Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ETIKA BISNIS DAN PROFESI

ANALISIS KASUS PT. ASIAN AGRI GROUP (AAG)

DISUSUN OLEH:
Nama : Louisa Rachel Aviona Ory

NIM : 202230212

No. Urut : 69

Etika Dalam Praktik Perpajakan

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan berkat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas saya untuk mata kuliah Etika Bisnis dan Profesi, dengan topik: Etika
Akuntan dalam Praktik Perpajakan.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan dari
banyak pihak yang tulus memberikan referensi, dukungan, saran, dan kritik sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang saya miliki. Oleh karena itu,
saya mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya, saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi perkembangan dunia pendidikan.

Ambon, 13 Juni 2023


DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................
.
KATA PENGANTAR...........................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................
1.2 Permasalahan Kasus....................................................................................
1.3 Landasan Teori.............................................................................................

BAB II: PEMBAHASAN


2.1 Etika Akuntan Dalam Perpajakan.................................................................
2.2 Tanggung Jawab Akuntan Pajak...................................................................
2.3 Kompleksitas Aturan Pajak Dan Tuntutan...................................................
2.4 Lima Prinsip Dasar Etika Untuk Akuntan......................................................

BAB III: PENUTUP


3.1 Kesimpulan..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
PT. Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup
Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes, pada tahun
2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8
miliar (sekitar Rp 25,5 triliun). Selain PT AAG, terdapat perusahaan lain yang berada di
bawah naungan Grup Raja Garuda Mas, di antaranya: Asia Pacific Resources International
Holdings Limited (APRIL), Indorayon, PEC-Tech, Sateri International, dan Pacific Oil &
Gas.Secara khusus, PT AAG memiliki 200 ribu hektar lahan sawit, karet, kakao di Indonesia,
Filipina, Malaysia, dan Thailand. Di Asia, PT AAG merupakan salah satu penghasil minyak
sawit mentah terbesar, yaitu memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit
mentah – selain tiga pabrik minyak goreng.
Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius
Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1
juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial
controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini
terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent diburu bahkan
diancam akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen
penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara
Vincent dan wartawan Tempo.
Pelarian VAS berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006 ia menyerahkan diri
ke Polda Metro Jawa. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja
datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi
dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital.Salah satu dokumen tersebut adalah
dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”,
disusun pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT AAG
secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit
mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga
di bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi.
Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-
perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT AA sebagian adalah perusahaan fiktif.
Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan
permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG
tersebut terkait erat dengan perpajakan.Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jendral
Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa,
penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan serangkaian
penyelidikan – termasuk penggeladahan terhadap kantor PT AAG, baik yang di Jakarta
maupun di Medan.
Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan
Terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak
pertambahan nilai (PPN).selain itu juga "bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp
2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya
perusahaan hingga Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar.
mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah
menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan
SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005. Hitungan terakhir
menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga
Rp 1,3 triliun. Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah
ditetapkan 8 orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH,
dan SL. Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan penanggung
jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah mencekal
8 orang tersangka tersebut.

1.2 Permasalahan Kasus


Kasus PT. Asian Agri Group (AAG) merupakan kasus yang besar, karena menyangkut
kerugian bagi negara sekitar 1,3 triliyun, sehingga jika tidak segera ada penanganan, kasus
ini akan dibawa ke presiden.
Tersangka yang terlibat dalam kasus ini tidak hanya Vincentius Amin Sutanto, tapi
masih ada pihak lain yang turut terlibat, namun pihak-pihak tersebut masih belum
diketahui.
Penanganan kasus ini berlarut-larut lantaran perbedaan pandangan soal berkas
kasus antara Kejaksaan Agung dan Ditjen Pajak.

1.3 Landasan Teori

Penyelesaian Kasus Asian Agri: Di Dalam atau Luar Pengadilan?


PT Asian Agri Group (AAG) diduga telah melakukan penggelapan pajak (tax
evasion) selama beberapa tahun terakhir sehingga menimbulkan kerugian negara senilai
trilyunan rupiah. Belum lagi kelar penyidikan, berkembang wacana mengenai penyelesaian
kasus itu di luar pengadilan (out of court settlement). Hal ini sangat menggelisahkan
kalangan yang menginginkan tegaknya hukum dan terwujudnya keadilan, tanpa pandang
bulu. Sangat ironis jika para penjahat kelas teri ditangkapi, ditembaki, disidangkan, dan
dimasukkan bui, sementara itu penjahat kerah putih (white collar criminal) yang
mengakibatkan kerugian besar pada negara justru dibiarkan melenggang karena kekuatan
kapital nya.
Tidak Hanya Urusan Pajak
Menilik modus operan di dalam kasus ini, penggelapan pajak bukanlah satu-satunya
perbuatan pidana yang bisa didakwakan kepada Asian Agri Group. Penyidikan terhadap
Asian Agri Group juga dapat dikembangkan pada tindak pidana pencucian uang (money
laundering). Dalam hal itu, penggelapan pajak oleh Asian Agri Group perlu dilihat sebagai
kejahatan asal (predict crime) dari tindak pidana pencucian uang. Sebagaimana lazimnya,
kejahatan pencucian uang tidak berdiri sendiri dan terkait dengan kejahatan lain. Kegiatan
pencucian uang adalah cara untuk menghapuskan bukti dan menyamarkan asal-usul
keberadaan uang dari kejahatan yang sebelumnya. Dalam kasus ini, penggelapan pajak
dapat menjadi salah satu mata rantai dari kejahatan pencucian uang. Asian Agri Group
mengecilkan laba perusahaan dalam negeri agar terhindar dari beban pajak yang
semestinya dengan cara mengalirkan labanya ke luar negeri(Mauritius, Hongkong Macao,
dan British Virgin Island). Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) kelompok usaha Asian Agri
Group kepada Ditjen Pajak telah direkayasa sehingga kondisinya seolah merugi (Lihat
pernyataan Darmin Nasution, Direktur Jenderal Pajak, mengenai rekayasa SPT itu). Modus
semacam itu memang biasa dilakukan dalam kejahatan pencucian uang, sebagaimana juga
diungkapkan oleh Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus
Hussein mengenai profile, karakteristik, dan pola transaksi keuangan yang tidak beres
sebagai indikasi kuat adanya money laundering (Metro TV, 8/1/2008).

Berujung di Pengadilan
Berbeda dengan tindak pidana perpajakan, dalam proses penyelesaian tindak pidana
pencucian uang tidak ada satu pihak pun yang diberi kewenangan untuk menghentikan
penyidikan. Dengan demikian, jika PPATK dan penyidik dapat melakukan koordinasi dengan
baik untuk menuntaskan penyidikan tindak pidana pencucian uang itu, maka persidangan
kasus ini pun dapat segera digelar. Akhirnya, lemahnya ketentuan hukum mengenai
perpajakan harus menjadi catatan lembaga legislatif. Ketentuan yang memberikan
kewenangan untuk menghentikan penyidikan tindak pidana perpajakan hanya akan
menimbulkan ketidakpastian hukum dan jelas tidak mampubmenghadirkan keadilan.
Persetujuan kita bersama terhadap filosofi pajak yang tidak bertujuan membangkrutkan
usaha, semestinya juga tidak diinterpretasikan lewat kebijakan yang membeda-beda kan
kedudukan warga negara di hadapan hukum.
BAB II

ETIKA DALAM PRAKTIK PERPAJAKAN


2.1 Etika Akuntan Dalam Perpajakan
Statements on Standards for Tax Services merupakan pertimbangan etika umum
yang mendasari standar yang dibuat oleh Tax Executive Committee of the AICPA yang
interpretasinya menggantikan SRTP dan interpretasinya sejak 1 Oktober 2000. Yang menarik
adalah pada kalimat pembukaannya: “Standar praktek adalah lingkup dari penyebutan diri
sebagai seorang profesional. Anggota harus memenuhi tanggungjawabnya sebagai
profesional dengan mendukung dan mempertahankan standar yang dengan itu kinerja
profesionalnya bisa diukur”. Dalam kasus tersebut, indikasi terbaik dari standar etika yang
bisa dipenuhi oleh akuntan pajak bisa ditemukan dalam standar tersebut. Ada 8 (delapan)
standar yang ditunjukkan dalam Statements on Standards for Tax Services (SSTS), yaitu:
1) Seorang akuntan pajak tidak boleh menyarankan sebuah posisi kecuali ada
kemungkinan realistik untuk kebaikan yang berkelanjutan.
2) Seorang akuntan pajak tidak boleh membuat atau menandatangani return jika ini
berada dalam posisi yang tidak boleh disarankan menurut poin 1.
3) Seorang akuntan pajak dapat menyarankan sebuah posisi yang menurutnya tidak
ceroboh selama ini bisa diungkapkan.
4) Seorang akuntan pajak berkewajiban untuk menasehati klien tentang potensi
hukuman di beberapa posisi, dan menyarankan disklosur.
5) Seorang akuntan pajak tidak boleh menyarankan sebuah posisi yang
“mengeksploitasi” proses seleksi audit IRS atau;
6) Dilarang bertindak sekadar dalam posisi “membantah”.
7) Seorang Akuntan Pajak memiliki “pengetahuan tentang kesalahan administratif”
8) Seorang akuntan harus mengetahui bentuk dan isi advis.

Menurut standar ini, dikatakan tidak etis bila mengkapitulasi permintaan klien untuk
mengurangi liabilitas pajak klien sebenarnya, karena ketika menandatangani return, berarti
menyatakan bahwa return adalah benar, tepat, dan lengkap. Bila menandatanganinya
berarti anda terlibat kebohongan. Berikut isi dari Statements on Standards for Tax Services
(SSTS):
1) Pernyataan Standar No.1. Standar kemungkinan realistik:
“Secara umum, anggota memiliki keyakinan bahwa posisi return pajak yang
disarankan memiliki sebuah kemungkinan realistik untuk berlanjut secara
administratif atau judisial”, untuk mengkapitulasi kebutuhan perusahaannya.
2) Pernyataan No.2 Pernyataan ini bukanlah yang problematik dan mengemukakan:
“Seorang anggota membuat upaya wajar untuk memperoleh informasi dari
pembayar pajak untuk memberikan jawaban pada semua pertanyaan tentang return
pajak sebelum memberikan tanda tangan sebagai preparer”.

3) Pernyataan No.3. Kewajiban untuk memeriksa atau memverifikasi data yang


mendukung:
“Seorang preparer dapat menggunakan keyakinan klien yang bagus untuk
memberikan informasi akurat dalam membuat sebuah return pajak, tapi “tidak
mengabaikan implikasi informasi yang dibuat dan harus membuat penelitian wajar
jika informasi menjadi tidak tepat, tidak lengkap atau tidak konsisten” (SSTS). Di sini
kewajiban untuk sistem pajak menjadi jelas. Preparer akan menandatangan
pernyataan yang menguji bahwa informasi yang terkandung menjadi benar, tepat,
dan lengkap menurut pengetahuan preparer. Konsekuensinya, jika preparer
menyimpulkan bahwa karena ketidak konsistensinya, informasi menjadi tidak tepat
atau lengkap, preparer berkewajiban untuk tidak menandatangani return.

4) Pernyataan No.4. Gunakan estimasi:


Ini bukan standar non-problematik. Preparer menggunakan estimasi pembayar pajak
jika ini tidak berpengaruh praktikal dalam memperoleh data dan jika preparer
menentukan bahwa estimasinya sudah beralasan, yang didasarkan pengetahuan
preparer.

5) Pernyataan No.5. Berawal dari sebuah posisi sebelumnya:


Ini adalah sebuah standar teknis. “Seperti yang ditunjukkan dalam SSTS No.1, Tax
Return Positions, anggota bisa merekomendasikan sebuah posisi return pajak atau
mempersiapkan atau menandatangani return pajak yang berawal dari perlakuan
sebuah item yang disimpulkan dalam urusan administratif atau keputusan
pengadilan terkait return sebelumnya dari pembayar pajak”.

6) Pernyataan No.6. Pengetahuan keliru:


Apa yang perlu dilakukan ketika preparer menjadi sadar akan kekeliruan dalam
pengembalian pajak pembayar pajak sebelumnya? Anggota harus “memberitahu
pembayar pajak” dan “merekomendasikan ukuran korektif yang perlu diambil”
(SSTS). Jika dalam mempersiapkan return tahun sekarang, preparer menemukan
bahwa pembayar pajak tidak mengambil tindakan tepat untuk membenarkan
errornya dari tahun sebelumnya, preparer perlu memutuskan apakah perlu
melanjutkan hubungan dengan pembayar pajak. Penarikan diri ini bisa terjadi jika
pembayar pajak tidak mau membenarkan error, dan jika error ini memiliki efek
terhadap return.
7) Pernyataan No.7. Pengetahuan tentang error: urusan administratif:
Jika dalam urusan administratif, preparer menemukan error, preparer harus
“meminta persetujuan pembayar pajak untuk mendisklosur error tersebut kepada
otoritas pajak. Bila tidak ada persetujuan, anggota harus mempertimbangkan
penarikan diri dari representasi pembayar pajak dalam urusan administratif”.

8) Pernyataan No.8. Bentuk dan Isi dari advis untuk pembayar pajak:
Pernyataan ini tidak menggambarkan bentuk atau isi advis karena kisaran advis
begitu ekstensif dan spesifik menurut kebutuhan setiap pembayar pajak. Apa yang
disarankan adalah bahwa advis ini mencerminkan kompetensi profesional dan
memenuhi kebutuhan pembayar pajak.

Ini menjadi ringkasan standar dari layanan pajak yang oleh AICPA diharapkan
dilakukan oleh anggotanya yang menjadi preparer pajak. Ini adalah standar yang umumnya
bisa diterapkan bagi akuntan pajak dalam sebagian besar negara karena ini menggunakan
prinsip universal tentang perilaku profesional yang benar dalam urusan pajak. Pajak
ditentukan oleh self-assessment dan pelaporan. Dalam konteks tersebut, sikap adil yang
bisa dilakukan setiap orang adalah dengan mengawasi diri sendiri. Masyarakat kita sering
menggunakan sistem kehormatan yang besar dan ini bisa dijalankan ketika sebagian besar
orang diatur oleh sistem kehormatan tersebut. Ada sesuatu yang berlawanan dengan
kejujuran dan kesejahteraan publik saat ada upaya untuk mengelak dari tujuan hukum
spesifik yang memberikan batasan pada klien yang ingin menghindari pembayaran segmen
pajak yang adil. Sistem pajak dapat diselewengkan oleh akuntan dan perusahaan akuntansi
yang menggunakan skema penghindaran-pajak. Bagian implisit dari semua ini adalah sebuah
rekognisi tanggungjawab akuntan dan perusahaannya untuk mempertahankan kejelasan
sistem pajak–untuk menghasilkan keseimbangan antara keuntungan pajak yang diinginkan
dan loophole yang bisa melemahkan sistem.

Menurut standar ini, dikatakan tidak etis bila mengkapitulasi permintaan klien untuk
mengurangi liabilitas pajak klien sebenarnya, karena ketika menandatangani return, anda
berarti menyatakan bahwa return adalah benar, tepat, dan lengkap. Bila
menandatanganinya berarti anda terlibat kebohongan.

Dalam kasus ini, awal mula dari tertangkapnya Vincentius Amin Sutanto yang
membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13
November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT AAG –
yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Kemudian, pada tanggal 1 Desember 2006 VAS
sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang
dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital.Salah satu dokumen
tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of
Export Sales)”, disusun pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan transfer
pricing PT AAG secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak
sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan
harga di bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga
tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya
perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT AA sebagian adalah
perusahaan fiktif. Disini kita bisa mngeambil kesimpulan ada permainan tax service yang
beruhubungan dengan AICPA.

Akuntan dan perusahaan akuntansi perlu mengetahui tanggung jawabnya pada


masyarakat besar. Akuntan dan perusahaannya perlu tegas, karena profesionalismenya,
untuk mengikuti jalur etika. Bantuan yang sering digunakan adalah nilai moral personal dan
standar plus sebuah kultur dalam perusahaan yang melarang pelanggaran nilai etika dalam
mencapai tujuan organisasi. Sebuah filosofi manajemen kuat yang mempertegas tindakan
etika dan komunikasi jelas dari perilaku etika. Dalam situasi ini, bahkan ketika menyebabkan
kerugian klien, akuntan tetap akan melakukan apa yang benar. Ancaman kehilangan lisensi
akibat tindakan tidak beretika adalah sebuah faktor, tapi ini bukanlah faktor primer.

Berbagai tantangan etika yang sering terjadi antara lain:


a) kompleksitas dan perubahan sifat dari hukum pajak
b) keterbatasan waktu untuk praktek
c) pengetahuan tentang hukum pajak yang kompleks
d) tekanan dari klien untuk mengurangi liabilitas pajak
e) kurangnya pemahaman klien terkait tanggungjawab profesional dan potensi hukuman
dari akuntan baik bagi praktisi pajak dan pembayar pajak.

Crenshaw dalam artikelnya memberikan empat alasan mengapa tax shelter ini
muncul, yaitu :
1. Ada upaya manajemen korporat untuk mencari cara baru guna mengendalikan biaya
bisnis, dan karena tidak mampu menaikkan harganya, perusahaan mulai mencari
cara untuk memotong pajaknya yang dianggap sebagai biaya.
2. Bertambahnya kerumitan dalam aturan pajak dan dunia keuangan, realita ekonomi
akan terhambat – atau berkurangnya realita tersebut – dalam serangkaian transaksi.
3. Persepsi antar bank investasi dan lainnya bahwa memimpikan dan mengemar
produk pajak “adalah sebuah lini bisnis yang sukses”, seperti yang dikatakan William
J. Wilkins dari Wilmer, Cutler & Pickering, dan salah seorang anggota dari divisi pajak
dari American Bar Association. (Divisi pajak ini, yang tidak berbicara sebagai wakil
ABA, berisi pengacara yang khusus dalam urusan pajak).
4. Resiko rendah. Bukan hanya sulit bagi IFRS untuk mendeteksi shelter, tetapi
hukumannya cenderung ringan dan tidak selalu diberikan. Jika shelter ditemukan dan
dilarang, perusahaan akan menghutang pajak yang seharusnya dibayar, ditambah
bunga. “Ini seperti deal finansial yang bagus”, kata John E. Chapoton, mantan
Assistant Treasury Secretary dan anggota divisi pajak ABA, yang meminta disklosur
perusahaan untuk menghambat shelter.

Bagi akuntan, terkait dengan peranannya disarankan untuk menggunakan standar


yang ada secara serius dan mereview kebijakan profit dengan sarana legal apapun. Selalu
ada tekanan pada akuntan, yang memperhatikan profesionalismenya dan kewajibannya
terhadap publik. Berikut ini disajikan kasus yang mencerminkan kompleksitas aturan
perpajakan dengan tuntutan klien.

1. Jeratan Pajak Ganda pada Dividen


Secara teori Indonesia menganut sistem klasik. Artinya, ada pembedaan subyek
pajak. Yaitu subyek pajak badan dan subjek pajak perseorangan. Yang bermasalah dalam
pajak deviden adalah terjadi economic double taxation. Pengertiannya, sebelum dividen
dibagi kepada pengusaha, dia merupakan laba perusahaan yang dikenakan pajak, atau
disebut pajak korporat. Namun, ketika dibagi lagi kepada pemegang saham di korporat,
pemegang saham itu harus dikenakan pajak lagi. Inilah yang disebut sebagai pajak ganda.

2. Sengketa Pajak
Kalau terjadi sengketa, yaitu hitungan wajib pajak (WP) dengan petugas pajak
berbeda, maka apapun yang akan dipakai adalah hitungan aparat pajak, dan hitungan itu
harus dibayar lebih dahulu oleh WP sebesar 50% dari hitungan petugas pajak sebelum bisa
dibawa kepada pengadilan pajak. Apabila hitungan WP yang dinyatakan pengadilan benar
maka WP berhak menerima restitusi. Malangnya, uang restitusi itu kenyataannya tidak
segera dibayarkan oleh Fiscus. Jika uang restitusi jumlahnya milyaran jelas saja mengganggu
arus kas para pengusaha. Inilah persoalan yang menjadi momok dalam dispute antara WP
dengan aparat pajak. Untungnya, dalam UU KUP 28/2007 perhitungan SPT ditentukan
secara bersama-sama. Jika ada perbedaan klaim angka, maka yang lebih dahulu dipakai
adalah klaim WP. Sebelum masuk ke pengadilan pajak, WP hanya cukup membayar sebesar
50 persen dari klaim hitungan WP sendiri.

3. Tarif Pajak yang tinggi


Ketua Tax Centre UI, Tafsir Nurchamid dan pengusaha Anton J Supit mengatakan
bahwa tarif yang tinggi kalau diturunkan punya dampak pada seretnya penerimaan negara.
Padahal disaat yang sama pendapatan negara itu sebagian besar ditujukan untuk membayar
hutang dan obligasi rekap. Meskipun semestinya menurut Anton J Supit penerimaan dari
pajak itu digunakan untuk membangun infrastruktur. Banyak kalangan perpajakan seperti
Permana Agung, Gunadi, dan Haula Rusdiana mengatakan sebaiknya ada kebijakan untuk
membuat tarif menjadi lebih rendah. Selain lebih kompetitif bagi dunia usaha, pajak yang
rendah dianggap justru akan meningkatkan penerimaan negara karena semakin banyaknya
potensi pajak yang terjaring. Tarif yang tinggi membuat yang bayar menjadi sedikit.
Sehingga membuat banyak orang yang lain lebih sering menghindar dari petugas pajak.
2.2 Tanggung Jawab Akuntan Pajak

Akuntan pajak memiliki beberapa tanggung jawab, yaitu:

1. Akuntan pajak memiliki kewajiban untuk tidak berbohong atau menjadi pihak yang
berbohong pada pengembalian pajak. Akibatnya, ada tanggung jawab untuk klien
dan masyarakat untuk berterus terang dan tidak menjadi komplikasi dalam upaya
klien untuk menipu bahkan jika itu berarti memutus kontrak dengan klien. Hal
tersebut dijelaskan pada Pernyataan AICPA pada Standar Pajak Service No 1.

2. Internal Revenue Service (IRS) mengemukakan bahwa tanggung jawab utama praktisi
pajak adalah sistem pajak. Jadi akuntan pajak memiliki kewajiban tidak hanya untuk
klien mereka, tetapi juga untuk sistem. Komisi IRS menyatakan bahwa suatu sistem
pajak yang baik dan kuat tidak hanya terdiri dari entitas administrasi pajak saja.
Suatu sistem pajak yang baik dan kuat harus terdiri dari entitas administrasi pajak,
kongres, administrasi dan komunitas praktisi. Direktur praktik IRS lebih menegaskan
bahwa ketika secara umum menyetujui bahwa praktisi pajak mempunyai kewajiban
atas kemampuan, loyalitas dan kerahasiaan klien, hal ini disebut juga tanggungjawab
praktisi atas sistem pajak yang baik.

3. Tanggung jawab terakhir adalah pentingnya pervasive (peresapan). Dalam hubungan


antara praktisi dan klien yang normal, kedua tanggung jawab dikenali dan
dilaksanakan. Namun, situasi ini adalah sulit. Dalam beberapa situasi praktisi
diperlukan untuk memutuskan kewajiban yang berlaku dan dalam pelaksanaannya
dapat disimpulkan bahwa kewajiban atas sistem pajak yang tertinggi. IRS bersandar
pada praktisi pajak untuk membantu dalam mengatur hukum pajak dengan jujur dan
adil dalam pelayanan dan pengembangan kepercayaan klien dalam integritas dan
kepatuhan terhadap sistem pajak.

Dalam kasus PT Asian Agri Group, tanggung jawab atas tindakan perusahaan sering
didistribusikan kepada sejumlah pihak yang bekerja sama. Tindakan perusahaan biasanya
terdiri atas tindakan atau kelalaian orang-orang berbeda yang bekerja sama sehingga
tindakan atau kelalaian mereka bersama-sama menghasilkan tindakan perusahaan.
2.3 Kompleksitas Aturan Perpajakan dan Tuntutan

Pajak secara klasik memiliki dua fungsi. Fungsi Pajak terdiri dari dari dua fungsi yaitu

1. Fungsi Budgetair
Fungsi Budgetair disebut fungsi utama atau fungsi fiscal yaitu suatu fungsi dalam
mana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukan dana secara optimal ke kas
Negara berdasarkan undang – undang perpajakan yang berlaku.

2. Fungsi Regulerend
Fungsi Regulerend disebut juga fungsi tambahan karena hanya sebagai pelengkap
dari fungsi utama yaitu budgetair. Dalam hal ini, pajak berfungsi sebagai alat yang
digunakan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan Undang Undang
Dasar 1945 pasal 23 ayat 2, disebutkan bahwa “segala pajak untuk keperluan negara
berdasarkan undang-undang.” Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak
memiliki fungsi yang luas antara lain sebagai sumber pendapatan negara yang utama,
pengatur kegiatan ekonomi, pemerataan pendapatan masyarakat, dan sebagai sarana
stabilisasi ekonomi. Kalau kita lihat APBN, pajak selalu dituntut untuk bertambah dan
bertambah. Pemerintah harus memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara.
Dalam struktur anggaran negara, seperti halnya negara kita bisa mencapai 75%
diperoleh dari pajak. Kondisi inilah yang memicu pemerintah untuk membuat aturan-
aturan perpajakan. Aturan perpajakan merupakan masalah yang sebaiknya menjadi
prioritas bagi pemerintah supaya tidak terjadi tax avoidance.

Dalam kasus ini, Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut (14 perusahaan diperiksa),
ditemukanTerjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh)
dan pajak pertambahan nilai (PPN).selain itu juga "bahwa dalam tahun pajak 2002-2005,
terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa
menggelembungkan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian
transaksi ekspor Rp 232 miliar. mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini,
Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp
2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005.
Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan
keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun. Alhasil, menyebabkan banyaknya kerugian.
2.4 Lima Prinsip Dasar Etika Untuk Akuntan

1. Integritas: Bersikap Lugas dan Jujur Dalam Semua Hubungan Profesional dan Bisnis.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas
mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus
mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh
dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak
disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau
peniadaan prinsip.

Dalam kasus ini sangat bertolak belakang dengan prinsip integritas, karena VAS dan
beberapa karyawan yang menjadi tersangka tidak bersikap jujur dan mementingkan
keuntungan pribai dengan cara pencucian uang aan penggelapan pajak hingga kasus ini
terseret ke KPK

2. Objektivitas
Tidak mengompromikan pertimbangan professional atau bisnis karena adanya bias,
benturan kepentingan, atau pengaruhyang tidak semestinya ari pihak lain. mewajibkan
seluruh anggota bersikap adil, jujur secara intelektual, tidak memihak, tidak berprasangka
atau bias, bebas dari benturan kepentingan atau pengaruh yang tidak sepantasnya dari phak
lain. Setiap anggota diharuskan menunjukkan objektivitasnya dalam berbagai situasi dalam
menjalankan kewajibannya dan menghidari yang dapat mengurangi pertimbangan
professional atau bisnisnya.
Akuntan professional mungkin dihadapkan pada situasi yang bisa saja mengganggu
objektivitasnya, namun semua anggota tidak akan memberikan layanan professional jika
suatu keadaan atau hubungan menyebabkan terjadi bias atau dapat memberi pengaruh
yang berlebihan pada pertimbangan profesionalnya.

Pada kasus ini, International Revenue Service (IRS) menyatakan tanggung jawab
utama praktisi pajak adalah sistem pajak yang baik dan kuat. Tidak hanya terdiri dari, entitas
administrasi pajak, administrasi dan komunitas praktisi yang tidak terpisahkan sebagian
bagian dari masyarakat yang luas. Argumennya adalah aturan etika yang fundamental dalam
praktek perpajakan pada tingkat etika personal, praktis pajak harus mengijinkan klien untuk
membuat keputusan final dan harus bertanggung jawab tidak menyediakan informasi yang
salah untuk pemerintah. Sebagai seorang profesional harus mempunyai standar yang di
persembahkan oleh SSTs. Seorang akuntansi pajak seharusnya tiadak merekomendasikan
suatu keadaan atau posisi jika posisi tersebut tidak pantas, tidak mempersiapkan atau
menandai penghasilan jika hal ini merupakan suatu keadaan dimana seorang tidak bisa
merekomendasikan no.1, dapat menyimpulkan suatu keadaan tersebut dengan tidak
tergesa-gesa, memberikan nasehat kepada kliennya tentang hukuman yang dapat di berikan
karena beberapa keadaan dan sekaligus pemecahan masalahnya, tidak merekomendasikan
suatu keadaan dimana dapat bertindak secara tidak adil terhadap audit pemilihan proses
oleh IRS, Melayani keadaan dimana orang hanya beragumen saja tanpa adanya praktek.

3. Kompetensi dan Kehati-hatian-untuk


a. Mencapai dan mempertahankan pengetahuan dan keahlian profesional pada
level yang disyaratkan untuk memastikan bahwa klien atau organisasi tempatnya
bekerja memperoleh jasa profesional yang kompeten, berdasarkan standar
profesional dan standar teknis terkini serta ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku; dan
b. Bertindak sungguh-sungguh dan sesuai dengan standar profesional dan standar
teknis yang berlaku

Dalam kasus ini, PT. Asian Agri Group tentu tidak memenuhi prinsip kompetensi dan
kehati-hatian profesional. Karena, Vincent yang saat itu menjabat sebagai group financial
controller di PT. AAG yang mengetahui seluk beluk keuangannya membobol brankas PT AAG
di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta. Meskipun akhirnya Vincent menyerahkan diri
dan divonis 11 tahun penjara tetapi perbuatannya tersebut membuat kerugian bagi
perusahaan negara.

4. Kerahasiaan

Menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dari hasil hubungan profesionalan


bisnis kerahasiaan harus dijaga oleh setiap anggota kecuali jika persetujuan khusus telah
diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi.
Anggota juga mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di dalam
pengawasannya menghormati prinsip kerahasiaan

Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh informasi selama


melakukan tanggung jawabnya tidak menggunakan atau terlihat menggunakan informasi
tersebut untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga. Anggota yang mempunyai
izin terhadap informasi rahasia tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu,
anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unautorized disclosure)
kepada orang lain.

5. Perilaku Profesional
Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menghindari perilaku
apapun yang diketahui oleh akuntan mungkin akan mendiskreditkan profesi akuntan.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi
sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang
lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum. Dalam upaya memasarkan dan
mempromosikan diri dan pekerjaan, akuntan profesional sangat tidak dianjurkan
mencemarkan nama baik profesi. Akuntan wajib mempunyai sikap jujur dan dapat
dipercaya.

Pada kasus ini, Vincentius Amin Sutanti (Vincent) pada saat itu menjabat sebagai
group financial controller di PT AAG, tidak menerapkan perilaku profesional karena telah
membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13
November 2006 dan membawa kabur beberapa dokumen penting perusahaan tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kasus Asian Agri adalah cermin sempurna bagi penegak hukum kita. Dari situ
tergambar, sebagian dari mereka yang tidak sungguh-sungguh menegakkan keadilan, malah
berusaha menyiasati hukum dengan segala cara. Tujuannya boleh jadi buat melindungi
orang kaya yang diduga melakukan kejahatan. Dan kalau perlu dilakukan dengan cara
mengorbankan orang yang lemah. Persepsi itu muncul setelah petugas Kepolisian Daerah
Metro Jaya bersentuan dengan kasus dugaan penggelapan pajak Asian Agri, salah satu
perusahaan milik taipan superkaya, Sukanto Tanoto. Kejahatan ini diperkirakan merugikan
negara Rp 786 miliar. Polisi amat bersemangat mengusut Vincetius Amin Sutanto, bekas
pengontrolan keuangan perusahaan itu, hingga akhirnya dihukum 11 tahun penjara pada
Agustus lalu. Padahal justru dialah yang membongkar dugaan penggelapan pajak dan money
laundering oleh Asian Agri. Pemerintah mestinya berterima kasih kepada mereka. Dugaan
penggelepan pajak itu bukannya mengada-ada. Direktorak Jendral Pajak telah menetapkan
hina anggota direksi Asian Agri sebagai tersangka kasus pidana pajak. Jika kasus ini segera
ditangani dengan tuntas, amat besar uang negara yang bisa diselamatkan. Upaya ini juga
akan mencgah pengusaha lain melakukan penyelewangan serupa, sehingga tujuan
pemerintah mendongkrak penerimaan pajak tercapai. Tidak sewajarnya polisi mengkhianati
program pemerintah. Mereka seharusnya segera mengusut pula dugaan pencucian uang
yang dilakukan Asian Agri. Perusahaan ini diduga menyembunyikan hasil "penghematan"
pajak ke berbagai bank di luar negeri. Inilah yang mestinya diprioritaskan dibanding
membidik orang yang justru membantu membongkar dugaan penggelapan pajak. Dari kasus
ini juga terjadi pelanggaran terhadap profesi akuntan dalam bidang perpajakan.
DAFTAR PUSTAKA

https://mahasiswa.yai.ac.id/v5/data_mhs/tugas/1814190011/09ppt%20pajak
%20pertemuan%209.pptx

http://akuntansisfun.blogspot.com/2017/05/penyimpangan-etika-profesi-
dalam-bidang.html?m=1

https://www.academia.edu/42815556/
MAKALAH_ETIKA_PROFESI_ETIKA_DALAM_PRAKTEK_PERPAJAKAN

Anda mungkin juga menyukai