Anda di halaman 1dari 5

KASUS PT SUNPRIMA NUSANTARA PEMBIAYAAN (SNP FINANCE)

Kelompok 4 :

 Andar YP Hutabarat

 Gracella Vivi Olivia

 Lely Suryani Lubis

Kelas : BK-5A

PROFIL PT SUNPRIMA NUSANTARA PEMBIAYAAN (SNP FINANCE)

 SNP Finance merupakan bagian dari Columbia Group, perusahaan yang


bergerak di bidang pembiayaan konsumen yaitu toko ritel yang menyediakan
pembelian barang seperti elektonik, furnitur dan perlengkapan rumah tangga
secara kredit.

 Columbia sendiri mempunyai jumlah outlet yang sangat banyak, tersebar


hampir di seluruh wilayah Indonesia, melihat kondisi seperti itu, tentu SNP
Finance harus memiliki modal kerja (working capital) dalam jumlah yang
besar untuk menutup kredit para customer Columbia.

 SNP Finance menghimpun dana melalui pinjaman Bank. Kredit yang


diberikan bank kepada SNP Finance terdiri dari dua jalur, yang pertama
melalui joint financing, dimana beberapa bank bergabung dan memberikan
pinjaman, dan yang kedua adalah secara langsung, dari sebuah bank kepada
SNP Finance.

 SNP Finance telah menjadi debitur Bank Mandiri sejak 2004 dan selama
belasan tahun menjadi debitur Bank Mandiri, SNP Finance memiliki catatan
yang baik dengan kualitas kredit yang lancar.

 Dalam hal ini bank bergantung pada informasi keuangan yang tertuang dalam
laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen SNP Finance.
 Untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang disusun olep pihak SNP
Finace terbebas dari kesalahan atau manipulasi, maka laporan keuangan
tersebut diaudit. SNP Finance menggunakan jasa Kantor Akuntan Publik
(KAP) Deloitte Indonesia yang merupakan salah satu Kantor Akuntan Publik
(KAP) asing elit (disebut the Big Four) untuk mengaudit laporan
keuangannya.

LATAR BELAKANG MASALAH

Bisnis Retail Columbia yang merupakan induk dari SNP Finance mengalami
kemunduran akibat perilaku pembelian customer telah berubah.

Berdampak pada SNP Finance.

Non Performing Loan (NPL)

Penyebabnya yaitu:

Perilaku pembelian customer telah berubah, konsumen saat ini tidak lagi belanja
produk furniture dan elektronik dengan datang ke toko, melainkan mereka lebih
suka membeli secara online melalui perangkat gadgetnya. Mulai
dari survey harga, survey spesifikasi produk, sampai dengan pembelian, semua
dilakukan secara online. Bahkan para online shop tersebut juga memberikan
fasilitas kredit tanpa bunga (bunga 0%) untuk tenor yang bahkan sampai 12 bulan.
Kondisi perubahan perilaku pembelian customer inilah yang memukul pangsa
pasar dari Columbia, dan tentunya juga berdampak pada SNP Finance.

Hal yang dilakukan SNP Finance untuk mengatasi utangnya kepada bank:

SNP finance membuka keran pendanaan baru melalui penjualan surat utang
jangka menengah, disebut dengan MTN (Medium Term Notes).

 MTN ini diperingkat oleh Pefindo (Pemeringkat Efek Indonesia) dan


kembali lagi bahwa Pefindo juga memberikan peringkat salah satunya
adalah berdasarkan laporan keuangan SNP Finance yang diaudit oleh
Deloitte.
-peringkat efek SNP Finance sejak Desember 2015 – 2017 adalah A-

-peringkat efek SNP Finance Maret 2018 adalah A.

-peringkat efek SNP Finance Mei 2018 adalah CCC lalu turun lagi
menjadi SD (Selective Default).

 SNP Finance mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang


(PKPU), sebesar kurang lebih Rp 4,07 Trilyun yang terdiri dari kredit
perbankan 2,22 Trilyun dan MTN 1,85 Trilyun.

 Namun ternyata terjadi pemalsuan data dan manipulasi laporan keuangan


yang dilakukan oleh manajemen SNP Finance.Sangat disayangkan bahwa
Deloitte sebagai auditornya gagal mendeteksi adanya skema kecurangan
pada laporan keuangan SNP Finance tersebut.

Sanksi atas Kecurangan Laporan Keuangan

 OJK memberikan sanksi kepada Akuntan Publik (AP) Marlina dan AP


Merliyana Syamsul yaitu pembatalan hasil audit terhadap kliennya yaitu
SNP Finance dan pelarangan untuk mengaudit sektor perbankan, pasar
modal dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB).

 Langkah tegas OJK ini merupakan upaya untuk menjaga kepercayaan


masyarakat terhadap Industri Jasa Keuangan.

 Imbasnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membekukan kegiatan usaha


SNP karena perseroan gagal membayar bunga MTN pada 14 Mei 2018
melalui Surat Deputi Komisioner Pengawas IKNB II No. S-
247/NB.2/2018.

Tanggapan Menurut Kami mengenai kasus ini

Deloitte yang merupakan KAP big four melakukan kelalaian (negligence)


yaitu dengan kurang menerapkan prinsip kehati – hatian Profesional
(professional skepticism) dalam mengaudit kliennya .
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik
dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.Kewajiban untuk
menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh
anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak
ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum. Dimana
menurut Mulyadi (2001: 53), Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip
etika, yaitu :

Prinsip Pertama Tanggung Jawab Profesi


Prinsip Kedua Kepentingan Publik
Prinsip Ketiga Integritas
Prinsip Keempat Obyektivitas
Prinsip Kelima Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Prinsip Keenam Kerahasiaan
Prinsip Ketujuh Perilaku Profesional
Prinsip Kedelapan Standar Teknis

Kasus SNP Finance dan Deloitte ini hendaknya menjadi pelajaran bagi para
pelaku bisnis dan auditor. Pelaku bisnis yang ingin melakukan kecurangan, atau
manipulasi laporan keuangan juga berpikir dua kali, karena saat ini OJK telah
bersikap kritis untuk menyelidiki kasus kecurangan manajemen (white collar
crime). Auditor dan Kantor Akuntan Publik juga harus berhati-hati dalam
memberikan opini audit, jangan sampai opini yang diberikan menjadi
menyesatkan bagi para pengguna laporan keuangan, sehingga dampaknya jadi
mengakibatkan kerugian material dalam jumlah besar.
PERENCANAAN PRESENTASI

PERKENALAN KELOMPOK
PENGENALAN TOPIK :
MATERI
KASUS PT SUNPRIMA
NUSANTARA PEMBIAYAAN
ALAT BANTU POWER POINT
PENYEBAB TERJADINYA
MASALAH DAN SANSKI AKIBAT
ISI TERJADINYA MASALAH
TERSEBUT SERTA HASIL DISKUSI
DARI KELOMPOK KAMI

Anda mungkin juga menyukai