Anda di halaman 1dari 5

Beberapa Kasus yang terkait dengan “Perilaku Etika dalam Profesi Akuntan” yaitu:

1. Kasus KPMG-Siddharta & Harsono


September tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung malu.
Kantor akuntan publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$
75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG yang
harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc. yang
tercatat di bursa New York. Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman memang susut
drastis. Dari semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap
Baker rupanya was-was dengan polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung
risiko lebih besar, Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya.
Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan
Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar
negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik Texas.
Namun, karena Baker mohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan.
KPMG pun terselamatan.
2. Kasus Sembilan KAP yang diduga melakukan kolusi dengan kliennya
Jakarta, 19 April 2001 .Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian
mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank
yang pernah diauditnya antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada
wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari
sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak
melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit.
Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas
bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan
usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT
& M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata lain,
kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor
akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan
laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan
memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya
tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan.
ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam
penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai
penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi.
Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif
meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW
mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu
tidak ringan. “Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga
menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan
bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita
mengharapkan ada tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin
kantor akuntan publik itu,” tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan
dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar
kode etik profesi akuntan.
3. Kasus Mulyana W Kusuma.
Kasus ini terjadi sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU
diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan
dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak suara,
surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. Setelah dilakukan pemeriksaan,
badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah dilakukan
penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik daripada
sebelumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa laporan
akan diperiksa kembali satu bulan setelahnya.
Setelah lewat satu bulan, ternyata laporan tersebut belum selesai dan disepakati pemberian
waktu tambahan. Di saat inilah terdengar kabar penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana
ditangkap karena dituduh hendak melakukan penyuapan kepada anggota tim auditor BPK,
yakni Salman Khairiansyah. Dalam penangkapan tersebut, tim intelijen KPK bekerjasama
dengan auditor BPK. Menurut versi Khairiansyah ia bekerja sama dengan KPK
memerangkap upaya penyuapan oleh saudara Mulyana dengan menggunakan alat perekam
gambar pada dua kali pertemuan mereka.
Penangkapan ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor yang
bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak lain
berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut karena hal
tersebut telah melanggar kode etik akuntan
4. Kasus Menkeu Bekukan Izin Pengaudit Electronic Solution (2008)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indawati membekukan izin Akuntan Publik Drs Oman Pieters
Arifin karena melanggar Standar Auditing (SA), dan Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP). Pelanggaran itu dilakukan dalam audit Laporan Keuangan PT Electronic Solution
Indonesia 2007.”Pencabutan izin tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 305/KM.1/2008 tanggal 29 April 2008 dan berlaku selama 9 bulan sejak tanggal
ditetapkannya keputusan dimaksud,” ujar Kepala Biro Depkeu Samsuar Said, dalam
keterangan tertulis, di Jakarta, Sabtu (24/5/2008).Selama masa pembekuan izin, Drs Oman
Pieters Arifin juga dilarang menjajakan jasa akuntan. Meliputi jasa atestasi yang termasuk
audit umum atas laporan keuangan, jasa pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif, jasa
pemeriksaan atas pelaporan informasi keuangan proforma. “Seusai Pasal 2 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik,” kata Samsuar.Selain itu,
yang bersangkutan dilarang memberikan jasa audit lainnya serta jasa yang berkaitan dengan
akuntansi, keuangan, manajemen, kompilasi, perpajakan, dan konsultasi sesuai dengan
kompetensi Akuntan Publik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Drs. Oman
juga dilarang menjadi Pemimpin dan atau Pemimpin Rekan dan atau Pemimpin Cabang
Kantor Akuntan Publik, serta wajib mengikuti Pendidikan Profesi Berkelanjutan (PPL), dan
tetap bertanggung jawab atas jasa-jasa yang telah diberikan
5. Kasus Menkeu bekukan izin KAP Tahrir Hidayat & AP Dody Hapsoro (2008)
Menteri Keuangan Sri Mulyani membekukan izin kantor akuntan publik (KAP) Drs Tahrir
Hidayat dan Akuntan Publik (AP) Drs Dody Hapsoro.Pembekuan izin KAP Tahrir
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 397/KM 1/2008, terhitung mulai tanggal
11 Juni 2008. Sementara AP Drs Dody Hapsoro, melalui Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 409/KM.1/2008, terhitung mulai 20 Juni 2008. Menurut Kepala Biro Humas Depkeu
Samsuar Said, pembekuan atas izin usaha KAP Tahrir, merupakan tindak lanjut setelah izin
AP Tahrir Hidayat dibekukan oleh Menkeu. KAP Tahrir dibekukan selama 24 bulan.
Sedangkan AP Dody Hapsoro, dikenakan sanksi pembekuan selama enam bulan.Pembekuan
ini karena yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran terhadap Standar Auditing (SA)
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dalam pelaksanaan audit atas laporan keuangan
konsolidasi PT Pupuk Sriwidjaya (Persero) dan anak perusahaan tahun buku 2005.”Selama
masa pembekuan izin, KAP Drs Tahrir Hidayat dan AP Drs Dody Hapsoro, dilarang
memberikan jasa akuntan publik, meliputi jasa atestasi yang termasuk audit umum atas
laporan keuangan, jasa pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif, jasa pemeriksaan atas
pelaporan informasi keuangan proforma, review atas laporan keuangan, serta jasa atestasi
lainnya sebagaimana tercantum dalam SPAP,” papar Samsuar dalam keterangan tertulisnya,
di Jakarta, Sabtu (19/7/2008).Keduanya juga dilarang memberikan jasa audit lainnya serta
jasa yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan, manajemen, kompilasi, perpajakan, dan
konsultasi sesuai dengan kompetensi AP dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku .Sementara, Menkeu mewajibkan KAP Drs Tahrir Hidayat untuk memelihara
Laporan Auditor Independen, atas kerja pemeriksaan dan dokumen lainnya. AP Dody
Hapsoro juga dilarang menjadi pemimpin dim atau pemimpin rekan dan atau pemimpin
cabang KAP, serta wajib mengikuti Pendidikan Profesi Berkelanjutan (PPL). “Apabila dalam
jangka waktu paling lama enam bulan sejak berakhirnya masa pembekuan izin tidak
melakukan pengajuan kembali permohonan persetujuan untuk memberikan jasa, AP dan
KAP maka izin tidak melakukan pengajuan kembali permohonan persetujuan untuk
memberikan jasa, sanksi dikenakan pencabutan izin,” pungkasnya.
6. Kasus Kredit Macet BRI Cabang Jambi 2010
Kredit Macet Hingga Rp. 52 Miliar, Akuntan Publik Diduga Terlibat.
Seorang akuntan publik yang menyusun laporan keuangan Raden Motor yang bertujuan
mendapatkan hutang atau pinjaman modal senilai Rp. 52 miliar dari Bank Rakyat Indonesia
(BRI) Cabang Jambi pada tahun 2009 diduga terlibat dalam kasus korupsi kredit macet.
Terungkapnya hal ini setelah Kejati Provinsi Jambi mengungkap kasus tersebut pada kredit
macet yang digunakan untuk pengembangan bisnis dibidang otomotif tersebut. Fitri Susanti,
yang merupakan kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI Cabang Jambi yang
terlibat kasus tersebut, Selasa [18/5/2010] menyatakan, setelah klien-nya diperiksa dan
dicocokkan keterangannya dengan para saksi-saksi, terungkap adaa dugaan keterlibatan dari
Biasa Sitepu yang adalah sebagai akuntan publik pada kasus ini.
Hasil pemeriksaan yang kemudian dikonfrontir keterangan tersangka dengan para saksi Biasa
Sitepu, terungkap ada terjadi kesalahan dalam pelaporan keuangan perusahaan Raden Motor
dalam pengajuan pinjaman modal ke BRI Cabang Jambi.
Ada 4 aktivitas data pada laporan keuangan tersebut yang tidak disajikan dalam laporan oleh
akuntan publik sehingga terjadi kesalahan dalam proses kreditnya dan ditemukan dugaan
korupsi-nya.
“Ada 4 aktivitas laporan keuangan Raden Motor yang tidak dimasukan kedalam laporan
keuangan yang diajukan ke Bank BRI, hingga menjadi sebuah temuan serta kejanggalan dari
pihak kejaksaan untuk mengungkap kasus kredit macet ini.” tegas Fitri.
Keterangan serta fakta tsb. terungkap setelah tersangka Effendi Syam, diperiksa dan
dibandingkan keterangannya dengan keterangan saksi Biasa Sitepu yang berperan sebagai
akuntan publik dalam kasus ini di Kejati Jambi.
Seharusmya data-data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan harus lengkap, tetapi
didalam laporan keuangan yang diberikan oleh tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan
Raden Motor ada data-data yang diduga tidak disajikan dengan seharusnya dan tidak lengkap
oleh akuntan publik.
7. Kasus PT Muzatek Jaya
Kasus pelanggaran atas Standar Profesional Akuntan Publik, muncul kembali. Menteri
Keuangan langsung memberikan sanksi pembekuan.
Menkeu Sri Mulyani telah membekukan ijin AP (Akuntan Publik) Drs Petrus M. Winata dari
KAP Drs. Mitra Winata dan Rekan selama 2 tahun yang terhitung sejak 15 Marit 2007,
Kepala Biro Hubungan Masyaraket Dep. Keuangan, Samsuar Said saat siaran pers pada
Selasa (27/3), menerangkan sanksi pembekuan dilakukan karena AP tersebut melakukan
suatu pelanggaran atas SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik). 
Pelanggaran tersebut berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan audit terhadap Laporan
Keuangan PT. Muzatek Jaya pada tahun buku 31 December 2004 yang dijalankan oleh
Petrus. Dan selain itu Petrus juga melakukan pelanggaran terhadap pembatasan dalam
penugasan audit yaitu Petrus malaksanakan audit umum terhadap Lap. keuangan PT.
Muzatek Jaya dan PT. Luhur Arta Kencana serta kepada Apartement Nuansa Hijau mulai
tahun buku 2001. hingga tahun 2004.
8. Kasus Lippo
Beberapa kasus yang hampir serupa juga terjadi di Indonesia, salah satunya adalah laporan
keuangan ganda Bank Lippo pada tahun 2002. Kasus Lippo bermula dari adanya tiga versi
laporan keuangan yang ditemukan oleh Bapepam untuk periode 30 September 2002, yang
masing-masing berbeda. Laporan yang berbeda itu, pertama, yang diberikan kepada publik
atau diiklankan melalui media massa pada 28 November 2002. Kedua, laporan ke BEJ pada
27 Desember 2002, dan ketiga, laporan yang disampaikan akuntan publik, dalam hal ini
kantor akuntan publik Prasetio, Sarwoko dan Sandjaja dengan auditor Ruchjat Kosasih dan
disampaikan kepada manajemen Bank Lippo pada 6 Januari 2003. Dari ketiga versi laporan
keuangan tersebut yang benar-benar telah diaudit dan mencantumkan ”opini wajar tanpa
pengecualian” adalah laporan yang disampaikan pada 6 Januari 2003. Dimana dalam laporan
itu disampaikan adanya penurunan AYDA (agunan yang diambil alih) sebesar Rp 1,42
triliun, total aktiva Rp 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23
%. Untuk laporan keuangan yang diiklankan pada 28 November 2002 ternyata terdapat
kelalaian manajemen dengan mencantumkan kata audit. Padahal laporan tersebut belum
diaudit, dimana angka yang tercatat pada saat diiklankan adalah AYDA sebesar Rp 2,933
triliun, aktiva sebesar Rp 24,185 triliun, laba bersih tercatat Rp 98,77 miliar, dan CAR 24,77
%. Karena itu BAPEPAM menjatuhkan sanksi denda kepada jajaran direksi PT Bank Lippo
Tbk. sebesar Rp 2,5 miliar, karena pencantuman kata ”diaudit” dan ”opini wajar tanpa
pengecualian” di laporan keuangan 30 September 2002 yang dipublikasikan pada 28
Nopember 2002, dan juga menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 3,5 juta kepada Ruchjat
Kosasih selaku partner kantor akuntan publik (KAP) Prasetio, Sarwoko & Sandjaja karena
keterlambatan penyampaian informasi penting mengenai penurunan AYDA Bank Lippo
selama 35 hari.
9. Kasus KAP Andersen dan Enron
Kasus KAP Andersen dan Enron terungkap saat Enron mendaftarkan kebangkrutannya ke
pengadilan pada tanggal 2 Desember 2001. Saat itu terungkap, terdapat hutang perusahaan
yang tidak dilaporkan, yang menyebabkan nilai investasi dan laba yang ditahan berkurang
dalam jumlah yang sama. Sebelum kebangkrutan Enron terungkap, KAP Andersen
mempertahankan Enron sebagai klien perusahaan, dengan memanipulasi laporan keuangan
dan penghancuran dokumen atas kebangkrutan Enron, dimana sebelumnya Enron
menyatakan bahwa pada periode pelaporan keuangan yang bersangkutan tersebut, perusahaan
mendapatkan laba bersih sebesar $ 393, padahal pada periode tersebut perusahaan mengalami
kerugian sebesar $ 644 juta yang disebabkan oleh transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-
perusahaan yang didirikan oleh Enron.

Anda mungkin juga menyukai