Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Agus Andrianto melalui Kabid Humas Kombes Pol Tatan
Dirsan Atmaja melalui rilisnya, Selasa (20/11/2018).
Atas dasar Laporan Informasi tersebut, penyidik melakukan gelar perkara pada 2 Juli
2017 yang dilaksanakan Ditreskrimsus dan melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah
orang berinisial TA, MV, DH, BM, RB, MT dan T.
Tambah Tatan, penyidik juga telah melakukan permintaan audit investigatif kepada
Inspektorat Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Surat Nomor :
K/2746/XI/RES.3.3/2017/Ditreskrimsus pada 13 November 2017 perihal Audit
Investigatif.
Dari hasil audit inspektorat, lanjut Tatan, ditemukan kerugian negara sebesar Rp
143.665.500. Penyidik pun menyampaikan hasil temuan tersebut kepada pihak Pemkab
Pakpak Bharat, agar kerugian negara tersebut dikembalikan ke kas negara.
Jadi, tegas Tatan, kalau tersangka Remigo Yolanda menuding uang suap tersebut untuk
menghentikan kasus istrinya di Polda Sumut, itu tidak benar. “Kasus di Polda duluan
dihentikan dan baru dalam jangka waktu yang berbeda jauh, Remigo tertangkap OTT
oleh penyidik KPK. Atau ada oknum yang tidak bertanggungjawab yang memanfaatkan
Remigo untuk keuntungan pribadi,” tutup Tatan. (rossi)
Dalam penulisan ini lebih menitikberatkan pada kerugian keuangan daerah yang dilakukan oleh
Pegawai Negeri Sipil bukan bendahara diantaranya oleh PPKom (Pejabat Pembuat Komitmen)
berikut Orang lain yang memberikan Perintah ataupun Orang lain yang Turut Serta membantu
terjadinya tindak pidana. Secara garis besar Tata cara pengembalian ditahap penyelidikan
sebagai berikut : a. Penyelidik menemukan dugaan adanya TP. Korupsi yang berpotensi
menimbulkan Kerugian Keuangan Negara/Daerah. b. Penyelidik melakukan Koordinasi dengan
Pengguna Anggaran dan Inspektorat Pemerintah Daerah. c. Berdasarkan temuan awal
penyelidik, Inspektorat atas permintaan Pengguna Anggaran melakukan Audit Khusus ungtuk
mengetahui jumlah kerugian keuangan negara/daerah yang timbul akibat perbuatan melawan
hukum ataupun kelalaian oleh Pegawai Negeri Sipil bukan bendahara. d. Berdasarkan hasil Audit
Inspektorat dan telah diketahui jumlah kerugian keuangan negara maka Pengguna Anggaran
segera memerintahkan PNS yang bersangkutan membuat surat pernyataan kesanggupan dan/atau
pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti
kerugian daerah dimaksud. e. Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin
diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian daerah, kepala daerah segera
mengeluarkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang
bersangkutan. f. Pegawai negeri sipil bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata-nyata
melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya segera menyetorkan uang ganti rugi atau
mengembalikan kerugian keuangan negara/daerah ke Kas Negara/Daerah sesuai hasil Audit.
Salah satu unsur pasal 2 dan 3 UU No. 31 tahun 1999 Jo UU No 20 Tahun 2001 adalah “merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara” dikaitkan dengan pengembalian kerugian keuangan negara
pada tahap Penyelidikan maka ada satu unsur pasal yang tidak terpenuhi sehingga dugaan perkara
TP.Korupsi tidak bisa ditingkatkan ke tahap penyidikan
Namun beda halnya setelah batas waktu yang ditentukan belum ada pengembalian kerugian keuangan
negara dan dugaan perkara TP. Korupsi telah ditingkatkan ke tahap penyidikan, tetapi Pegawai negeri
sipil bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata-nyata melanggar hukum atau melalaikan
kewajibannya baru bersedia mengembalikan kerugian keuangan negara, hal tersebut tidak menghapuskan
perkara pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU No. 31 tahun 1999 Jo UU No 20 Tahun 2001.
Kepolisian Harus Mengusut Tuntas Kasus Bapeten Meskipun Kerugian Negara Telah
Dikembalikan
Siaran Pers ICW Wednesday, 14 March, 2018 - 18:16
Potensi penggunaan STR sebagai dasar penghentian kasus ditemukan dalam penanganan perkara
pengadaan barang di Bapeten tahun 2013 yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya. Pengadaan
barang Bapeten tahun 2013 memiliki tiga paket pengadaan senilai Rp 17,8 miliar. Salah satu
paketnya ialah pengadaan alat laboratorium radiasi yang mengadakan alat XRF Spectrometry
seharga Rp 3,5 miliar. ICW pada 6 April 2017 melaporkan kasus dugaan korupsi pengadaan alat
laboratorium radiasi XRF Spectrometry di BAPETEN tahun anggaran 2013 dan sedang
ditangani oleh Polda Metro Jaya. Namun kasus tersebut tidak dinaikkan ke tingkat penyidikan
karena kerugian negara sudah dikembalikan oleh para pihak. Sampai saat ini, kasus ini masih
menggantung alias tidak dinaikkan ke penyidikan dan belum terbit SP3. STR dikhawatirkan
dijadikan dasar untuk menghentikan perkara ini karena kerugian negaranya telah dikembalikan
padahal ada indikasi pidana korupsi seperti niat jahat (mens rea) dan penggelembungan harga.
Berdasarkan informasi yang didapatkan, ada tiga hal yang disampaikan oleh Polda Metro
Jaya. Pertama, Polda Metro Jaya menemukan adanya perbuatan melawan hukum.Kedua, Polda
Metro Jaya tidak menemukan adanya penggelembungan harga. Ketiga, pengembalian kerugian
negara sudah dikembalikan kepada negara.
Koruptor Kembalikan Kerugian Negara, Penyelidikan Kasus Dihentikan
28 Februari 2018
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan RI, M. Adi Toegarisman menyatakan
penghentian penindakan terhadap kasus tindak pidana korupsi itu berpeluang dilakukan, jika
ditingkat penyelidikan tersangka mengembalikan uang yang menjadi kerugian keuangan Negara
“Ketika masih dalam proses penyelidikan ada pengembalian kerugian keuangan Negara, maka
akan dipertimbangkan kelanjutan penanganan perkara. Tapi, ketika sudah pada proses
penyidikan, hanya akan kami pertimbangkan dalam penuntutan nanti,”ujar M. Adi Toegarisman
ketika menghadiri penandatanganan nota kesepahaman antara kementerian dalam negeri dan
APH, Rabu (28/2/2018), di Jakarta.
Menurut Adi, sebab, kasus tindak korupsi itu adalah tentang bagaimana uang yang menjadi
kerugian Negara dikembalikan.
Kepala badan reserse kriminal Polri, Komjen Ari Dono Sukmanto, menyatakan, pihaknya akan
mengkoordinasikan lebih lanjut terkait peluang penghentian kasus ditingkat penyelidikan bagi
tindak pidana korupsi.
“Kalau masih penyeledikan kemudian si tersangka mengembalikan uangnya, kita lihat persoalan
ini mungkin tidak kita lanjutkan kepada penyidikan. Ini nanti kami coba diskusikan dengan
direktur. Kalau kita kejar korupsi terus, berarti harus dapat terus,”imbuh Ari.
Di dalam pengembalian kerugian negara/daerah terdapat 2 (dua) proses atau cara pengembalian
kerugian negara/daerah yang sering terjadi atau dilakukan oleh baik bendahara maupun pegawai
negeri bukan bendahara, yaitu sebagai berikut:
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2016 tentang Tata Cara Tuntutan Ganti
Kerugian Negara/Daerah Terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain.
Dalam rangka penyelesaian Kerugian Negara/Daerah, PPKN/D atau pejabat yang diberi
kewenangan, menurut PP ini, membentuk TPKN/TPKD (Tim Penyelesaian Kerugian
Negara/Daerah), yang selanjutnya melakukan pemeriksaan Kerugian Negara/ Daerah paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah dibentuk.
“Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud paling sedikit memuat: a. pihak yang
bertanggung jawab atas terjadinya Kerugian Negara/Daerah; dan b. jumlah Kerugian
Negara/Daerah. Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud, paling sedikit memuat
jumlah kekurangan uang/ surat berharga/ barang,” bunyi Pasal 14 ayat (2,3) PP ini