Anda di halaman 1dari 15

PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI (PBAK)

KASUS KORUPSI BUPATI MUARA ENIM AHMAD YANI

Oleh:

Dessy Lailatul Maghfiroh

NIM P07133221009

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA

TAHUN 2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................. 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang .................................................................................. 2


B. Tujuan ................................................................................................ 3

BAB II

KASUS KORUPSI BUPATI MUARA ENIM AHMAD YANI .................... 3

BAB III

PEMBAHASAN ............................................................................................. 4

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ........................................................................................ 10
B. Saran .................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 12

LAMPIRAN ................................................................................................... 14

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini, di Indonesia korupsi sudah dianggap menjadi budaya ataupun kebiasaan
bagi banyak orang. Jika dirunut lebih jauh, korupsi di Indonesia sudah dilakukan
sejak masa kerajaan. Pada zaman itu, korupsi dilakukan oleh petinggi kerajaan,
biasanya terkait dengan penyelamatan upeti rakyat dan pembagian harta rampasan
perang. Kemudian, korupsi berlanjut hingga zaman penjajahan sampai dengan saat
ini.
Corruption Perception Index (CPI) 2020 merilis Transparancy International
Indonesia memberikan skor 37. Turun 3 poin dari tahun 2019. Sehingga saat ini
Indonesia menempati urutan 102 dari 180 negara yang disurvei. Menurut Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri, Indonesia masih dipandang sebagai negara
yang korup. Indonesia juga cenderung tidak serius dan tidak konsisten dalam upaya
pemberantasan korupsi.
Korupsi sendiri berarti setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau pereknomian negara. Saat ini, bentuk-bentuk
korupsi sangat banyak, antara lain gratifikasi, suap, penggelapan dana, pencucian
uang, pungutan liar, dll.
Dikarenakan kasus korupsi yang sangat marak terjadi di Indonesia, diperkirakan
negara mengalami kerugian sebanyak Rp12 triliun pada tahun 2019 dan mencapai
Rp62,93 triliun pada tahun 2021. Kasus yang terjadi pada tahun 2019 yang cukup
mengejutkan datang dari Bupati Muara Enim, Ahmad Yani. Dengan nilai korupsi
mencapai Rp13,4 milliar.

2
B. Tujuan Penyusunan Makalah
1. Untuk mempelajari kasus korupsi Bupati Muara Enim Ahmad Yani,
2. Untuk mengkaji kasus korupsi Bupati Muara Enim Ahmad Yani,
3. Untuk menganalisis kasus korupsi Bupati Muara Enim Ahmad Yani,
4. Untuk membahas kasus korupsi Bupati Muara Enim Ahmad Yani,
5. Untuk menyimpulkan dan membuat saran/rekomendasi/kesan serta pesan
moral dari kasus korupsi Bupati Muara Enim Ahmad Yani.

BAB II

KASUS KORUPSI BUPATI MUARA ENIM AHMAD YANI

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Muara Enim


Ahmad Yani sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan di
kabupaten Muara Enim terkait tahun anggaran 2019. Selain Bupati Ahmad Yani,
KPK menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka, yakni Kepala Bidang
Pembangunan Jalan sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR
Muara Enim, Elfin Muhtar sebagai penerima suap serta pemilik PT Enra Sari, Robi
Okta Fahlefi sebagai pemberi suap.

Ketiganya terjaring dalam rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) yang


berlangsung dari Hari Senin, 2 September 2019 hingga Selasa, 3 September 2019.
Operasi tangkap tangan yang menjaring Ahmad Yani bermula dari informasi yang
diterima KPK mengenai penyerahan commitment fee dari Robi kepada Elfin.
Sebelumnya, pada tanggal 31 Agustus 2019, Elfin meminta kepada Robi supaya
menyiapkan uang pada Hari Senin dalam pecahan dollar sejumlah ‘lima kosong
kosong’. Pada tanggal 1 September 2019, Elfin membicarakan kesiapan uang
sejumlah Rp500 juta dalam bentuk dollar.

Pada Senin sore pukul 15.30 WIB, tim KPK mendapati pemilik PT Enra
Sari, Robi Bersama stafnya, Edy Rahmady, bertemu dengan Elfin Muhtar di sebuah
restoran mi ayam di Palembang. Pukul 15.40 WIB, tim KPK melihat adanya
penyerahan uang dari Robi kepada Elfin. Setelah melihat penyerahan uang tersebut,

3
tim KPK segera melakukan penindakan. Tim KPK mengamankan uang sejumlah
35.000 dollar AS atau Rp500 juta. Secara parallel, pada pukul 17.31 WIB, tim KPK
mengamankan Bupati Ahmad Yani di kantornya di Muara Enim. Tim KPK juga
mengamankan sejumlah dokumen, namun KPK tidak secara detail menjelaskan
dokumen apa saja yang diamankan.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi persnya mengatakan


bahwa, Ahmad Yani diduga menerima commitment fee sebesar Rp13,4 miliar dari
Robi. Uang tersebut merupakan bagian dari commitment fee 15 persen untuk 16
paket proyek pekerjaan jalan tahun anggaran 2019 dengan nilai proyek sebesar
Rp130 miliar. Dalam pengadaan pekerjaan fisik pembangunan jalan Bupati Ahmad
Yani menetapkan syarat commitment fee sebesar 10 persen sebagai syarat
terpilihnya kontraktor pekerjaan.

BAB III

PEMBAHASAN

Setelah dilakukan operasi tangkap tangan pada tiga tersangka utama, yakni
Bupati Muara Enim Ahmad Yani, Kepala Bidang Pembangunan Jalan sekaligus
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Muara Enim, Elfin Muhtar, serta
pemilik PT Enra Sari, Robi Okta Fahlefi pada Senin, 2 September 2019 hingga
Selasa, 3 September 2019. Mereka satu per satu menjalani persidangan atas kasus
korupsi pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan pengesahan dana APBD
Kabupaten Muara Enim tahun 2019.

Bupati Muara Enim non aktif Ahmad Yani dan terdakwa Elfin Muhtar
menjalani sidang perdananya pada Kamis, 16 Desember 2019 di Pengadilan Tipikor
Palembang. Juru bicara Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Palembang, Hotnar
Simarmata, SH. MH. mengatakan berkas sidang atas nama Ahmad Yani sudah
diterima. Proses sidang Bupati Muara Enim akan dilakukan secara terbuka untuk
umum.

4
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) KPK RI yang dibacakan oleh
ketua tim JPU KPK Roy Riyadi, SH, mengatakan terdakwa Alfin Muhtar sebagai
perintah Bupati Nonaktif Muara Enim Ahmad Yani terhadap beberapa aliran dana
yang terkait commitment fee proyek 16 paket serta diluar commitment fee di
Kabupaten Muara Enim dari terdakwa Robi Okta Fahlevi. Selain itu, terdakwa Elfin
telah menerima serta meminta bagian fee proyek 10 persen untuk Terdakwa Ahmad
Yani dan sebesar 5 persen dibagikan untuk terdakwa Elfin selaku PPK, Ramlan
Suryadi selaku Kadis PUPR Muara Enim, Ilham Sudiono selaku Ketua Pokja, dan
Aries HB Letua DPRD Muara Enim.

Selain Ahmad Yani dan Alfin Muhtar, Robi Okta Fahlevi selaku terdakwa
pemberi suap, menjalani sidang pembacaan dakwaan dari JPU pada Rabu, 20
November 2019. Hakim yang bertugas pada sidang tersebut adalah Bongbongan
Silaban, Abu Hanifah dan Junaidah selaku hakim anggota. Terdakwa dibacakan
dakwaan oleh JPU yang menjerat terdakwa dengan pasal berlapis, Pasal 5 dan Pasal
13 UU Tipikor dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara. Dalam dakwaan disebut
Robi tidak hanya menyuap dengan sejumlah uanng, namun juga dalam bentuk
barang berupa mobil Lexus dan Tata HD Made in India pickup yang diterima oleh
Ahmad Yani.

Kasus tersebut juga menyeret beberapa nama pejabat lainnya, yakni Aries
HB selaku ketua DPRD Kabupaten Muara Enim, Ramlan Suryadi selaku mantan
Kepala Dinas PUPR Muara Enim Ramlan Suryadi. Keduanya ditangkap KPK pada
Minggu, 26 April 2020 di Palembang pukul 07.00 dan pukul 08.30 di kediaman
masing-masing.

Aries HB dan Ramlan Suryadi menjalani sidang pertama mereka pada


Senin, 14 September 2020 secara virtual dengan agenda pembacaan dakwaan oleh
JPU KPK RI. Kedua terdakwa mengikuti sidang dari Lapas Pakjo Palembang.
Persidangan keduanya, dipimpin oleh hakim ketua, Erma Suharti yang sebelumnya
memutuskan pidana kepada dua terpidana dalam kasus yang sama, sedangkan JPU
KPK Anuar Dwi Nugroho dan Muhammad Ridwan membacakan dakwaaan setebal
25 halaman kepada dua terdakwa secara terpisah.

5
Selain dua nama di atas, Bupati Muara Enim yang menggantikan Ahmad
Yani, yakni Juarsah juga ditangkap. Awalnya, Juarsah dipanggil sebagai saksi pada
Selasa, 3 Desember 2019 dalam sidang kasus suap Bupati Muara Enim dengan
terdakwa Robi Okta Pahlevi, selain itu Ia pernah menjadi saksi untuk terdakwa
lainnya seperti Ahmad Yani, Aris HB, dan Ramlan Suryadi. Namun, sebagai
pengembangan dari kasus korupsi tersebut, pada akhirnya Juarsah ditetapkan
sebagai terdakwa lain penerima suap dari Robi. Juarsah ditangkap pada Senin
malam, 15 Februari 2021. Untuk kepentingan penyidikan, usai ditetapkan sebagai
tersangka Juarsah lansung ditahan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 15
Februari sampai dengan 6 Maret 2021 di Rumah Tahanan Negara Kelas I, Jakarta
Timur Cabang KPK, Kavling C1.

JPU menyebutkan bahwa Juarsah menerima Rp2,5 miliar dan menggunakan


uang suap tersebut untuk kebutuhan kampanye Nurhilyah yang merupakan istrinya
ketika mencalonkan diri sebagai anggota legislative pada tahun 2019. Pada 7
Januari 2019, Alfin Muhtar mendapat perintah dari Ahmad Yani untuk memberikan
uang senilai Rp1 miliyar kepada Juarsah.

Dalam kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan
pengesahan dana APBD Kabupaten Muara Enim tahun 2019 ini telah melibatkan
sebanyak enam belas tersangka. 10 diantaranya adalah anggota DPRD Muara Enim,
mereka adalah Indra Gani, Ishak Joharsah, Ari Yoca Setiadi, Ahmad Reo Kosuma,
Marsito, Mardiansah, Muhardi, Fitrianzah, Subahan, dan Piardi. Enam lainnya
adalah Ahmad Yani, Elfin Muhtar, Aries HB, Ramlan Suryadi, Ilham Sudiono, dan
Juarsah.

Masing-masing tersangka menerima hukuman yang berbeda. Pada tanggal


05 Mei 2020, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
Palembang memvonis 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider 6
bulan penjara terhadap Bupati Muara Enim, Ahmad Yani. Hakim menilai bahwa
Ahmad Yani terbukti bersalah dalam kasus dugaan korupsi 16 proyek perbaikan
jalan di Kabupaten Muara Enim. Ahmad Yani menerima commitment fee senilai
10 persen dari Rp13,4 miliar yang sisanya dibagi-bagi kepada pejabat lain. Selain

6
itu, Ia juga menerima barang berupa dua unit mobil, dua bidang tanah di Muara
Enim senilai Rp1,25 miliar, dan uang USD 35 ribu.

Ahmad Yani terbukti melanggar Pasal 12 a UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat


1 ke-1 KUHP junto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Selain itu, Ahmad Yani juga diwajibkan
membayar uang pengganti sebesar Rp2,1 miliar. Jika tidak dapat membayar uang
pengganti tersebut, maka akan dilakukan penyitaan terhadap harta benda yang
dimiliki oleh Ahmad Yani dan akan dilelang untuk menutupi uang pengganti.

Tanggal 28 Januari, Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman


Ahmad Yani dari 5 tahun penjara menjadi 7 tahun penjara. Vonis tersebut
dijatuhkan oleh Ketua Majelis Kasasi, Suhadi dengan anggota Prof. Abdul Latief
dan Ansori dengan panitera pengganti Arman Surya Putra. Hukuman Ahmad Yani
diperberat dengan pertimbangan bahwa Yani tidak memberikan contoh yang baik
kepada masyarakat. Tindakan Yani juga menyebabkan banyak orang lain terlibat
dan tindakannya menyebabkan pembangunan di Muara Enim menjadi terhambat.
Selain itu, Ahmad Yani sebagai seorang Bupati tidak dapat menjaga kepercayaan
warganya dan tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi. Hal yang
meringankan ialah Ahmad Yani sebagai kepala keluarga yang memiliki tanggungan
keluarga. Setelah putusannya berkekuatan hukum, pada 18 Februari 2021 terpidana
Ahmad Yani dibawa ke Rumah Tahanan Negara Palembang.

Robi Okta Pahlevi selaku pemberi suap, divonis pidana penjara selama 3
tahun dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan. Hal itu diputuskan oleh
Majelis Hakim yang diketuai oleh Abu Hanifah, SH. Dalam persidangan yang
berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Khusus Palembang pada 28
Januari 2020. Majelis menyatakan bahwa Robi terbukti secara sah dan meyakinkan
melakukan suap terhadap Bupati Muara Enim non aktif Ahmad Yani untuk
mendapatkan sebanyak 16 paket pengerjaan jalan dengan memberikan fee sebesar
10 persen dengan nominal Rp13,4 miliar dari total pengerjaan proyek APBD 2019
sebesar Rp130 miliar.

7
Robi terbukti melanggar ketentuan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-undang
RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jucto
Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Usai menjatuhkan vonis, Majelis Hakim memberikan
kesempatan kepada terdakwa untuk menerima atau memikirkan atas putusan
tersebut.

Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Khusus Palembang menjatuhkan vonis 4


tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta kepada Elfin Muhtar pada 28 April
2020. Jika denda tidak dapat dibayar, maka akan menambah kurungan selama 6
bulan. Diketahui bahwa Elfin menjadi makelar atau perantara Ahmad Yani dengan
Robi. Maka dari itu, Elfin terbukti melanggar Pasal 12 Huruf a Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu,
Majelis Hakim meminta Elfin agar membayar kerugian negara sebesar Rp2,36
miliar. Dalam proses persidangan, Elfin diketahui menerima fee senilai Rp5,23
miliar. Jika tidak dapat mengganti kerugian tersebut, maka akan dilakukan
penyitaan terhapad harta benda Elfin Muhtar. Atas putusan itu, majelis hakim
memberikan waktu tujuh hari kerja untuk terdakwa bersama kuasa hukumnya
mempertimbangkan vonis yang telah dijatuhkan. Apakah nantinya akan
menyampaikan nota banding atau tidak.

Pengadilan Tipikor Palembang menggelar sidang lanjutan dengan agenda


pembacaan putusan atau vonis oleh Majelis hakim kepada Ramlan Suryadi selaku
mantan Plt Kadis PUPR Muara Enim pada 19 Januari 2021. Majelis hakim yang
diketuai oleh Erma Suharti, menjatuhkan vonis 4 tahun penjara serta denda sebesar
Rp200 juta dan uang pengganti senilai Rp1,1 miliar dengan subsider 1 tahun
penjara. Ramlan terbukti melanggar Pasal 12 Huruf a Undang-undang Nomor 20
tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pengadilan Tipikor Palembang menjatuhkan vonis 5 tahun penjara dan


denda senilai Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Ketua DPRD nonaktif
Kabupaten Muara Enim, Aries HB. Selain itu, Aries juga diminta mengganti uang
kerugian senilai Rp3,3 miliar, apabila tidak dapat membayar kerugian maka akan

8
diganti 1 tahun penjara. Putusan tersebut dibacakan oleh Majelis Hakim yang
diketuai oleh Erma Suharti pada 19 Januari 2021.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palembang, pada 25 Mei 2022 memvonis


10 orang anggota DPRD Kabupaten Muara Enim nonaktif dengan hukuman penjara
selama 4 tahun atas kasus korupsi yang menjerat mereka. Selain hukuman penjara,
mereka juga dikenakan denda senilai Rp200 juta, dengan ketentuan bila tidak
dibayar diganti dengan kurungan tambahan selama 1 bulan. Hukuman lain yang
diberikan oleh Majelis Hakim berupa pencabutan hak memilih dan dipilih selama
2 tahun setelah masa pidana pokok para terdakwa selesai.

10 anggota DPRD tersebut antara lain Indra Gani, Ishak Joharsah, Ari Yoca
Setiadi, Ahmad Reo Kosuma, Marsito, Mardiansah, Muhardi, Fitrianzah, Subahan,
dan Piardi. Mereka terbukti menerima fee dengan total keseluruhan senilai Rp2,36
miliar. Oleh karena itu, mereka telah terbukti melanggar Pasal 12 Huruf a Undang-
undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.

Bupati Muara Enim nonaktif, terdakwa Juarsah menerima putusan Majelis


Hakim Pengadilan Negeri Palembang pada 29 September 2021. Hakim memvonis
Juarsah dengan hukuman pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan, denda sebesar
Rp200 juta subsider 6 bulan. Selain itu, Ia harus mengganti uang senilai Rp3 miliar
setelah putusan inkrah. Apabila tidak mencukupi, maka akan dilakukan
penambahan penjara selama 10 bulan. Juarsah terbukti telah menerima gratifikasi
dari Robi senilai Rp3 miliar. Maka dari itu, Juarsah dinyatakan melanggar Pasal 12
Huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.

9
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pada Hari Senin, 2 September 2019 hingga Selasa, 3 September 2019, KPK
melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepada tiga tersangka utama kasus
dugaan suap proyek pembangunan jalan di kabupaten Muara Enim terkait tahun
anggaran 2019. Tiga orang tersangka yang ditangkap KPK ialah Bupati Muara
Enim Ahmad Yani dan Kepala Bidang Pembangunan Jalan sekaligus Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Muara Enim, Elfin Muhtar sebagai
penerima suap, serta pemilik PT Enra Sari, Robi Okta Fahlefi sebagai pemberi suap.

Ahmad Yani diduga menerima commitment fee sebesar Rp13,4 miliar dari
Robi. Uang tersebut merupakan bagian dari commitment fee 15 persen untuk 16
paket proyek pekerjaan jalan tahun anggaran 2019 dengan nilai proyek sebesar
Rp130 miliar. Namun, dalam OTT yang dilakukan KPK, bukti yang diamankan
hanya sejumlah Rp500 juta atau USD 35 ribu.

Setelah dilakukan pengembangan pada kasus korupsi tersebut, banyak


nama-nama pejabat lain yang ikut terseret hingga total pejabat yang menjadi
terdakwa dan telah menerima vonis hakim sebanyak 16 orang. Selain tiga tersangka
utama, tiga tersangka lain adalah Ramlan Suryadi selaku Kadis PUPR Muara Enim,
Aries HB Ketua DPRD Muara Enim, serta Juarsah selaku Wakil Bupati yang
menjabat saat itu, dan 10 lainnya adalah anggota DPRD Muara Enim yakni, Indra
Gani, Ishak Joharsah, Ari Yoca Setiadi, Ahmad Reo Kosuma, Marsito, Mardiansah,
Muhardi, Fitrianzah, Subahan, dan Piardi. Tersangka lain yang masih dalam
penyidikan KPK yakni Ilham Sudiono selaku Ketua Pokja. Ilham mengaku secara
terang-terangan bahwa Ia menerima fee insfrastruktur.

10
B. Saran
1. Melakukan tes integrasi pada calon pejabat negara.
2. Melakukan perbaikan sistem pemerintahan tentang transparansi
penggunaan APBD.
3. Melakukan sosialisasi kepada aparatur negara tentang dampak korupsi.
4. Mempertegas hukuman bagi para koruptor.
5. Melakukan penyidikan dengan lebih cepat dan mendalam untuk
menghindari pemusnahan bukti.
6. Mengoptimalkan tugas KPK

11
DAFTAR PUSTAKA

04 September 2019. Diakses pada 24 Juli 2022, dari Kasus Bupati Muara
Enim, dari OTT hingga Sandi "Lima Kosong-Kosong"... Halaman all -
Kompas.com

04 September 2019. Diakses pada 24 Juli 2022, dari Diduga Korupsi Rp


13,4 Miliar, Bupati Muara Enim Jadi Tersangka - Halaman all - Tribunnews.com

20 November 2019. Diakses pada 3 Agustus 2022, dari Robi Penyuap


Bupati Muara Enim Jalani Sidang Perdana di PN Palembang (detik.com)
16 Desember 2019. Diakses pada 3 Agustus 2022, dari Sidang Perdana
Kasus Korupsi Bupati Muaraenim Non Aktif Ahmad Yani Setelah Natal -
Tribunsumsel.com (tribunnews.com)
27 Desember 2019. Diakses pada 3 Agustus 2022, dari Ini Sidang Perdana
Bupati Nonaktif Ahmad Yani dan Elvin Muchtar, Kabid Jalan dan Jembatan
PUPR Muara Enim | kliksumatera.com
28 Januari 2020. Diakses pada 3 Agustus 2022, dari Terbukti Suap, Robi
Okta Fahlevi Divonis 3 Tahun Penjara – Sumsel Terkini
27 April 2020. Diakses pada 3 Agustus 2022, dari Aries HB Ketua DPRD
Muara Enim Ditangkap KPK, Cek Kesehatan Sebelum Dibawa ke Jakarta -
Halaman all - Serambinews.com (tribunnews.com)
28 April 2020. Diakses pada 3 Agustus 2022, dari Elfin Mz Muchtar,
Makelar Kasus Suap Bupati Muara Enim, Divonis 4 Tahun Penjara |
kumparan.com
05 Mei 2020. Diakses pada 3 Agustus 2022, dari Terbukti Korupsi, Bupati
Muara Enim Nonaktif Ahmad Yani Divonis 5 Tahun Penjara Dan Uang Pengganti
Rp 2,1 Miliar (rmol.id)
14 September 2020. Diakses pada 3 Agustus 2022, dari Aries HB dan
Ramlan Suryadi jalani sidang perdana - ANTARA News
19 Januari 2021. Diakses pada 3 Agustus 2022, dari Ketua DPRD Muara
Enim Aries HB Divonis 5 Tahun Penjara (kompas.com)
20 Januari 2021. Diakses pada 3 Agustus 2022, dari Suap PUPR, Kadis
Dibui 4 Tahun dan Ketua DPRD 5 Tahun | Hukum (gatra.com)
28 Januari 2021. Diakses pada 3 Agustus 2022, dari MA Perberat Vonis
Bupati Muara Enim Nonaktif Jadi 7 Tahun Penjara (detik.com)

12
15 Februari 2021. Diakses pada 3 Agustus 2022, dari Ditetapkan sebagai
Tersangka, KPK Tahan Bupati Muara Enim (sindonews.com)
18 Februari 2021. Diakses pada 3 Agustus 2022, dari Penjara 7 Tahun,
Ahmad Yani Dieksekusi KPK ke Rutan Palembang (suara.com)
01 Juli 2021. Diakses pada 3 Agustus 2022, dari Sidang Perdana
Bupati Non Aktif Muara Enim Ditunda - Hukum dan Kriminal | RRI Palembang |

29 September 2021. Diakses pada 3 Agustus 2022, dari Hakim vonis Bupati
nonaktif Juarsah hukuman empat tahun enam bulan - ANTARA News

9 Oktober 2021. Diakses pada 3 Agustus 2022, dari Perjalanan Kasus


Bupati Non-aktif Muara Enim Juarsah, Sempat Ancam Laporkan KPK hingga
Dituntut 5 Tahun Penjara - Kompas.com
17 November 2021. Diakses pada 3 Agustus 2022, dari Korupsi Dinas
PUPR, KPK Periksa Eks Bupati dan Ketua DPRD Muara Enim (bisnis.com)
17 November 2021. Diakses pada 3 Agustus 2022, dari KPK Periksa Eks
Bupati Muara Enim Ahmad Yani Terkait Kasus Suap (detik.com)
24 Mei 2022. Diakses pada 24 Juli 2022, dari Kerugian Negara akibat
Korupsi Capai Rp62,93 Triliun pada 2021 (dataindonesia.id)

25 Mei 2022. Diakses pada 3 Agustus 2022, dari Ketua DPRD Muara Enim
Aries HB Divonis 5 Tahun Penjara (kompas.com)

13
LAMPIRAN

Juarsah Aries HB

Robi Okta Pahlevi

Ramlan Suryadi

Elfin Muhtar Ahmad Yani

14

Anda mungkin juga menyukai