Anda di halaman 1dari 3

Nama : Yunita Lelo Toby

Nim : 2019041034083
Kelas : A

KASUS PT. SUNPRIMA NUSANTARA PEMBIAYAAN ( SNP FINANCE)

1. Pada kasus ini, baik pihak para direksi dan manajer SNP Finance tidak menerapkan prinsip
otonomi karena telah mengambil keputusan dengan melakukan pemalsuan dokumen keuangan
yaitu pada bagian jurnal piutang pembiayaan secara tidak transparan (tertutup) dalam aktivitas
usaha sebagai perusahaan pembiayaan (multifinance), maupun pihak akuntan publik yang juga
tidak menanamkan prinsip otonomi karena juga telah mengambil keputusan dengan melanggar
standar audit professional yang tidak melakukan akurasi jurnal piutang pembiayaan dan tidak
mendeteksi kecurangan yang dilakukan oleh para direksi dan manajer SNP saat mengaudit
laporan keuangan SNP Finance. Pada kasus ini juga , pihak para direksi dan manajer SNP
Finance tidak menanamkan prinsip kejujuran karena telah melakukan tindakan manipulasi
dokumen keuangan perusahaan sebagai salah satu bentuk membohongi atau menipu pihak lain
(seperti akuntan publik maupun konsumen yang menggunakan barang SNP Finance) untuk
kepentingan perusahaannya.
2. Pada kasus ini, pihak akuntan publik dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Satrio Bing Eny dan
Rekan (SBE) yang merupakan salah satu entitas Deloitte Indonesia tidak menerapkan prinsip
integritas. Alasannya adalah karena selama mengaudit laporan keuangan SNP Finance, mereka
memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian meskipun pada realitanya mereka tidak
mengetahui kondisi laporan keuangan SNP Finance yang telah dimanipulasi oleh pihak para
direksi dan manajer SNP Finance atau bisa dibilang pihak akuntan publik tidak mempunyai itikad
buruk. Sedangkan, pihak para direksi dan manajer SNP Finance juga tidak menerapkan prinsip
integritas karena memberikan pendapat tidak wajar dengan melakukan manipulasi dan
merekayasa laporan keuangan perusahaan. Pada kasus ini, pihak akuntan publik tidak
menerapkan objektivitas karena tidak dapat mendeteksi kecurangan pemalsuan dokumen
keuangan perusahaan yang dilakukan oleh para direksi dan manajer SNP Finance.
Sedangkan, pihak perbankan juga tidak menerapkan objektivitas karena tidak melakukan analisa
atas laporan keuangan dan informasi lain secara tersendiri, dan langsung mempercayai suatu
perusahaan dalam memberikan kreditnya yang hanya karena reputasinya baik dan telah
beroperasi dalam periode yang cukup lama
3. Menurut saya Pada kasus ini, baik pihak para Direksi dan manajer PT Sunprima Nusantara
Pembiayaan (SNP Finance) yang telah melakukan tindakan pidana, seperti salah satunya
pemalsuan dokumen keuangan pada aktivitas usaha sebagai perusahaan pembiayaan
(multifinance), maupun pihak akuntan publik yang melanggar standar audit professional dinilai
perbuatan yang buruk menurut hati nurani. Alasannya adalah mereka telah mengambil keputusan
yang bertentangan dengan hati nurani karena tergiur oleh keinginan mereka terkhususnya bagi
para direksi dan manager SNP Finance, sehingga mengakibatkan mereka menghancurkan
integritas mereka sendiri.
KASUS TANGKAP (OTT) KPK PADA PEJABAT KEMENTERIAN DESA PEMBANGUNAN
DAERAH TERTINGGAL TAHUN 2017

1. Pada kasusu ini mereka tidak menerapkan prinsip otonomi karena Dalam OTT ini, KPK
menetapkan empat orang tersangka. Selain Sugito, diantaranya satu pejabat Kemendes dengan
inisial JDT dan dua auditor BPK dengan inisial RS dan ALS. Selaku pemberi suap, SGT dan JDT
disangka pasal 5 ayat 1 huruf a dan b kemudian pasal 13 UU Nomor 31 1999 sebagaimana diubah
UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan penerima suap, RS dan
ALS yang merupakan pejabat BPK disangka melanggar pasal 12 huruf a dan b, pasal 11 UU
Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
2. Pada kasus ini mereka tidak menerapkan prinsip itregitas tidak bersikap lugas dan jujur karena
mereka telah melakukan penyuapaan Uang sebesar Rp 40 juta disita KPK terkait kasus ini. Uang
itu diduga merupakan bagian dari komitmen fee sebesar Rp 240 juta, dimana Rp 200 juta sudah
dibayarkan pada awal Mei 2017.
3. Cara lebih obyektif untuk menilai baik buruknya perilaku moral adalah mengukurnya dengan
Kaidah Emas yang berbunyi: "Hendaklah memperlakukan orang lain sebagaimana Anda sendiri
ingin diperlakukan". Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes
PDTT) Eko Putro Sundjojo masih tak percaya Irjen Sugito ditangkap tangan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam dugaan suap terkait opini Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP) laporan keuangan tahun anggaran 2016.Eko mengatakan, Sugito dikenalnya sebagai sosok
sederhana. Dia mengatakan bawahannya itu tinggal di rumah yang terletak di gang sempit di
kawasan Bojong, Jawa Barat. Jadi dapat di ambil kesimpulan setiap orang yang sederhana belum
tentu dia jujur dan baik.

KASUS SUAP BUPATI ADE YASIN, AUDITOR BPK YANG KORUPSI (APRIL 2022)

1. Pada kasus ini tidak menerapkan , prinsip otonomi yang merupakan sikap dan kemampuan
manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang
dianggapnya baik untuk dilakukan. Karena engan kasus suap terhadap auditor BPK yang sudah
terjadi berulang kali memperlihatkan lembaga itu gagal menjalankan fungsi instrumen
pengawasan internal. BPK memang memiliki kode etik. Tapi penegakan hingga punishment tidak
berjalan dengan baik, instrumen pengawasan internal yang dimiliki oleh BPK gagal menjalankan
fungsinya sehingga kasus suap yang melibatkan auditor BPK selalu terulang. Padahal, kata Egi,
BPK adalah salah satu lembaga yang mestinya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan
korupsi.
2. Pada kasus ini mereka tidak menerapkan prinsip itregitas tidak bersikap lugas dan jujur dalam
semua hubungan profesional dan bisnis karena telah melakukan dugaan penyimpangan dalam
proyek perbaikan jalan Kandang Roda-Pakansari yang masuk dalam program Cibinong City A
Beautiful. Secara terpisah, Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch
(ICW) Egi Primayogha menilai kasus dugaan suap yang melibatkan Ade Yasin memperlihatkan
BPK tidak serius dalam melakukan pembenahan dan pengawasan internal. Ini menunjukkan BPK
tidak pernah serius membenahi instansinya. Padahal BPK adalah salah satu lembaga yang
mestinya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi.
3. Pada kasus ini Ade yasin beserta 3 anak buahnya diniai perbuatannya buruk telah melanggar hati
nurani karena mereka telah mengambil keputusan yang bertentangan dengan hati nurani karena
tergiur oleh keinginan mereka Ade diduga memerintahkan 3 anak buahnya yakni Sekdis Dinas
PUPR Bogor Maulana Adam; Kasubid Kas Daerah BPKAD Bogor Ihsan Ayatullah, dan PPK
pada Dinas PUPR Kab. Bogor Rizki Taufik untuk menyuap 4 pegawai BPK sebesar Rp 1,9 miliar
supaya mendapatkan predikat audit wajar tanpa pengecualian untuk laporan keuangan Pemerintah
Kabupaten Bogor tahun anggaran 2021. Ketiga anak buah Ade turut menjadi tersangka dan
ditahan

Anda mungkin juga menyukai