Anda di halaman 1dari 14

MENDETEKSI FRAUD MELALUI AKUNTANSI FORENSIK DAN

SKEPTISME PROFESIONAL

NURTANIO SAPUTRA TAKDIR


10800111095
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar
nurtaniosaktii@gmail.com
ABSTRACT
Sarbanes-Oxley Act 2002 (SOX) as an important milestone in the
development of forensic accounting. SOX is a strong reaction on the failure of
large companies, such as Enron, which sold its shares in the stock market due to
fraud. Auditor Professional skepticism is an (attitude) in conducting the audit
assignment, the first thing to be discussed is the human attitude. Social
psychologists say that there are three main components, namely cognition in
attitude or belief (or belief kongnisi), Affect or feelings (affection or feelings)
and action or behavior (actions or behaviors).
Professional skepticism is an attitude that includes a questioning mind and a
critical assessment of audit evidence. This paper is elaborating professional
skepticism with forensic accounting, and of course based on the frankness that
based al-quran and hadist.
Keywords : Forensic Auditor, professional skepticism, frankness, Al-quran &
hadist.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Wacana mengenai Akuntansi Forensik (Forensic Accounting) telah berkembang dengan


pesat seiring dengan makin banyaknya kasus-kasus mengenai kecurangan (Fraud). Dengan
makin maraknya kasus kecurangan yang bermunculan maka diperlukannya peran akuntansi
forensik yang kemudian akan membantu dalam mengurangi kecurangan dalam akuntansi.
Ilmu forensik (biasa disingkat forensik) merupakan sebuah penerapan dari berbagai ilmu
pengetahuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang penting untuk sebuah sistem hukum
yang mana hal ini mungkin terkait dengan tindak pidana. Namun disamping keterkaitannya
dengan sistem hukum, forensik umumnya lebih meliputi sesuatu atau metode-metode yang
bersifat ilmiah (bersifat ilmu) dan juga aturan-aturan yang dibentuk dari fakta-fakta berbagai
kejadian, untuk melakukan pengenalan terhadap bukti-bukti fisik (contohnya mayat, bangkai,
dan sebagainya). Atau untuk pengertian yang lebih mudahnya, Ilmu Forensik merupakan ilmu
untuk melakukan pemeriksaan dan pengumpulan bukti-bukti fisik yang ditemukan di tempat
kejadian perkara dan kemudian dihadirkan di dalam sidang pengadilan. Mencoba menguak
adanya tindak pidana korupsi dengan audit biasa (general audit atau opinion audit) sama halnya
mencoba mengikat kuda dengan benang jahit. BPK perlu alat yang lebih dalam dan handal dalam
membongkar indikasi adanya korupsi atau tindak penyelewengan lainnya di dalam Pemerintahan
ataupun dalam BUMN dan BUMD salah satu metodologi audit yang handal merupakan dengan
metodologi yang dikenal sebagai Akuntansi forensik ataupun Audit Forensik.
Akuntansi forensik dahulu digunakan untuk keperluan pembagian warisan atau
mengungkap motif pembunuhan. Bermula dari penerapan akuntansi dalam persoalan hukum,
maka istilah yang dipakai merupakan akuntansi (dan bukan audit) forensik. Perkembangan
sampai dengan saat ini pun kadar akuntansi masih kelihatan, misalnya dalam perhitungan ganti
rugi baik dalam pengertian sengketa maupun kerugian akibat kasus korupsi atau secara
sederhana akuntansi forensik menangani fraud khususnya dalam pengertian corruption dan
missappropriation of asset.
Praktik akuntansi forensic sendiri tumbuh dengan pesat tidak lama setelah krisis ekonomi
melanda Indonesia tahun 1997. Tingkat korupsi yang masih tinggi juga menjadi pendorong yang
kuat untuk berkembangannya praktik akuntansi forensik di Indonesia. Sementara itu, banyak
orang menunjuk Sarbanes-Oxley Act 2002 (SOX) sebagai tonggak penting perkembangan akun-

tansi forensik. SOX merupakan reaksi keras atas kegagalan perusahaan besar, seperti Enron,
yang menjual sahamnya di bursa saham akibat fraud.
Sebenarnya praktik akuntansi forensik telah ada di indonesia jauh sebelum terjadinya
krisis ekonomi, hal ini ditunjukkan dalam kinerja BPKP yang telah berperan besar dalam bidang
ini sejak pemerintahan orde baru. Akuntansi forensik pada saat ini sangat diperlukan terutama
dalam pengungkapan masalah kecurangan (Fraud) khususnya dalam corruption dan
misappropriation of asset. Upaya pemberantasan korupsi dan fraud pada umumnya akan terus
berlanjut.
Pada dasarnya akuntansi forensik merupakan aplikasi ilmu untuk penyelidikan kriminal
dalam rangka untuk mencari bukti yang dapat digunakan dalam penyelesaian kasus-kasus
kriminal. Seorang auditor forensik dituntut mampu melihat keluar dan menelusuri hingga dibalik
angka-angka yang tampak, serta dapat mengaitkan dengan situasi bisnis yang berkembang
sehingga bisa mengungkapkan informasi yang akurat, obyektif, dan dapat menemukan adanya
penyimpangan. Akuntansi forensik dibagi menjadi tiga bagian yaitu : fraud auditor,expert witnes
dan konsultasi litigasi.( Sudaryanti, 2009).
Selain dengan menerapkan Akuntansi Forensik, skeptisme profesinal juga merupakan salah satu
upayah dalam mendeteksi kecurangan. Skeptisme profesional menurut stamdar profesional
akuntan publik merupakan sikap auditor yang mencakup pikiran dan selalu mempertanyakan dan
melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit (IAI 2001, SA seksi 230.06). jika seorang
Auditor forensik tidak memiliki sikap yang skeptisme maka dikhawatirkan akan berdampak
buruk terhadap hasil kinerjanya.
Dalam kaitanya dengan mendeteksi kecurangan Akuntansi forensik merupakan tata cara
untuk mendeteksi kecurangan dan lebih mengkajinya secara mendalam sedangkan skeptisme
profesional merupakan sikap bagi seorang auditor forensik yang mengkaji sesuatu dan selalu
berfikir kritis terhadap suatu masalah. Sikap merupakan respon seseorang terhadap obyek
tertentu, meskipun dapat dikatakan bahwa sikap akan menggambarkan perilaku skeptis
seseorang tetapi dalam praktiknya tidak selalu demikian. Akan sangat menarik untuk melihat
apakah seoarng auditor yang bersikap skeptis di lapangan, faktor-faktor apa yang menyebabkan
perilaku auditor tidak sesuai dengan sikapnya (Noviyanti, 2008)

Selanjutnya dalam penelitian ini akan dijelaskan mengenai teori kepribadiaan yang
mempengaruhi

skeptisme

dan

akan

mencoba

untuk

melakukan

elaborasi

dengan

menghubungkan skeptisme profesional ini dengan Auditor forensik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Skeptisme Profesional dapat pengaruh langsung terhadap kinerja Auditor
forensik?
2. Apakah Akuntansi forensik dan Skeptisme Profesional akan mampu menemukan
Kecurangan-kecurangan ?
3. Apakah sikap skeptisme profesional akan bepengaruh terhadap keputusan akhir seorang
auditor Forensik?

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN


A. Sekptisme profesional
Skeptisme profesional Auditor merupakan suatu sikap (attitude) dalam melakukan
penugasan audit, maka hal pertama yang akan dibahas merupakan mengenai sikap manusia. Para
pakar psikologi sosial mengatakan bahwa terdapat tiga komponen utama dalam sikap yaitu
cognition or belief (kongnisi atau kepercayaan), affect or feelings (afeksi atau perasaan) dan
action or behavior (tindakan atau perilaku). Komponen kongnisi atau kepercayaan mengacu
pada pemikiran, kepercayaan, ide, fakta dan pengetahuan terhadap sesuatu. Komponen afeksi
atau perasaan mengacuh pada keadaan emosi positif atau negatif terhadap sesuatu. Sedangkan

komponen tindakan atau perilaku mengacuh pada maksu untuk berperilaku dengan cara tertentu
terhadap suatu objek agar perilaku sejalan dengan sikap.
Noviyanti (2008) menyatakan bahwa tipe kepribadian seseorang menjadi salah satu
faktor yang menentukan sikap yang dimiliki oleh individu tersebut, termasuk sikap skeptisme
yang terdapat pada diri individu tersebut. Auditor yang memiliki sikap skeptis yang tinggi
biasanya memiliki ciri-ciri kepribadian yang selalu berpikiran logis dan membuat keputusan
berdasarkan fakta-fakta yang ada.
Standar Profesional Akuntan Publik SA Seksi 230 PSA No. 04 mendefinisikan skeptisme
profesional sebagai sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan
evaluasi secara kritis bukti audit. Auditor tidak boleh menganggap bahwa manajemen merupakan
tidak jujur, namun juga tidak boleh menganggap bahwa kejujuran manajemen tidak
dipertanyakan lagi. Auditor juga tidak boleh merasa puas dengan bukti-bukti yang kurang
persuasif karena keyakinannya atas kejujuran manajemen.
Nasution,

Fitriany

(2012)

dalam

pelenitiannya

menunjukkan

hasil

pengujian

menunjukkan bahwa beban kerja berpengaruh negatif pada skeptisme profesional, sedangkan
pengalaman audit dan tipe kepribadian berpengaruh positif terhadap skeptisme profesional.
Selanjutnya penelitian ini akan membahas tentang cara mempertahankan sikap skeptisme
seorang auditor forensik. Dimana ada suatu kondisi yang dinamakan dual attitudes ( dimana
seseorang mempunyai dua sikap yang berbeda terhadap obyek tertentu dalam konteks yang
sama) yang dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap skeptisme profesional seorang auditor
forensik.
B. Teori Kepribadian
Kepribadian didefenisikan sebagai cara-cara unik yang ditempuh oleh individu dalam
bereaksi terhadap dan berinteraksi dengan orang lain. Menurut katharine, seorang piskolog
terkenal dari swiss, membedakan tipe kepribadian berdasarkan pada prefensinya yaitu:
1. Extraversion dan intraversion (E dan I)
Preferensi ini berkaitan dengan kemana fokus perhatian seseorang terhadap ruang lingkup
kehidupannya, apakah seseorang lebih mementingkan extraverting (berhubungan dengan

dunia di luar dirinya) atau lebih mementingkan interverting (berhubungan dengan dunia yang
ada dalam dirinya).
2. Sensing dan Intutition (S dan N)
Kedua hal ini menggambarkab prefensi seseorang dalam mempersepsikan sesuatu
informasi. Seseorang yang Sensing memahami dan memperoleh informasi yang ditangkap
melalui panca indra. Mereka menyerap data secara literal dan konkret, sehingga cenderung
realistik dan praktis. Sedang seseorang yang Intuition akan memahami dengan intuisi, dimana
mereka akan mencoba untuk memahami makna atau lambang, hubungan serta polo-pola yang
ada, dan kemungkinan-kemungkinan lainnya, lebih dari sekedar apa yang telah ditangkap
melalui panca indra.
3. Thinking dan Feeling (T dan F)
Kedua hal ini memberikan gambaran mengenai dua preferensi manusia dalam mengambil
keputusan atau memberikan penilaian, dimana seseorang yang preferensi Thinking akan
menggambil keputusan dengan mempergunakan daya nalar (rasional) dan analisis yang obyektif
berdasarkan sebab akibat. Sedangkan mereka yang mempunyai preferensi Feeling cenderung
menggunakan perasaan dalam mengambil keputusan sehingga subyektif. Pengambilan keputusan
dilandaskan pada nilai-nilai pribadi atau norma-norma yang mereka anggap benar.
4. Judging dan Perceiving (J dan P)
Dua komponen prefensi ini mengacu pada sikap manusia terhadap dunia luar, dan
bagaimana gaya hidupnya sehari-hari. Seseorang yang prefensinya judging menginginkan
sesuai yang jelas, teratur, dan mapan sedangkan seseorang dengan perceiving menginginkan
sesuatu yang fleksibel dan spontan. Judgers menginginkan sesuatu yang sudah pasti sedangkan
Perceivers menginginkan sesuatu yang tidak berkesudahan.

C. PEMBAHASAN

1. Akuntansi Forensik
Awalnya di Amerika Serikat akuntansi forensik digunakan untuk menentukan pembagian
warisan atau mengungkap motif pembunuhan. Istilah akuntansi forensik tersebut bermula dari
penerapan akuntansi untuk menyelesaikan atau memecahkan persoalan hukum. Di Amerika
profesi yang bergerak di bidang akuntansi forensik disebut auditor forensic atau pemeriksa fraud
bersertifikasi (Certified Fraud Examiners/CFE) yang bergabung dalam Association of Certified
Fraud Examiners (ACFE). Akuntan Forensik merupakan Akuntan yang menjalankan kegiatan
evaluasi dan penyelidikan, dari hasil tersebut dapat digunakan di dalam pengadilan hukum.
Meskipun demikian Akuntan forensik juga mempraktekkan keahlian khusus dalam bidang
akuntansi, auditing, keuangan, metode-metode kuantitatif, bidang-bidang tertentu dalam hukum,
penelitian, dan keterampilan investigatif dalam mengumpulkan bukti, menganalisis, dan
mengevaluasi materi bukti dan menginterpretasi serta mengkomunikasikan hasil dari temuan
tersebut. Menurut Wiratmaja I Dewa Nyoman (2010), akuntansi forensik merupakan formulasi
yang dapat dikembangkan prosedur audit forensik dan audit investigatif yang bersifat litigation
suport untuk menghasilkan temuan dan bukti yang dapat digunakan dalam proses pengambilan
putusan di pengadilan.
Akuntansi forensik merupakan penggunaan keahlian di bidang audit dan akuntansi yang
dipadu dengan kemampuan investigatif untuk memecahkan suatu masalah/sengketa keuangan
atau dugaan fraud yang pada akhirnya akan diputuskan oleh pengadilan/ arbitrase/tempat
penyelesaian perkara lainnya. Akuntansi dalam perkembangannya merupakan perpaduan dari
ilmu Akuntansi, investigasi, hukum, dan auditing.
2. Akuntan Forensik
Akuntan forensik digunakan di sektor publik maupun privat, akan tetapi penggunaan
akuntan forensik di sektor publik lebih menonjol dibandingkan di sektor privat. Hal tersebut
disebabkan karena penyelesaian sengketa di sektor privat cenderung diselesaikan di luar
pengadilan. Akuntan forensik memiliki ciri-ciri yang sama dengan akuntan dan auditor, yaitu
harus tunduk pada kode etik profesinya. Sikap independen, objektif dan skeptis juga harus
dimiliki oleh akuntan forensik . kualitas yang harus dimiliki oleh akuntan forensik merupakan:

a. Kreatif: kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis
normal dan mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu tidak perlu merupakan
situasi bisnis yang normal.
b. Rasa ingin tahu: keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam
rangkaian peristiwa dan situasi.
c. Tidak menyerah: kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta (seolaholah) tidak mendukung, dan ketika dokumen ayau informasi sulit diperoleh.
d. Akal sehat: kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata. Ada yang
menyebutnya perspektif anak jalanan yng mengerti betul kerasnya kehidupan.
e. Business sense: kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan, dan
bukan sekedar memahami bagaimaa transaksi dicatat
f. Percaya diri: kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan kita sehingga kita dapat
bertahan di bawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan
pembela).
3. Kecurangan (fraud)
Definisi kecurangan (fraud) berdasarkan Blacks Law Dictionary yang terdapat dalam
Karyana (2011) merupakan:
Fraud is (1) A knowing misrepresentation of the truth or concealment of a material fact to
induce another to act to his or her detriment; is usual a tort, but in some cases (esp. when
the conduct is willful) it may be a crime, (2) A misrepresentation made recklessly without
belief in its truth to induce another person to act, (3) A tort arising from knowing
misrepresentation, concealment of material fact, or reckless misrepresentation made to
induce another to act to his or her detriment.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa setidaknya ada tiga elemen fundamental
dalam kecurangan (fraud), yaitu: (1) kecurangan dilakukan oleh seseorang dengan sengaja, (2)
kecurangan merupakan berbentuk penyembunyian fakta atau penipuan atau pemaksaan, dan (3)
kecurangan bertujuan untuk memperoleh keuntungan pihak-pihak tertentu.
Menurut Alison (2006) dalam artikel yang berjudul Fraud Auditing mendefinisikan
kecurangan (Fraud) sebagai bentuk penipuan yang disengaja dilakukan yang menimbulkan
kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan keuntungan bagi
pelaku kecurangan. Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan

penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dan adanya
pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut. Menurut peraturan undangundang hukum pidana kecurangan dijelaskan dalam beberapa pasal :
a. Pasal 362
Mengenai pencurian, kecurangan artinya mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya
atau sebagaian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan
hukum.
b. Pasal 368
Mengenai pemerasan dan pengancaman, kecurangan artinya dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa sesorang
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagian merupakan kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya
membuat hutang maupun menghapus piutang.
c. Pasal 372
Mengenai penggelapan, kecurangan artinya dengan sengaja melawan hukum memiliki
barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian merupakan kepunyaan orang lain, tetapi yang
ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan.
d. Pasal 378
Megenai perbuatan curang, kecurangan artinya dengan maksud untuk menguntungkan
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan nama palsu atau martabat palsu,
dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk
menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun
menghapuskan piutang.
e. Pasal 396
Mengenai merugikan pemberi piutang dalam keadaan pailit.
f. Pasal 406
Mengenai menghancurkan dan merusak barang, kecurangan artinya dengan sengaja
atau melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau
menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain.
g. Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan 435

Secara khusus diatur dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31
tahun 1999).
4. Nilai Kejujuran
Menjelaskan tentang sesuatu hal yang benar-benar terjadi dalam prosedur skeptisme
profesional tentu merupakan sesuatu yang utama dan hal ini merupakan bagian dari sifat
kejujuran itu sendiri. Di dalam skeptisme profesional perlu adanya nilai kejujuran, jika seorang
auditor forensik tidak melandaskan sikap skeptisme profesional pada nilai kejujuran
kemungkinan akan terjadinya salah saji. Dalam penelitian ini, akan mencoba untuk
menyandingkan atau memasukkan nilai kejujuran didalam berperilaku skeptisme profesional
bagi seorang auditor trekhusus auditor Forensik.
Jujur dalam kehidupan sehari-hari; merupakan anjuran dari Allah dan Rasulnya. Banyak
ayat Al Qur'an menerangkan kedudukan orang-orang jujur antara lain: QS. Ali Imran (3): 15-17,
An Nisa' (4): 69, Al Maidah (5): 119. Begitu juga secara gamblang Rasulullah menyatakan
dengan sabdanya: "Wajib atas kalian untuk jujur, sebab jujur itu akan membawa kebaikan, dan
kebaikan akan menunjukkan jalan ke sorga, begitu pula seseorang senantiasa jujur dan
memperhatikan kejujuran, sehingga akan termaktub di sisi Allah atas kejujurannya. Sebaliknya,
janganlah berdusta, sebab dusta akan mengarah pada kejahatan, dan kejahatan akan membewa ke
neraka, seseorang yang senantiasa berdusta, dan memperhatikan kedustaannya, sehingga tercatat
di sisi Allah sebagai pendusta" (HR. Bukhari-Muslim dari Ibnu Mas'ud)

III.

SIMPULAN

Akuntansi forensik diharapkan mampu menjawab atas semua kecurangan yang terjadi
saat ini, ditambah lagi jika seorang auditor forensik memiliki sikap yang sekptisme yang
profesional yang selalu meragukan sesuatu, dalam artian bahwa tidak mempercayai sesuatu tanpa
menelusurinya secara langsung. Skeptisme mengajarkan kita cara berpikir yang lebih kritis lagi.
Dan pola berpikir ini juga mempengaruhi sikap skeptisme dari seorang auditor forensik, hal ini
dapat ditelusuri dengan mempelajari teori kepribadian yang berbeda-beda pada setiap manusia.
Akuntan Forensik merupakan Akuntan yang menjalankan kegiatan evaluasi dan
penyelidikan, dari hasil tersebut dapat digunakan di dalam pengadilan hukum. Meskipun
demikian Akuntan forensik juga mempraktekkan keahlian khusus dalam bidang akuntansi,
auditing, keuangan, metode-metode kuantitatif, bidang-bidang tertentu dalam hukum, penelitian,
dan keterampilan investigatif dalam mengumpulkan bukti, menganalisis, dan mengevaluasi
materi bukti dan menginterpretasi serta mengkomunikasikan hasil dari temuan tersebut.Akuntan
forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation), dan juga bisa
berperan dalam bidang hukum diluar pengadilan (non litigation). misalnya dalam membantu

merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi
dan upaya menghitung dampak pemutusan/pelanggaran kontrak. Akuntansi Forensik merupakan
aplikasi keterampilan investigasi dan analitik yang bertujuan untuk memecahkan masalahmasalah keuangan melalui cara-cara yang sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pengadilan
atau hukum. Dengan demikian investigasi dan analisis yang dilakukan harus sesuai dengan
standar yang ditetapkan oleh pengadilan atau hukum yang memiliki yurisdiksi yang kuat.
Prospek profesi akuntan forensik untuk ikut serta dalam penyelesaian kasus-kasus hukum
di Indonesia sangat besar dan penting. Kasus-kasus hukum di Indonesia khususnya yang
berhubungan dengan kecurangan perlu melibatkan akuntan forensik dalam penyelesaiannya,
karena akuntan forensik dapat membantu para ahli dan para penegak hukum dalam
mengumpulkan bukti dan barang bukti untuk menentukan potensi kerugian yang timbul akibat
adanya kecurangan. Selain itu prospek akuntan forensik lebih besar karena pada prinsipnya
orang yang bekerja di lembaga keuangan, perlu memahami tentang akuntansi forensik ini, untuk
memahami apa yang ada di balik laporan keuangan debitur, apa yang dibalik laporan hasil
analisis yang disajikan. Sehingga dapat dilakukan pendeteksian sejak dini, agar masalah tidak
terlanjur melebar dan sulit diatasi.

DAFTAR PUSTAKA
Al-quran & hadist
http://www.jtanzilco.com
http://buluksangadh.blogspot.com/2011_11_01_archive.html
Jumansyah, Nunik Lestari dewi, Tan Kwang En. 2010. Akuntansi Forensik dan Prospeknya
Terhadap Penyelesaian Masalah-masalah Hukum di Indonesia Prosiding Seminar
Nasional Problematika Hukum dalam Implementasi Bisnis dan Investasi (Perspektif
Multidisipliner)
Novianty, Suzy. 2008. Skeptisme Profesional Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan Indonesia, vol.5 No 1
Nasution Hafifah,Fitriany. Pengaruh Beban Kerja, Pengalaman Audit dan Tipe Kepribadian
Terhadap Skeptisme Profesional Dan Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan
SNA 15 Banjarmasin 2012.
Ojo, Marianne. 2012.Forensic Accounting and the Law: The forensic Accountant in The
Capacity of an Expert Witness

Wiratmaja, I Dewa Nyoman. 2010Akuntansi Forensik Dalam Upayah Pemberantasan Tindak


Pidana Korupsi. Jurnal
Sudaryati, Dwi dan Nafi Inayanti Zahro. 2009.Aditing Forensik dan Value for Money Audit.
ISSN : 1979-6889.
Sarbanes Oxley Act 2002.
SA Seksi 230 PSA No. 04
Suedi, Bambang. 2010. Suatu Perspektif tentang Klaim Mal Praktek Auditing Forensik dan
Auditing Kecurangan Jurnal STIE Semarang Vol.2 No.1.
--------------------------------, Kitab Undang Undang Hukum Pidana, Cetakan Pertama, Pustaka
Yustisia: Yogyakarta, 2009.

Anda mungkin juga menyukai