Anda di halaman 1dari 2

KASUS SUAP MOGE, MAJELIS KODE ETIK SIAPKAN SANKSI

UNTUK AUDITOR BPK

Jakarta - Selain ditahan KPK terkait kasus suap motor gede, nasib Auditor Madya pada Sub-
Auditorat VIIB2 Sigit Yugoharto sedang dipertimbangkan Majelis Kehormatan Kode Etik BPK. Bisa
jadi akan ditetapkan pelanggaran berat kepadanya.

"(Sedang) proses, saya tidak akan masuk ke substansi karena ini masih dalam proses
pemeriksaan internal. Yang jelas, begitu selesai, Majelis (Kehormatan) Kode Etik akan menentukan
jenis sanksinya. Dan sesuai dengan ketentuan, Majelis (Kehormatan) Kode Etik bisa menentukan paling
berat dari profesi, tidak boleh lagi jadi auditor," ucap Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Internasional
BPK Yudi Ramdan Budiman di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (22/9/2017).

"Sedangkan dari sisi disiplin pegawai sesuai peraturan PP 53 bahwa dia bisa pelanggaran
berat," dia menegaskan.

Kode etik pegawai BPK diatur dalam Peraturan BPK No 3 Tahun 2016. Sementara Majelis
Kehormatan Kode Etik disebut merupakan tim independen dari beberapa unsur.

"Tim itu merupakan tim independen yang disebut Majelis Kehormatan Kode Etik yang terdiri
atas lima orang: 2 orang profesi, 1 orang akademisi, dan 2 orang BPK. Jadi tiga orang pihak independen
dan tim kode etik telah bekerja. Kami juga selalu berkoordinasi dengan KPK," tutur Yudi yang
didampingi Kabiro Humas KPK Febri Diansyah.

Yudi berharap publik dapat memisahkan antara perbuatan oknum dan institusi. BPK mengaku
berkomitmen menegakkan martabatnya melalui proses internal, sementara secara pidana perbuatan
oknumnya diproses oleh KPK.

"Kita ingin menjadikan semua proses ini sebagai pembelajaran yang terus-menerus kita
kuatkan. Dan kami sangat berterima kasih atas concern dari publik atas masalah ini. Dan sekali lagi
kami tetap mendorong dan mendukung upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh penegak hukum,
dalam hal ini KPK," ujarnya.

Sigit diduga menerima satu unit motor Harley-Davidson Sportster 883 dengan estimasi nilai
Rp 115 juta dari General Manager PT Jasa Marga (Persero) Cabang Purbaleunyi Setia Budi. Menurut
KPK, suap terkait pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) terhadap PT Jasa Marga pada 2017.

Dari hasil penyidikan, KPK mendapat informasi indikasi kelebihan pembayaran terkait
pekerjaan pemeliharaan periodik rekonstruksi jalan dan pengecatan marka jalan yang tidak sesuai atau
tidak dapat diyakini kewajarannya. Temuan tersebut merupakan hasil audit anggaran 2015-2016.
(nif/idh)

Dipublikasikan oleh Nur Indah Fatmawati, hari Jumat 22 September 2017, 20:01 WIB

Sumber : https://news.detik.com/berita/d-3654527/kasus-suap-moge-majelis-kode-etik-siapkan-
sanksi-untuk-auditor-bpk, diakses pada 26 April 2019 pukul 20:35.
ANALISIS KASUS

Seperti yang telah disebutkan dalam berita di atas, sebagai auditor BPK, saudara Sigit telah
melanggar Peraturan BPK No. 3 Tahun 2016. Dalam hal ini beliau telah melanggar pasal 4 yakni
mengenai kode etik BPK dan pasal 7 yakni mengenai pelanggaran atas posisinya sebagai pemeriksa
BPK.

Dalam pasal 4 disebutkan bahwa kode etik BPK terdiri dari independensi, integritas, dan
profesionalisme. Sedangkan pada pasal 1 telah dijelaskan masing-masing pengertian dari kode etik
tersebut. Dalam kasus ini, saudara Sigit telah melanggar ketiga kode etik BPK. Dalam menjalankan
tugasnya saudara Sigit tidak independen, karena atas pemberian tersebut menunjukkan beliau
dipengaruhi dan memihak objek yang diperiksanya. Pelanggaran integritas juga dilakukan, pada pasal
1 disebutkan pengertian integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang
utuh, dimilikinya sifat jujur, kerasnya upaya, serta kompetensi yang memadai. Sedangkan dari
tindakannya, diketahui bahwa beliau tidak jujur, upaya yang dilakukan juga tidak akan maksimal, selain
itu karena terpengaruh maka pemeriksaan yang dilakukan juga menjadi tidak objektif. Kode etik
profesionalisme juga dilanggar, sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 poin 11, pengertian
profesionalisme sebagai kemampuan, keahlian, dan komitmen profesi dalam menjalankan tugas. Dapat
diketahui dalam kasus ini, pemeriksa menjalankan tugasnya secara tidak profesioal, komitmen dalam
menjalankan tugas telah tertutupi karena keuntungan pribadi yang telah diterimanya.

Pasal 7 menyebutkan mengenai kewajiban dan larangan bagi pemeriksa BPK. Dalam hal ini
pemeriksa tersebut telah melanggar ayat (1) poin c, d, dan i, serta ayat (2) poin c dan e. Pelanggaran
ayat (1) poin c, karena atas tindakan individunya ini telah melalaikan kewajibannya untuk menjaga
martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas BPK, karena pekerjaan beliau mengatasnamakan BPK.
Selanjutnya poin d yang berbunyi bersikap jujur, tegas, bertanggung jawab, objektif, dan konsisten
dalam mengemukakan pendapat berdasarkan fakta pemeriksaan juga telah dilanggar karena beliau
sudah tidak menjalankan tugasnya secara bertanggung jawab dan objektif karena telah dipengaruhi
independensinya oleh objek yang diperiksa. Poin i yang dilanggar yaitu terjadinya benturan
kepentingan. Seperti yang disebutkan dalam penjelasan per pasal bahwa benturan kepentingan yang
dimaksud adalah konflik kepentingan dalam kedudukannya sebagai Anggota BPK dan hubungan
mereka dengan hal-hal kepentingan atau keuntungan pribadi dalam situasi terkait tugas dan
wewenangnya cenderung mengarah mengabaikan profesionalitas. Karena dalam kasus tersebut beliau
telah menerima imbalan secara pribadi, maka terjadilah konflik kepentingan disini. Dalam ayat (2) poin
c disebutkan bahwa meminta dan/atau menerima uang, barang, dan/atau fasilitas lainnya baik langsung
maupun tidak langsung dari pihak yang terkait dengan pemeriksaan. Dalam hal ini sudah jelas terjadi
pelanggaran karena beliau menerima pemberian barang berharga ratusan juta.

Anda mungkin juga menyukai