Anda di halaman 1dari 9

TUGAS

KASUS PELANGGARAN KODE ETIK AKUNTAN PUBLIK

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Auditing I


Dosen Pengampu: Dr. Novita Weningtyas Respati S.E.,M.Si.Ak

Disusun Oleh:
1. Daffa Ahmad Pratama (2010313210015)
2. Mercyana Amelia Putri (2010313320022)
3. M. Fatih Arya Jannatta (2010313210069)
4. Nadya Nazwa Sabila (2010313220022)
5. Puteri Amalia (2010313320025)
6. Tria Femi Koesasih (2010313320044)

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI
TAHUN 2022
Kasus Pelanggaran Kode Etik Auditor pada KAP Purwantono, Sungkoro, dan Surja
atas LKT PT Hanson Internasional

Kantor Akuntan Publik Purwantono, Sungkoro, dan Surja merupakan Kantor Akuntan Publik
Mitra dari Ernst and Young (EY) di Indonesia.
Dalam kasus ini, PT Hanson Internasional terbukti melakukan kesalahan penyajian laporan
keuangan yang membuat pendapatan per 31 Desember 2016 kelebihan sebanyak Rp 613
miliar. Sdri. Sherly Jokom selaku yang melakukan audit atas PT Hanson Internasional Tbk
melakukan pelanggaran Kode Etik Profesi Akuntan Publik karena dianggap tidak cermat dan
kurang berhati-hati dalam melakukan audit. Terbukti ketika ia tidak mengoreksi kesalahan
bahwa terdapat kesalahan material pada Laporan Keuangan Tahunan PT Hanson
Internasional. Selain itu, di dalam Laporan Keuangan tersebut juga tidak mengungkapkan
adanya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atas Kavling Siap Bangun (KASIBA) tanggal
14 Juli 2019.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, pelanggaran yang dilakukan oleh anggota KAP Purwantoro,
Sungkoro, dan Surja dan rekan-rekan direktur pada PT Hanson Internasional Tbk.
Pelanggaran tersebut diantaranya:
a. Sdri. Sherly Jokom selaku anggota KAP Purwantono, Sungkoro, dan Surja yang
melakukan audit atas Laporan Keuangan Tahunan (LKT) PT Hanson Internasional
Tbk per 31 Desember 2016, terbukti melakukan pelanggaran karena dinilai tidak
cermat dalam pelaksanaan prosedur audit terkait penentuan apakah LKT PT Hanson
internasional Tbk per 31 Desember 2016 mengandung kesalahan material yang
memerlukan perubahan atau tidak atas fakta yang diketahui oleh auditor setelah
laporan keuangan diterbitkan.
b. Sdr. Benny Tjokrosaputro selaku Direktur Utama PT Hanson Internasional yang
menandatangani PPJB 14 Juli 2016 dan Representation Letter tanggal 29 Maret 2017
tidak memberitahukan PPJB 14 Juli kepada Auditor yang mengaudit sehingga
mengakibatkan kelebihan pendapatan per 31 Desember 2016 sebesar Rp 613 miliar.
Sdr. Benny Tjokrosaputro juga bertanggung jawab atas kesalahan penyajian Laporan
Keuangan Tahunan (LKT) PT Hanson Internasional Tbk per 31 Desember 2016.
c. Sdr. Adnan Tabrani selaku Direktur PT Hanson Internasional Tbk per 31 Desember
2016, bertanggung jawab atas kesalahan penyajian Laporan Keuangan Tahunan
(LKT) PT Hanson Internasional Tbk per 31 Desember 2016.
Sanksi yang ditetapkan OJK atas pelanggaran yang dilakukan yakni:
a. Sdri. Sherly Jokom selaku AP yang terdaftar di OJK dikenakan sanksi administratif
berupa Pembekuan STTD selama 1 tahun terhitung setelah ditetapkannya surat sanksi.
b. PT Hanson Internasional Tbk dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan Perintah Tertulis untuk melakukan
perbaikan dan penyajian kembali LKT per 31 Desember 2016 paling lambat 14 hari
setelah ditetapkannya surat sanksi.
c. Sdr. Benny Tjokrosaputro dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
d. Sdr. Adnan Tabrani dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp
100.000.000,00 (serratus juta rupiah)

Kasus Manipulasi Laporan Keuangan oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT KAI)
PT KERETA API INDONESIA (PT KAI) terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian
laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor
dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik
profesi akuntansi. Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun
2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp 6,9 Miliar. Padahal apabila
diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan justru menderita kerugian sebesar Rp 63 Miliar.
Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi
Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan
keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan
keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan
Pemeriksan Keuangan (BPK), sedangkan untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan
publik.
Hasil audit tersebut kemudian diserahkan Direksi PT KAI untuk disetujui sebelum
disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham, dan Komisaris PT KAI yaitu Hekinus
Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh
akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan
dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005 sebagai berikut :
1. Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan
keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban
PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN)
sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir
tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada
beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal
berdasarkan Standar Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak
bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat
penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
2. Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang
diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI
sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih
tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6
Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
3. Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai
kumulatif sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70 Miliar
oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai
bagian dari hutang.
4. Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan
tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada
pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan
Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor
perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik
yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.
PT KAI melanggar Pasal 90 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dalam kegiatan
perdagangan efek, setiap pihak dilarang secara langsung maupun tidak langsung :
1. Menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apa
pun.
2. Turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain.
3. Membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak
mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan
mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk
menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain atau
dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual Efek.
PT KAI dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 107 UU No. 8 Tahun 1995 yang menyatakan :

“Setiap Pihak yang dengan sengaja bertujuan menipu atau merugikan Pihak lain atau
menyesatkan Bapepam, menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubah,
mengaburkan, menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari Pihak yang memperoleh izin,
persetujuan, atau pendaftaran termasuk Emiten dan Perusahaan Publik diancam dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).”

Selain itu, sanksi dan denda sesuai Pasal 5 huruf N Undang-Undang No. 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal, maka :
1. Direksi PT KAI saat itu yang terlibat diwajibkan membayar sejumlah Rp
1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan
kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan.
2. Auditor PT. KAI diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta
rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil
mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT. KAI tersebut.
KAP S. Manan & Rekan & Rekan tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap
telah gagal menerapkan persyaratan profesional yang disyaratkan di SPAP SA Seksi
110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04 Persyaratan
Profesional, dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari
auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman
berpraktik sebagai auditor independen.
Kasus Pelanggaran Kode Etik pada KAP terhadap PT Garuda Indonesia Tbk.

Ditemukan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh akuntan pubik atau KAP yang melakukan audit
terhadap PT. Garuda Indonesia Tbk. Pada Laporan Keuangan Tahun 2018 Oleh Pusat Pembinaan
Profesi Keuangan Kementerian Keuangan (PPPK Kemenkeu). Adanya kejanggalan dalam
mempengaruhi opini laporan auditor independent dan KAP dianggap belum menerapkan sistem
pengendalian mutu secara optimal terkait konsultasi dengan pihak eksternal. 

Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II OJK Fakhri Hilmi menjelaskan, pelanggaran yang
ditemukan regulator ada beberapa hal:
1. Di dalam laporan keuangan menyebutkan bahwa Garuda Indonesia mencatatkan nilai
kerjasama dengan PT Mahata Aero Teknologi (Mahata) senilai US$ 239 juta atau setara Rp
3,5 triliun. Dana tersebut masih bersifat piutang tapi sudah diakui oleh manajemen Garuda
Indonesia sebagai pendapatan. Alhasil, pada 2018, maskapai BUM meraih laba bersih US$ 5
juta. Seharusnya mencatatkan kerugian sebesar US$ 213 juta di tahun 2017 berubah menjadi
laba US$ 5 juta pada tahun 2018.
2. Laporan tahunan maskapai penerbangan tidak menjelaskan alasan kenapa dua Komisioner
Garuda, yaitu Chairal Tanjung dan Doni Oskaria menolak menandatangani laporan keuangan
tersebut. Sehingga, hal ini dianggap telah melanggar aturan OJK. Atas hal itu, Garuda
Indonesia telah melanggar pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal (UU PM), Peraturan Bapepam dan LK Nomor VIII.G.7 tentang Penyajian dan
Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten dan Perusahaan Publik, Interpretasi Standar
Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 tentang Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung
Sewa, dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 30 tentang Sewa.

3. Menurut Kemenkeu,  akuntan publik tersebut belum menilai secara tepat substansi transaksi
untuk perlakuan akuntansi terkait pengakuan piutang dan pendapatan lain-lain secara
sekaligus di awal. Atas hal tersebut, Akuntan Publik Kasner Sirumapea melanggar Standar
Audit (SA) 315.

4. Menurut Kemenkeu,  akuntan publik belum sepenuhnya memperoleh bukti audit yang cukup
dan memadai untuk menilai ketepatan perlakuan akuntansi sesuai substansi transaksi
perjanjian yang melandasi transaksi tersebut. Seharusnya, akuntan publik terkait harus
menjalankan tugasnya secara profesional, hati-hati terhadap prosedur teknis, dan cermat
sehingga dianggap telah melanggar Standar Audit (SA) 500.

5. Menurut Kemenkeu,  akuntan publik belum mempertimbangkan fakta-fakta setelah tanggal


laporan keuangan sebagai dasar pertimbangan ketepatan perlakuan akuntansi dan dalam hal
ini telah melanggar Standar Audit (SA) 560.

Sanksi yang diberikan oleh Kemenkeu, OJK dan BEI yaitu:

1. PT Garuda Indonesia dinyatakan melakukan pelanggaran Peraturan OJK Nomor


29/POJK.04/2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik dan diberikan
Sanksi Administratif berupa denda sebesar Rp100 juta.  
2. Seluruh anggota Direksi PT Garuda Indonesia juga dikenakan Sanksi Administratif berupa
masing-masing Rp100 juta karena melanggar Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.11 tentang
Tanggung Jawab Direksi atas Laporan Keuangan. 
3. Sanksi Administratif juga dikenakan secara tanggung renteng sebesar Rp100 juta kepada
seluruh anggota Direksi dan Dewan Komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. yang
menandatangani Laporan Tahunan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. periode tahun 2018
karena dinyatakan melanggar Peraturan OJK Nomor 29/POJK.004/2016 tentang Laporan
Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik.
4. Sehingga Kementerian Keuangan menjatuhkan sanksi pembekuan izin selama 12 bulan
kepada AP Kasner Sirumapea dan KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan,
selaku auditor laporan keuangan PT. Garuda Indonesia  (Persero) Tbk dan Entitas Anak
Tahun Buku 2018. 
5. PPPK Kemenkeu juga mengirimkan Peringatan Tertulis disertai dengan kewajiban untuk
melakukan perbaikan terhadap Sistem Pengendalian Mutu KAP dan dilakukan reviu oleh
BDO International Limited.
6. PT Bursa Efek Indonesia (BEI) akhirnya memberikan sanksi kepada PT Garuda
Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) perihal janggalnya laporan keuangan tahun 2018.
Pembahasan Kasus PT Bank Lippo Tbk.:

Seperti diketahui, telah terjadi perbedaan laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30
September 2002, antara yang dipublikasikan di media massa dan yang dilaporkan ke BEJ.
Dalam laporan yang dipublikasikan melalui media cetak pada 28 November 2002 disebutkan
bahwa total aktiva PT PT Bank Lippo Tbk. Tbk. sebesar Rp 24 triliun dengan laba bersih Rp
98 miliar. Namun, dalam laporan ke BEJ  pada 27 Desember 2002, total aktivanya berkurang
menjadi Rp 22,8 triliun dan terdapat rugi bersih Rp 1,3 triliun. Manajemen PT Bank Lippo
Tbk. beralasan, perbedaan tersebut disebabkan adanya kemerosotan nilai agunan yang
diambil alih (AYDA) dari Rp 2,4 trilyun pada laporan publikasi dan Rp 1,4 trilyun pada
laporan ke BEJ. Akibatnya, rasio kecukupan modal (CAR) PT Bank Lippo Tbk. pun turun
dari 24,77 persen menjadi 4,23 persen.

Dalam kasus ini menurut penyelidikan Bapepam , yang bersalah adalah pihak manajemen PT.
PT Bank Lippo Tbk. Tbk. dan  akuntan publik Drs. Ruchjat Kosasih, partner KAP Prasetio,
Sarwoko & Sandjaja. Manajemen PT Bank Lippo Tbk. menyampaikan laporan keuangan
ganda yang angakanya berbeda pada beberapa pos nya. Sedangkan akuntan publik mengaku
hanya mengaudit 1 laporan keuangan saja, yaitu laporan keuangan yang diserahkan oleh Pt
PT Bank Lippo Tbk. Tbk. kepada BEJ. Hal ini tentu saja menimbulkan kerugian bagi
beberapa pihak stakeholsers (pemangku kepentingan) yaitu pemegang saham, kreditor,
pemerintah karena mendapatkan informasi yang tidak akurat . Akuntan  publik tentu saja
sangat dicurigai terlibat dalam kecurangan ini karena sebagai akuntan publik seharusnya
mengetahui seluk beluk perusahaan yang akan diaudit.

Dari penelaahan atas data atau dokumen yang terkait dan informasi atau keterangan yang
diperoleh oleh Tim Pemeriksa BAPEPAM, dapat disimpulkan :

1.  Bahwa hanya terdapat 1 (satu) Laporan Keuangan PT PT Bank Lippo Tbk. Tbk per
30 September 2002 yang diaudit dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian dari
Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja,
dengan Laporan Auditor Independen No. REC-0031/02 dengan tanggal ganda (dual
dating) tertanggal 20 November 2002(kecuali untuk Catatan 40a tertanggal 22
November 2002 dan catatan 40c tertanggal 16 Desember 2002) yang disampaikan
kepada Manajemen PT PT Bank Lippo Tbk. Tbk pada tanggal 6 Januari 2003.
Penerbitan laporan yang diaudit dengan tanggal ganda (dual dating) dapat dilakukan
sepanjang sesuai dengan Standar Auditing Seksi 530 paragraf 5 dalam Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI).
2. Bahwa laporan keuangan PT PT Bank Lippo Tbk. Tbk per 30 September 2002 yang
diiklankan pada tanggal 28 November 2002 adalah laporan keuangan yang tidak
diaudit. Namun angka-angkanya sama seperti yang tercantum dalam Laporan Auditor
Independen.
3. Bahwa laporan keuangan PT PT Bank Lippo Tbk. Tbk per 30 September 2002 yang
disampaikan ke BEJ pada tanggal 27 Desember 2002 adalah laporan keuangan yang
tidak disertai Laporan Auditor Independen dan telah terdapat penilaian kembali
terhadap Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) dan Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif (PPAP).
4. Bahwa perbedaan antara laporan keuangan PT PT Bank Lippo Tbk. Tbk per 30
September 2002 yang diiklankan pada tanggal 28 November 2002 dengan laporan
keuangan tersebut pada huruf a) dan huruf c) di atas, hanya disebabkan oleh adanya
penyesuaian penilaian kembali atas Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) dan
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP).
5. Bahwa pemeriksaan atas prosedur penilaian kembali Agunan Yang Diambil Alih dan
prosedur audit atas beberapa akun Laporan Keuangan PT PT Bank Lippo Tbk. Tbk
per 30 September 2002 saat ini masih dalam proses pemeriksaan oleh instansi yang
berwenang.

Berdasarkan hal–hal tersebut di atas, maka BAPEPAM menyimpulkan sebagai berikut :

1.Kekuranghati-hatian Direksi PT PT Bank Lippo Tbk. Tbk, dalam mencantumkankata


“diaudit” dan opini Wajar Tanpa Pengecualian pada iklan laporan keuangan per 30
September 2002 pada tanggal 28 November 2002.

2. Kelalaian Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih, partner KAP Prasetio, Sarwoko &
Sandjaja, berupa keterlambatandalam menyampaikan peristiwa penting dan material
mengenai penurunan nilai AYDA PT PT Bank Lippo Tbk. Tbk kepada Bapepam.

SANKSI

Atas kekuranghati-hatian Direksi PT. PT Bank Lippo Tbk. Tbk dan kelalaian Akuntan Publik
Drs. Ruchjat Kosasih, partner KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dalam penerapan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal, BAPEPAM menjatuhkan sanksi
administratif sebagai berikut:
1. Terhadap Direksi PT PT Bank Lippo Tbk. Tbk yang menjabat pada saat Laporan
Keuangan PT PT Bank Lippo Tbk. Tbk per 30 September 2002 dipublikasikan, dikenakan
sanksi administratif berupa kewajiban menyetor uang ke Kas Negara sejumlah Rp
2.500.000.000,00 (duamiliar lima ratus juta rupiah).

2. Terhadap PT PT Bank Lippo Tbk. Tbk. diwajibkan untuk memberikan penjelasan kepada
pemegang saham mengenai kekuranghatihatian yang telah dilakukan serta sanksi adminstratif
yang mereka terima dalam Rapat Umum Pemegang Saham berikutnya.

3. Terhadap Sdr. Ruchjat Kosasih selaku partner KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja,
dikenakan sanksi adminstratif berupa kewajiban menyetor uang ke Kas Negara sebesar Rp
3.500.000 (tiga juta lima ratus ribu rupiah) atas kelalaiannya berupa keterlambatan
penyampaian informasi penting mengenai penurunan AYDA PT PT Bank Lippo Tbk. Tbk
selama 35 (tiga puluh lima) hari.

Anda mungkin juga menyukai