Dosen Pengampu:
Oleh Kelompok 7:
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA
YOGYAKARTA
2020
Kasus Auditor BPK Beberkan Bentuk Penyimpangan Investigasi Skandal SKL BLBI
Ahli dari auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) I Nyoman Wara menyatakan, terdapat
empat penyimpangan dalam pelunasan utang Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik
Sjamsul Nursalim terhadap Bantuan Likuiditas Bank Indonesia ( BLBI).
“Yang pertama bahwa misrepresentasi piutang petani tambak senilai Rp 4,8 triliun yang tidak
diselesaikan Sjamsul Nursalim. Kemudian adanya penanganan aset kredit tanpa melibatkan tim
Aset Manajemen Investasi,” kata Wara saat bersaksi untuk terdakwa mantan Kepala BPPN
Syafruddin Arsyad Temenggung di PN Tipikor, Jakarta Pusat. Ketiga, menurut Wara, proses
persetujuan penyelesaian kewajiban pemegang saham oleh Komite Kebijakan Sektor Keuangan
(KKSK) tanpa mempertimbangkan penyelesaian misrepresentasi oleh Sjamsul Nursalim.
Terakhir, diakui Wara, penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI belum menyelesaikan
misrepresentasi.
Penyimpangan selanjutnya, dia menjelaskan, eks Ketua BPPN Sjamsul Nursalim diduga
tidak memberikan informasi lengkap bahwa sesungguhnya piutang kepada petambak merupakan
aset bank yang diperhitungkan dalam penetapan jumlah Kewajiban Pemegang Saham BDNI.
Nyoman mengatakan, Sjamsul Nursalim masih memiliki kewajiban tambahan selain JKPS yang
telah dihitung dalam Master of Settlement and Acquisition Agreement.
Bentuk penyimpangan terakhir, Nyoman mengatakan eks Ketua BPPN Syafruddin Arsyad
Temenggung telah menandantangani akta perjanjian penyelesaian akhir nomor 16 tanggal 12
April 2004 dan Surat Keterangan Lunas tanggal 26 april 2004, meski diketahui Sjamsul
Nursalim belum menyelesaikan misrepresntasi nilai piutang BDNI terhadap petambak senilai Rp
4,8 triliun.“Kami berpendapat bahwa Sjamsul Nursalim tidak menyelesaikan kewajiban atau
cidera janji menyelesaikan kewajibannya atas mispresresentasi piutang petambak senilai Rp4,8
triliun,” kata dia.
Namun pada April 2004 Syafruddin malah mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau
yang disebut SKL (surat keterangan lunas) terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham
pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang memiliki kewajiban kepada BPPN.
SKL itu dikeluarkan mengacu pada Inpres nomor 8 tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30
Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri yang saat itu menjabat sebagai Presiden.
Syafruddin diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 4,5 triliun.
Atas perbuatannya, Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-
undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana.
Memberikan hukuman sesuai dengan aturan yang berlaku kepada para pihak yang
melakukan tindakan penyimpangan tersebut.
Melakukan pengawasan serta pemeriksaan secara ketat agar tidak terjadi kasus
penyimpangan.
Melakukan kebijakan jatuh tempo dan limit kredit sebagai dasar untuk mencegah piutang
tak tertagih.
Memberikan denda keterlambatan agar tidak terjadi kasus penyimpangan.
Melakukan follow up yang bertujuan untuk mengingatkan utang mereka.
Membuat daftar hitam pelanggan yang telat bayar yang bertujuan untuk mengetahui
pelanggan mana saja yang sudah dimasukkan didaftar hitam, supaya tidak boleh
memberikan piutang kepada mereka.
Dampak Negatif yang timbul dari kasus tersebut yaitu:
Akibat tindakan kecurangan yang dilakukan oleh Syafruddin negara mengalami kerugian
sebesar Rp 4,5 Triliun
Kerugian yang besar dialami oleh negara mengakibatkan melambatnya pertumbuhan
ekonomi suatu negara, menurunnya investasi, meningkatnya kemiskinan, serta
meningkatnya ketimpangan pendapatan.
Korupsi yang terjadi memperlemah peran pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi
politik.