Anda di halaman 1dari 8

Poldasu Beberkan Bukti Pengembalian Uang dan Alasan SP3

Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Agus Andrianto melalui Kabid Humas Kombes Pol Tatan
Dirsan Atmaja melalui rilisnya, Selasa (20/11/2018).

Tatan mengatakan penyelidikan berawal dari Laporan informasi Nomor : R/LI/01/I/2017


dari salah satu LSM pada 04 Januari 2017 lalu yang menduga adanya dugaan Tindak
Pidana Korupsi atas penggunaan dana pada kegiatan Fasilitasi Peran Serta Penggerak
PKK Kab Pakpak Bharat yang bersumber dari APBD 2014 pada Badan Pemberdayaan
Masyarakat, Pemerintahan Desa, Perempuan dan Keluarga Berencana.

Atas dasar Laporan Informasi tersebut, penyidik melakukan gelar perkara pada 2 Juli
2017 yang dilaksanakan Ditreskrimsus dan melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah
orang berinisial TA, MV, DH, BM, RB, MT dan T.

Tambah Tatan, penyidik juga telah melakukan permintaan audit investigatif kepada
Inspektorat Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Surat Nomor :
K/2746/XI/RES.3.3/2017/Ditreskrimsus pada 13 November 2017 perihal Audit
Investigatif.

“Atas dasar laporan informasi masyarakatlah penyidik melakukan pendalaman dan


meminta audit investigasi ke Inspektorat,” katanya.

Dari hasil audit inspektorat, lanjut Tatan, ditemukan kerugian negara sebesar Rp
143.665.500. Penyidik pun menyampaikan hasil temuan tersebut kepada pihak Pemkab
Pakpak Bharat, agar kerugian negara tersebut dikembalikan ke kas negara.

Kemudian, pada 28 September 2018, Pemkab Pakpak Bharat telah mengembalikan


kerugian negara tersebut melalui bank Sumut dengan Surat Tanda Terima Barang Bukti
Pengembalian Surat Nomor : 0018/SKPKD/PDPL/ SKPKD.
“Karena kerugian negara sudah dikembalikan, maka penyidik merekomendasikan melalui
nota dinas ke Direktur Reskrimsus agar penghentian proses penyelidikan dengan
mengacu pada aturan yang berlaku,” papar Tatan.

Alasan penghentian Penyelidikan berdasarkan Surat Telegram Kabareskrim Polri Nomor


: ST/206/VIII/2016, tanggal 25 Juli 2016 dijelaskan jika dalam proses Penyelidikan ada
pengembalian kerugian keuangan negara ke kas negara agar penyelidikan tidak
ditingkatkan ke tingkat Penyidikan.

Dia menjelaskan untuk melakukan itu, penyidik melengkapi Administrasi Penghentian


Penyelidikan dengan mengacu kepada Surat Edaran Kepala Kepolisian Negara RI Nomor
: SE/7/VII/2018, tanggal 27 Juli 2018 Tentang Penghentian Penyelidikan, membuat
laporan SP2HP kepada pelapor dan menyurati Pihak Polres Pakpak Bharat. Dengan
menerbitkan Surat Ketetapan Nomor : S.Tap/624.b/XI/2018/Ditreskrimsus, tanggal 15
November 2018 Tentang Pengehntian Penyelidikan, Surat perintah
Penghentian Penyelidikan Nomor : Sprin.Lidik/624.a/XI/2018/Ditreskrimsus tanggal 15
November 2018.

Jadi, tegas Tatan, kalau tersangka Remigo Yolanda menuding uang suap tersebut untuk
menghentikan kasus istrinya di Polda Sumut, itu tidak benar. “Kasus di Polda duluan
dihentikan dan baru dalam jangka waktu yang berbeda jauh, Remigo tertangkap OTT
oleh penyidik KPK. Atau ada oknum yang tidak bertanggungjawab yang memanfaatkan
Remigo untuk keuntungan pribadi,” tutup Tatan. (rossi)

OPTIMALISASI PERAN PENYIDIK TIPIKOR DALAM UPAYA


PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA/DAERAH
Oleh
BRIPKA ANDY SUSANTO, SH Praktisi Hukum, Penyidik Pembantu Subdit III
Tipidkor Polda Jateng
A. Tata Cara Pengembalian Kerugian Keuangan Negara/Daerah

Dalam penulisan ini lebih menitikberatkan pada kerugian keuangan daerah yang dilakukan oleh
Pegawai Negeri Sipil bukan bendahara diantaranya oleh PPKom (Pejabat Pembuat Komitmen)
berikut Orang lain yang memberikan Perintah ataupun Orang lain yang Turut Serta membantu
terjadinya tindak pidana. Secara garis besar Tata cara pengembalian ditahap penyelidikan
sebagai berikut : a. Penyelidik menemukan dugaan adanya TP. Korupsi yang berpotensi
menimbulkan Kerugian Keuangan Negara/Daerah. b. Penyelidik melakukan Koordinasi dengan
Pengguna Anggaran dan Inspektorat Pemerintah Daerah. c. Berdasarkan temuan awal
penyelidik, Inspektorat atas permintaan Pengguna Anggaran melakukan Audit Khusus ungtuk
mengetahui jumlah kerugian keuangan negara/daerah yang timbul akibat perbuatan melawan
hukum ataupun kelalaian oleh Pegawai Negeri Sipil bukan bendahara. d. Berdasarkan hasil Audit
Inspektorat dan telah diketahui jumlah kerugian keuangan negara maka Pengguna Anggaran
segera memerintahkan PNS yang bersangkutan membuat surat pernyataan kesanggupan dan/atau
pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti
kerugian daerah dimaksud. e. Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin
diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian daerah, kepala daerah segera
mengeluarkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang
bersangkutan. f. Pegawai negeri sipil bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata-nyata
melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya segera menyetorkan uang ganti rugi atau
mengembalikan kerugian keuangan negara/daerah ke Kas Negara/Daerah sesuai hasil Audit.

B. Pengembalian kerugian keuangan negara di tahap penyelidikan.


Atas pertimbangan Keadilan (gerechtigkeit) dan Kemanfaatan (Zweckmassigkeit) maka penulis mencoba
untuk menguraikan alasan – alasan memberikan kesempatan kepada Pegawai negeri sipil bukan
bendahara, atau pejabat lain yang nyata-nyata melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya tetapi
bersedia mengembalikan kerugian keuangan negara sesuai ketentuan hukum yang berlaku sehingga ada
Kepastian Hukum (Rechtssicherheit) dapat atau tidaknya perkara tersebut ditingkatkan ke penyidikan.

Salah satu unsur pasal 2 dan 3 UU No. 31 tahun 1999 Jo UU No 20 Tahun 2001 adalah “merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara” dikaitkan dengan pengembalian kerugian keuangan negara
pada tahap Penyelidikan maka ada satu unsur pasal yang tidak terpenuhi sehingga dugaan perkara
TP.Korupsi tidak bisa ditingkatkan ke tahap penyidikan
Namun beda halnya setelah batas waktu yang ditentukan belum ada pengembalian kerugian keuangan
negara dan dugaan perkara TP. Korupsi telah ditingkatkan ke tahap penyidikan, tetapi Pegawai negeri
sipil bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata-nyata melanggar hukum atau melalaikan
kewajibannya baru bersedia mengembalikan kerugian keuangan negara, hal tersebut tidak menghapuskan
perkara pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU No. 31 tahun 1999 Jo UU No 20 Tahun 2001.

Tersangka Kembalikan Uang Korupsi, Polri Bisa Hentikan Kasus


Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Polisi Ari Dono Sukmanto mengatakan
penyelidikan kasus korupsi pejabat daerah akan dihentikan apabila sang koruptor telah
mengembalikan uang kerugian negara tersebut ke kas negara. Pada hari ini, Ari Dono
menandatangani Perjanjian Kerja Sama Koordinasi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
(APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH) terkait Indikasi Korupsi di Jakarta.
Menurutnya, dengan dikembalikannya uang kerugian negara dari tindak pidana korupsi, maka
anggaran untuk proses penyidikan tidak akan terbuang. Apalagi, jika kerugian tersebut sekitar Rp
100 juta hingga Rp 200 juta.
Guna menangani kasus tindak pidana korupsi di daerah, Kemendagri melalui Inspektorat
Jenderal menjalin kerja sama dengan aparat penegak hukum (APH) dari Polri dan Kejaksaan
Agung RI. Perjanjian kerja sama tersebut dilakukan di Jakarta, Rabu, dengan ditandatangani oleh
Irjen Kemendagri Sri Wahyuningsi, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan RI
Adi Toegarisman dan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Ari Dono Sukmanto; dengan
disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

Kepolisian Harus Mengusut Tuntas Kasus Bapeten Meskipun Kerugian Negara Telah

Dikembalikan
Siaran Pers ICW Wednesday, 14 March, 2018 - 18:16
Potensi penggunaan STR sebagai dasar penghentian kasus ditemukan dalam penanganan perkara
pengadaan barang di Bapeten tahun 2013 yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya. Pengadaan
barang Bapeten tahun 2013 memiliki tiga paket pengadaan senilai Rp 17,8 miliar. Salah satu
paketnya ialah pengadaan alat laboratorium radiasi yang mengadakan alat XRF Spectrometry
seharga Rp 3,5 miliar. ICW pada 6 April 2017 melaporkan kasus dugaan korupsi pengadaan alat
laboratorium radiasi XRF Spectrometry di BAPETEN tahun anggaran 2013 dan sedang
ditangani oleh Polda Metro Jaya. Namun kasus tersebut tidak dinaikkan ke tingkat penyidikan
karena kerugian negara sudah dikembalikan oleh para pihak. Sampai saat ini, kasus ini masih
menggantung alias tidak dinaikkan ke penyidikan dan belum terbit SP3. STR dikhawatirkan
dijadikan dasar untuk menghentikan perkara ini karena kerugian negaranya telah dikembalikan
padahal ada indikasi pidana korupsi seperti niat jahat (mens rea) dan penggelembungan harga.

Berdasarkan informasi yang didapatkan, ada tiga hal yang disampaikan oleh Polda Metro
Jaya. Pertama, Polda Metro Jaya menemukan adanya perbuatan melawan hukum.Kedua, Polda
Metro Jaya tidak menemukan adanya penggelembungan harga. Ketiga, pengembalian kerugian
negara sudah dikembalikan kepada negara.
Koruptor Kembalikan Kerugian Negara, Penyelidikan Kasus Dihentikan

28 Februari 2018

Sumber : rri.co.id (breaking news)

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan RI, M. Adi Toegarisman menyatakan
penghentian penindakan terhadap kasus tindak pidana korupsi itu berpeluang dilakukan, jika
ditingkat penyelidikan tersangka mengembalikan uang yang menjadi kerugian keuangan Negara

“Ketika masih dalam proses penyelidikan ada pengembalian kerugian keuangan Negara, maka
akan dipertimbangkan kelanjutan penanganan perkara. Tapi, ketika sudah pada proses
penyidikan, hanya akan kami pertimbangkan dalam penuntutan nanti,”ujar M. Adi Toegarisman
ketika menghadiri penandatanganan nota kesepahaman antara kementerian dalam negeri dan
APH, Rabu (28/2/2018), di Jakarta.

Menurut Adi, sebab, kasus tindak korupsi itu adalah tentang bagaimana uang yang menjadi
kerugian Negara dikembalikan.

Kepala badan reserse kriminal Polri, Komjen Ari Dono Sukmanto, menyatakan, pihaknya akan
mengkoordinasikan lebih lanjut terkait peluang penghentian kasus ditingkat penyelidikan bagi
tindak pidana korupsi.

“Kalau masih penyeledikan kemudian si tersangka mengembalikan uangnya, kita lihat persoalan
ini mungkin tidak kita lanjutkan kepada penyidikan. Ini nanti kami coba diskusikan dengan
direktur. Kalau kita kejar korupsi terus, berarti harus dapat terus,”imbuh Ari.

PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA/DAERAH, UNSUR MERUGIKAN KEUANGAN


NEGARA DAN TINDAK PIDANA KORUPSI (BAGIAN 2)
Catatan Pojok
YUSRANLAPANANDA,SH.MH
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan & Aset Daerah Kab. Gorontalo

Di dalam pengembalian kerugian negara/daerah terdapat 2 (dua) proses atau cara pengembalian
kerugian negara/daerah yang sering terjadi atau dilakukan oleh baik bendahara maupun pegawai
negeri bukan bendahara, yaitu sebagai berikut:

1. Pengembalian kerugian negara/daerah berdasarkan proses penyelesaian ganti kerugian


negara/daerah sesuai Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian
Ganti Kerugian Negara Terhadap Bendahara, dan Peraturan Bupati Gorontalo Nomor 54
Tahun 2009 tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Daerah Terhadap Pegawai Negeri
Bukan Bendahara, antara lain:
1. Pengembalian ganti kerugian negara/daerah, dilaksanakan pada saat sementara dilakukan
pemeriksaan atau belum diterbitkannya LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) Sementara atau
belum diterbitkannya Pokok-pokok Hasil Pemeriksaan, baik pemeriksaan oleh BPK
maupun Inspektorat, namun pihak bendahara atau pegawai negeri bukan bendahara sudah
membayarnya secara angsuran atau melunasinya;
2. Pengembalian ganti kerugian negara/daerah, dilakukan berdasarkan informasi sementara
(LHP Sementara atau Pokok-pokok Hasil Pemeriksaan), baik pemeriksaan oleh BPK
maupun Inspektorat, namun pihak bendahara atau pegawai negeri bukan bendahara sudah
membayarnya secara angsuran atau melunasinya;
3. Pengembalian ganti kerugian negara/daerah dilakukan setelah terbitnya LHP melalui
proses TPNKN/D untuk bendahara dalam jangka waktu untuk 40 (empat puluh) hari sejak
SKTJM (Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak) ditandatangani, SK Pembebanan
Kerugian Negara Sementara dan SK PBW (Surat Keputusan Penetapan Batas Waktu)
dalam jangka waktu untuk 6 (enam) bulan, serta SK Pencatatan;.
4. Pengembalian ganti kerugian negara/daerah, dilakukan setelah terbitnya LHP melalui
proses MP-TGR dan sudah terbitnya Surat Keputusan Kepala Daerah tentang Pengenaan
Ganti Kerugian Negara/Daerah untuk pegawai negeri bukan bendahara dalam jangka
waktu untuk 24 (dua puluh empat) bulan sejak SKTJM ditandatangani, Surat Keputusan
Pembebanan Penggantian Kerugian Sementara (SKP2KS) dan Surat Keputusan
Pembebanan (SKP) dalam jangka waktu untuk 24 (dua puluh empat) bulan serta SK
Pencatatan;
5. Pengembalian ganti kerugian negara/daerah, oleh bendahara atau pegawai negeri bukan
bendahara, namun sudah melewati jangka waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud
pada huruf c dan huruf d, namun masih ada i’tikad baik tetapi belum lunas;
6. Pengembalian ganti kerugian negara/daerah oleh bendahara atau pegawai negeri bukan
bendahara, namun sudah melewati jangka waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud
pada huruf c dan huruf d, namun tidak ada i’tikad baik/mengalami kemacetan atau belum
lunas;
7. Pengembalian ganti kerugian negara/daerah oleh bendahara atau pegawai negeri bukan
bendahara, namun sudah melewati jangka waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud
pada huruf c dan huruf d, namun tidak ada i’tikad baik belum membayar sama sekali atau
nihil;
8. Pengembalian ganti kerugian negara/daerah oleh bendahara atau pegawai negeri bukan
bendahara, namun sudah melewati jangka waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud
pada huruf c dan huruf d, dan mengembalikan kerugian negara/daerah atau membayar
lunas setelah mengetahui atau sudah dilakukan penyelidikan;
9. Pengembalian ganti kerugian negara/daerah oleh bendahara atau pegawai negeri bukan
bendahara, namun sudah melewati jangka waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud
pada huruf c dan huruf d, dan mengembalikan kerugian negara/daerah atau membayar
lunas setelah mengetahui atau sudah dilakukan penyidikan/penuntutan;
10. Pengembalian ganti kerugian negara/daerah oleh bendahara atau pegawai negeri bukan
bendahara, namun sudah melewati jangka waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud
pada huruf c dan huruf d, dan mengembalikan kerugian negara/daerah atau membayar
lunas setelah dilakukan pemeriksaan di sidang pengadilan (dakwaan, pembuktian,
tuntutan/pembelaan/jawaban, putusan);
2. Pengembalian kerugian negara/daerah oleh bendahara maupun pegawai negeri bukan
bendahara tidak berdasarkan proses penyelesaian ganti kerugian negara/daerah, antara lain:
1. Pengembalian ganti kerugian negara/daerah, bukan merupakan temuan/informasi dari
pemeriksa BPK, pemeriksa Inspektorat, atau atasan langsung (pimpinan SKPD) akan
tetapi berdasarkan inisiatif sendiri secara sukarela setelah diketahuinya terdapat kelebihan
bayar atau kurang bayar atas suatu kegiatan. Hal seperti ini di dalam pengembaliannya
disebut pengembalian kelebihan bayar atau kurang bayar dan bukan merupakan
pengembalian kerugian negara/daerah, dengan syarat harus dibayar secara lunas;
2. Pengembalian ganti kerugian negara/daerah, atas temuan/informasi atasan langsung
(pimpinan SKPD) atau berdasarkan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan dilakukan
pengembalian secara lunas. Hal seperti ini di dalam pengembaliannya disebut
pengembalian kelebihan bayar atau kurang bayar dan bukan merupakan pengembalian
kerugian negara/daerah;
3. Pengembalian ganti kerugian negara/daerah, dengan membayar lunas setelah mengetahui
atau sudah dilakukan penyelidikan/penyidikan/penuntutan/pemeriksaan disidang
pengadilan (dakwaan, pembuktian, tuntutan/pembelaan/jawaban, putusan).

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2016 tentang Tata Cara Tuntutan Ganti
Kerugian Negara/Daerah Terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain.
Dalam rangka penyelesaian Kerugian Negara/Daerah, PPKN/D atau pejabat yang diberi
kewenangan, menurut PP ini, membentuk TPKN/TPKD (Tim Penyelesaian Kerugian
Negara/Daerah), yang selanjutnya melakukan pemeriksaan Kerugian Negara/ Daerah paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah dibentuk.

“Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud paling sedikit memuat: a. pihak yang
bertanggung jawab atas terjadinya Kerugian Negara/Daerah; dan b. jumlah Kerugian
Negara/Daerah. Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud, paling sedikit memuat
jumlah kekurangan uang/ surat berharga/ barang,” bunyi Pasal 14 ayat (2,3) PP ini

Penggantian Kerugian Negara/Daerah sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, segera


dibayarkan secara tunai atau angsuran.
Dalam hal Kerugian Negara/Daerah sebagai akibat perbuatan melanggar hukum, menurut PP
ini, Pihak Yang Merugikan/ Pengampu/Yang Memperoleh Hak/Ahli Waris wajib mengganti
Kerugian Negara/Daerah paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak SKTJM (Surat
Keterangan Tanggung Jawab Mutlak) ditandatangani.
Sementara dalam hal Kerugian Negara/Daerah sebagai akibat kelalaian, Pihak Yang
Merugikan/ pengampu/yang Memperoleh Hak/Ahli Waris wajib mengganti Kerugian
Negara/Daerah dalam waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak SKTJM
ditandatangani.

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN


NOMOR: PER- 434 /K/SU/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELESAIAN KERUGIAN
NEGARA BUKAN KEKURANGAN PERBENDAHARAAN DI LINGKUNGAN BADAN
PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
Lampiran
BAB II PENYELESAIAN KERUGIAN NEGARA

C. PEMBEBASAN PENUNTUTAN Terhadap pegawai negeri/pihak ketiga yang bertanggung


jawab atas kerugian yang diderita oleh negara dan kepadanya belum dilakukan suatu penuntutan
karena tidak cukup bukti untuk dilakukan penuntutan, maka Kepala BPKP u.p. Sekretaris Utama
dengan suatu surat dapat membebaskan penuntutan terhadap pegawai negeri/pihak ketiga
bersangkutan (Contoh Formulir-14). Pembebasan penuntutan ini tidak menutup kemungkinan
untuk dibukanya proses penuntutan kembali, apabila dikemudian hah ternyata diperoleh bukti
baru yang cukup.

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 133 TAHUN


2018 TENTANG PENYELESAIAN TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH TERHADAP
PEGAWAI NEGERI BUKAN BENDAHARA ATAU PEJABAT LAIN

BAB III INFORMASI DAN PELAPORAN HASIL VERIFIKASI KERUGIAN DAERAH


Bagian Kesatu Informasi Kerugian Daerah Pasal 9 (1) Informasi terjadinya Kerugian Daerah
bersumber dari: a. hasil pengawasan yang dilaksanakan oleh atasan langsung; b. Aparat Pengawasan
Internal Pemerintah; c. pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan; d. laporan tertulis yang
bersangkutan; e. informasi tertulis dari masyarakat secara bertanggung jawab; f. perhitungan ex
officio; dan/atau g. pelapor secara tertulis. (2) PPKD wajib menindaklanjuti setiap informasi
terjadinya Kerugian Daerah dengan didahului verifikasi informasi.

Anda mungkin juga menyukai