2018 di House Of Yuen Dinning

and Restaurant di Hotel Fairmont Jakarta;

Menimbang, bahwa pertemuan-pertemuan yang dilakukan tersebut diatas

adalah Terdakwa Sofyan Basir ada sekita 5 (lima) kali pertemuan selalu

didampingi oleh Supangkat Iwan Santoso, karena dia lebih menguasai sebagai

Direktur Pengadaan Strategi dan jika ada pertanyaan maka dia yang

memberikan jawaban, dan pada pertemuan bulan Juli 2017 Terdakwa Sofyan
Basir meminta Iwan Supangkat Santoso untuk menjelaskan mengenai

mekanisme pembangunan IPP berdasarkan Perpres Nomor 4 Tahun 2016, yang

menjadi acuan PT PLN (Persero) untuk menugaskan anak perusahaannya

bermitra dengan perusahaan swasta dengan syarat kepemilikan saham anak

perusahaan PT PLN (Persero) minimal 51%, dan semua pertemuan tersebut

sebagaimana yang diungkapkan oleh Supangkat Iwan Santoso bahwa kalau Eni

Maulani Saragih tidak ada memberikan pendapat dan masukan lebih banyak

bersikaf pasip;

Menimbang, bahwa seringnya pertemuan tersebut dilakukan karena belum

adanya kesepakatan antara PT PLN (Persero) dengan Chec, Ltd., yaitu

berkaitan dengan : Masa tenggang waktu control antara PT PLN (Persero) yang

memutuskan tenggang waktu selama 15 tahun sedangkan Chec Ltd sendiri

meminta 20 tahun, mengenai saham PT PLN (Persero/ equity loan 41 % (51 %-

10 %), memiliki hak suara yang sama dengan lainnya (10 %) sedangkan Chec,

Ltd., meminta saham 41 % tidak memiliki hak suara, PT PLN (Persero)

menginginkan kendali management dilakukan secara sedangkan Chec, Ltd.,

menginginkan kendali dipegang penuh yang bersangkutan dan tingkat suku

bunga untuk pinjaman saham dan pinjaman proyek;

Menimbang, bahwa kemudian Tedakwa Sofyan Basir selaku Direktur Utama

PT PLN (Persero), melakukan percepatan terkait dengan Proyek PLTU MT

Riau-1 karena ini merupakan program prioritas Nasional, hal ini sesuai dengan

ketentuan atau Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan

Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang telah diubah dengan


Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2017, jadi jelas percepatan tersebut bukan

karena keinginan Terdakwa Sofyan Basir sendiri dan bukan karena adanya

pesanan dari Eni Maulani Saragih ataupun Johanes Budisutrisno Kotjo dan

penandatanganan PPA kesepuluh PLTU MT dan termasuk diantaranya PLTU

MT Riau-1 yang dilakuakan oleh Terdakwa Sofyan Basir tanggal 29

September 2017 telah mendapat persetujuan dan pengetahuan dari semua

Direksi PT PLN (Persero);

Menimbang, bahwa adanya tindakan Terdakwa Sofyan Basir selaku Direktur

Utama PT PLN Persero yang telah menanda tangani Kesepakatan Proyek

Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Tenaga Uap Mulut Tambang

Riau-1 (PLTU MT Riau-1) antara PT Pembangkit Jawa Bali Investasi (PT

PJBI) dengan BNR dan Cina Huadian Engineering Company Limited (Chec

ltd) dimana perecpatan penandatangan tersebut tersebut bukan karena

keinginan Terdakwa Sofyan Basir maupun keinginan dari Eni Maulani Saragih

dan Johanes Budisutrisno Kotjo, dan PT PLN (Persero) dengan memiliki

saham sebesar 51 % tanpa membebani keungan PT PLN (Persero) yang justeru

mendapat keuntungan, sedangkan terkait dengan pemberian uang yang

diterima oleh Eni Maulani Saragih dari Johanes Budisutrisno secara bertahap

sebesar Rp4.750.000.000,00 (empat milyar tujuh ratus lima puluh juta rupiah)

adalah tanpa sepengetahuan Terdakwa Sofyan Basir dan tidak ada kaitan

dengan Proyek PLTU MT Riau-1, karena Proyek PLTU MT Riau-1 telah

sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang

Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang telah diubah


dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2017, dan hal ini sesuai dengan

apa yang disampaikan oleh Eni Maulani Saragih dan Johanes Budisutrisno

Kotjo bahwa Terdakwa Sofyan Basir tidak tahu menahu tentang pemberian

uang kepada Eni Maulani Saragih;

Menimbang bahwa dengan demikian Terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti

melakukan perbantuan sebagaimana dakwaan Pertama Pasal 12 huruf a

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 56 ke-2 KUHP;

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti secara

sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perbantuan

sebagaimana dakwaan pertama, maka selanjutnya Majelis Hakim akan

mempertimbangkan dakwaan kedua Penuntut Umum Komisi Pemberantasan

Korupsi yaitu Perbuatan Terdakwa tersebut merupakan tindak pidana

sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 11 jo. Pasal 15 Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan Atas Undang-undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi jo. Pasal 56 ke-2 KUHP;


Menimbang, bahwa Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang Tindak Pemberantasan Pidana Korupsi, unsur-unsurnya

sebagai berikut:

1. Unsur Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara;

2. Unsur menerima hadiah atau janji;

3. Unsur padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut

diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan

Jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah

atau janji tersebut ada hubungannya dengan jabatannya.

4. Unsur Pasal 56 ke-2 KUHP : dengan sengaja memberi kesempatan, sarana

atau keterangan untuk melakukan kejahatan;

Menimbang, bahwa oleh karena Majelis telah mempertimbangkan Dakwaan

Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi secara seksama Dakwaan

Pertama dan Majelis berkesimpulan bahwa Terdakwa Sofyan Basir tidak

terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana perbantuan,

maka dengan demikian Majelis mengambil alih seluruh pertimbangan dari

Dakwaan Pertama tersebut sebagai pertimbangan dalam Dakwaan Kedua;

Menimbang, bahwa oleh karena Majelis berpendapat bahwa Terdakwa Sofyan

Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana

perbantuan sebagaimana dakwaan pertama , maka Terdakwa Sofyan Basir juga


tidak terbukti melakukan tindak pidana perbantuan sebagaiman dalam

Dakwaan Kedua Pasal 11 jo. Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-

undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.

Pasal 56 ke-2 KUHP;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-petimbangan tersebut diatas,

maka Terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan

melakukan tindak pidana perbantuan sebagaimana didakwakan Penuntut

Umum dalam Dakwaan Pertama dan Kedua;

Menimbang, bahwa oleh karena maka Terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti

secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana perbantuan sebagaimana

didakwakan Penuntut Umum dalam Dakwaan Pertama dan Kedua, maka

Terdakwa harus dibebaskan dari segala dakwaan.

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan permohonan

dari Tim Penasihat Hukum Terdakwa yang mengatakan:

1. Bahwa dengan berlakunya Revisi UU KPK, ketentuan peralihan

menegaskan, bahwa semua tindakan penyelidikan, penyidikan dan

penuntutan Tindak Pidana Korupsi yang proses hukumnya belum selesai

harus dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-

undang ini;
2. Bahwa proses penegakan hukum tindak pidana korupsi terhadap Terdakwa

Sofyan Basir dalam tahap penuntutan, sehingga memurut undang-undang

tersebut masih dapat dikategorikan “belum selesai” dan karenanya

beralasan hukum untuk dimohonkan agar penuntutan yang diajukan oleh

Penuntut Umum tersebut “wajib” tunduk pada ketentuan sebagaimana

diatur dalam Revisi UU KPK, in casu Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2019;

3. Bahwa penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan

oleh KPK, diwajibkan terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan

instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana

korupsi, incasu berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung RI;

4. Bahwa dalam hal penuntutan dikoordinasikan dengan instansi yang

berwenang melaksanakan pemeberantasan korupsi maka terdapat atas diri

Terdakwa untuk tidak dapat dilakukan penuntutan dengan mengingat

ketentuan didalam Pasal 12A revisi UU KPK.

Menimbang, bahwa terhadap Permohonan Tim Penasihat Hukum Terdakwa

tersebut tentunya Majelis tidak sependapat, karena sesuai dengan azas

Peradilan Cepat dan Biaya Ringan dan lagi Perkara a quo pemeriksaan sudah

selesai, maka dengan demikian permohonan Tim Penasihat Hukum Terdakwa

dimaksud harus dikesampingkan;

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan,

maka haruslah dipulihkan hak-hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan,

harkat serta martabatnya;


Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan dan

Terdakwa berada dalam tahanan maka dierintahkan untuk dibebaskan dari

tahanan segera setelah Putusan diucapkan;

Menimbang, bahwa terhadap pemblokiran rekening bank atas nama Terdakwa

Sofyan Basir, keluarga serta pihak terkait lainnya, oleh karena Terdakwa tidak

terbukti melakukan tindak pidana Perbantuan sebagaimana yang didakwakan

oleh Penuntut Umum , maka diperintahkan kepada Penuntut Umum untuk

membuka blokir rekening sebagaimana dimohonkan oleh Tim Penasihat

Hukum Terdakwa;

Menimbang, bahwa selanjutnya mengenai barang-barang bukti yang disita dari

Terdakwa diperintahkan kepada Penuntut Umum untuk dikembalikan kepada

Terdakwa atau dari mana barang tersebut disita, sedangkan untuk barang bukti

selain dan selebihnya dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk

dipergunakan dalam perkara lain;

Menimbang, bahwa terhadap barang bukti yang diajukan Nomor 1 sampai

dengan Nomor 581 statusnya akan ditentukan dalam amar putusan;

Menimbang, bahwa terhadap bukti-bukti surat yang menjadi lampiran

Pembelaan Terdakwa dan Tim Penasihat Hukumnya tetap terlampir dalam

berkas Perkara;

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan,

maka biaya perkara dibebankan kepada Negara;


Memperhatikan, Pasal 191 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana dan Undang-undang Nomor 31 tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan

ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;

MENGADILI

1. Menyatakan Terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan

Penuntut Umum dalam Dakwaan Pertama dan Dakwaan Kedua;

2. Membebaskan Terdakwa Sofyan Basir oleh karena itu dari segala

Dakwaan;

3. Memerintahkan Terdakwa Sofyan Basir segera dibebaskan dari tahanan;

4. Memulihkan hak-hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat

serta martabatnya;

5. Memerintahkan Penuntut Umum/Komisi Pemberantasan Korupsi untuk

membuka blokir rekening bank atas nama Terdakwa Sofyan Basir dan atau

keluarga dan atau pihak terkait lainnya;

6. Menetapkan barang-barang bukti tersebut yang disita dari Terdakwa

dikembalikan kepada Terdakwa atau dari mana barang tersebut disita,

sedangkan untuk barang bukti selain dan selebihnya dikembalikan kepada

Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara lain;


7. Menetapkan bukti-bukti surat yang menjadi lampiran pembelaan

Terdakwa dan Penasehat Hukum Terdakwa - tetap terlampir dalam berkas

perkara;

8. Membebankan biaya perkara kepada Negara.

Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan

Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada hari Kamis,

tanggal 31 Oktober 2019, oleh kami Hariono, S.H., M.H., sebagai Hakim

Ketua, Hastopo, S.H.,M.H., Saifudin Zuhri, S.H., M.Hum., sebagai Hakim

Anggota Dr. Anwar, S.H., M.H., dan Ugo, S.H., M.H., Hakim-Hakim Ad Hoc

Tindak Pidana Korupsi masing-masing sebagai Hakim Anggota, Putusan

tersebut diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum pada hari Senin

tanggal 04 November 2019 oleh Hakim Ketua tersebut dengan didampingi oleh

Hakim-Hakim Anggota tersebut diatas, dibantu Anies Sundarni ,SH., MH.,

sebagai Panitera Pengganti pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan dihadiri oleh Ronald Ferdinand

Worotikan, dan kawan-kawan Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan

Korupsi dan Terdakwa didampingi oleh Tim Penasihat Hukumnya.

Hakim Anggota Hakim Ketua

1. Hastopo, S.H., M.H. Hariono, S.H., M.H.

2. Saifudin Zuhri, S.H., M.Hum.


3. Dr. Anwar, S.H., M.H.

4. Ugo, S.H., M.H.

Panitera Pengganti

Anies Sundarni, S.H., M.H.

Anda mungkin juga menyukai