Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ade Agus Aryfin

Npm : 17412002

Kasus SNP Finance dan Pertaruhan


Rusaknya Reputasi Akuntan Publik

Oleh: Dea Chadiza Syafina - 5 Oktober 2018


Perkembangan fintech dan marketplace yang menawarkan jasa kredit telah menjadi
pesaing berat Columbia Cash & Credit. Di sisi lain bisnisnya masih memakai pola
konvensional dan target pasar Columbia Cash & Credit adalah masyarakat menengah
bawah yang tidak terjamah perbankan.

Perusahaan ritel furnitur yang beroperasi sejak Februari 1982 ini masih melakukan
penilaian terhadap konsumen dengan mendatangi tempat tinggal atau survei. Namun,
praktik ini tidak bisa menjamin mitigasi dan pengendalian risiko gagal bayar atau kredit
macet konsumen yang membeli barang dengan cara mencicil kepada Columbia.

Dugaan kredit macet yang melanda Columbia ini yang kemudian dikaitkan dengan gagal
bayar pinjaman terhadap 14 bank senilai Rp14 triliun yang pernah dilakukan oleh SNP
Finance, salah satunya Bank Panin.

Columbia melalui anak usaha sektor pembiayaan SNP Finance, mengajukan fasilitas
pinjaman modal kerja dan kredit rekening koran kepada Bank Panin periode Mei 2016-
September 2017. Jumlah kredit yang telah diberikan mencapai Rp425 miliar.

Jaminan kredit yang digunakan SNP Finance kepada Bank Panin adalah daftar konsumen
atau debitur Columbia. Padahal, daftar piutang konsumen tersebut diduga telah
dimanipulatif alias fiktif. Dengan begitu, daftar agunan utang SNP Finance kepada bank
juga diduga palsu. Pihak Bank Panin, melalui Herwidayatmo, Direktur Utama PT Bank Pan
Tbk (Bank Panin) menyatakan pihaknya menyerahkan seluruh penyidikan terkait kasus ini
kepada kepolisian.

Nah, uang pinjaman dari fasilitas kredit bank yang seharusnya dibayarkan kepada
Columbia sesuai dengan lampiran daftar piutang saat permohonan pencairan kredit,
rupanya digunakan untuk keperluan para pemegang saham dan grup perusahaan, seperti
ditulis dalam keterangan Bareskrim Polri.

Sampai akhirnya pada Mei 2018, status kredit SNP Finance kepada Bank Panin menjadi
kredit macet dengan nilai mencapai Rp141,06 miliar. Rupanya SNP Finance tidak hanya
berutang kepada Bank Panin saja. Ada 13 bank baik BUMN, BPD maupun bank swasta
lainnya yang juga menjadi kreditur.

 Atas penggunaan dokumen piutang fiktif untuk mendapat kredit itu, penyidik Badan
Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri kemudian menetapkan jajaran direksi serta
komisaris SNP
Finance sebagai tersangka kasus tindak pidana pemalsuan atau tindak pidana pencucian
uang (TPPU).

Pihak kepolisian pun menjerat para tersangka dengan Pasal 263 ayat 1 dan atau ayat 2
KUHP dan atau Pasal 4 dan atau Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Pihak SNP Finance menegaskan kucuran kredit senilai Rp14 triliun itu adalah total
keseluruhan kredit yang diterima dari perbankan dalam kurun waktu 2013 sampai Februari
2018. Namun, saat ini nilai kredit yang belum terbayar adalah Rp2,2 triliun sesuai dengan
pernyataan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyebut piutang SNP Finance mencapai
Rp2,4 triliun. Selisih Rp200 miliar itu, menurutnya adalah persoalan perhitungan teknis
seperti kurangnya perhitungan bunga kredit yang dilakukan perseroan.

Dengan kata lain, dari pinjaman perbankan Rp14 triliun yang pernah dikucurkan dan
diterima, SNP Finance sudah melakukan pembayaran sebesar Rp11,8 triliun. "Angka Rp14
triliun itu tidak salah. Tapi saat ini utang yang belum dibayar adalah Rp2,2 triliun dan
pembobolan bank adalah dugaan yang harus dibuktikan melalui jalur hukum. Terlebih kita
semua tahu di ranah hukum ada praduga tidak bersalah," ucap Corporate Secretary   SNP
Finance Ongko Purba Dasuha kepada Tirto.

Bagaimana kasus Columbia dan SNP Finance bisa terjadi dan menimpa perbankan?

Seharusnya mustahil bagi debitur untuk melampirkan dokumen fiktif dalam meminta kredit
dari perbankan. Kecuali, jika pihak perbankan tidak melakukan cek dan kroscek. Sesuai
prosedur mengenal pelanggan bank, pihak perbankan mestinya jeli, tapi seolah baru
memahami perilaku debitur ketika telah mengalami gagal bayar.

Belakangan masalah Kantor Akuntan Publik (KAP) ini menjadi sorotan. KAP yang
mengeluarkan laporan keuangan tahunan audit (LKTA) SNP Finance pun akhirnya
mendapat sanksi administratif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Wasit lembaga
keuangan tersebut membatalkan pendaftaran kepada AP Marlinna dan AP Merliyana
Syamsul serta KAP Satrio, Bing, Eny dan Rekan terkait hasil audit laporan keuangan
tahunan (LKP) SNP Finance.

 AP dari KAP Satrio, Bing, Eny dan Rekan memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP) terhadap laporan keuangan SNP Finance yang telah diaudit. Padahal, hasil
pemeriksaan OJK justru mengindikasikan SNP Finance telah menyajikan laporan yang tidak
sesuai dengan kondisi keuangan sebenarnya secara signifikan. Hal ini menurut OJK
menyebabkan kerugian banyak pihak.

 Atas ketidaksesuaian ini, OJK berkoordinasi dengan Pusat Pembinaan Profesi Keuangan
(P2PK) Kementerian Keuangan atas pelaksanaan audit yang dilakukan oleh KAP Satrio,
Bing, Eny dan Rekan. Berdasarkan hasil pemeriksaan P2PK, kedua AP tersebut dinilai
telah melakukan pelanggaran berat dan telah dikenakan sanksi oleh Menteri Keuangan.

Kedua AP dan KAP BSE tersebut menurut OJK melanggar POJK Nomor
13/POJK.03/2017 Tentang Penggunaan Jasa Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik.
Pertimbangannya antara lain; telah memberikan opini yang tidak mencerminkan kondisi
SNP Finance yang
sebenarnya. Opini yang diberikan AP dan KAP tersebut terhadap LKTA SNP Finance
telah menimbulkan kerugian yang besar bagi industri jasa keuangan dan masyarakat.

Pertimbangan terakhir adalah menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap sektor jasa


keuangan akibat kualitas penyajian LKTA oleh akuntan publik.

OJK menilai AP Marlinna dan AP Merliyana Syamsul telah melakukan pelanggaran berat
sehingga melanggar POJK Nomor 13/POJK.03/2017 Tentang Penggunaan Jasa Akuntan
Publik dan Kantor Akuntan Publik. Ini sebagai mana tertera dalam penjelasan Pasal 39
huruf b POJK Nomor 13/POJK.03/2017 (PDF), bahwa pelanggaran berat yang dimaksud
antara lain AP dan KAP melakukan manipulasi, membantu melakukan manipulasi, dan atau
memalsukan data yang berkaitan dengan jasa yang diberikan.

Sementara itu, KAP SBE yang merupakan partner lokal Deloitte Indonesia, menegaskan
belum menerima salinan resmi putusan OJK tersebut. Dengan begitu, pihaknya belum bisa
memutuskan langkah apa yang akan ditempuh. KAP SBE menambahkan, pihaknya telah
menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK)
Kementerian Keuangan. Namun KAP SBE menyatakan sama sekali tidak pernah diminta
untuk memberikan keterangan terkait LKTA SNP Finance oleh OJK.

Kasus Columbia dan SNP Finance berkembang dari


sekadar gagal bayar jadi penipuan perbankan
https://tirto.id/bos-columbia-leo-chandra-dalam-lingkaran-kasus-pembobolan-bank-c4st

https://tirto.id/ojk-jatuhkan-sanksi-kantor-akuntan-publik-auditor-snp-finance-c31F

Anda mungkin juga menyukai