Oleh:
NIM P07133221009
TAHUN 2022
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II
BAB III
PEMBAHASAN ............................................................................................. 4
A. Kesimpulan ........................................................................................ 10
B. Saran .................................................................................................. 11
LAMPIRAN ................................................................................................... 14
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini, di Indonesia korupsi sudah dianggap menjadi budaya ataupun kebiasaan
bagi banyak orang. Jika dirunut lebih jauh, korupsi di Indonesia sudah dilakukan
sejak masa kerajaan. Pada zaman itu, korupsi dilakukan oleh petinggi kerajaan,
biasanya terkait dengan penyelamatan upeti rakyat dan pembagian harta rampasan
perang. Kemudian, korupsi berlanjut hingga zaman penjajahan sampai dengan saat
ini.
Corruption Perception Index (CPI) 2020 merilis Transparancy International
Indonesia memberikan skor 37. Turun 3 poin dari tahun 2019. Sehingga saat ini
Indonesia menempati urutan 102 dari 180 negara yang disurvei. Menurut Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri, Indonesia masih dipandang sebagai negara
yang korup. Indonesia juga cenderung tidak serius dan tidak konsisten dalam upaya
pemberantasan korupsi.
Korupsi sendiri berarti setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau pereknomian negara. Saat ini, bentuk-bentuk
korupsi sangat banyak, antara lain gratifikasi, suap, penggelapan dana, pencucian
uang, pungutan liar, dll.
Dikarenakan kasus korupsi yang sangat marak terjadi di Indonesia, diperkirakan
negara mengalami kerugian sebanyak Rp12 triliun pada tahun 2019 dan mencapai
Rp62,93 triliun pada tahun 2021. Kasus yang terjadi pada tahun 2019 yang cukup
mengejutkan datang dari Bupati Muara Enim, Ahmad Yani. Dengan nilai korupsi
mencapai Rp13,4 milliar.
2
B. Tujuan Penyusunan Makalah
1. Untuk mempelajari kasus korupsi Bupati Muara Enim Ahmad Yani,
2. Untuk mengkaji kasus korupsi Bupati Muara Enim Ahmad Yani,
3. Untuk menganalisis kasus korupsi Bupati Muara Enim Ahmad Yani,
4. Untuk membahas kasus korupsi Bupati Muara Enim Ahmad Yani,
5. Untuk menyimpulkan dan membuat saran/rekomendasi/kesan serta pesan
moral dari kasus korupsi Bupati Muara Enim Ahmad Yani.
BAB II
Pada Senin sore pukul 15.30 WIB, tim KPK mendapati pemilik PT Enra
Sari, Robi Bersama stafnya, Edy Rahmady, bertemu dengan Elfin Muhtar di sebuah
restoran mi ayam di Palembang. Pukul 15.40 WIB, tim KPK melihat adanya
penyerahan uang dari Robi kepada Elfin. Setelah melihat penyerahan uang tersebut,
3
tim KPK segera melakukan penindakan. Tim KPK mengamankan uang sejumlah
35.000 dollar AS atau Rp500 juta. Secara parallel, pada pukul 17.31 WIB, tim KPK
mengamankan Bupati Ahmad Yani di kantornya di Muara Enim. Tim KPK juga
mengamankan sejumlah dokumen, namun KPK tidak secara detail menjelaskan
dokumen apa saja yang diamankan.
BAB III
PEMBAHASAN
Setelah dilakukan operasi tangkap tangan pada tiga tersangka utama, yakni
Bupati Muara Enim Ahmad Yani, Kepala Bidang Pembangunan Jalan sekaligus
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Muara Enim, Elfin Muhtar, serta
pemilik PT Enra Sari, Robi Okta Fahlefi pada Senin, 2 September 2019 hingga
Selasa, 3 September 2019. Mereka satu per satu menjalani persidangan atas kasus
korupsi pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan pengesahan dana APBD
Kabupaten Muara Enim tahun 2019.
Bupati Muara Enim non aktif Ahmad Yani dan terdakwa Elfin Muhtar
menjalani sidang perdananya pada Kamis, 16 Desember 2019 di Pengadilan Tipikor
Palembang. Juru bicara Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Palembang, Hotnar
Simarmata, SH. MH. mengatakan berkas sidang atas nama Ahmad Yani sudah
diterima. Proses sidang Bupati Muara Enim akan dilakukan secara terbuka untuk
umum.
4
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) KPK RI yang dibacakan oleh
ketua tim JPU KPK Roy Riyadi, SH, mengatakan terdakwa Alfin Muhtar sebagai
perintah Bupati Nonaktif Muara Enim Ahmad Yani terhadap beberapa aliran dana
yang terkait commitment fee proyek 16 paket serta diluar commitment fee di
Kabupaten Muara Enim dari terdakwa Robi Okta Fahlevi. Selain itu, terdakwa Elfin
telah menerima serta meminta bagian fee proyek 10 persen untuk Terdakwa Ahmad
Yani dan sebesar 5 persen dibagikan untuk terdakwa Elfin selaku PPK, Ramlan
Suryadi selaku Kadis PUPR Muara Enim, Ilham Sudiono selaku Ketua Pokja, dan
Aries HB Letua DPRD Muara Enim.
Selain Ahmad Yani dan Alfin Muhtar, Robi Okta Fahlevi selaku terdakwa
pemberi suap, menjalani sidang pembacaan dakwaan dari JPU pada Rabu, 20
November 2019. Hakim yang bertugas pada sidang tersebut adalah Bongbongan
Silaban, Abu Hanifah dan Junaidah selaku hakim anggota. Terdakwa dibacakan
dakwaan oleh JPU yang menjerat terdakwa dengan pasal berlapis, Pasal 5 dan Pasal
13 UU Tipikor dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara. Dalam dakwaan disebut
Robi tidak hanya menyuap dengan sejumlah uanng, namun juga dalam bentuk
barang berupa mobil Lexus dan Tata HD Made in India pickup yang diterima oleh
Ahmad Yani.
Kasus tersebut juga menyeret beberapa nama pejabat lainnya, yakni Aries
HB selaku ketua DPRD Kabupaten Muara Enim, Ramlan Suryadi selaku mantan
Kepala Dinas PUPR Muara Enim Ramlan Suryadi. Keduanya ditangkap KPK pada
Minggu, 26 April 2020 di Palembang pukul 07.00 dan pukul 08.30 di kediaman
masing-masing.
5
Selain dua nama di atas, Bupati Muara Enim yang menggantikan Ahmad
Yani, yakni Juarsah juga ditangkap. Awalnya, Juarsah dipanggil sebagai saksi pada
Selasa, 3 Desember 2019 dalam sidang kasus suap Bupati Muara Enim dengan
terdakwa Robi Okta Pahlevi, selain itu Ia pernah menjadi saksi untuk terdakwa
lainnya seperti Ahmad Yani, Aris HB, dan Ramlan Suryadi. Namun, sebagai
pengembangan dari kasus korupsi tersebut, pada akhirnya Juarsah ditetapkan
sebagai terdakwa lain penerima suap dari Robi. Juarsah ditangkap pada Senin
malam, 15 Februari 2021. Untuk kepentingan penyidikan, usai ditetapkan sebagai
tersangka Juarsah lansung ditahan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 15
Februari sampai dengan 6 Maret 2021 di Rumah Tahanan Negara Kelas I, Jakarta
Timur Cabang KPK, Kavling C1.
Dalam kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan
pengesahan dana APBD Kabupaten Muara Enim tahun 2019 ini telah melibatkan
sebanyak enam belas tersangka. 10 diantaranya adalah anggota DPRD Muara Enim,
mereka adalah Indra Gani, Ishak Joharsah, Ari Yoca Setiadi, Ahmad Reo Kosuma,
Marsito, Mardiansah, Muhardi, Fitrianzah, Subahan, dan Piardi. Enam lainnya
adalah Ahmad Yani, Elfin Muhtar, Aries HB, Ramlan Suryadi, Ilham Sudiono, dan
Juarsah.
6
itu, Ia juga menerima barang berupa dua unit mobil, dua bidang tanah di Muara
Enim senilai Rp1,25 miliar, dan uang USD 35 ribu.
Robi Okta Pahlevi selaku pemberi suap, divonis pidana penjara selama 3
tahun dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan. Hal itu diputuskan oleh
Majelis Hakim yang diketuai oleh Abu Hanifah, SH. Dalam persidangan yang
berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Khusus Palembang pada 28
Januari 2020. Majelis menyatakan bahwa Robi terbukti secara sah dan meyakinkan
melakukan suap terhadap Bupati Muara Enim non aktif Ahmad Yani untuk
mendapatkan sebanyak 16 paket pengerjaan jalan dengan memberikan fee sebesar
10 persen dengan nominal Rp13,4 miliar dari total pengerjaan proyek APBD 2019
sebesar Rp130 miliar.
7
Robi terbukti melanggar ketentuan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-undang
RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jucto
Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Usai menjatuhkan vonis, Majelis Hakim memberikan
kesempatan kepada terdakwa untuk menerima atau memikirkan atas putusan
tersebut.
8
diganti 1 tahun penjara. Putusan tersebut dibacakan oleh Majelis Hakim yang
diketuai oleh Erma Suharti pada 19 Januari 2021.
10 anggota DPRD tersebut antara lain Indra Gani, Ishak Joharsah, Ari Yoca
Setiadi, Ahmad Reo Kosuma, Marsito, Mardiansah, Muhardi, Fitrianzah, Subahan,
dan Piardi. Mereka terbukti menerima fee dengan total keseluruhan senilai Rp2,36
miliar. Oleh karena itu, mereka telah terbukti melanggar Pasal 12 Huruf a Undang-
undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
9
BAB IV
A. Kesimpulan
Pada Hari Senin, 2 September 2019 hingga Selasa, 3 September 2019, KPK
melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepada tiga tersangka utama kasus
dugaan suap proyek pembangunan jalan di kabupaten Muara Enim terkait tahun
anggaran 2019. Tiga orang tersangka yang ditangkap KPK ialah Bupati Muara
Enim Ahmad Yani dan Kepala Bidang Pembangunan Jalan sekaligus Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Muara Enim, Elfin Muhtar sebagai
penerima suap, serta pemilik PT Enra Sari, Robi Okta Fahlefi sebagai pemberi suap.
Ahmad Yani diduga menerima commitment fee sebesar Rp13,4 miliar dari
Robi. Uang tersebut merupakan bagian dari commitment fee 15 persen untuk 16
paket proyek pekerjaan jalan tahun anggaran 2019 dengan nilai proyek sebesar
Rp130 miliar. Namun, dalam OTT yang dilakukan KPK, bukti yang diamankan
hanya sejumlah Rp500 juta atau USD 35 ribu.
10
B. Saran
1. Melakukan tes integrasi pada calon pejabat negara.
2. Melakukan perbaikan sistem pemerintahan tentang transparansi
penggunaan APBD.
3. Melakukan sosialisasi kepada aparatur negara tentang dampak korupsi.
4. Mempertegas hukuman bagi para koruptor.
5. Melakukan penyidikan dengan lebih cepat dan mendalam untuk
menghindari pemusnahan bukti.
6. Mengoptimalkan tugas KPK
11
DAFTAR PUSTAKA
04 September 2019. Diakses pada 24 Juli 2022, dari Kasus Bupati Muara
Enim, dari OTT hingga Sandi "Lima Kosong-Kosong"... Halaman all -
Kompas.com
12
15 Februari 2021. Diakses pada 3 Agustus 2022, dari Ditetapkan sebagai
Tersangka, KPK Tahan Bupati Muara Enim (sindonews.com)
18 Februari 2021. Diakses pada 3 Agustus 2022, dari Penjara 7 Tahun,
Ahmad Yani Dieksekusi KPK ke Rutan Palembang (suara.com)
01 Juli 2021. Diakses pada 3 Agustus 2022, dari Sidang Perdana
Bupati Non Aktif Muara Enim Ditunda - Hukum dan Kriminal | RRI Palembang |
29 September 2021. Diakses pada 3 Agustus 2022, dari Hakim vonis Bupati
nonaktif Juarsah hukuman empat tahun enam bulan - ANTARA News
25 Mei 2022. Diakses pada 3 Agustus 2022, dari Ketua DPRD Muara Enim
Aries HB Divonis 5 Tahun Penjara (kompas.com)
13
LAMPIRAN
Juarsah Aries HB
Ramlan Suryadi
14