Anda di halaman 1dari 12

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/337086139

PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA BERDASARKAN UNDANG-


UNDANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

Research · November 2019

CITATIONS READS

0 2,505

2 authors, including:

Novita Sari
Universitas Sriwijaya
2 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Kendala Perizinan Penanaman Modal Asing di Indonesia View project

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa View project

All content following this page was uploaded by Novita Sari on 07 November 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

Nama : Novita Sari

NIM : 02011181722074

Universitas Sriwijaya

Abstrak

Pajak memiliki kontribusi yang besar terhadap pendapatan negara. Dengan adanya
pendapatan dari pajak seharusnya Indonesia dapat membangun dan mensejahterakan bangsa.
Realisasi penerimaan pajak untuk tahun 2018 sebesar Rp1.315,9 triliun atau tumbuh hingga
14,3%. Pertumbuhan perpajakan ini menurut Menkeu merupakan yang tertinggi sejak tahun
2012. Rasio pajak pun mencapai 11.5% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) meningkat
sebesar 0,8% dari tahun 20171. Agar pajak dapat bertumbuh dengan terus menerus maka
wajib pajak harus memenuhi kewajiban-kewajiban dalam hukum pajak. Dalam memenuhi
kewajiban dalam hukum pajak akan timbul kemungkinan dan gejala-gejala yang akan terjadi,
bahwa tidak semua masyarakat sadar dengan sendirinya untuk memenuhi kewajiban dengan
sukarela. Dengan demikian pengundang-undang, harus mempertimbangkan dan berupaya
memasukan perarturan perarturan yang dapat diambil oleh para wajib pajak. Perarturan-
perarturan dalam hukum pajak diperlukan untuk memaksa para wajib pajak untuk memenuhi
kewajibannya. Wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya dapat diadakan tindakan
dalam hukum pidana pajak dan tindakan yang lazimnya dinamakan tindakan-tindakan untuk
memaksa.
Kata kunci : Pajak, Penagihan Pajak, Penagihan Paksa

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Indonesia menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk


pembangunan nasional dan mensejahterakan bangsa yang bersumber dari dana luar negeri
dan sumber dana dalam negeri. Sumber dana luar negeri berupa pinjaman luar negeri,
sedangkan sumber dana dalam negeri diperoleh dari perpajakan, penerimaan negara bukan
pajak, penjualan minyak dan gas (migas) serta non migas.

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan di gunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat2.

Direktorat Jenderal Pajak melakukan peningkatan pendapatan negara dari sektor pajak
salah satunya dengan cara melaksanakan penagihan pajak.

1
Kementrian Keuangan, “Ini capaian APBN 2018”, diakses dari
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ini-capaian-apbn-2018/, pada tanggal 04 November 2013 pukul
17.16.
2
Undang-undang No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1.
Penagihan Pajak dilakukan apabila belum dilakukan pembayaran pajak sampai dengan
jatuh tempo pembayaran. Namun dengan adanya penagihan pajak persentase tingkat
kepatuhan pajak pada tahun 2012 tergolong sangat rendah, tidak berbeda dari tahun-tahun
sebelumnya. Jika dibandingkan dengan negara tetangga kita seperti Malaysia, dimana tingkat
kepatuhan masyarakatnya dalam membayar pajak mencapai 80 (delapan puluh) persen, maka
persentase kepatuhan pajak masyarakat Indonesia masih jauh dibawah kepatuhan pajak
masyarakat Malaysia3.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana prosedur penagihan pajak dengan surat paksa?


2. Apakah UU No.19 Tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa
bertentangan dengan UU No.16 Tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tata
cara perpajakan?

II. PEMBAHASAN

Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang
pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan,
penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa mengusulkan pencegahan,
melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita4.
Sistem pemungutan pajak dibagi menjadi tiga, yaitu Official Assessment System, Self
Assessment System, Withholding System. Salah satu sistem yang di anut oleh Indonesia adalah
Self Assessment System yang memberi wajib pajak tanggung jawab dan kepercayaan
sepenuhnya untuk melaksanakan kewajibannya. Dimana wajib pajak harus aktif menghitung,
menyetor, dan melaporkan besar pajak terutang kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Penerapan Self Assesment System akan berjalan dengan baik apabila telah terbentuk
masyarakat yang sadar akan kepatuhan sukarela (Voluntary Compliance). Namun
kenyataannya tingkat kesadaran masyarakat di Indonesia tergolong rendah, hal ini dapat
dilihat dari belum optimalnya penerimaan pajak yang tercermin dari tax gap dan tax ratio.
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 13 menyebutkan bahwa dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian
Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak. Jadi, wajib pajak yang mendapatkan surat tersebut dianggap mempunyai utang kepada
negara. Tindakan penagihan pajak akan dilaksanakan apabila setelah jatuh tempo
pembayaran wajib pajak tetap tidak melunasi utangnya. Tindakan yang dapat diadakan

3
Jessica Tanuwijaya dan Doni Budiono, 2014, “Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Berdasarkan Undang
Undang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa”, Tax & Accounting Review, Vol.4, No.1,
https://media.neliti.com/media/publications/158373-ID-proses-penagihan-pajak-dengan-surat-paks.pdf , 06
November 2019 Pukul 21.02.
4
Undang-undang No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Pasal 1 angka 9.
paksaan yang bersifat langsung, yaitu dengan penyitaan dan pelelangan barang-barang orang
yang berutang pajak ( eksekusi)5.

5
R. Santoso Brotodihardjo, S.H., “Pengantar Ilmu Hukum Pajak”, (Bandung: PT Refika Aditama, Juni 2003),
hlm. 195.
Sebelum dilakukan eksekusi, pada umumnya diselenggarakan cara-cara penagihan
lainnya terlebih dahulu yaitu yang bersifat pasif, seperti dengan cara memberi peringatan,
setelah itu memberi teguran, disusul dengan aturan pecicilan pembayaran atau tidak, dan
yang (seperti juga halnya dengan eksekusi sendiri) berakhir aktif, yaitu dengan mengeluarkan
surat paksa6.

Prosedur penagihan pajak dimulai dari dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh
Kantor Pelayanan Pajak. SKP tersebut dikeluarkan berdasarkan surat pemberitahuan yang
disampaikan dan disusun oleh wajib pajak sendiri yang dikenal dengan istilah Self
Assessment System. Surat pemberitahuan tersebut diperiksa oleh Kantor Pelayanan Pajak
(KPP), dari pemeriksaan tersebut dikeluarkan SKP untuk setiap wajib pajak. SKP yang
dikeluarkan terdiri dari berbagai jenis, yaitu :

a. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) bagi wajib pajak yang utang pajaknya nihil.

b. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) bagi wajib pajak yang utang
pajaknya lebih besar dari utang pajaknya. Kelebihan tersebut dikembalikan,

c. Surat Tagihan Pajak (STP), yaitu surat tagihan kepada wajib pajak yang masih
mempunyai utang pajak.

d. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), yaitu ketetapan pajak yang
kurang bayar oleh wajib pajak.

e. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), yaitu surat ketetapan
pajak yang kurang bayar tambahan

Surat Paksa di keluarkan apabila wajib pajak tidak melakukan melunasi utang pajaknya
dalam waktu 21 hari (dua puluh satu) hari setelah dikeluarkan surat teguran. Surat paksa ini
merupakan usaha memaksa wajib pajak untuk membayar utang pajaknya sebelum lakukan
penyelesiananya7. Dasar hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa diatur dalam UU No.
19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Berdasarkan pasal 8 ayat 1 UU
No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ditegaskan bahwa Surat
Paksa diterbitkan apabila8:

a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat
Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis;
b. terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus; atau
c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan
persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

6
R. Santoso Brotodihardjo, S.H., “ Pengantar Ilmu Hukum Pajak”, (Bandung: PT Refika Aditama, Juni 2003),
hlm. 196.
7
Adrian Sutedi, S.H., M.H., “Hukum Pajak”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 49.
8
Undang-undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Pasal 8 ayat (1).
Sepeti yang telah di jelaskan bahwa penagihan pajak dilakukan oleh Pejabat dan
Jurusita Pajak. Langkah yang dapat dilakukan adalah :

a) Surat teguran
 Wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah pajak yang
masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan wajib
pajak tidak mengajukan keberatan atas SKPKB atau SKPKBT, kepada WP
disampaikan surat teguran setelah lewat 7 hari sejak saat jatuh tempo
pengajuan keberatan9.
 Dalam hal WP tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang
masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan WP
mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan
dengan SKPKB dan SKPKBT, kepada WP disampaikan surat teguran setelah
7 hari sejak saat jatuh tempo pengajuan banding10.
 Dalam hal WP tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang
masih dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan mengajukan
permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan SKPKB
atau SKPKBT, kepada WP disampaikan surat teguran setelah 7 hari sejak saat
jatuh tempo pelunasaan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan putusan
banding11.
 Daam hal WP menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar
dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, kepada WP disampaikan surat
teguran setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pelunasaan12.
 Dalam hal WP mencabut pengajuan keberatan atas SKPKB atau SKPKBT
setelah tanggal jatuh tempo pelunasan tetapi sebelum tanggal diterima surat
pemberitahuan untuk hadir oleh WP, kepada WP disampaikan surat teguran
setelah 7 hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut13.
 Dalam rangka penagihan pajak atas utang bumi dan bangunan dan/atau bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan yang tercantum dalam
STPPBB,SKBKB,SKBKBT,STB atau surat keputusan pembetulan, surat
keputusan keberatan, atau putusan banding , yang menyebabkan jumlah pajak
yang harus dibayar bertambah, kepada WP disampaikan surat teguran setelah
7 hari sejak tanggal jatuh tempo pelunasaan. Penyampaian surat teguran dapat
dilakukan secara langsung, melalui pos atau melalui jasa ekspedisi atau jasa
kurir dengan bukti pengiriman surat14.
b) Surat Paksa
 Surat paksa sekurang-kurangnya memuat nama wajib pajak atau nama wajib
pajak dan penaggung pajak, besarnya uang pajak, perintah untuk membayar15.
 Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam
keputusan angsuran atau penundaan pembayaran pajak16.
 Dalam hal wajib pajak dinyatakan pailit, surat paksa diberitahukan kepada
hakim komisaris atau balai harta peninggalan dan dalam hal wajib pajak

9
Adrian Sutedi, S.H., M.H., “Hukum Pajak”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 39.
10
Ibid., hlm. 39.
11
Ibid., hlm. 39.
12
Ibid., hlm. 39.
13
Adrian Sutedi, S.H., M.H., “Hukum Pajak”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 40.
14
Ibid., hlm. 40.
15
Ibid., hlm. 40.
16
Adrian Sutedi, S.H., M.H., “Hukum Pajak”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 41.
dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, surat paksa diberitahukan kepada orang
atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan atau likuidator17.
 Dalam hal penaggung pajak menolak untuk menerima surat paksa, juru sita
pajak meninggalkan surat paksa dimaksud dan mencatatnya dalam berita acara
bahwa penaggung pajak tidak mau menerima surat paksa edan surat paksa
dianggap telah diberitahukan18.
 Pelaksanaan surat paksa tidak dapat dilanjutkan dengan penyitaan sebelum
lewat waktu 2 x 24 ja setelah surat paksa diberitahukan19.
c) Surat sita
Penyitaan dilaksanakan oleh jurusita pajak dengan disaksikan oleh sekurang-
kurangnya dua orang yang telah dewasa, penduduk indonesia, dikenal oleh jurusita
pajak dan dapat dipercaya. Penyitaan tetap dapat dilaksanakan meskipun wajib pajak
tidak hadir dengan syarat ada saksi yang berasal dari pemerintah daerah setempat.
Jurusita pajak dapat melakukan tindakan penyitaan pajak apabila utang pajak dalam
jangka waktu 2 x 24 jam setelah surat paksa diberitahukan oleh jurusita pajak tidak
dilunasi. Dengan dibebani biaya pelaksanaan surat perintah melakukan penyitaan
sebesar Rp.100.00020.
d) Lelang
 Dalam jangka waktu paling singkat 14 hari setelah tindakan penyitaan, utang
pajak belum juga dilunasi akan dilanjutkan dengan pengumuman lelang
melalui media massa. Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1
kali dan untuk barang tidak bergerak dilakukan 2 kali. Penjualan secara lelang
melalui kantor lelang negara terhadap barang yang disita, dilaksanakan paling
singkat 14 hari setelah pengumuman lelang21.
 Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum dibayar,
maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya iklan untuk pengumuman
lelang dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan22.
 Barang dengan nilai paling banyak Rp.20.000.000 tidak harus diumumkan
melalui media massa23.

Dasar Penagihan Pajak

Dasar penagihan pajak untuk PPh, PPN, dan PPnBM, serta bunga penagihan adalah24:

 Surat Tagihan Pajak.


 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
 Surat Keputusan Pembetulan.
 Surat Keputusan Pemberatan.
 Putusan Banding.

17
Adrian Sutedi, S.H., M.H., “Hukum Pajak”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 41.
18
Ibid., hlm. 41.
19
Ibid., hlm. 41.
20
Adrian Sutedi, S.H., M.H., “Hukum Pajak”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 42.
21
Ibid., hlm. 42.
22
Ibid., hlm. 42.
23
Ibid., hlm. 42.
24
Rina Maulida., “Penagihan Pajak: Penjelasan Yang Perlu Anda Tahu”. Diakses dari https://www.online-
pajak.com/penagihan-pajak , Pada Tanggal 07 November 2019, Pukul 18.31.
 Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih hakrus
dibayar bertambah.

Dasar penagihan pajak untuk PBB adalah25:

 Surat Pemberitahuan Pajak Terutang.


 Surat Ketetapan.
 Surat Tagihan Pajak.

Daluarsa Penagihan Pajak

Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya
penagihan pajak, daluwarsa setelah lampau waktu 5 tahun terhitung sejak penerbitan surat
tagihan pajak, surat ketetapan kurang bayar, surat ketetapan kurang bayar tambahan, dan
surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding, serta putusan
peninjauan kembali.26

Dalam pelaksanaannya, jurisita telah mengikuti standar yang ada dalam peraturan
menteri keuangan nomor 85/PMK.03/2010 pasal 11 yang mengatur bahwa penyampaian
surat teguran bisa melalui pos atau disampaikan secara langsung. Penyampaian secara
langsung oleh tugas yang berwenang apabila utang pajak mencapai Rp.100.000.000 atau
dengan mempertimbangkan karakteristik wajib pajak. Penyampaian surat paksa juga
dikarenakan terkesan tidak peduli, yang dapat dilihat dari perilaku para wajib pajak yang
tidak mau atau tidak dapat ditemui dan jika wajib pajak tidak ditemukan surat tersebut akan
ditempel pada papan pengumuman seperti yang diatur dalam undang-undang. surat paksa
disampaikan kepada wakil wajib pajak atau orang dewasa yang memiliki usaha atau tempat
tinggal disekitar lokasi dan/atau orang yang memiliki hubungan dekat.

Wajib pajak dalam menjalani proses penagihan pajak diberi kesempatan untuk
melakukan upaya hukum jika tidak menerima dasar penagihan pajak mereka. Wajib pajak
yang menjalani proses upaya hukum keberatan dan banding karena tidak setuju atas tagihan
pajak yang muncul tetap mendapatkan surat teguran, surat paksa, hingga pelaksanaan sita
terhadap harta benda wajib pajak. Namun dilihat dalam pasal 25 ayat 7 dan 8 UU No.16
Tahun 2009 mengatakan bahwa upaya keberatan akan menunda penagihan pajak dan
pembayarannya tertangguh hingga 1bulan sejak putusan keberatan dikeluarkan yang artinya
jika putusan keberatan belum dikeluarkan, tanggal jatuh tempo pembayaran pun belum
ditentukan sehingga tidak adanya hak untuk melakukan penagihan27. Tetapi peraturan yang
tidak sejalan dengan apa yang ada pada UU No.19 Tahun 2000 pasal 13 yang mengatakan
bahwa pengajuan keberatan oleh wajib pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan
penyitaan28, pasal 27 ayat 1 yang mengatakan bahwa lelang tetap dapat dilaksanakan
walaupun keberatan yang diajukan oleh wajib pajak belum memperoleh keputusan keberatan,
pasal 41 ayat 2 menyatakan bahwa pengajuan keberatan atau permohonan banding tidak akan
menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Bahwa berdasarkan

25
Jessica Tanuwijaya dan Doni Budiono, 2014, “Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Berdasarkan Undang
Undang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa”, Tax & Accounting Review, Vol.4, No.1,
https://media.neliti.com/media/publications/158373-ID-proses-penagihan-pajak-dengan-surat-paks.pdf , 06
November 2019 Pukul 21.02.
26
Adrian Sutedi, S.H., M.H., “Hukum Pajak”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 43.
27
Undang-undang No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 25 (7),(8).
28
Undang-undang No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Pasal 13.
pasal-pasal yang mengatur terjadi ketidakharmonisan antara undang-undang No.19 Tahun
2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa (selanjutnya di singkat UU PPSP) dengan
undang-undang No.16 Tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan
(selanjutnya disingkat menjadi UU KUP). UU PPSP masih mengatur bahwa proses
permohonan keberatan atau banding oleh wajib pajak masih dapat berjalan secara bersamaan
dengan kegiatan penagihan pajak sedangkan UU KUP menegaskan bahwa apabila ada upaya
keberatan wajib pajak atas SKP yang ada, maka kegiatan penagihan pajak tidak boleh
dilaksanakan atau harus tertunda.

Pembayaran utang pajak oleh wajib pajak itu bisa dilakukan dengan cara mengangsur
tidak sedikit wajib pajak beritikad baik yang mau melakukan pembayaran utang pajak yang
muncul karena unsur kesengajaan tetapi tagihan yang muncul kadang jauh melebihi
kemampuan ekonomis mereka. Akan tetapi sembari mengangsur, bunga 2%/bulan atas utang
pajak yang tersisa tetap akan berjalan dan membuat beban wajib pajak semakin besar.

Dalam hal wajib pajak telah dinyatakan pailit seharusnya surat-surat penagihan pajak
seperti Surat Paksa disampaikan bukan ke wajib pajak melainkan kepada kurator seperti apa
yang ada pada pasal 10 ayat 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa serta pada pasal 19 ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
85/PMK.03/2010 yang menyatakan bahwa untuk wajib pajak yang telah dinyatakan pailit,
Surat Paksa akan diberitahukan kepada kurator yang bertugas. Nyatanya dalam praktik di
lapangan seperti yang dialami oleh salah satu informan penelitian ini, setelah perusahaannya
dinyatakan pailit, wajib pajak masih saja menerima Surat Paksa serta ditemui langsung oleh
jurusita pajak di tempat usahanya sebanyak dua kali. Hal tersebut jelas tidak mencerminkan
apa yang telah tertulis di Undang-Undang dan peraturan lainnya yang mengatur tentang
penagihan pajak serta akan membuat rasa bingung pada wajib pajak yang mengalami karena
tidak berjalannya peraturan yang seharusnya.

wajib pajak yang memiliki utang pajak tetapi usahanya telah dipailitkan, penagihan
memang seharusnya tertuju pada kurator dikarenakan utang pajak yang menjadi utang harta
pailit yang akan menerima pelunasan utang pajak dari hasil likuidasi asset-aset milik
perusahaan yang dipailitkan. Seperti apa yang ada pada pasal 21 ayat 1 serta pasal 21 ayat 31
UndangUndang Nomor 16 Tahun 2009 yang mengatakan bahwa jika wajib pajak dinyatakan
pailit, terlebih dahulu harta wajib pajak akan digunakan untuk membayar utang pajaknya
sebelum membagikannya kepada pemegang saham atau kreditur lainnya karena Negara
memiliki hak mendahului atas barang-barang milik wajib pajak29. Akan tetapi jika harta pailit
tetap tidak mencukupi untuk menutup utang pajaknya menurut jurusita pemilik dari
perusahaan yang dipailitkan akan dicari kembali untuk dilakukan tindakan penagihan atas
kurangnya pembayaran utang pajak meskipun pemilik sudah tidak ada hubungannya lagi
dengan usaha lama. Hal tersebut berlawanan dengan pasal 104 ayat 4 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa jika kepailitan
terjadi bukan karena kesalahan direksi maka direksi tidak bertanggung jawab atas seluruh
kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit. Jika meminta pertanggung jawaban tambahan
dari pemilik setelah dinyatakam pailit seharusnya hanya sebatas setoran modal karena
proporsi setoran modal merupakan hak dan kewajiban yang dimiliki oleh pemilik. Apabila
diminta lebih dari itu maka akan menggangu usaha baru dari wajib pajak yang tidak sesuai

29
Jessica Tanuwijaya dan Doni Budiono, 2014, “Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Berdasarkan Undang
Undang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa”, Tax & Accounting Review, Vol.4, No.1,
https://media.neliti.com/media/publications/158373-ID-proses-penagihan-pajak-dengan-surat-paks.pdf , 06
November 2019 Pukul 21.02.
dengan asas penagihan pajak yaitu asas equality atau asas keadilan yang menyatakan bahwa
pemungutan yang dilakukan harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak.
Karena pemilik lama dari perusahaan yang dipailitkan sudah bukan lagi merupakan wajib
pajak badan yang terutang pajaknya, melainkan sebagai wajib pajak lain30.

Penagihan pahak yang lainnya seperti Penyitaan dan Lelang telah sesuai dengan
peraturan Undang-undang dan perarturan lainnya. Jurusita berusaha untuk melakukan
semaksimal mungkin untuk mendapatkan apa yang seharusnya wajib pajak lakukan kepada
negara. Kerugian yang dialami wajib pajak seperti penipuan pajak dikarenakan
ketidakpahaman wajib pajak yang menimbulkan kerugian pada diri sendiri.

III. PENUTUP

KESIMPULAN

Penagihan pajak merupakan salah satu kebijakan Direktorat Jendral Pajak untuk
menambah penerimaan Pajak yang dapat digunakan untuk APBN. Penagihan pajak dilakukan
oleh Pejabat dan Jurusita Pajak. Pejabat atau Jurusita yang melakukan penagihan telah
dilakukan dengan sikap yang baik sesuai dengan perarturan Undang-undang No.19 Tahun
2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan dengan Undang-undang No.16 Tahun
2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. UU Penagihan Pajak mengatur
bahwa kegiatan penagihan pajak dapat berjalan bersamaan dengan proses hukum keberatan
dan banding yang dijalani. Tidak hanya itu, tidak terlaksananya peraturan yang berlaku
tentang penghapusan piutang pajak yang jelas-jelas sudah tidak dapat ditagih kembali
merupakan kendala yang dapat membingungkan pelaku pajak yaitu wajib pajak serta petugas
pajak yang bersangkutan. Kendala-kendala tersebut merupakan sebuah ketidakpastian hukum
untuk pihak-pihak terkait.

Penagihan Pajak yang lainnya seperti Lelang dan Penyitaan telah sesuai dengan aturan
Undang-undang yang lainnya. Adanya penagihan pajak juga diharapkan dapat membuat para
wajib pajak patuh untuk memenuhi kewajibannya dan menjalankan apa yang memang
seharusnya dilakukan sesuai dengan peraturan yang mengatur agar tidak adanya celah yang
menimbulkan ketidakpastian hukum.

Mengenai kasus perpajakan Wajib pajak harus sadar akan pentingnya ilmu perpajakan
khususnya yang berhubungan dengan usaha mereka sehingga hal yang merugikan dapat
dihindari. Diperlukan juga peran akademisi untuk melakukan sosialisasi guna membantu
wajib pajak untuk lebih mengerti pajak. Pendidikan perpajakan sangat diperlukan karena
sebenarnya para pelajar adalah calon-calon pembayar pajak yang sebenarnya.

30
Jessica Tanuwijaya dan Doni Budiono, 2014, “Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Berdasarkan Undang
Undang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa”, Tax & Accounting Review, Vol.4, No.1,
https://media.neliti.com/media/publications/158373-ID-proses-penagihan-pajak-dengan-surat-paks.pdf , 06
November 2019 Pukul 21.02.
DAFTAR PUSTAKA

Brotodiharjo, Santoso. 2003. Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung : PT Refika Aditama.

Bohari. 2010. Pengantar Hukum Pajak. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Sutedi, Adrian. 2013. Hukum Pajak. Jakarta: Sinar Grafika.

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Tanuwijaya J, Budiono D. 2014. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Berdasarkan Undang
Undang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Tax & Accounting Review.
Vol.4. No.1. https://media.neliti.com/media/publications/158373-ID-proses-
penagihan-pajak-dengan-surat-paks.pdf. 06 November 2019 Pukul 21.02.
Kemenkeu. 2018. Ini Capaian APBN 2018. Diakses dari
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ini-capaian-apbn-2018/.
Pada Tanggal 04 November 2019.
Maulida, Rina. Penagihan Pajak: Penjelasan Yang Perlu Anda Tahu. Diakses dari
https://www.online-pajak.com/penagihan-pajak. Pada Tanggal 07 November
2019. Pukul 18.31.
Muhammad Zainul Arifin, Understanding The Role Of Village Development Agency In
Decision Making, Kader Bangsa Law Review, http://ojs.ukb.ac.id/index.php/klbr
, https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id

Muhammad Zainul Arifin, The Theft Of Bank Customer Data On Atm Machines In
Indonesia, International Journal of Mechanical Engineering and Technology
(IJMET),
http://www.iaeme.com/MasterAdmin/UploadFolder/IJMET_10_08_018/IJMET_
10_08_018.pdf ,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id

Muhammad Zainul Arifin, Implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2016
Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Negara (Studi Kasus Desa Datar Balam Kabupaten Lahat), Jurnal Fiat Justicia,
http://journal.ukb.ac.id/journal/detail/288/implementasi-peraturan-pemerintah-pp-
-nomor-8-tahun-2016-tentang-dana-desa-yang-bersumber-dari-anggaran-
pendapatan--dan-belanja-negara--studi-kasus-desa-datar-balam-kabupaten-lahat ,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id

Muhammad zainul Arifin, Penerapan Prinsip Detournement De Pouvoir Terhadap Tindakan


Pejabat Bumn Yang Mengakibatkan Kerugian Negara Menurut Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Jurnal Nurani,
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/Nurani/article/view/2741/2070 ,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id

Muhammad Zainul Arifin, Korupsi Perizinan Dalam Perjalanan Otonomi Daerah Di


Indonesia, Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum,
http://www.lexlibrum.id/index.php/lexlibrum/article/view/138/pdf ,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id

Muhammad Zainul Arifin, Pengelolaan Anggaran Pembangunan Desa Di Desa Bungin


Tinggi, Kecamatan Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir,
Sumatera Selatan, Jurnal Thengkyang,
http://jurnaltengkiang.ac.id/jurnal/index.php/JurnalTengkhiang/issue/view/1/Hala
man%20%201-21 ,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id

Muhammad Zainul Arifin, Peran Badan Koordinasi Penanaman Modal Dalam Memfasilitasi
Kegiatan Investasi Asing Langsung Terhadap Perusahaan Di Indonesia, Jurnal
Nurani, http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/Nurani/article/view/2740/2072,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id

Muhammad Zainul Arifin, Suatu Pandangan Tentang Eksistensi Dan Penguatan Dewan
Perwakilan Daerah, Jurnal Thengkyang,
http://jurnaltengkiang.ac.id/jurnal/index.php/JurnalTengkhiang/article/view/6/4 ,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id

Muhammad Zainul Arifin, Kajian Tentang Penyitaan Asset Koruptor Sebagai Langkah
Pemberian Efek Jera, Researchgate.net,
https://www.researchgate.net/publication/333701113_KAJIAN_TENTANG_PE
NYITAAN_ASSET_KORUPTOR_SEBAGAI_LANGKAH_PEMBERIAN_EFE
K_JERA_Oleh ,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id

Muhammad Zainul Arifin, Freeport Dan Kedaulatan Bangsa,


https://www.academia.edu/38881838/Freeport_Dan_Kedaulatan_Bangsa,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id

Muhammad Zainul Arifin, Memulai Langkah Untuk Indonesia, Researchgate,


https://www.researchgate.net/publication/333700909_MEMULAI_LANGKAH_
UNTUK_INDONESIA_1,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai