Anda di halaman 1dari 7

TUGAS KE – 14

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

Oleh :

Nama : Najmahira Fansa Izdihar


NIM : 0701521038
Nomor Urut : 41

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AL AZHAR INDONESIA
JAKARTA
2021
1) Terkait dengan pengamalan Pancasila yang mana masyarakat harus bersatu
dalam mendukung terlaksananya pembangunan dan kesejahteraan rakyat,
sepengetahuan anda apakah ada pembayaran pajak di lingkungan keluarga
anda ? Berikan dua contoh hal yang terkait pembayaran pajak tersebut,
berikan penjelasan pajak apa dan beri foto pendukung !
Ada,
 Pajak Kendaraan
Pajak Kendaraan harus dikeluarkan apabila kita mempuyai kendaraan, baik
itu kendaraan roda dua, atau pun roda empat. Keluarga saya memiliki
kendaraan roda dua dan roda empat. Itu berarti saya dan keluarga saya
berkewajiban untuk membayar pajak kendaraan sesuai dengan yang sudah
ditentukan oleh Negara/UU.

 Pajak Restoran
Ketika kita makan di suatu restaurant, baik dine in atau take away, kita
diharuskan membayar Pajak Restaurant/PPN yang biasanya sudah otomatis
masuk ke bill makanan kita, yaitu sebesar 10%. Ini diatur didalam Undang-
undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(PDRD). Dalam UU tersebut disebutkan bahwa pajak restoran masuk dalam
kategori pajak daerah,tepatnya pajak kabupaten atau kota,yang
mendefinisikan perpajakan restoran sebagai pajak atas pelayanan yang
disediakan oleh restoran.
2) Apakah anda atau di lingkungan keluarga anda ada yang memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak ? Siapakah itu dan apakah mungkin foto NPWP
dilampirkan ?
 Ya, Papa saya. Namun mohon maaf Bunda, beliau tidak memperkenankan
saya untuk memfotokan NPWP nya.

3) Apakah anda tahu contoh-contoh kegiatan yang harus dikenai pajak ? Berikan
minimum dua contoh.
Beri penjelasan mengapa harus terkena pajak dan beri foto pendukung !
 Impor Barang
Ketika kita mengimpor barang, maka kita dikenakan pajak atau biasa
disebut PPN. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas
barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Sesuai
dengan Dasar aturan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) tertuang dalam
Undang-undang (UU) tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan
atas:
1. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
oleh Pengusaha;
2. impor Barang Kena Pajak;
3. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
oleh Pengusaha
4. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean
5. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean
6. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
7. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena
Pajak; dan
8. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
 Pajak Retribusi Parkir
Pajak Parkir adalah bagian dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Menurut UU PDRD Pasal 63, subjek pajak parkir adalah orang pribadi atau
badan yang melakukan parkir kendaraan bermotor atau bermobil. Sebagai
WNI yang taat dan menghormati aturan yang ada, kita harus membayare
parkir. Karena, dengan membayar parkir, itu berarti kita turut membangun
daerah. Walaupun bayar parkir hanya Rp. 2000, namun dampaknya besar
untuk masa yang akan datang.

4) Carilah :
a) Dua kasus terkait pelanggaran pajak, jelaskan, analisis dan beri foto
pendukung.
 Buron 6 Bulan, 3 Tersangka Kasus Pajak Ditahan Kejari Tabanan Bali
Merdeka.com - Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Bali menyerahkan tersangka berinisial
MR, WK, dan SCB beserta barang bukti dugaan kasus pidana pajak yang
merugikan negara sebesar Rp 207 juta ke Kejaksaan Negeri (Kejati) Tabanan,
Bali. Sebelumnya tersangka SCB sempat melarikan diri dari kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya, sehingga dimasukkan ke Daftar
Pencarian Orang (DPO) pada bulan Desember 2020 lalu.

Selanjutnya petugas Kanwil DJP Bali bekerjasama dengan Polda Bali berhasil
menemukan tersangka SCB di Jombang pada 9 Mei 2021 lalu. Belis Siswanto
selaku Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Kanwil DJP Bali menyampaikan, ketiga
tersangka diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan yaitu dengan
sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
(SPTPPN). "Yang isinya tidak benar atau tidak lengkap atau tidak
menyetorkan PPN yang telah dipungut," kata Belis, Rabu (30/6). Penyetoran
PPN diatur dalam Pasal 39 ayat 1 huruf d dan/atau Pasal 39 ayat 1 huruf I jo,
Pasal 43, Ayat (1) Undang-Undang Nomor 28, Tahun 2007, tentang
Perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6, Tahun 1983, tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo, Undang-Undang Nomor 6,
Taun 1983, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 16, Tahun 2009.

Belis menerangkan, sebelum melakukan penyidikan, pihaknya terlebih dahulu


telah melakukan pengawasan dan pemeriksaan bukti permulaan terhadap
wajib pajak.

Kemudian, saat dilakukan proses pemeriksaan bukti permulaan, wajib pajak


diberi hak untuk melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sesuai
dengan Pasal 8 Ayat (3) Undang-undang KUP.

"Pengungkapan ketidakbenaran perbuatan dilakukan dengan membayar pajak-


pajak yang kurang dibayar beserta sanksi denda. Namun demikian tersangka
tidak menggunakan hak tersebut sehingga PPNS Kanwil DJP Bali
meningkatkan pemeriksaan bukti permulaan ke tahap penyidikan," imbuhnya.

Dalam proses penyidikan wajib pajak juga diberi hak untuk mengajukan
permohonan penghentian penyidikan sesuai dengan Pasal 44B UU KUP
setelah melunasi pajak-pajak yang kurang dibayar beserta sanksi denda.

Namun tersangka juga tidak memanfaatkan hak tersebut. Ia, juga


menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada segenap jajaran kepolisian
daerah Bali dan kejaksaan tinggi Bali serta seluruh pihak yang terlibat dalam
upaya penegakan hukum perpajakan.

“Harapan kami, dengan penegakan hukum perpajakan ini mampu menegakkan


prinsip keadilan dan memberikan efek jera kepada wajib pajak, serta mampu
mengamankan penerimaan negara dari sektor perpajakan," ujar Belis. [gil]

https://www.merdeka.com/peristiwa/buron-6-bulan-3-tersangka-kasus-pajak-
ditahan-kejari-tabanan-bali.html
 Tak Bayar Pajak hingga Rp 2,6 M, Dua Orang-Korporasi di Bekasi Jadi
Tersangka

Bandung - Dua orang dan satu korporasi di Kabupaten Bekasi ditetapkan


sebagai tersangka atas dugaan kasus perpajakan. Mereka diduga tak membayar
pajak selama setahun hingga menimbulkan kerugian negara Rp 2,6 miliar.
Kasus tersebut awalnya ditangani oleh Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
Jawa Barat II bersama Koordinasi dan Pengawasan (Korwas) Polda Metro
Jaya. Tiga orang tersangka terdiri dari dua orang yakni YSM, AIW dan satu
korporasi PT GF. Mereka diduga tak membayar pajak selama satu tahun di
tahun 2018 lalu. Kasus itu sudah selesai diselidiki DJP Jabar II. Sehingga
tersangka dan barang bukti atau tahap dua dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri
(Kejari) Bekasi.

"Perlu kami sampaikan bahwa ini terkait penyerahan tersangka dan barang
bukti perkara tindak pidana pajak yang dilakukan penyidikan oleh penyidik
DJP Kanwil Jabar II," ucap Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati)
Jabar Riyono di Kantor Kejati Jabar, Jalan Naripan, Kota Bandung, Senin
(1/11/2021). Riyono menjelaskan modus yang dilakukan oleh para tersangka
ini yakni tidak melaporkan surat pemberitahuan (SPT) pajak pertambahan nilai
(PPh) dan pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) di tahun 2018.

Menurut dia, hal tersebut bertentangan dengan Pasal 39 ayat (1) huruf c dan
huruf i Undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata
cara perpajakan sebagaimana diubah beberapa kali dan terakhir Undang-
undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja. "Kerugian negara terkait
tindak pidana pajak itu adalah sebesar Rp 2.639.670.983," tuturnya. Sementara
itu, Kepala Kanwil DJP Jabar II Harry Gumelar menuturkan penyelidikan
kasus ini bermula saat DJP Jabar II mendapati adanya wajib pajak yang tak
membayar pajak. Hal itu bisa terlihat dari sistem yang dimiliki direktorat
pajak.

"Nah jadi kami pun punya di dalam sistem kami, adalah sistem CRM, jadi di
situ kita bisa lihat wajib pajak tidak lapor, tidak setor, apalagi PPN. Begitu
PPN itu langsung masuk ke kuadran 9, bahwa ini adalah risiko tinggi, karena
ini PPN. Karena PPN itu wajib pajaknya sebenernya perusahaan bukan bayar
PPN, kalau wajib pajak mengklaim saya bayar sekianpuluh miliar PPN, itu
enggak, PPN itu mereka tidak pernah bayar, yang bayar itu masyarakat," tutur
Harry. "Makanya kalau PPN sampai nggak disetor, itu luar biasa, karena sama
dengan korupsi kalau di birokrat, karena itu uang negara yang diambil dan
tidak disetor oleh mereka," kata Harry menambahkan.

Sebelum pelimpahan tahap dua ini, pihak DJP Jabar II sudah melakukan
berbagai upaya mulai dari pemanggilan pihak korporasi PT GF yang bergerak
di bidang pengecatan sparepart otomotif itu hingga kedua tersangka. "Di pajak
sebenarnya kita tidak serta merta, ketika mereka tidak setor, itu dipidanakan.
Karena kami menganut remedium. Jadi sebisa mungkin diimbau dulu. Jadi
wajib pajak ini tidak serta merta lakukan penyidikan, tapi didahului oleh
dilakukan imbauan, sudah diminta pembetulan, diminta menyetorkan dengan
denda lebih murah. Tapi tahapan-tahapan itu sudah dilakukan, tersangka tetap
tidak melakukan pengembalian kerugian negara itu, sehingga dengan berat
hati, kita lakukan penegakan keadilan, dengan kerugian negara itu," tuturnya.

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Jabar Asep N Mulyana menegaskan


pihaknya berkomitmen menindak segala bentuk tindak pidana. Bahkan dia tak
segan menyeret korporasi apabila terbukti bersalah.

"Kami tidak menyasar kepada orang-orang, tapi kami komitmen untuk juga
meminta pertanggungjawaban kepada korporasi atau badan. Karena kami
melihat bahwa ada niat jahat atau mensrea, baik orang per orangnya, atau dari
korporasi yang bersangkutan,"kata Asep.

https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5792175/tak-bayar-pajak-hingga-
rp-26-m-dua-orang-korporasi-di-bekasi-jadi-tersangka

b) Apa saran anda agar kasus seperti itu tidak terjadi lagi ?

Menurut saya, agar kasus-kasus tesebut tidak terjadi lagi adalah, pemerintah harus
menghukum seberat-beratnya karena apa yang mereka lakukan telah merugikan
rakyat Indonesia. Selain itu, pemerintah harus lebih aware dengan masyarakat
tentang kesadaran membayar pajak karena sepertinya di Indonesia masih rendah
kesadaran untuk membayar pajak.

Anda mungkin juga menyukai