A. Pengertian Materialitas
1. Konsep Materialitas
Financial Accounting Standars Board mendefinisikan materialitas
(materiality) sebagai besarnya suatu pengabaian salah saji informasi akuntansi
yang dengan memperhitungkan situasinya, menyebabkan seseorang yang
mengandalkan informasi tersebut mungkin berbah atau terpengaruh oleh
penghapusan atau salah saji tersebut.
SA Seksi 312 Risiko Audit dan Materualitas Audit memberikan panduan bagi
auditor dalam mempertimbangkan risiko dan materialitas pada saat perencanaan
dan pelaksanaan audit atas laporan keuangan berdasarkan standar auditing yang
ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Risiko audit dan materialitas
mempengaruhi penerapan standar anditing, khususnya standar pekerjaan lapangan
dan standar pelaporan, serta tercermin dalam laporan auditor bentuk baku. Risiko
audit dan materialitas, bersama dengan hal-hal lain, perlu dipertimbangkan dalam
menentukan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit serta dalam mengevaluasi hasil
prosedur tersebut.
Perlu diingat bahwa, jumlah yang material antara satu entitas dan entitas
lainnya adalah berbeda-beda. Sehingga auditor diharapkan memahami betul dari
segi pergerakan bisnis entitas, sifat serta ukuran entitas bukan disamakan dengan
entitas lain meskipun bergerak pada roda bisnis yang sama. Misalnya, ada dua
perusahaan yang sama-sama bergerak di bidang manufaktur, auditor tidak bisa
langsung menentukan materialitas di perusahaan tersebut berdasarkan kesamaan
pergerakan bidang usaha mereka. Bisa jadi, di perusahuan pertama, angka Rp500
juta dapat dikatakan material, namun pada perusahaan yang kedua, nilai Rp500
juta itu belum tentu material. Oleh karena itu, auditor harus menginvestigasi lagi
laporan keuangan entitas tersebut, serta bukti-bukti yang mendukung besar
kecilnya kekayaan entitas dan dari situ dapat ditentukan berapa materialitas yang
dikenakan pada suatu akun tertentu.
Konsep materialitas ini penting karena auditor tidak dapat menjamin
kepada klien atau pemakai laporan keuangan bahwa laporan keuangan auditan
tersebut akurat. Hal tersebut disebabkan oleh auditor tidak memeriksa seluruh
transaksi. Hanya berdasarkan sampling saja. Memeriksa seluruh transaksi
yang terjadi di perusahaan dapat memakan waktu yang sangat lama dan biaya
yang tidak sedikit dan jauh dari manfaat yang dihasilkan. Selain itu, laporan
keuangan berisi pendapat, estimasi, dan pertimbangan tersebut tidak tepat atau
akurat seratus persen. Oleh sebab itu, dalam audit laporan keuangan, Mulyadi
(2002) menyimpulkan bahwa auditor dapat memberikan keyakinan
(assurance) dalam bentuk sebagai berikut.
a. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang disajikan
dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas,
digolongkan, dan dikompilasi.
b. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti
audit yang kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk
memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan.
c. Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat
(memberikan informasi, dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan
keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat
salah saji material dari kekeliruan dan kecurangan.
https://heleninfo.wordpress.com/2013/10/18/kode-etik-profesi-akuntan-publik/
https://id.wikipedia.org/wiki/Akuntan_publik di akses 17/10/2015 Kode-etik-profesi-
akuntan-publik.Pdf - IAPI (Institut Akuntan Publik Indonesia) http://rose-
mia.blogspot.co.id di akses 17/10/2015