NIM : 18410548
Mata Kuliah : Hukum Pajak C
Latar Belakang
Kasus tindak pidana di bidang perpajakan yang sangat menonjol adalah kasus pajak
Asian Agri dengan total kerugian negara mencapai 1,25 trilyun rupiah. Kasus tersebut telah
diputus Majelis Kasasi Mahkamah Agung (MA) dengan putusan 2 tahun penjara dengan masa
percobaan 1 tahun serta denda pidana sebesar lebih dari 2,5 trilyun rupiah. Kasus Asian Agri
pada awalnya diputus bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan dikuatkan oleh Putusan
Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat sebelum akhirnya dibatalkan dengan putusan kasasi MA.
Beberapa kasus besar lain yang telah divonis Pengadilan selama 4 tahun terakhir yaitu
kasus Sulasindo Niagatama dengan total kerugian negara lebih dari 27 milyar rupiah dan Sumber
Tani Niaga dengan total kerugian negara hampir 77 milyar rupiah. Kasus Sulasindo Niagatama
divonis pengadilan 2 tahun penjara dan denda pidana sebesar 336 milyar rupiah. Sedangkan
kasus Sumber Tani Niaga divonis pengadilan 2 tahun penjara dan denda pidana sebesar lebih
dari 306 milyar rupiah. Pada tahun 2013 diharapkan pengadilan telah memberikan putusan
terhadap 32 berkas P-21 kasus tindak pidana perpajakan dari tahun 2010-2012 yang belum
divonis.
Pembahasan
PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja
Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes, pada tahun2006
Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8miliar
(sekitar Rp 25,5 triliun). Selain PT AAG, terdapat perusahaan lain yang berada di bawah
naungan Grup Raja Garuda Mas, di antaranya:Asia Pacific Resources International Holdings
Limited(APRIL), Indorayon, PEC-Tech, Sateri International, dan Pacific Oil &Gas. Secara
khusus, PT AAG memiliki 200 ribu hektar lahan sawit, karet, kakao di Indonesia,Filipina,
Malaysia, dan Thailand. Di Asia, PT AAG merupakan salah satu penghasil minyak sawit mentah
terbesar, yaitu memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah selain tiga
pabrik minyak goreng.Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi
VincentiusAmin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai
US$3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial
controller di PT AAG yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent initerendus
oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent diburu bahkandiancam akan
dibunuh. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan
tersebut.
Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antaraVincent dan wartawan Tempo.
Pelarian VAS berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006 ia menyerahkan dirike Polda
Metro Jawa. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengajadatang ke KPK
untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapidengan sejumlah
dokumen keuangan dan data digital.Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul
“AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales”,disusun pada sekitar 2002.
Dokumen ini memuat semua persiapantransfer pricing PT AAG secara terperinci. Modusnya
dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah(Crude PalmOil) keluaran PT AAG
ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar untuk kemudian dijual
kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa
ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT AA
sebagian adalah perusahaan fiktif.
Perhitungan SPT Asian Agriyang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005.
Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan
negara hingga Rp 1,3 triliun. Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember
2007 telah ditetapkan 8orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN,
EL, LBH, dan SL Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan
penanggung jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah
mencekal 8 orang tersangka tersebut.Dalam analisi ini saya akan membahas terkait kasus pajak
Asian Agri yang mana penggelapan pajak yang dilakukan Asian Agri Group tergolong paling
canggih di Indonesia Butuh waktu sekitar tujuh tahun untuk mengungkap kasus ini.
Kasus ini bermula dari adanya laporan penghindaran pembayaran pajak oleh 14
perusahaan di bawah Asian Agri Group kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada
2006. KPK kemudian melimpahkan bukti permulaan kepada Menteri Keuangan yang lalu
diserahkan ke Ditjen Pajak pada Januari 2007. Ditjen Pajak lalu memulai proses penyidikan
dengan memeriksa buku laporan keuangan 2002-2005 yang menyangkut 14 perusahaan tersebut.
Dari hasil penyidikan Ditjen Pajak, praktik penggelapan pajak yang dilakukan Asian Agri cukup
canggih, sitematis, dan terencana. Tim menemukan aset senilai Rp 4,3 triliun yang sudah
diagunkan ke Credit Suisse. Fuad Rahmany menyayangkan langkah yang dilakukan bank
tersebut, karena menerima agunan dari perusahaan yang sedang bersengketa hukum.
Untuk menganalisis motif sengketa pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group yang
telah melanggar Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan dengan melakukan Penggelapan
Pajak (Tax Evasion). Adapun tiga motif yang dilakukannya yaitu Transaksi Hedging Fiktif,
Biaya Fiktif dan Transfer Pricing.
PT Asian Agri Group (AAG) diduga telah melakukan penggelapan pajak (taxevasion)
selama beberapa tahun terakhir sehingga menimbulkan kerugian negara senilai trilyunan rupiah.
Belum lagi kelar penyidikan, berkembang wacana mengenai penyelesaiankasus itu di luar
pengadilan (out of court settlement ). Hal ini sangat menggelisahkan kalanganyang
menginginkan tegaknya hukum dan terwujudnya keadilan, tanpa pandang bulu. Sangatironis jika
para penjahat kelas teri ditangkapi, ditembaki, disidangkan, dan dimasukkan bui,sementara itu
penjahat kerah putih (white collar criminal ) yang mengakibatkan kerugian besar pada negara
justru dibiarkan melenggang karena kekuatan kapital nya. Celah Keluar dari Pengadilan
Meski peraturan perundangan mengancam pelaku tindak pidana perpajakan dengansanksi pidana
penjara dan denda yang cukup berat, nyatanya masih ada celah hukum untuk meloloskan para
penggelap pajak dari ketok palu hakim di pengadilan. Pasal 44B UU No.28/2007 membuka
peluangout of court settlement bagi tindak pidana di bidang perpajakan.
Ketentuan itu mengatur bahwa atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat
menghentikan penyidikan. Dengan demikian, kasus berakhir (case closed ) jika wajib pajak yang
telah melakukan kejahatan itu telah melunasi beban pajak beserta sanksiadministratif berupa
denda. Ketentuan hukum nyatanya begitu lunak dalam mengatur tindak pidana perpajakan.
Peluang out of court settlement dimungkinkan bagi segala jenis tindak pidana perpajakan.
Peluang itu tidak hanya berlaku untuk “Perlawanan Pasif terhadap Pajak”,yaitu perlawanan yang
tidak dilakukan secara sadar atau disertai niat dari warga masyarakatuntuk merintangi aparat
pajak dalam melakukan tugasnya. Penghentian penyidikan danpenyelesaian di luar sidang juga
berlaku untuk “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” yangperbuatannya dilakukan lewat cara-cara
ilegal dan langsung ditujukan padafiskus/pemerintah. Jadi, penyelesaian kasus tindak pidana
perpajakan oleh Asian Agri Group meski masuk kategori “Perlawanan Aktif terhadap Pajak”
sekalipun tetap dapat diselesaikan diluar sidang pengadilan.
Majelis kasasi menghukum Manajer Perpajakan PT Asian Agri, Suwir Laut dengan
hukuman penjara selama dua tahun dengan masa percobaan tiga tahun. Dalam putusannya,
majelis kasasi juga mencantumkan syarat khusus yakni dalam jangka waktu satu tahun, 14
perusahaan yang tergabung dalam Asian Agri Group diharuskan membayar 2 kali pajak
terhutang Rp1.259.977.695.652, sehingga totalnya sekitar Rp2,519 triliun. Putusan kasasi
bernomor 2239 K/PID.SUS/2012 ini diputus oleh majelis hakim yang diketuai Djoko Sarwoko
dengan anggota masing-masing Prof Komariah E Sapardjaja dan Sri Murwahyuni. Ridwan
mengatakan Suwir Laut alias Lie Che Sui terbukti secara sah melakukan tindak pidana
menyampaikan surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap secara berlanjut. Perbuatan itu mengakibatkan negara rugi sekitar Rp1,259 triliun.
Terdakwa didakwa telah memanipulasi Surat Pemberitahuan Laporan Pajak Tahun (SPT)
Asian Agri Group dalam kurun waktu 2002-2005. Suwir diduga mengubah dokumen pada
beberapa pendapatan anak perusahaan (fiktif). Dengan begitu, keuntungan Asian Agri berkurang,
sehingga pembayaran pajak mereka pun menjadi ikut berkurang. Akibatnya, pendapatan negara
dirugikan sekitar Rp1,25 triliun. Rinciannya: tahun 2002 sebesar Rp301,4 miliar, 2003 sebesar
Rp309,6 miliar, 2004 sebesar Rp358,7 miliar, dan tahun 2005 sebesar Rp280,4 miliar. Kasus ini
juga telah menyeret tujuh orang direktur dan tiga orang staf Ditjen Pajak. Namun, Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai Martin Ponto Bidara justru membebaskan Suwir
Laut pada 15 Maret 2012 lalu. Putusan itu dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi Jakarta
pada 23 Juli 2012. Tak puas dengan vonis bebas itu, jaksa mengajukan kasasi.
Kesimpulan
Dengan demikian, harapan kita bergantung pada Menteri Keuangandan Jaksa Agung
sebagai pihak yang paling menentukan dalam proses penyelesaian tindak pidana perpajakan ini.
Berujung di Pengadilan Asian Agri akhirnya benar-benar melayangkan surat keberatan kepada
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkait Surat Ketetapan Pajak (SKP) kepada 14 anak
perusahaannya. Perusahaan perkebunan sawit milik taipan Sukanto Tanoto ini melayangkan
surat keberatan setelah membayar senilai Rp 969,675 miliar atau 49% dari total pajak terutang
yaknimencapai Rp 1,95 triliun. Sedari awal Asian Agri memang berniat banding atas penetapan
SKP yang ditetapkanDJP. Namun mereka harus terlebih dulu membayar setengah dari total
utang pajak. AsianAgri melayangkan keberatan karena menganggap SKP yang mencapai Rp
1,95 triliun tidak sesuai, sebab melebihi total keuntungan perusahaannya yang pada 2002-2005
hanya Rp 1,24triliun. Total utang pajak plus denda Asian Agri sendiri mencapai Rp 1,959 triliun.
General Manajer Grup Asian Agri, Freddy Widjaya mengatakan, surat keberatan SKP telah
disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar.