Anda di halaman 1dari 5

TUGAS AKUNTANSI FORENSIK

KASUS PT SUNPRIMA NUSANTARA PEMBIAYAAN FINANCE (PT SNP


FINANCE)
Dosen Pengampu :

Dista Amalia Arifah, SE., Akt., M.Si

Disusun Oleh :

Nadia Fatimatuz Zahra ( 31401900112 )


Najma Hamidah ( 31401900116 )
Niska Hidayati ( 31401900123 )
Rara Dewi ( 31401900135 )

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2021/2022

1
A. PROFIL PT SNP FINANCE
PT Sunprima Nusantara Pembiayaan atau sering disebut dengan PT SNP Finance
adalah sebuah perusahaan pembiayaan yang didirikan pada tahun 2000. SNP Finance
merupakan anak perusahaan dari Columbia Group. Columbia group di dindonesia
didirikan oleh . Columbia group merupakan perusahaan yang bergerak di bidang bisnis
ritel, pembiayaan konsumen, pabrikan, instrumen musik, dan E-commerce. SNP
Finance sendiri bertugas untuk menyalurkan pembiayaan kepada toko columbia retail.
Dana pembiayaan tersebut didapat dari kredit/pinjaman dari beberapa bank dan
mengeluarkan surat utang.
B. KRONOLOGI KASUS
Kasus SNP Finance ini terjadi dari tahun 2016 sampai 2017. Deputi Komisioner
Pengawas Perbankan III Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Slamet Edy Purnomo
mengungkapkan jika permasalahan pada SNP Finance sudah terdeteksi sejak Juli 2017.
Penyebab awal kasus ini terdeteksi adalah ketika pengawas dari OJK menemukan
adanya perbedaan angka pada CAPS yaitu suatu connecting antara SNP sebagai
multifinance dengan Bank Mandiri yang meminjamkan dananya kepada SNP.
Kemudian OJK meminta pihak-pihak bank yang meminjamkan dananya untuk
melakukan pemeriksaan internal. Ternyata, antara pihak-pihak bank dan SNP Finance
tidak pernah melakukan rekonsiliasi bank.
SNP Finance mendapatkan modal kerja dari 14 bank. Salah satu modal yang
paling besar diterima dari Bank Mandiri. SNP Finance sudah menjadi nasabah Bank
Mandiri selama 20 tahun. Namun, pada 2016, SNP Finance mengajukan restrukturiasi
kredit pada Bank Mandiri. Namun, menurut Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri,
Rohan Hafas, hanya dalam beberapa bulan SNP Finance tidak menunjukkan itikad baik
dengan menunggak pembayaran lagi sehingga kreditnya mulai macet dan manajemen
SNP Finance. Pada saat itu, kredit macetnya mencapai Rp 1,2 triliun.
Pada Januari 2018 di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) kategori SNP
berubah menjadi kelompok kolektibilitas 2 atau dalam perhatian khusus karena
menunggak pembayaran kredit. Akan tetapi SNP Finance menyalahgunakan
kesempatan restrukturisasi kredit ini untuk mencari tambahan dana dari bank-bank lain
Untuk dapat menutup penunggakan kredit pada beberapa bank tersebut, SNP
Finance menerbitkan MTN (Medium Term Notes) yaitu surat utang jangka menengah.
Penerbitan MTN tersebut ternyata dikeluarkan tanpa seijin OJK. Untuk dapat
mengeluarkan MTN, SNP Finance meminta KAP DeLoitte untuk mengaudit laporan
keungannya dan akan diperingkat oleh Pefindo. SNP Finance mendapatkan peringkat
efek periode Desember 2015-2017 idA-/stable dari Pefindo. Kemudian pada Maret
2018, rating SNP Finance naik menjadi idA/stable. Pada 4 Mei 2018 SNP Finance
mengajukan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang). Tetapi pada bulan
yang sama, OJK memberikan sanksi Pembekuan Kegiatan Usaha (PKU) kepada SNP
Finance melalui Surat Deputi Komisioner Pengawas IKNB II Nomor S-247/NB.2/2018
sehingga Pefindo menurunkan peringkat sebanyak dua kali yaitu menjadi idCCC/credit
watch dan turun lagi menjadi peringkat idSD/selective default pada bulan yang sama.

2
Kemudian kasus SNP Finance ini, naik dan mulai diselidiki pada awal bulan
Agustus 2018 karena laporan Bank Panin kepada Bareskrim Polri atas pengajuan
pinjaman fasilitas kredit modal kerja dan rekening koran periode Mei 2016 sampai 2017
sebesar Rp 425 miliar yang belum dilunasi. Bank Panin merasa dirugikan oleh SNP
Finance karena SNP menjamin piutang konsumen fiktif untuk mendapatkan kredit.
Modus ini juga dilakukan pada 13 bank lainnya.
C. PELAKU
Bareskrim telah menetapkan tersangka dan melakukan penahanan kepada tiga
direksi Sunprima. Mereka adalah Direktur Utama Donni Satria; Direktur Operasional
Andi Pawelloi; dan Direktur Keuangan Rudi Asnawi. Sementara selain ketiga direktur,
turut pula dijadikan tersangka adalah Manajer Akuntansi berinisial CDS, Asisten
Manajer Keuangan AS, serta tiga orang pemegang saham berinisial Leo Chandra,
Darwin Leo, dan Sie Ling.
D. KORBAN DAN KERUGIAN
Total kerugian ditaksir mencapai Rp 14 triliun. Korban kredit macet dan piutang
fiktif SNP Finance yang terdiri dari 14 bank pemegang tagihan dalam PKPU Sunprima
adalah:
1. Bank Mandiri dengan tagihan Rp 1,4 triliun,
2. Bank Woori Saudara Rp 16 miliar,
3. Bank Capital Rp 30 miliar,
4. Bank Sinarmas Rp 9 miliar,
5. Bank J-Trust Rp 55 miliar,
6. Bank Internasional Nobu Rp 33 miliar,
7. Bank BJB Rp 25 miliar,
8. Bank Nusa Parahyangan Rp 46 miliar,
9. Bank China Trust Rp 50 miliar,
10. Bank Ganesha Rp 77 miliar,
11. Bank Resona Perdania Rp 74 miliar,
12. Bank Victoria Rp 55 miliar,
13. Bank BCA Rp 210 miliar, dan
14. Bank Panin 141 miliar.
Selain itu juga ada 336 pemegang MTN yang dirugikan sebanyak Rp 1.85 triliun.
E. PENYELESAIAN DAN SOLUSI
a. Penyelesaian/solusi
1. OJK memberikan sanksi kepada Kantor Akuntan Publik (KAP) Deloitte
Indonesia yang bertanggung jawab sebagai auditor dan melanggar Standar
Operasional Prosedur (SOP)
2. 14 bank yang menjadi korban SNP Finance diminta oleh OJK untuk
menyiapkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).
3. Opsi penyelesaian utang SNP Finance kepada Bank, akan dilihat dari jumlah
cash flow nasabah SNP Finance dan ditambah dengan aset yang dimiliki SNP
Finance untuk membayar kredit kepada Bank yang terdaftar sebagai kroban
SNP Finance.

3
4. OJK menggandeng pengawas industri keungan non bank (IKNB) OJK, dan
mulai memperbaiki sistem yang dapat terintegrasi data diantara kreditur
dengan Debitur Multifinance.
5. Adanya sertifikasi untuk menjadi seorang direktur (menurut IAI)
6. Menggunakan software yang accountable.
7. Memperkuat sistem auditor perusahaan.
8. OJK melarang penerbitan MTN tanpa seijin OJK.
9. OJK terus berkoordinasi dengan instansi terkait, seperti kepolisian dan
kementerian keuangan, untuk penindakan yang diperlukan.

F. TEKNIK INVESTIGASI
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan pengawas perbankan OJK sejak awal
terus memonitor permasalahan SNP Finance yang terjadi, serta memantau melalui tim
audit internal bank. Tim ini melakukan investigasi internal dan akan memberikan
sanksi, jika ada pegawai bank yang ikut bertanggungjawab.
Investigasi dilakukan untuk mengumpulkan bukti yang terkait dengan kejadian
yang patut diduga merupakan tindakan Fraud. Investigasi merupakan bagian penting
dalam sistem pengendalian Fraud yang memberikan pesan kepada setiap pihak terkait
bahwa setiap indikasi tindakan Fraud yang terdeteksi selalu diproses sesuai standar
investigasi dan pelaku diproses sesuai ketentuan. Standar investigasi yang dimiliki
Bank paling sedikit mencakup:
1) Penentuan pihak yang berwenang melaksanakan investigasi dengan
memperhatikan independensi dan kompetensi yang dibutuhkan, antara lain
kompetensi atau keahlian dalam hal:
a) Analisis dan Investigasi;
b) Akuntansi Forensik;
Akuntansi forensik merupakan teknik dalam melakukan evaluasi dan
penyelidikan secara rinci dan menyeluruh terhadap permasalahan keuangan
yang diinvestigasi dengan menggunakan standar dan aturan.
c) Komputer Forensik;
Komputer forensik merupakan teknik untuk melakukan investigasi dan
analisis melalui pengumpulan dan penyajian bukti data yang ada dalam
komputer.
d) Pekerjaan Lapangan dan Wawancara.
Pekerjaan lapangan merupakan proses investigasi untuk mendapatkan
keyakinan secara sistematis melalui pengumpulan bukti secara objektif.
2) Mekanisme pelaksanaan investigasi untuk menindaklanjuti hasil deteksi dengan
tetap menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh.
Aktivitas terkait Fraud berdasarkan jenis kegiatan usaha Bank yang dilakukan SNP
Finance yaitu pada aktivitas perkreditan/pembiayaan. Fraud yang terjadi pada aktivitas
pemberian kredit/pembiayaan yang dilakukan oleh Bank, dimulai dari pengajuan
kredit/pembiayaan hingga pelunasan kredit/pembiayaan oleh debitur.
Kasus pada SNP ini meliputi rekayasa atau manipulasi dokumen atau informasi
kredit/pembiayaan. Bentuk rekayasa dokumen atau infomasi kepada pihak Bank untuk
memenuhi persyaratan dan kelayakan pemberian kredit/pembiayaan atau restrukturisasi
kredit/pembiayaan antara lain:

4
1) Rekayasa kemampuan dan prospek usaha debitur;
2) Rekayasa laporan keuangan debitur;
3) Overvalued/undervalued penilaian agunan atau penggunaan agunan fiktif;
4) Rekayasa analisa kredit/pembiayaan oleh pihak Bank;
5) Ketiadaan dokumen permohonan, analisis, keputusan, dan/atau perjanjian
kredit/pembiayaan; dan
6) Dokumen persyaratan kredit/pembiayaan yang tidak benar.
Pada kasus ini, SNP Finance melakukan overvalued penilaian agunan fiktif yaitu
piutang konsumen fiktif untuk mendapatkan pinjaman fasilitas kredit modal kerja dan
fasilitas kredit rekening koran. Laporan keuangan tersebut diaudit oleh KAP Deloitte
sehingga KAP Deloitte juga dikenakan sanksi karena telah melakukan pelanggaran
berat yaitu melanggar POJK Nomor 13/POJK.03/2017 tentang Penggunaan Jasa
Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik. Pertimbangannya antara lain adalah
sebagai berikut:
Telah memberikan opini yang tidak mencerminkan kondisi keuangan yang
sebenarnya. Besarnya kerugian terhadap industri jasa keuangan dan masyarakat yang
ditimbulkan atas opini kedua AP tersebut atas Laporan Keuangan Tahunan Audit
(LKTA) SNP Finance. Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap sektor jasa
keuangan akibat dari kualitas penyajian oleh akuntan publik.
Deloitte yang merupakan KAP big four melakukan kelalaian (negligence), yaitu
dengan kurang menerapkan prinsip kehati – hatian (professional skepticism) dalam
mengaudit kliennya tersebut. Ketika terjadi peningkatan hutang dan hutang yang
menjadi non performing loan, harusnya ini sudah menjadi lampu kuning bagi Deloitte
untuk memberikan opini going concern atas laporan keuangan SNP Finance. Opini
going concern adalah informasi tambahan yang diberikan auditor di paragraph penjelas
dalam laporan auditor independen yang berfungsi untuk menyatakan bahwa perusahaan
dalam kondisi beresiko mengalami kebangkrutan. Dengan adanya opini tersebut, akan
menjadi warning bagi para kreditornya untuk berhati – hati dalam menyalurkan
pinjaman. Selain itu dengan adanya kondisi kesulitan keuangan yang dialami oleh SNP
Finance, seharusnya Deloitte juga mengetahui bahwa hal ini menjadi faktor
tekanan/pressure bagi perusahaan untuk melakukan kecurangan/fraud, yaitu dengan
memanipulasi laporan keuangan agar tampak baik.

Anda mungkin juga menyukai