Anda di halaman 1dari 5

Nama : Nadya Rismunadi

NIM : 1702020015
Kelas : Akuntansi A
Mata Kuliah : Auditing

KASUS SNP FINANCE

SNP Finance merupakan bagian dari Columbia, toko yang menyediakan


pembelian barang secara kredit. Dalam kegiatannya SNP Finance mendapatkan
dukungan pembiayaan pembelian barang yang bersumber dari kredit perbankan

Pada pulan Juli 2017 mulai timbul masalah pada SNP finance dimana
terdapat perbedaan angka akuntansi antara SNP sebagai multifinance dengan bank
seperti Bank Mandiri yang terlihat dari CAPS yaitu suatu aplikasi connecting.
OJK kemudian meminta dilakukan pemeriksaan kepada pihak perbankan secara
internal dan oleh pengawas, setelah dilakukan pemeriksaan oleh investigator
internal bank mandiri ditemukan bahwa ternyata tidak pernah dilakukan
rekonsiliasi antara banking yang disebabkan adanya kesalahn system yang tidak
sempurna.

Terlepas dari permasalahan system yang dapat diperbaiki, tim kemudian


berkoordinasi dengan pengawas SNP di Industri Keuangan Non Bank (IKNB).
Hingga akhirnya ditemukan MTN (medium term note) yang diterbitkan oleh SNP
finance.

Columbia mengalami penurun bisnis yang pada akhirnya permasalahan


menjadi Non Performing Loan (NPL). Salah satu tindakan yang dilakukan oleh
SNP Finance untuk mengatasi kredit bermasalah tersebut adalah melalui
penerbitan Medium Term Note (MTN), yang diperingkat oleh Pefindo
berdasarkan laporan keuangan SNP yang diaudit DeLoitte
Diketahui bahwa pada bulan desember 2015-2017 SNP mendapatkan
peringakat efek dari Perfindo yaitu idA-/stable. Kemudian pada Maret 2018,
rating SNP Finance naik menjadi idA/stable. Namun Pefindo kembali menurun
kan rating SNP Finance sebanyak 2 kali. Pertama pada bulan Mei 2018,

Hingga pada akhirnya SNP finance terbukti melakukan memanipulasi


daftar kreditur kepada bank. Hal ini diketahui setelah salah satu bank melaporkan
mengalami kerugian. Dari 14 bank yang diduga ditipu, baru satu bank yang
melaporkan kerugian. Bank tersebut merasa telah ditipu sebanyak Rp 450 miliar.

Saat terjadi permasalahan, SNP Finance lalu mengajukan penundaan


kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap kewajibannya sebesar kurang
lebih Rp 4,07 triliun, yang terdiri dari kredit perbankan Rp 2,22 triliun dan MTN
sebesar Rp 1,85 triliun

Terlepas dari kasus yang tengah bergulir ini, sejumlah pihak mensinyalir
adanya kelemahan bank dalam menjalankan prinsip kehati-hatian. Selain itu,
system pengawasan otoritas pun dinilai perlu dievaluasi. Pembobolan dana
perbankan melalui kredit fiktif biasanya terdeteksi setelah ada kasus gagal bayar.
Biasanya untuk debitur yang sudah lama, bank mengandalkan kepercayaan dan
rating korporasi. Nah ini menjadi satu kelemahan apabila kredit yang diberikan,
seperti channeling, dan bank tidak melakukan pengecakan ulang kepada nasabah.

Sejauh ini muncul nama bank-bank yang memberikan keterangan


kerugaian atas SNP Finance yaitu, Panin Bank, Mandiri dan BCA yang dibobol
SNP Finance. Bank Mandiri tercatat mengucurkan kredit terbesar yakni Rp. 1,4
Triliun, sedangkan Bank Panin sebesar Rp. 140 Miliar. Adapun BCA
mengonfirmasi dana yang digelapkan sebesar Rp. 210 Miliar, Bank Woori
Saudara Rp. 16 Miliar, Bank Capital Rp. 30 Miliar, Bank Sinarmas Rp. 9 Miliar,
Bank J-Trust Rp. 55 Miliar, Bank Internasioanl Nobu Rp. 33 Miliar, Bank BJB
Rp. 25 Miliar, Bank Nusa Parahyangan Rp. 46 Miliar, Bank Cina Trust Rp. 50
Miliar, Bank Ganesha Rp. 77 Miliar, Bank
Resona Perdania Rp. 74 Miliar, Bank Victoria Rp. 55 Miliar, Bank BCA Rp. 210
Miliar, dan Bank Panin Rp. 141 Miliar.

Menurut pengakuan Bos BCA yang menjadi korban pembobolan oleh SNP
Finance, modus yang dilakukan diketahu dengan mengajukan kredit fiktif. Nilai
kredit yang diajukan ke bank di mark-up dari nilai sebenarnya. Awal mula
kerjasama antara SNP Finance dengan Bank BCA yaitu pada bulan Juni 2016
dimana SNP Finance mengajukan kredit. Besaran kredit berjenjang hingga
November 2017 nilainya mencapai Rp. 545 Miliar.

Semula SNP mengangsur secara rutin. Sisa kewajiban SNP Finance terus
berkurang hingga menjadi Rp. 210 Miliar. BCA memberikan kepercayaan untuk
menyalurkan kredit kepada SNP Finance karena memiliki kinerja keuangan yang
sehat. Menurut hasil audit Deloitte tahun 2017 dan rating Pefindo Maret 2018,
kondisi keuangan SNP Finance sehat. Bahkan pada Maret 2018, SNP Finance
masih menerbitkan Medium Term Notes (MTN). Pefindo juga menaikan peringkat
utang SNP Finance dari idA- menjadi idA. Pembayaran kredit mulai tersendat
setelah 18 April 2018.

Dampak besar dari kasus ini menurut Ketua Umum Asosiasi Perusahaan
Pembiayaan Indonesia Suwandi Wiratno menilai kasus yang melibatkan
multifinance dengan modus double financing hingga menggunakan piutang fiktif
sebagai jaminan untuk memperoleh kredit bank. Perbankan mulai memperketat
kredit ke multifinance, atau menyebabkan kesulitan bagi multifinance untuk
mendapatkan kredit dari bank.

Salah satu langkah bank untuk menghindari hal serupa, akan mengubah
sikap bank menjadi leih konservatif dan selektif dalam memberikan akses
financial kepada perusahaan pembiayaan atau multifinance. Selain itu bank akan
meminta multifinance untuk menyerahkan asset lebih besar untuk pinjamannya
guna menumbuhkan rasa kepercayaan dengan kreditur.
Ditengah kasus pidana terhadap pengurus SNP Finance, perusahaan
pembiyaan tersebut juga tengah menghadapi ancaman dicabutnya izin usaha
menyusul penetapan pembekuan kegiatan usaha (PKPU) sebagai rentetan kasus
gagal bayar bunga MTN sebesar Rp. 6,75 Miliar.

Adapun tersangka dari kasus ini yaitu LC (pendiri grup Columbia) DS


(direktur Utama) AP (Direktur Oprasional) RA (Direktur Keuangan) CDS
(Manager Akuntansi) AS (Asisten Manager Keuangan), LD dan SL dua dari
mereka masih buron. Para pelaku melakukan aksinya dengan mengajukan kredit
ke bank beserta jaminan berupa daftar piutang fiktif. Daftar tersebut telah mereka
manipulasi sehingga mendapatkan jumlah uang yang lebih besar saat pencairan
kredit dari bank. Barang bukti yang telah disita yaitu, salinan perjanjian kredit
antara bank P dengan PT SNP, salinan jaminan fidusia piutang yang dijaminkan
kepada bank P, dan salinan laporan keuangan PT SNP periode 2016-2017.

Mereka terancam pasal 263 KUHP, dan/atau Pasal 372 KUHP, dan/atau
Pasal 378 KUHP, dan/atau pasal 3, pasal 4, pasal 5 undang-undang nomor 8 tahun
2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

Infomarsi terakhir KAP yang mengaudit SNP Finance mendapatkan sanksi


administrative berupa pembatalan pendaftaran kepaada Auditor Public Marlinna,
Auditor Publik Merliyana Syamsyul dan Kantor Akuntan Publik Satrio, Bing, Eny
dan Rekan yang merupaka salah satu KAP di bawah Deloitte Indonesia. Hal ini
disebabkan karna Laporan keuangan tahunan PT SNP telah diaudit AP dari KAP
Satrio, Bing, Eny dan Rekan dan mendaptkan opini Wajar Tanpa Pengecualian.
ANALISIS KASUS

Berdasarkan kasus diatas, menurut analisis saya, Pada kasus SNP ini telihat
bahwa cara yang digunakan oleh pihak manajemen untuk mendapatkan dana dari
pihak bank yaitu salah dengan melakukan manipulasi data kreditur, hal ini tentu
memberikan dampak negative bagi kelangsungan perusahaan. Perusahaan tidak
mempertimbangkan dampak untuk membayar kewajibannya diluar batas
kemampuan perusahaan itu sendiri.
SNP juga tidak bertindak sesuai dengan kewajibannya, tugas atau kegiatan
bisnis SNP yaitu memberikan pembiayaan kepada nasabah, namun dibalik itu
SNP juga memiliki kewajiban untuk melunasi hutangnya kepada pihak debitur.
Pada kenyataannya SNP tidak dapat memenuhi kewajibannya terhadap debitur,
SNP malah melakukan manipulasi untuk menghindarinya. Jadi disini karna pada
dasarnya sumber dana yang didapat SNP yaitu berasal dari pembiayaan Bank,
seharusnya SNP bukan hanya mementingkan seberapa banyak dana yang
diperoleh dari Bank yang akhirnya digunakan untuk pembiayaan kepada
nasabahnya. Tetapi harus memikirkan juga kewajiban pembayaran kepada pihak
debitur atas dana yang didapat.
Disini SNP dan auditor mengabaikan prisinsip keadilan, kaitanya dengan
kerja sama yang terjalin dengan pihak bank sebagai kreditur. Kerjasama yang
diharapkan kedua belah pihak yaitu untuk sama-sama mendapatkan keuntungan,
bank memberikan dana dalam bentuk piutang kepada SNP dan SNP mengakui
sebagai hutang kepada bank yang harus dibayar sesuai dengan jangka waktu yang
disepakati. Akan tetapi kenyataannya PT SNP malah melakukan tindak
kecurangan dengan memanipulasi data nasabah agar mendapatkan dana yang
lebih besar, namun pada akhirnya tidak mampu memenuhi kewajibannya kepada
bank. Hal ini tentu merugikan pihak bank, dan untuk menuntut keadilan bank
dapat melaporkan hal ini kepada pihak yang berwenang dan diharapkan
mendapatkan ganti rugi dari pihak SNP atas kerugian yang dialami Bank.

Anda mungkin juga menyukai