“ANOTASI PUTUSAN”
Disusun Untuk Memenuhi Nilai Pada Mata Kuliah Tindak Pidana Korupsi
Disusun Oleh :
NIM : D1A020541
Kelas : F1
Semester : 5 (lima)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2022
Anotasi Putusan
1. Identitas Terdakwa
Nama lengkap : SETYA NOVANTO
Tempat lahir : Bandung
Umur/Tanggal lahir : 62 Tahun / 12 November 1955
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Ketua DPR-RI/Mantan Ketua Praksi Golkar DPR-RI
Tempat tinggal : Jalan Wijaya XIII No. 19 RT. 003/RW.003 Kelurahan
Melawai, Kecamatan Kebayoran Baru Jakarta Selatan.
2. Kasus Posisi
Bahwa Terdakwa SETYA NOVANTO selaku Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) periode 2009-2014 yang juga selaku Ketua Fraksi
Partai Golkar bersama-sama dengan IRMANselaku Direktur Jenderal Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri dan SUGIHARTO selaku Pejabat yang
Melakukan Tindakan Yang Mengakibatkan Pengeluaran Anggaran Belanja atau Pejabat
Pembuat Komitmen di Lingkungan Direktorat Pengelolaan Informasi Administrasi
Kependudukan (PIAK) pada Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kementerian Dalam Negeri sekaligus selaku Direktur PIAK, ANDI AGUSTINUS Alias
ANDI NAROGONG dan ANANG SUGIANA SUDIHARDJO selaku Penyedia
Barang/Jasa pada Kementerian Dalam Negeri, ISNU EDHI WIJAYA selaku Ketua
Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), IRVANTO HENDRA
PAMBUDI CAHYO selaku Direktur PT Murakabi Sejahtera dan selaku Ketua
Konsorsium Murakabi, MADE OKA MASAGUNG selaku Pemilik OEM
Investment,Pte. Ltd dan Delta Energy,Pte. Ltd, DIAH ANGGRAENI selaku Sekretaris
Jenderal Kementerian Dalam Negeri,danDRAJAT WISNU SETYAWAN selaku Ketua
Panitia Pengadaan Barang/Jasa diLingkungan Direktorat Jenderal Kependudukan dan
Catatan Sipil,pada waktu antara bulan November 2009 sampai dengan Desember 2013
atau pada suatu waktu dalam tahun 2009 sampai dengan 2013, bertempat di Gedung
DPR RI Jalan Jenderal Gatot Subroto Senayan Jakarta Selatan, Hotel Gran Melia Jalan
H.R. Rasuna Said Nomor Kav X-0 Jakarta Selatan, Jalan Wijaya XIII No. 19 Kebayoran
Baru, Jakarta Selatan, Equity Tower Jalan Jenderal Sudirman Kav 52-53 Senayan
Kebayoran Baru Jakarta Selatan,Kantor Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan
Sipil Kementerian Dalam Negeri Jalan Taman Makam Pahlawan No. 17 Jakarta Selatan,
Graha Mas Fatmawati Blok B No. 33-35 Jakarta Selatan, Hotel Sultan Jalan Gatot
Subroto Jakarta Pusatatau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam
daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi,
yang melakukan atau yang turut serta melakukan, secara melawan hukum.
Terdakwa baik secara langsung maupun tidak langsung melakukan intervensi
dalam proses penganggaran dan pengadaan barang/jasa paket Pekerjaan Penerapan KTP
Berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) Secara Nasional (KTP Elektronik) Tahun
Anggaran 2011-2013 yang bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Juncto
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme,JunctoUndang-
Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
JunctoUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, juncto Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun
2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, JunctoPeraturan DPR RI Nomor 1
tahun 2009 tentang Tata Tertib, JunctoKeputusan DPR RI Nomor: 16/DPR RI/I/2004-
2005 tentang Kode Etik DPR RI sebagaimana diganti dengan Peraturan DPR RI Nomor
1 tahun 2011 tentang Kode Etik,melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya Terdakwa dan memperkaya orang lain
yakni Irman, Sugiharto, Andi Agustinus Alias Andi Narogong, Gamawan Fauzi, Diah
Anggraeni, Drajat Wisnu Setyawan beserta 6 (enam) orang anggota Panitia Pengadaan
Barang/Jasa, Johannes Marliem, Miryam S. Haryani, Markus Nari, Ade Komarudin, M.
Jafar Hapsah, beberapa anggota DPR RI periode tahun 2009 s/d 2014, Husni Fahmi, Tri
Sampurno, Yimmy Iskandar Tedjasusila Alias Bobby beserta 7 (tujuh) orang Tim
Fatmawati, Wahyudin Bagenda, Abraham Mose beserta 3 (tiga) orang Direksi PT LEN
Industri, Mahmud Toha, Charles Sutanto Ekapradja serta memperkaya korporasi yakni
Manajemen Bersama Konsorsium PNRI, Perusahaan Umum Percetakan Negara
Republik Indonesia (Perum PNRI), PT Sandipala Artha Putra, PT Mega Lestari Unggul,
PT LEN Industri, PT Sucofindo, dan PT Quadra Solution, yang merugikan keuangan
negaraatau perekonomiannegara yaitu merugikan keuangan negara sebesar
Rp2.314.904.234.275,39 (dua triliun tiga ratus empat belas miliar sembilan ratus empat
juta dua ratus tiga puluh empat ribu dua ratus tujuh puluh lima rupiah tiga puluh
sembilan sen) atau setidak-tidaknya sejumlah itu, yang dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
- Bahwa pada akhir November 2009, Gamawan Fauzi selaku Menteri Dalam Negeri
mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan dan Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas) Nomor : 471.13/4210.A/SJ perihal Usulan
Pembiayaan Pemberian Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Penerapan KTP
Berbasis NIK Secara Nasional. Dalam surat tersebut Gamawan Fauzi meminta
kepada Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas untuk merubah sumber pembiayaan
Pekerjaan Penerapan KTP Elektronik yang semula dibiayai dengan menggunakan
Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN) menjadi bersumber dari anggaran rupiah
murni. Perubahan sumber pembiayaan tersebut kemudian dibahas dalam Rapat Kerja
dan Rapat Dengar Pendapat antara Kementerian Dalam Negeri dengan Komisi II
DPRRI.
- Dengan perubahan sumber pembiayaan ke anggaran rupiah murni dalam APBN
maka dibutuhkan persetujuan DPR RI atas rancangan anggaran Pembiayaan
Pemberian Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Penerapan KTP Berbasis NIK
Secara Nasional yang akan diajukan oleh Kementerian Dalam Negeri. Pada awal
bulan Februari 2010 guna mempermudah proses pembahasan anggaran tersebut,
Irman dan Andi Agustinus Alias Andi Narogong membuat kesepakatan dengan
Burhanudin Napitupulu selaku Ketua Komisi II DPR RI, yang pada pokoknya pihak
yang akan memberikan fee kepada anggota DPR RI untuk memperlancar
pembahasan anggaran proyek penerapan KTP Elektronik adalah Andi Agustinus
Alias Andi Narogong. Kesepakatan tersebut juga telah diketahui oleh Diah
Anggraeni selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri.
- Selanjutnya Irman mengarahkan Andi Agustinus Alias Andi Narogong untuk
langsung berkoordinasi dengan Sugiharto,dan menyarankan untuk menghubungi
Winata Cahyadi selaku Direktur PT Karatama yangmenjadi pemenang dalam proyek
uji petik E-KTP pada tahun 2009. Selain membuat kesepakatan dengan Burhanudin
Napitupulu, Andi Agustinus Alias Andi Narogong yang memiliki kedekatan dengan
Terdakwa, mengajak Irman untuk menemui Terdakwa selaku Anggota DPR RI yang
juga selaku Ketua Fraksi Partai Golkar karena Terdakwa selaku Ketua Fraksi Golkar
dipandang sebagai kunci keberhasilan pembahasan anggaran Pekerjaan Penerapan
KTP Elektronik. Atas ajakan tersebut, Irman menyetujuinya.
- Masih pada bulan Februari 2010 pukul 06.00 WIB bertempat di Hotel Gran Melia,
Terdakwa bersama Andi Agustinus Alias Andi Narogong melakukan pertemuan
dengan Irman, Sugiharto, dan Diah Anggraeni terkait persiapan proses penganggaran
Pekerjaan Penerapan KTP Elektronik. Pada pertemuan tersebut Terdakwa
menyampaikan, “Di Depdagri akan ada program E-KTP yang merupakan program
strategis nasional, ayo kita jaga bersama-sama.” Selain itu Terdakwa menyatakan
dukungannya dalam pembahasan anggaran Pekerjaan Penerapan KTP Elektronik.
- Beberapa hari kemudian Terdakwakembali memanggil Andi Agustinus Alias Andi
NarogongkeLantai 12 Gedung DPR RI di ruang kerjanya. Dalam pertemuan itu,
Terdakwa memperkenalkan Andi Agustinus Alias Andi Narogongsebagai salah satu
pengusaha yang akan ikut Pekerjaan Penerapan KTP Elektronik kepada Mirwan
Amir yang merupakan Wakil Ketua Banggar DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat.
Selanjutnya Mirwan Amir mengarahkan Andi Agustinus Alias Andi Narogong untuk
berkoordinasi dengan seorang pengusaha yang bernama Yusnan Solihin. Arahan
Mirwan Amir tersebut kemudian ditindaklanjuti Andi Agustinus Alias Andi
Narogong dengan beberapa kali melakukan pertemuan dengan Yusnan Solihin,
Aditya Suroso, dan Ignatius Mulyono di Tebet Indrayana Square (TIS). Dalam
pertemuan-pertemuan tersebut Yusnan Solihin menginginkan dibentuknya
perusahaan gabungan untuk menentukan harga barang dalam proyek Penerapan KTP
Elektronik
- Pada akhir April 2010, setelah pergantian Ketua Komisi II, Terdakwa
memperkenalkan Andi Agustinus Alias Andi Narogong kepada Chairuman Harahap
selaku Ketua Komisi II DPR RI di ruang Fraksi Golkar Lantai 12 Gedung DPR RI,
sebagai pengusaha yang akan ikut mengerjakan proyek E-KTP. Perkenalan tersebut
kemudian ditindaklanjuti oleh Andi Agustinus Alias Andi Narogong dengan
menemui Chairuman Harahap di ruang kerjanya. Dalam pertemuan dimaksud, Andi
Agustinus Alias Andi Narogong menyampaikan keinginannya untuk ikut dalam
Pekerjaan Penerapan KTP Berbasis NIK Secara Nasional, untuk itu Andi Agustinus
Alias Andi Narogong bersedia memberikan.
- sejumlah uang kepada anggota Komisi II DPR RI guna memperlancar pembahasan
anggaran. Terdakwa kembali melakukan pertemuan di Lantai 12 Gedung DPR RI
dengan Andi Agustinus Alias Andi Narogong, Johannes Marliem, Iftikar Ahmad, dan
Greg Alexander untuk meyakinkan pihak L-1 atau Johannes Marliem bahwa
Pekerjaan Penerapan KTP Elektronik benar-benar adadan anggaran sudah tersedia.
Dalam pertemuan itu Terdakwa membagikan kartu namanya kepada Johannes
Marliem, Iftikar Ahmad, dan Greg Alexander.
- Bahwa antara bulan Mei-Juni 2010, Andi Agustinus Alias Andi Narogong
menghadiri rapat yang diadakan oleh Irman bertempat di Hotel Sultan. Selain Andi
Agustinus Alias Andi Narogong, rapat tersebut dihadiri oleh Johanes Richard
Tanjaya selaku Direktur PT Java Trade Utama dan Husni Fahmi selaku Ketua Tim
Teknis. Dalam pertemuan itu Irman memperkenalkan Andi Agustinus Alias Andi
Narogong sebagai orang yang akan mengurus penganggaran di DPR RI dan
melaksanakan Pekerjaan Penerapan KTP Elektronik.Sebagai tindaklanjutnya Irman
meminta Johanes Richard Tanjaya membantu memperkenalkan Andi Agustinus Alias
Andi Narogong kepada pihak prinsipal dan mempersiapkan desain proyek KTP
Elektronik. Andi Agustinus Alias Andi Narogong juga mendapat penjelasan dari
Husni Fahmi mengenai peranan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan
(SIAK) dalam pekerjaan uji petik KTP Elektronik, yang rencananya juga akan
dipergunakan dalam Pekerjaan Penerapan KTP Elektronik. Untuk menindaklanjuti
hasil pertemuan itu, Andi Agustinus Alias Andi Narogong menyampaikan bahwa
untuk pertemuan berikutnya akan dilakukan di Ruko milik Andi Agustinus Alias
Andi Narogong yang beralamat di Graha Mas Fatmawati Blok B No. 33-35 Jakarta
Selatan (selanjutnya disebut Ruko Fatmawati
- Bahwa pertemuan Tim Fatmawati tersebut berlangsung kurang lebih selama 10
(sepuluh) bulan dan menghasilkan beberapa output diantaranya adalah Standard
Operating Procedure (SOP) pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja,
dan spesifikasi teknis yang kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan Harga
Perkiraan Sendiri (HPS) yang pada tanggal 11 Februari 2011 ditetapkan oleh
Sugiharto. HPS tersebut disusun dan ditetapkan tanpa melalui survey berdasarkan
data harga pasar sehingga terdapat mark up ataukemahalan harga didalamnya yakni
sejumlah Rp18.000,00 (delapan belas ribu rupiah) per keeping.
- Bahwa pada tanggal 21 Juni 2011 Gamawan Fauzi menetapkan Konsorsium PNRI
sebagai pemenang lelang dengan harga penawaran Rp5.841.896.144.993,00 (lima
triliun delapan ratus empat puluh satu miliar delapan ratus sembilan puluh enam juta
seratus empat puluh empat ribu sembilan ratus sembilan puluh tiga rupiah).
Penetapan tersebut ditindaklanjuti dengan menandatangani Kontrak Nomor :
027/886/IK tanggal 1 Juli 2011 dengan jangka waktu pekerjaan sampai dengan 31
Oktober 2012, dengan nilai pekerjaan sejumlahRp5.841.896.144.993,00 (lima triliun
delapan ratus empat puluh satu miliar delapan ratus sembilan puluh enam juta seratus
empat puluh empat ribu sembilan ratus sembilan puluh tiga rupiah), menggunakan
harga lumsump dan secara multiyears(tahun jamak)dengan perincian nilai pekerjaan
tahun 2011 sejumlah Rp2.262.583.432.951,00 (dua triliun dua ratus enam puluh dua
miliar lima ratus delapan puluh tiga juta empat ratus tiga puluh dua ribu sembilan
ratus lima puluh satu rupiah) dan nilai pekerjaan tahun 2012 sejumlah
Rp3.579.896.144.993,00 (tiga triliun lima ratus tujuh puluh sembilan miliar delapan
ratus sembilan puluh enam juta seratus empat puluh empat ribu sembilan ratus
sembilan puluh tiga rupiah).
- Setelah ditandatanganinya kontrak tersebut, Kementerian Dalam Negeri tidak
memberikan uang muka pekerjaan. Hal itu dilaporkan kepada Terdakwa oleh Andi
Agustinus Alias Andi Narogong, Johannes Marliem,Anang Sugiana Sudihardjo, dan
Paulus Tannos pada sekira bulan September s/d Oktober 2011 di rumah Terdakwa
Jalan Wijaya XIII No. 19 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dalam pertemuan
tersebut Paulus Tannos melaporkan bahwa Konsorsium PNRI tidak mendapatkan
uang muka pekerjaan sebagai modal kerja. Paulus Tannos kemudian meminta
petunjuk Terdakwa. Atas penyampaian tersebut,Terdakwa akan memperkenalkan
“orang”nya atau “perwakilan”nya yaitu Made Oka Masagung yang mempunyai relasi
ke banyak bank. Terdakwa juga menyampaikan adanya komitmen fee yang
merupakan jatah untuk Terdakwa dan anggota DPR RI sebesar 5% dari nilai proyek
- Guna melaksanakan kesepakatan tersebut, selanjutnya Johannes Marliem dan Anang
Sugiana Sudihardjo mengirimkan uang kepada Terdakwa dengan terlebih dahulu
disamarkan menggunakan beberapa nomor rekening perusahaan dan money changer
baik di dalam maupun diluar negeri. Uang tersebut selanjutnya diterima oleh
Terdakwa dengan cara dan perincian sebagai berikut:
1. Diterima oleh Terdakwa melalui Made Oka Masagung seluruhnya berjumlah
USD3,800,000 (tiga juta delapan ratus ribu dolar Amerika Serikat), dengan
perincian diterima melalui rekening OCBC Center Branch Nomor Rekening
501029938301 atas nama OEM Investment, Pte. Ltd.sejumlah USD1,800,000
(satu juta delapan ratus ribu dolar Amerika Serikat) dan melalui rekening Delta
Energy, Pte. Ltd. di Bank DBS Singapura Nomor Rekening 0003-007277-01-6-
022 sejumlah USD2,000,000 (dua juta dolar Amerika Serikat).
2. Diterima oleh Terdakwa melalui Irvanto Hendra Pambudi Cahyo pada tanggal 19
Januari 2012 s/d 19 Februari 2012 seluruhnya berjumlah USD3,500,000 (tiga juta
lima ratus ribu dolar Amerika Serikat).
Sehingga total uang yang diterima Terdakwa baik melalui Irvanto Hendra Pambudi
Cahyo maupun melalui Made Oka Masagung seluruhnya berjumlah USD7,300,000
(tujuh juta tiga ratus ribu dollar Amerika Serikat).
- Bahwa selain menerima uang-uang tersebut, sekira November 2012, Terdakwa juga
menerima pemberian barang berupa 1 (satu) buah jam tangan merk RICHARD
MILLE seri RM 011 seharga USD135,000 (seratus tiga puluh lima ribu dolar
Amerika Serikat)yang dibeli oleh Andi Agustinus Alias Andi Narogong bersama
dengan Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena Terdakwa telah
membantu memperlancar proses penganggaran.
3. Amar Putusan
MENGADILI:
1. Menyatakan Terdakwa Setya Novanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan
menurut hukum bersalah secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-
Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi jo. Pasal
55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, sebagaimana Dakwaan Kedua.
2. Menjatuhkan Pidana terhadap Terdakwa Setya Novanto berupa pidana penjara
selama 16 (enam belas) tahun dan pidana denda sejumlah Rp1.000.000.000,00 (satu
milyar rupiah) dengan ketentuanapabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengnan
pidana kurungan selama 6 (enam) bulan.
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya
dari pidana yang dijatuhkan.
4. Menetapkan terdakwa teteap berada dalam tahanan.
5. Menjatuhkan pidana tambahan terhadap Terdakwa Setya Novanto untuk membayar
uang pengganti sejumlah USD7.435.000 (tujuh juta empat ratus tiga puluh lima
dollar Amerika Serikat) dikurangi uang yang dikembalikan oleh Terdakwa sejumlah
Rp5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) selambat-lambatnya satu bula setelah
putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika dalam jangka waktu
tersebut Terdakwa tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya disita oleh
Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana
tidak mempunyai harta benda yang memcukupi untuk membayar uang pengganti
maka dipidana penjara selama 3 (tiga) tahun.
6. Menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut hak Terdakwa untuk menduduki
dalam jabatan publik selama 5 (lima ) tahun terhitung sejak terpidana selesai
menjalani masa pemidanaan..
7. Menyatakan Barang bukti berupa : Uang sejumlah Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar
rupiah) yang telah disetorkan ke Bank Mandiri Nomor Rekening 1240029969996
atas nama KPK QQ RPL 175 KPK UTK PDT IDR Titipan pada tanggal 15 Maret
2018 yang merupakan uang pengambilan dari Terdakwa Dirampas Untuk Negara.
8. Membebankan kepada Terdakwa Setya Novanto untuk membayar biaya perkara
sebesar Rp7.500,00 (tujuh ribu lima ratus rupiah).
Menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
yakni: “Setiap orang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri atau
orang lain atau suatu korporasiyang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian
Negara, dipidana dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara paling sedikit 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paliong sedikit
Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu
milyar rupiah).”
Jika diteliti lagi dalam tindak pidana korupsi pada pasal 3 diatas, maka dapat
ditemukan beberapa unsur, yaitu:
1) Setiap orang;
Bila ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) diatas di amati, dapat ditemukan beberapa
unsur, yakni setiap orang, tidak ditentukan adanya syarat yang meliputi orang perorangan,
dan/atau korporasi.
5) Memperkaya diri sendiri, orang lain atausuatu korporasi;
Bahwa tindak pidana korupsi di Indonesia sampai saat ini masih tetap terjadi malah
dengan intensitas yang makin meningkat, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Dengan
demikian bahwa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 37 sebagai alat dalam
memberantas tindak pidana korupsi belum efektif. Penerapan sistem pembuktian terbalik
dirasakan sangat efektif dalam menangani tindak pidana korupsi, paling tidak pembuktian
tersebut untuk meminimalisir adanya kerugian negara akibat tindak pidana korupsi. Sebab
pada prinsipnya tujuan dari pembuktian terbalik adalah untuk melacak keuangan negara yang
dialihkan menjadi milik pribadi.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana, Pasal 8 ayat (2) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan: Dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah): pegawai negeri atau penyelenggaran
negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Pada dasarnya pembuktian terbalik dapat diterapkan semua delik pidana korupsi baik
dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 atau UU Nomor 20 Tahun 2001. Adapun unsur unsur agar
penerpan pembalikan dengan beban terbalik dapat dilakukan dengan dua hal. Pertama,
adanya kerugian negara yang ditandai dengan peralihan uang atau kekayaan negara kepada
terdakwa. Adapun setiap perbuatan sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 31 Tahun 1999
atau UU Nomor 20 Tahun 2001, yang terbukti menyebabkan kerugian uang dan kekayaan
negara, dan diduga terjadi peralihan kekayaan, maka dapat diperiksa dengan pembuktian
terbalik