Anda di halaman 1dari 3

SOAL 1

Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan pegawai


Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI, Hadi Sutrisno, atas keterlibatannya
dalam kasus dugaan suap terkait pemeriksaan atas restitusi pajak PT Wahana Auto Eka
Marga (PT WAE) tahun pajak 2015 dan 2016. Penahanan dilakukan di rumah tahanan
cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur.
PT WAE merupakan perusahaan penanaman modal asing yang menjalankan bisnis dealer
untuk mobil merek Jaguar, Bentley, Land Rover, dan Mazda. Kasus ini bermula saat PT
WAE menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan tahun 2015
dengan mengajukan restitusi sebesar Rp5,03 miliar. Kantor Pelayanan Pajak PMA Tiga
melakukan pemeriksaan lapangan terkait pengajuan restitusi tersebut. Dalam tim tersebut
Hadi Sutrisno sebagai supervisor, Jumari sebagai Ketua Tim, dan M. Naif Fahmi sebagai
anggota Tim yang ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan itu,
Hadi Sutrisno menyampaikan kepada PT WAE bahwa mereka tidak lebih bayar,
melainkan kurang bayar. Hadi lantas menawarkan bantuan untuk menyetujui restitusi
dengan imbalan di atas Rp1 miliar. Darwin Maspolim selaku Komisaris PT WAE
menyetujui permintaan tersebut. Pihak PT WAE pun mencairkan uang dalam dua tahap
dan menukarkannya dengan bentuk valuta asing dollar Amerika Serikat. Sekitar awal Mei
2017, salah satu staf PT WAE menyerahkan uang kepada tersangka Hadi di tempat parkir
sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Barat sebesar US$73.700." Uang tersebut kemudian
dibagi HS pada YD, Kepala KPP PMA Tiga dan Tim Pemeriksa, yaitu JU dan MNF
sekitar US$18,425 per-orang.
PT WAE kembali menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan
tahun 2016 dengan mengajukan restitusi sebesar Rp2,7 miliar. Sebagai tindak lanjut, Yul
Dirga menandatangani surat pemeriksaan lapangan dengan Hadi sebagai salah satu tim
pemeriksa.
Pada saat proses klarifikasi, Hadi memberitahukan pihak PT WAE bahwa terdapat banyak
koreksi, seperti pada SPT Tahunan PPn WP Badan 2015, PT WAE ternyata masih kurang
bayar, bukan lebih bayar. Hadi pun kembali mengajukan bantuan dengan meminta uang
senilai Rp1 miliar kepada PT WAE. Kali ini, permintaan Hadi tidak langsung disetujui
pihak PT WAE. Alhasil, Hadi membicarakan negosiasi fee dengan Yul Dirga. Akhirnya,
disepakati komitmen fee sejumlah Rp800 juta. Pihak PT WAE kembali menggunakan
sarana money changer untuk menukar uang suap itu menjadi Dollar Amerika Serikat.
"Pada Juni 2018 terbit Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Pajak Penghasilan
yang ditandatangani oleh tersangka YD, menyetujui restitusi sebesar Rp2,77 miliar," kata
Saut.
Dua hari kemudian, pihak PT WAE menyerahkan uang senilai US$57.500 pada Hadi di
toilet pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan. Uang tersebut kemudian dibagi Hadi kepada
Tim Pemeriksa Jumari dan M. Naif Fahmi selaku anggota timnya. Masing-masing
mendapatkan duit sekitar US$13.700. Sementara Yul Dirga, Kepala KPP PMA Tiga
mendapatkan US$14,400.
Kesimpulan : Telah terjadi kerjasama (koruksi,kolusi) antara aparat pajak dengan wajib
pajak yang sangat merugikan keuangan negara.

Diminta :
1. Tindakan apa yang harus dilakukan Menteri Keuangan yang membawahi DJP untuk
meminimalkan terulangnya kejadian diatas di kemudian hari?
2. Tindakan apa yang harus dilakukan DJP Pusat yang membawahi Kantor Pelayan Pajak
(KPP)?
3. Menurut anda, bagaimana memberantas tingkat korupsi yang terstruktur seperti kasus
diatas (melipatkan kepala KPP dgn bawahannya dengan wajib pajak) baik ditinjau dari :
a. Hukum yang harus ditegakkan ?
b. Struktur pengendalian internal dilingkungan KPP?
c. Mengurangi/menghilangkan mental menyuap dan minta disuap ?

SOAL 2
Kerja keras Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan kerja
samanya dengan pihak Kepolisian RI dan Kejaksaan membuahkan hasil pada minggu
pertama pasca liburan panjang lebaran.
 Pekan lalu, pada hari pertama setelah liburan itu (Senin, 10/6), Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Cibinong, Jawa Barat membacakan putusan pengadilan terhadap tiga terdakwa.
Mereka telah melakukan tindak pidana perpajakan yaitu dengan sengaja menerbitkan
dan/atau menggunakan bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya
selama kurun waktu 2013 sampai dengan 2017. Bukti setoran pajak itu berupa surat
setoran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 (PPh Final) atas transaksi jual beli/pengalihan
tanah dan bangunan yang merugikan negara sebesar Rp4.891.994.117,00. Bukti setoran
pajak PPh Pasal 4 ayat 2 (PPh Final) tersebut selain berfungsi sebagai pelunasan pajak
terutang atas transaksi penjualan tanah juga merupakan salah satu syarat yang diperlukan
dalam pembuatan Akta Jual Beli tanah dan atau bangunan di kantor Pejabat Pembuatan
Akta Tanah (PPAT) serta pengurusan dan balik nama sertifikat di Badan Pertanahan
Nasional (BPN).Atas tindak pidana perpajakan tersebut, Majelis Hakim menjatuhkan
vonis penjara kepada satu orang terdakwa selama 3 tahun 6 bulan penjara. Sedangkan dua
orang terdakwa lainnya divonis 2 tahun 6 bulan penjara.
 Di Manado, Pengadilan Negeri Manado, Sulawesi Utara, menjatuhkan vonis bersalah
terhadap pengusaha properti, AP, Direktur Utama PT JSP karena dengan sengaja tidak
menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dan menyampaikan SPT tidak benar dan tidak
lengkap dalam kurun waktu 2012 sampai dengan 2014. Majelis Hakim menyatakan dalam
putusannya, terdakwa dengan perbuatannya tidak mendukung program pemerintah di
bidang perpajakan dan menimbulkan kerugian negara sebesar Rp3,7 miliar. Kemudian,
Majelis Hakim menjatuhkan hukuman penjara kepada terdakwa selama tiga tahun penjara
dan membayar denda sebesar Rp7,4 miliar.
 Beberapa vonis lain menyusul dari berbagai pengadilan negeri di seluruh Indonesia kepada
para pelaku tindak pidana perpajakan lainnya yang merugikan negara tersebut.DJP
berusaha dengan keras untuk mengumpulkan penerimaan negara berdasarkan kepatuhan
pajak sukarela yang tinggi. Tidak hanya itu, langkah lain ditempuh juga dengan
melakukan penegakan hukum secara berkeadilan.
PPNS DJP berhasil merealisasikan jumlah berkas hasil penyidikan yang telah dinyatakan
lengkap oleh Kejaksaan (P21) sebesar 105,83% dari target. Selama tahun itu terdapat 127
berkas P21 dan yang disetarakan. Jumlah berkas yang sudah divonis pengadilan sebanyak 35
berkas. Tercatat jumlah kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp312 miliar dan denda
pidana sebesar Rp605 miliar. Untuk mencapai itu, DJP fokus melakukan berbagai upaya
seperti meningkatkan intensitas penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai
penyidikan tindak pidana yang pidana asalnya (predicate crime) berasal dari tindak pidana
perpajakan; meningkatkan fokus penyidikan tindak pidana perpajakan terhadap korporasi;
dan melakukan penelusuran harta dalam setiap kegiatan penyidikan sehingga dapat
memperlancar proses pemulihan kerugian negara (recovery).Kemudian DJP berkoordinasi
secara intensif dengan Koordinator Pengawas PPNS Polri dan Kejaksaan dalam
melaksanakan kegiatan penyidikan untuk menunjang keberhasilan penegakan hukum.
Diminta :
a. Untuk memberikan penegakan hukum yang berkeadilan dan menimbulkan efek jera
terhadap fiskus/petugas pajak maupun wajib pajak yang melanggar ketentuan perundang-
undangan, menurut anda apakah tindakan pemerintah diatas sudah tepat ? apakah ada
tindakan-tindakan lain yang dapat diterapkan untuk memberikan hasil yang lebih
maksimal! Terutama di lingkungan DJP. Sebutkan dan beri penjelasan secara detail.
b. Mengingat bahwa pada prinsipnya wajib pajak akan menghindari kewajiban membayar
pajak, edukasi atau tindakan apa saja yang telah dilakukan pemerintah untuk
meningkatkan kesadaran dalam membayar pajak ?
c. Apakah tujuan Pemerintah meningkatkan kerjasama antar instansi seperti DJP, Kepolisian,
Kejaksaan, PPATK, Bank Indonesia, Bea Cukai, Perbankan bahkan kerjasama pertukaran
informasi antar negara (“Indonesia sebagai negara anggota G20 siap berpartisipasi dalam
implementasi kerjasama pertukaran informasi perpajakan otomatis atau Automatic
Exchange of Information (AEOI)).Sebutkan tujuan-tujuan dari pemerintah diatas dan
berikan penjelasan secara singkat !

Anda mungkin juga menyukai