Anda di halaman 1dari 15

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

KASUS USTADZ PERKOSA 13 SANTRI

Oleh :

Arief Radhitya Abidzal 0701521010


Cinta Calista Putri 0701521018
Hilyah Al Qanitah 0701521024
Khairi Anggita Artani 0701521026
Murshafatimah Cecille Guritna 0701521037
Najmahira Fansa Izdihar 0701521038
Nizar Eguh Sesario 0701521040
Savero Elfaustin 0701521046
Syiva Audiza Hidayat 0701521049
Raihan Ramadhan Yusuf 0701521060
Dwi Andini 0701521063

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AL AZHAR INDONESIA
JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Swt karena hanya dengan rahmat
dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan Makalah ini. Makalah ini disusun
dengan tujuan untuk memenuhi syarat tugas pada mata kuliah Hukum dan HAM
Fakultas Hukum Universitas Al – Azhar Indonesia. Keberhasilan dalam menyusun
makalah ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak dengan
tulus dan ikhlas memberikan masukan guna sempurnanya Makalah ini. Oleh karena
itu, dalam kesempatan ini dengan kerendahan hati kami mengucapkan terima kasih
kepada :

1. Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga diberikan kemudahan


dalam menyelesaikan makalah ini.
2. Orang tua kami yang selalu memberikan doa, dukungan, kasih sayang, dan
bantuan yang tak pernah putus sehingga menjadikan kami bersemangat
dalam menyelesaikan makalah ini.
3. Bapak Dr. Mohammad Arqon, S.H., M.H. dan Ibu Siti Farhani, S.H., M.H.
selaku dosen mata kuliah Hukum dan HAM yang telah memberikan ilmu,
motivasi, dan membimbing kami untuk menyelesaikan makalah ini. Mohon
maaf apabila selama kami menjadi mahasiswa dan mahasiswi bapak selalu
mengecewakan. Nikmat yang sangat kami syukuri dapat memiliki dosen
seperti bapak.
4. Teman – teman mahasiswa dan mahasiswi Ilmu Hukum 2021, sebagai
teman yang bekerja sama dalam bertukar pikiran dan selalu memberi warna
dalam kehidupan kami.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan ilmu serta semangat
yang telah diberikan kepada kami. Kami menyadari bahwa penulisan makalah
ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya
masukan, baik saran maupun kritik yang bersifat membangun dari semua pihak.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kami maupun pembaca.
Jakarta, November 2022

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………...… 2
DAFTAR ISI …………………………………………………………………..... 3
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………...... 4
I.I Latar Belakang ……………………………………………………...... 4
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………… 5
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………….. 5
1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………………... 5
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………….. 6
2.1 Kronologi Kasus ……………………………………………………... 6
2.2 Analisis Kasus ……………………………………………………….. 8
2.3 Putusan Kasus ……………………………………………………….. 9
BAB III PENUTUP ………………………………………………………….....14
3.1 Kesimpulan ………………………………………………………….14
3.2 Saran ……………………………………………………………….. 14
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 15

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemerkosaan merupakan salah satu bentuk kasus kekerasan yang paling
cepat meningkat di berbagai negara saat ini dan kejahatan ini terjadi setiap saat
dibanyak negara. Pemerkosaan menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
adalah sebuah proses, cara, perbuatan memerkosa. Sedangkan menurut hukum
di Indonesia pemerkosaan terdapat didalam Pasal 285 KUHP yang berbunyi
“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang
wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan
perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.
Kasus pelecehan seksual bisa terjadi dari mulai orang yang tidak dikenal
oleh korban, bahkan orang terdekat sekalipun. Pelecehan seksual merupakan
perilaku yang sifatnya lebih ke seksual atau sesuatu hal yang tidak di inginkan
dan berakibatkan kerugian terhadap korban atau penerima pelecehan tersebut
yang diprediksi merusak semua hal-hal baik yang korban inginkan kedepannya,
menimbulkan trauma dan ketakutan yang menyebabkan sang korban bahwa
dirinya bukan orang yang baik-baik lagi. Hal ini dikarenakan korban kekerasan
seksual seringkali terpaksa menghadapi stigma dari masyarakat, dan bahkan
diskriminasi. Pelecehan seksual merupakan langkah awal pelaku untuk
melakukan tindakan pemerkosaan. Kasus pemerkosaan banyak terjadi di
masyarakat khususnya pemerkosaan yang terjadi terhadap anak.
Kasus pemerkosaan terhadap anak sering terbaikan oleh lembaga-lembaga
yang seharusnya memperjuangkan hak anak sebagai korban tindak pidana
pemerkosaan. Dimana seharusnya lembaga-lembaga tersebut seharusnya
memberikan perhatian dan perlindungan. Pemerkosaan merupakan perbuatan
yang bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Pemerkosaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang laki-


laki untuk memaksa seorang wanita untuk bersetubuh di luar perkawinan.
Pemerkosaan merupakan satu hal yang paling menimbulkan traumatik bagi

4
perempuan terlebih seorang anak yang menjadi korban pemerkosaan.
(Chairuni Nasution 2021)
Perkosaan adalah suatu tindakan kriminal disaat korban dipaksa untuk
melakukan hubungan seksual, khususnya penetrasi dengan alat kelamin diluar
kemauannya sendiri. Saat ini tindak pidana kekerasan seksual atau yang sering
disebut dengan tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan. Kejahatan
pemerkosaan yang mencemaskan adalah kejahatan yang korbannya anak-anak
yang masih di bawah umur, sebab hal ini akan mempengaruhi psikologis
perkembangan anak dan menimbulkan trauma seumur hidupnya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan Latar Belakang yang telah diuraikan diatas, dapat
disimpulkan bahwa terdapat beberapa rumusan masalah yaitu :
1. Apa permasalahan yang terjadi akibat pemerkosaan satriwati?
2. Bagaimana pencegahan terjadinya pelecehan seksual?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang, dan rumusan masalah yang telah diuraikan
diatas, dapat ditemukan tujuan dari makalah ini yaitu :
1. Agar pembaca mengetahui akhir dari kasus pemerkosaan santriwati.
2. Agar pembaca mengetahui hal-hal apa saja untuk mencegah terjadinya
pelecehan seksual.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari penelitian makalah ini yaitu :
1. Bagi kami, penelitian ini bertujuan untuk menerapkan ilmu yang telah
dipelajari serta mengembangkannya kembali.
2. Dapat memberikan kemudahan bagi yang membaca dalam memahami kasus
pemerkosaan 13 santri ini.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kronologi Kasus


Kasus pemerkosaan 13 santriwati oleh Herry Wirawan memasuki babak akhir.
Herry divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung.
Hal itu setelah Ketua Majelis Hakim PT Bandung Herri Swantoro mengabulkan
banding Kejaksaan Tinggi Jawa Barat atas putusan Pengadilan Negeri (PN)
Bandung, yang menghukum Herry pidana penjara seumur hidup. Berikut perjalanan
kasus Herry Wirawan, guru pesantren asal Garut yang melakukan pemerkosaan
pada santrinya sejak 2016 hingga 2021.
A. Mulai Terungkap Pada 2021
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)
Garut menyebut kasus itu terungkap saat salah satu korban pulang ke rumah tahun
lalu. Kala itu dia hendak merayakan Hari Raya Idul Fitri. Orangtua korban saat itu
melihat ada yang berubah pada anaknya, hingga diketahui anaknya hamil. Orangtua
korban kemudian melapor ke Polda Jabar dengan pendampingan kepala desa
setempat.
B. Korban Lahirkan 19 Bayi
Perbuatan Herry Wirawan memang benar-benar bejat. Tak hanya
meninggalkan trauma psikologis dan mental, para korban harus menanggung beban
menjadi orangtua saat usia masih belia. Akibat perbuatan Herry Wirawan, ada 9
bayi yang dilahirkan para korban. Salah satu korban bahkan sampai melahirkan dua
anak dari perbuatan asusila guru pesantren itu. Korban yang melahirkan dua anak
baru berusia 14 tahun. Dari belasan korban Herry, 11 di antaranya berasal dari
Garut, Jawa Barat. Mereka memiliki pertalian saudara serta bertetangga.

C. Iming-Iming Biaya Kuliah

Beragam tipu daya dilakukan Herry Wirawan agar para korban menutup rapat
aibnya. Korban diiming-imingi menjadi polwan hingga dibiayai kuliahnya. Selama

6
beberapa tahun korban juga dieksploitasi untuk bekerja di bagian tata usaha. Salah
satu tugasnya yakni membuat proposal untuk mencari dana.

D. Herry Akui Tindakannya

Herry Wirawan mengakui telah memerkosa 13 santriwati dalam persidangan


yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Di sidang itu, terdakwa meminta
maaf atas tindakannya. Herry mengaku khilaf. Dalam persidangan Herry juga
mengakui sempat mengurung korban agar tidak membeberkan kejahatannya.

E. Dituntut Hukuman Mati

Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Herry Wirawan dengan hukuman mati
dan kebiri kimia dalam pembaca tuntutan oleh jaksa yang digelar tertutup di PN
Bandung, 11 Januari 2022. Tuntutan itu diambil karena kejahatan Herry Wirawan
dilakukan secara terus menerus dan sistematis. Tuntutan tersebut juga merupakan
bukti Kejati berkomitmen untuk memberi efek jera pada pelaku kekerasan seksual.

F. Vonis Penjara Seumur Hidup

Herry Wirawan mendapatkan vonis penjara seumur hidup dalam sidang vonis
di PB Bandung, 15 Februari 2022. Vonis itu sontak membuat kecewa banyak
kalangan yang berharap terdakwa dihukum seberat mungkin.

G. Vonis Hukuman Mati Dikabulkan

Ketua Majelis Hakim PT Bandung Herri Swantoro mengabulkan hukuman


tersebut setelah Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mengajukan banding atas putusan
Pengadilan Negeri (PN) Bandung. “Menerima permintaan banding dari jaksa
penuntut umum. Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati,” kata
Herri Swantoro di Bandung, Jawa Barat.

Dalam putusan itu, Senin 4 April 2022, hakim memperbaiki sejumlah putusan
PN Bandung. Herry Wirawan juga diputuskan oleh hakim untuk tetap ditahan.
Hukuman itu sesuai Pasal 21 KUHAP jis Pasal 27 KUHAP jis Pasal 153 ayat ( 3)
KUHAP jis ayat (4) KUHAP jis Pasal 193 KUHAP jis Pasal 222 ayat (1) jis ayat
(2) KUHAP jis Pasal 241 KUHAP jis Pasal 242 KUHAP, PP Nomor 27 Tahun
1983. Kemudian Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 17 Tahun

7
2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak jo pasal 65 ayat (1) KUHP dan ketentuan-ketentuan lain yang
bersangkutan.

H. Bayar Restitusi

Selain vonis mati, Herry diwajibkan membayar restitusi sebesar Rp300 juta
lebih. Vonis itu menganulir putusan PN Bandung, yang sebelumnya membebaskan
Herry dari hukuman pembayaran ganti rugi terhadap korban tersebut. “Menimbang,
bahwa majelis hakim tingkat pertama telah menjatuhkan putusan untuk
membebankan restitusi kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia, bahwa hal ini bertentangan dengan hukum
positif yang berlaku," kata Hakim.

I. Harta Dirampas

Hukuman pada Herry Wirawan semakin berlipat karena Majelis Hakim


Pengadilan Tinggi (PT) Bandung memutuskan merampas harta atau asetnya. Ketua
Majelis Hakim PT Bandung, Herry Swantoro, menyatakan perampasan dilakukan
untuk memenuhi biaya pendidikan dan kelangsungan hidup para anak korban dan
bayi-bayinya hingga mereka dewasa atau menikah. Hasil perampasan akan
dilelang. Hasil lelang akan diserahkan terlebih dahulu kepada Pemerintah Provinsi
Jawa Barat. “Merampas harta kekayaan/aset terdakwa Herry Wirawan berupa tanah
dan bangunan serta hak-hak terdakwa dalam yayasan Yatim Piatu Manarul Huda,”
kata hakim.

2.2 Analisis Kasus


Kasus ini bermula saat salah satu korban pulang ke rumah dan orangtuanya
curiga, setelah diusut sang korban hamil dan melapor ke Polda Jabar. Herry
Wirawan yang diketahui ustadz disalah satu Pondok Pesantren di Jawa Barat pun
diperiksa dan dilakukan penangkapan. Sidang-sidang pun dilakukan secara
bertahap, awal mula penjatuhan hukuman kepada Herry Wirawan adalah hukuman
mati namun Komnas HAM menolak putusan itu. Komnas HAM tersebut merujuk
kepada hak hidup yang merupakan salah satu hak asasi manusia yang paling
mendasar. Hak itu juga tidak dapat dikurangi dalam situasi apapun. "Jadi,

8
karena alasan itulah Komnas HAM menentang hukuman mati," ujar
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM/Komisioner Pendidikan dan
Penyuluhan Komnas HAM tersebut.
Penolakan hukuman mati tidak hanya bagi Herry Wirawan t etapi juga
terhadap kasus-kasus kejahatan lainnya misal narkotika, korupsi hingga
kasus tindak pidana terorisme. Selain menolak hukuman mati bagi Herry
Wirawan, Komnas HAM secara tegas juga menolak pelaku dijatuhi hukuman
kebiri kimia.
Alasannya, Komnas HAM menilai hukuman kebiri kimia bagi pelaku
sama sekali tidak manusiawi sehingga perlu opsi hukuman lain. Pertama
berlawanan dengan prinsip HAM. Kedua bentuk penghukuman itu jelas tidak
manusiawi, kejam, dan merendahkan martabat manusia

2.3 Putusan Kasus


Pada kasus ini pengadilan akhirnya mengadili dan berikut beberapa putusan
pengadilan:
1. Menyatakan Terdakwa tersebut diatas, terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana “Dengan sengaja melakukan kekerasan
memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya yang dilakukan
pendidik menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang beberapa kali”
sebagaimana dalam dakwaan primer;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara seumur hidup;
3. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;
4. Membebankan restitusi kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia, dengan perincian sebagai berikut:
• Anak Korban XI diwakili Ibu Kandungnya yang bernama Sdri. K
sejumlah Rp.75.770.000 (tujuh puluh lima juta tujuh ratus tujuh puluh
ribu rupiah) dengan pertimbangan penilaian restitusi serta rincian dan
penghitungan kerugian korban dari LPSK.
• Anak Korban III diwakili Kakek Kandungnya yang bernama Sdr. E
sejumlah Rp.22.535.000 (dua puluh dua juta lima ratus tiga puluh lima

9
ribu rupiah) dengan pertimbangan penilaian restitusi serta rincian dan
penghitungan kerugian korban dari LPSK;
• Anak Korban VIII diwakili Ayah Kandungnya yang bernama Sdr. Saksi
VIII sejumlah Rp.20.523.000 (dua puluh juta lima ratus dua puluh tiga
ribu rupiah) dengan pertimbangan penilaian restitusi serta rincian dan
penghitungan kerugian korban dari LPSK;
• Anak Korban IX diwakili Ayah Kandungnya yang bernama Sdr. Saksi
IX sejumlah Rp.29.497.000 (dua puluh sembilan juta empat ratus
sembilan puluh tujuh ribu rupiah) dengan pertimbangan penilaian
restitusi serta rincian dan penghitungan kerugian korban dari LPSK;
• Anak Korban VI diwakili Ayah Kandungnya yang bernama Saksi I
sejumlah Rp.8.604.064 (delapan juta enam ratus empat ribu enam puluh
empat rupiah) dengan pertimbangan penilaian restitusi serta rincian dan
penghitungan kerugian korban dari LPSK;
• Anak Korban Anak korban II diwakili Ayah Kandungnya yang bernama
Saksi II sejumlah Rp.14.139.000 (empat belas juta seratus tiga puluh
sembilan ribu rupiah) dengan pertimbangan penilaian restitusi serta
rincian dan penghitungan kerugian korban dari LPSK;
• Anak Korban Anak korban X diwakili Ibu Kandungnya yang bernama
Sdri. L sejumlah Rp.9.872.368 (sembilan juta delapan ratus tujuh puluh
dua ribu tiga ratus enam puluh delapan rupiah) dengan pertimbangan
penilaian restitusi serta rincian dan penghitungan kerugian korban dari
LPSK;
• Anak Korban XII diwakili Ibu Kandungnya yang bernama Sdri. Saksi
XII sejumlah Rp.85.830.000 (delapan puluh lima juta delapan ratus tiga
puluh ribu rupiah) dengan pertimbangan penilaian restitusi serta rincian
dan penghitungan kerugian korban dari LPSK;
• Anak Korban VII diwakili Ibu Kandungnya yang bernama Sdri. Saksi
VII sejumlah Rp.11.378.000 (sebelas juta tiga ratus tujuh puluh delapan
ribu rupiah) dengan pertimbangan penilaian restitusi serta rincian dan
penghitungan kerugian korban dari LPSK;

10
• Anak Korban VI diwakili Ayah Kandungnya yang bernama Sdr. Saksi
VI sejumlah Rp.17.724.377 (tujuh belas juta tujuh ratus dua puluh empat
ribu tiga ratus tujuh puluh tujuh rupiah) dengan pertimbangan penilaian
restitusi serta rincian dan penghitungan kerugian korban dari LPSK;
• Anak Korban Anak Korban IV diwakili Ibu Kandungnya yang bernama
Sdri. AY sejumlah Rp.19.663.000 (sembilan belas juta enam ratus enam
puluh tiga ribu rupiah) dengan pertimbangan penilaian restitusi serta
rincian dan penghitungan kerugian korban dari LPSK;
• Anak Korban V sejumlah Rp.15.991.377 (lima belas juga sembilan ratus
sembilan puluh satu ribu tiga ratus tujuh puluh tujuh rupiah) dengan
pertimbangan penilaian restitusi serta rincian dan penghitungan kerugian
korban dari LPSK;
5. Menetapkan 9 (sembilan) orang anak dari para korban dan anak korban agar
diserahkan perawatannya kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat cq. UPT
Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Barat dengan dilakukan
evaluasi secara berkala. Apabila dari hasil evaluasi ternyata para korban dan
anak korban sudah siap mental dan kejiwaan untuk menerima dan mengasuh
kembali anak-anaknya, dan situasinya telah memungkinkan, anak-anak
tersebut dikembalikan kepada para anak korban masing-masing;
6. Menetapkan barang bukti berupa:
• 1 (satu) buah sepeda motor Yamaha Mio Z warna Hitam, dirampas untuk
negara;
• Barang bukti berupa:
- 1 (satu) lembar fotokopi Akta kelahiran atas nama Anak Korban VI
Nomor 3205-LT-12052016-0246 tanggal 13 Mei 2016;
- 1 (satu) lembar fotokopi Kartu keluarga Nomor 3205292901190011
atas nama Saksi I;
- 1 (satu) lembar fotokopi Kartu keluarga Nomor 3205291612070758
atas nama A;
- 2 (dua) kembar fotokopi Akta kelahiran atas nama Anak Korban IX
Nomor 3205-LT-05092016-0405 tanggal 06 September 2006;

11
- 1 (satu) lembar fotokopi kartu keluarga Nomor 320529181207076
atas nama Saksi IX;
- 1 (satu) lembar fotokopy Akta kelahiran atas nama Anak korban II
Nomor 3205-LT-19042016-0130 tanggal 20 April 2016;
- 1 (satu) lembar fotokopi Kartu keluarga Nomor 3205291612070773
atas nama Saksi II;
- 1 (satu) lembar fotokopi akta kelahiran atas nama Anak korban X
Nomor 3205-LT-29012011-0153 tanggal 11 Maret 2012;
- 2 (dua) lembar fotokopi Kartu Keluarga Nomor 3205400411080036
atas nama II;
- 1 (satu) lembar fotokopi Akta Kelahiran atas nama Anak Korban XII
Nomor 2556/2004 tanggal 15 September 2004;
- 1 (satu) lembar fotokopi Kartu Keluarga Nomor 3277021711060379
atas nama KS;
- 1 (satu) lembar fotokopi Akta Kelahiran atas nama Anak Korban III
Nomor 3211-LT-20022014-0004 tanggal 20 Februari 2004;
- 1 (satu) lembar fotokopi Kartu Keluarga Nomor 3211110807130007
atas nama AM;
- 1 (satu) lembar fotokopi akta Kelahiran atas nama Anak Korban IV
Nomor 3205-LT-26122011-0399 tanggal 27 Desember 2012;
- 1 (satu) lembar fotokopi Kartu Keluarga Nomor
32055400101080274 atas nama Saksi IV;
- 1 (satu) lembar fotokopi Akta Kelahiran atas nama Anak Korban VI
Nomor 3205-LT-26122011-1532, tanggal 2 Januari 2012;
- 1 (satu) lembar fotokopi Kartu Keluarga Nomor 3205401509080003
atas nama Saksi VI;
- 1 (satu) lembar fotokopi Akta kelahiran atas nama Anak Korban VII
Nomor 3205-LT-08122011-0859 tanggal 8 Desember 2011;
- 1 (satu) lembar fotokopi Kartu Keluarga Nomor 3205401806080008
atas nama J;
- 1 (satu) lembar fotokopi Akta kelahiran atas nama Anak Korban VIII
Nomor 3205-LT-23082012-0143 tanggal 11 September 2013;

12
- 1 (satu) lembar fotokopi Kartu Keluarga Nomor 3205400101080851
atas nama Saksi VIII;
- 1 (satu) lembar fotokopi Akta kelahiran atas nama Anak Korban V
Nomor 3056/D/2003 tanggal 17 Maret 2003;
- 1 (satu) lembar fotocopy Kartu keluarga Nomor 3205112111070058
atas nama Saksi XXI;
Tetap terlampir dalam berkas perkara,
• 1 (satu) buah Kartu Tanda Penduduk (KTP) Nomor 3273021908850020
atas nama Herry Wirawan, dikembalikan kepada Terdakwa;
• 1 (satu) buah sarung tangan hijau tua dan 1 (satu) buah sprei warna Merah
Muda bergambar, dimusnahkan;
7. Membebankan biaya perkara kepada Negara;
Demikian diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Bandung, pada hari Kamis, tanggal 3 Februari 2022, oleh
kami, Yohannes Purnomo Suryo Adi, S.H., M.Hum., sebagai Hakim Ketua,
Riyanto Aloysius, S.H., M.H. dan Eman Sulaeman, S.H., masing-masing
sebagai Hakim Anggota, yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
pada hari Selasa, tanggal 15 Februari 2022 oleh Hakim Ketua dengan
didampingi para Hakim Anggota tersebut, dibantu oleh Endang Misbah,
S.H., Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Bandung, serta dihadiri
oleh Dr. Saksi XXI N. Mulyana, S.H., M.H., Sugeng Hariadi, S.H., M.H.,
Agus Mujoko, S.H., M.H., Agatha Corsina Wangge, S.H., M.H., Rika Fitria
Nirmala, S.H., M.H., Penuntut Umum dan Terdakwa didampingi Tim
Penasihat Hukum Terdakwa.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Herry Wirawan dapat dikenakan hukuman mati atas kejahatan yang telah
dilakukannya berdasarkan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) dan ayat (5) ijo. Pasal 76D
UndangUndang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Hukuman
mati dan hukuman kebiri terhadap Herry Wirawan tidak melanggar hak asasi
imanusia. Justru pelakulah yang telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia
terhadap korban pelecehan seksual sehingga menimbulkan trauma secara psikis
maupun fisik. Apabila dilihat dari aspek hak asasi manusia seperti yang tercantum
dalam Pasal 28 J ayat (2) yang berbunyi “Dalam menjalankan hak dan
kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan
dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk mejamin pengakuan
serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi
tuntutan yang adil dan sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokrasi.” Pelaku
kejahatan seksual terhadap anak dibawah umur adalah kejahatan serius yang kejam.
Anak sebagai korban kejahatan seksual terdampak luar biasa, terutama terhadap
perkembangan psikologinya di masa yang akan datang, karena itu tindakan kebiri
kimia merupakan hukuman yang setimpal. Sebab, selain pelaku tidak bisa lagi
mengulangi perbuatannya, pada saat yang sama ini sekaligus sebagai general
prevention bagi orang lain agar tidak melakukan kejahatan yang sama. Terhadap
pelaku tindak kejahatan seksual terhadap anak perlu dikenakan tindakan yang
serius, lebih dari tindakan kepada tindak kejahatan umum lainnya, karena dampak
yang ditimbulkan bagi korban juga sangat serius.

3.2 Saran

14
DAFTAR PUSTAKA

15

Anda mungkin juga menyukai