Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH PERPAJAKAN

Tema : Kasus Hukum Pajak PT. Asian Agri


Dosen Pengampu : Ibu. Fathihani, SE. MM

D
I
S
U
S
U
N

OLEH:

NOFA (111212139)
SELLY TRISNADI (111212051)
SIAW SIAU SIE (111212187)
VINA (111212144)
FERDY (111212038)
MOCHAMMAD ARFASYAH KHADAFFI (111212136)

MANAGEMENT SABTU PAGI


TANJUNG DUREN
JAKARTA BARAT

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Kasus Hukum Pajak PT. Asian Agri “ ini
tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Perpajakan, namun selain itu makalah ini pun bertujuan untuk menambah wawasan kami sebagai
penulis dan pembaca nanti-nya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Fathihani, SE. MM, selaku dosen
pengampu Perpajakan yang telah memberikan tugas ini, sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang penulis tekuni. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman seperjuangan yang membantu penulis dalam berbagai hal.
Namun penulis pun menyadari bahwa kami memiliki keterbatasan sebagai manusia biasa.
Oleh karena itu, jika didapati adanya kesalahan baik dari segi teknik penulisan, maupun dari segi isi,
maka kami memohon maaf dan meminta saran serta kritik dari dosen pengajar.
Bahkan kritik dan saran dari semua pembaca sangat diharapkan oleh kami untuk dapat
menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam pengetahuan kami bersama.

ii
DAFTAR ISI

MAKALAH PERPAJAKAN.....................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I .............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..........................................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................5
C. Tujuan dan Manfaat.....................................................................................................5
BAB II ...........................................................................................................................................6
KAJIAN TEORI............................................................................................................................6
A. Definisi dan Fungsi Pajak.........................................................................................7
B. Teori-Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak.............................................8
C. Jenis – Jenis Pengelompokan Pajak.......................................................................9
D. Pengertian Dan Jenis Tindakan Pidana Penggelapan......................................12
E. Unsur – Unsur Pasal Tindak Pidana Penggelapan............................................14
BAB III ........................................................................................................................................17
PEMBAHASAN..........................................................................................................................17
A. Profil Perusahaan.....................................................................................................17
B. Proses Terbongkarnya Kasus Penggelapan Pajak............................................18
C. Jenis & Dampak Penggelapan Pajak....................................................................19
D. Upaya Penyelesaian Kasus Penyelewengan Pajak.............................................24
BAB IV ........................................................................................................................................26
PENUTUP....................................................................................................................................26
A. Kesimpulan..................................................................................................................26
B. Saran............................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................28

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat penting, disamping penerimaan
dari sumber migas dan non migas. Dengan posisi pajak sebagai sumber penerimaan negara
yang vital, maka pajak sebagai penerimaan negara yang strategis harus dikelola dengan baik
oleh negara. Dalam struktur keuangan negara, tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan
oleh Direktorat Jenderal Pajak di bawah Departermen Keuangan Republik Indonesia.
Dari tahun ke tahun, telah banyak dilakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan
pajak sebagai sumber penerimaan negara. Kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui
penyempurnaan Undang-undang, penerbitan peraturan perundang-undangan baru di bidang
perpajakan, guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak maupun menggali sumber pajak
lainnya.
Pajak Wajib dibayarkan oleh wajib pajak, baik wajib pajak pribadi maupun wajib pajak
badan (Nugraha dan Meiranto, 2015). Perusahaan merupakan salah satu kreteria wajib pajak
yang merupakan salah penyumbang dalam penerimaan pajak. Undang-Undang No. 36 Tahun
2008 pasal 17 ayat (2b) mengatur penetapan tarif pajak penghasilan badan dalam negri dan
bentuk usaha tetap. Tarif pajak badan mulai tahun 2010 yaitu sebesar 25% dari laba bersih
kena pajak tanpa dikurangi Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Kasus penggelapan pajak banyak bentuknya, di antaranya melaporkan penjualan lebih
kecil dari yang seharusnya, menggelembungkan biaya perusahaan dengan membebankan biaya
fiktif, dan pemalsuan dokumen keuangan perusahaan. Perusahaan akan selalu mengusahakan
agar pajak yang dibayar oleh perusahaan optimal dan minimum. Optimal disini diartikan
bahwa perusahaan tidak membayar pajak yang semestinya tidak harus dibayar, membayar
pajak dengan jumlah ‘paling sedikit’ namun dengan cara yang elegan dan tidak menyalahi
ketentuan yang berlaku (Goesur: 2013).
Pada umumnya di negara berkembang, penerimaan pajak yang terbesar berasal dari pajak
tidak langsung. Hal ini disebabkan golongan berpenghasilan tinggi lebih rendah presentasenya.
Permasalahan ini diperparah dengan banyaknya terjadi pengusaha yang menghindarkan diri
dari pajak atau melakukan penyelewengan pajak di mana penghindaran pajak ini dapat disebut
sebagai pelanggaran Undang-undang dan dapat mengurangi penerimaan negara dari sektor
pajak.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai salah satu kasus pengelapan pajak
yang di lakukan oleh PT Asian Agri Group hinggah mencapai triliun-an namun masih belum
jelas mengenai tuntutan hukum dan proses pengadilan bagi tersangka. Berdasarkan latar
belakang dan fenomena diatas maka topic pembahasan “Kasus Hukum Pajak PT. Asian 4
Agri”.

B. RUMUSAN MASALAH
1) Siapakah Pemilik PT. Asian Agri Group dan bergerak dalam bidang manakah kegiatan
operasinya ?
2) Bagaimanakah awal mula kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri
Group bermula hingga terbongkar dan diketahui oleh negara ?
3) Apa sajakah jenis pajak yang digelapkan dan kerugian yang ditimbulkan akibat
pengelapan pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group ?
4) Bagaimanakah upaya-upaya penyelesaian kasus penyelewengan pajak yang dilakukan
oleh PT Asian Agri Group ?
5) Modus apakah yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group ?

C. TUJUAN dan MANFAAT


1) Untuk mengetahui profil perusahaan PT Asian Group.
2) Untuk memahami awal mula kasus terbongkarnya usaha penggelapan pajak yang
dilakukan oleh PT Asian Group.
3) Untuk mengetahui jenis-jenis pajak yang digelapkan oleh PT Asian Agri Group, Serta
besarnya kerugian negara dari sektor pajak akibat penggelapan pajak yang dilakukan
PT Asian Agri Group tersebut.
4) Untuk memahami upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka menyelesaikan kasus
pengelapan pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group.
5) Untuk mengetahui modus apa sajakah yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group.

5
BAB II
KAJIAN TEORI

A. DEFINISI DAN FUNGSI PAJAK

Secara umum pajak dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah
berdasarkan oleh peraturan perundang-undangan yang hasilnya digunakan untuk pembiayaan
pengeluaran umum pemerintah yang balas jasanya tidak langsung dirasakan oleh rakyat.
Dr. Soeparman Soemahamidjaya memberikan definisi pengertian pajak sebagai iuran wajib,
berupa barang atau uang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna
menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan
umum (Serizawa: 2014).
Menurut Prof. Dr. MJH. Smeeths, pengertian pajak ialah prestasi pemerintah yang terutang
melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakan tanpa adanya kontra prestasi yang dapat
ditunjukkan dalam hal individual, yang dimaksud dalam hal ini yaitu membiayai pengeluaran
pemerintah (Serizawa: 2014).
Sedangkan pajak menurut Prof. Dr. PJA. Andriani didefinisikan sebagai iuran pada negara
(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-
peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung bisa ditunjuk dan yang gunanya
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas pemerintahan
(Serizawa: 2014).
Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. menyatakan pajak
adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011: 1).
Sedangkan pajak menurut Pasal 1 UU No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemamakmuran rakyat.
Menurut Mardiasmo (2011: 1), pajak memiliki unsur-unsur antara lain sebagai berikut:
- Iuran dari rakyat kepada negara. Hal ini dinyatakan bahwa yang berhak memungut pajak
hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). 6
- Berdasarkan Undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-
undang serta aturan pelaksanaannya.

- Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara secara langsung dapat ditunjuk. Dalam
pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
- Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang
bermanfaat bagi masyarakat luas.

Adapun fungsi pajak menurut Mardiasmo (2011:1-2) terbagi dua, antara lain sebagai berikut:
- Fungsi budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran
pengeluarannya, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.
- Fungsi mengatur (regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam
bidang sosial dan ekonomi.
Contoh:
 Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi
minuman keras.
 Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya
hidup konsumtif.
 Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk Indonesia di
pasaran dunia.1

7
1
http://repository.radenintan.ac.id/1612/3/11._BAB_II.pdf
B. TEORI-TEORI YANG MENDUKUNG PEMUNGUTAN PAJAK

Menurut Mardiasmo (2011: 3-4), terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan
justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak, antara lain sebagai berikut:
- Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu,
rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena
memperoleh perlindungan tersebut.
- Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya
perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap
negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
- Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai
daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan dua
pendekatan, yaitu:
A. Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh
seseorang.
B. Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.
- Teori Bakti
Dasar keadilan memungut pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai
warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak
adalah suatu kewajiban.
- Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak
berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara.
Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk
pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, kepentingan seluruh
masyarakat lebih diutamakan.

8
9
C. JENIS-JENIS PENGELOMPOKAN PAJAK

Adapun menurut Mardiasmo (2011: 5-6), pajak dapat dibedakan dan dikelompokkan
berdasarkan beberapa kategori antara lain sebagai berikut:
- Menurut golongannya
Pajak menurut golongannya terbagi dua, antara lain:
 Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya adalah pajak penghasilan.
 Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain. Contohnya adalah pajak pertambahan nilai.
- Menurut sifatnya
Pajak menurut sifatnya terbagi dua, antara lain:
 Pajak subjektif, pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti
memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contohnya adalah pajak penghasilan.
 Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan
diri wajib pajak. Contohnya adalah pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas
barang mewah.
- Menurut lembaga pemungutnya
Pajak menurut lembaga pemungutnya dibedakan ke dalam dua golongan, yaitu:
 Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara.

10
Jenis pajak negara yang sampai saat ini masih berlaku menurut Mardiasmo (2011: 11-12)
antara lain:
 Pajak Penghasilan (PPh)
Dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan adalah Undang-undang No. 7 tahun 1984,
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 36 tahun 2008.
Undang-undang pajak penghasilan berlaku mulai tahun 1984 dan merupakan
pengganti UU Pajak Perseroan 1925, UU Pajak Pendapatan 1944, dan UU PBDR
1970.
 Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPn
BM)
Dasar hukum pengenaan PPN dan PPn BM adalah Undang-undang No. 8 tahun 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 42 tahun 2009.
Undang-undang PPN dan PPn BM efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1985
dan merupakan pengganti UU Pajak Penjualan 1951.
 Bea Materai
Dasar hukum pengenaan Bea Materai adalah Undang-undang No. 13 tahun 1985.
Undang-undang Bea Materai berlaku mulai tanggal 1 Januari 1986 menggantikan
peraturan dan Undang-undang Bea Materai yang lama (Aturan Bea Materai 1921).
 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
 Dasar hukum pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang-undang No. 12
tahun 1985, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 12 tahun 1995.
Undang-undang PBB mulai berlaku tanggal 1 Januari 1986 dan merupakan
pengganti:
 Ordonasi Pajak Rumah Tangga tahun 1908.
 Ordonasi Verponding Indonesia tahun 1923.
 Ordonasi Pajak Kekayaan tahun 1932.
 Ordonasi Verponding tahun 1928.
 Ordonasi Pajak Jalan tahun 1942.
 Undang-undang Darurat nomor 11 tahun 1957 khususnya pasal 14 huruf j,
k, dan l.
 Undang-undang nomor 11 Prp.Tahun 1959 Pajak Hasil Bumi.
 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Dasar hukum pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah
Undang-undang No.21 tahun 1997, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang
undang No. 20 tahun 2000. Undang-undang BPHTB berlaku sejak tanggal 1 Januari
1998 menggantikan Ordonasi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 No. 291.

11
 Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah. Dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi
daerah adalah Undang-undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (Mardiasmo, 2011: 12).

Selanjutnya menurut Mardiasmo (2011: 13), jenis-jenis pajak daerah terbagi dua, yaitu sebagai
berikut:
 Pajak provinsi, terdiri dari:
 Pajak Kendaraan Bermotor;
 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
 Pajak Air Permukaan;
 Pajak Rokok.
 Pajak kabupaten atau kota, terdiri dari:
 Pajak Hotel dan Restoran;
 Pajak Hiburan;
 Pajak Reklame;
 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
 Pajak Air Tanah;
 Pajak Sarang Burung Walet.2

12
2
http://repository.ekuitas.ac.id/bitstream/handle/123456789/94/BAB%202.pdf?sequence=7&isAllowed=y
D. PENGERTIAN DAN JENIS TINDAKAN PIDANA PENGGELAPAN

Menurut Tirana: 2014, beberapa definisi tindak pidana penggelapan menurut para ahli, antara
lain sebagai berikut:
- Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Penggelapan diartikan sebagai proses, cara dan perbuatan menggelapkan (penyelewengan)
yang menggunakan barang secara tidak sah.
- Lamintang
Tindak pidana penggelapan adalah penyalahgunaan hak atau penyalahgunaan kepercayaan
oleh seseorang yang mana kepercayaan tersebut diperolehnya tanpa adanya unsur melawan
hukum.
- R. Soesilo (1968:258)
Penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian dalam pasal 362.
Bedanya ialah pada pencurian barang yang dimiliki itu belum berada di tangan pencuri dan
masih harus “diambilnya”, sedangkan pada penggelapan waktu dimilikinya barang itu
sudah ada di tangan si pembuat tidak dengan jalan kejahatan.
Pengertian yuridis mengenai penggelapan diatur pada Bab XXIV (buku II) KUHP, terdiri
dari 5 pasal (pasal 372 sampai pasal 376). Salah satunya yakni pasal 372 KUHP,
merupakan tindak pidana penggelapan dalam bentuk pokok yang rumusannya berbunyi:
“Barang siapa dengan sengaja menguasai secara melawan hukum sesuatu benda yang
seharusnya atau sebagian merupakan kepunyaan orang lain yang berada padanya bukan
karena kejahatan, karena bersalah melakukan penggelapan, dipidana dengan pidana
penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya 900
(sembilan ratus) rupiah”.
Jadi, penggelapan dalam tindak pidana tersebut, dapat diartikan sebagai suatu perbuatan
yang menyimpang atau menyeleweng, menyalahgunakan kepercayaan orang lain dan awal
barang itu berada ditangan bukan merupakan perbuatan yang melawan hukum, bukan dari
hasil kejahatan.
- Penggelapan biasa
Yang dinamakan penggelapan biasa adalah penggelapan yang diatur dalam Pasal 372
KUHP: “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri
(zich toeegenen) barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang
lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena
penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

- Penggelapan ringan 13
Penggelapan ringan adalah penggelapan yang apabila yang digelapkan bukan ternak dan
harganya tidak lebih dari dua puluh lima rupiah , diatur dalam Pasal 373 KUHP, diancam
pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima
puluh rupiah.
- Penggelapan dengan pemberatan
Penggelapan dengan pemberatan yaitu penggelapan yang dilakukan oleh orang yang
penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena
pencaharian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun (Pasal 374 KUHP).
- Penggelapan oleh wali
Penggelapan dalam lingkungan keluarga yaitu penggelapan yang dilakukan oleh orang
yang karena terpaksa diberi barang untuk disimpan, atau yang dilakukan oleh wali,
pengampu, pengurus atau pelaksana surat wasiat, pengurus lembaga sosial atau yayasan,
terhadap barang sesuatu yang dikuasainya selaku demikian, diancam dengan pidana
penjara paling lama enam tahun (Pasal 375 KUHP)
- Penggelapan dalam lingkungan keluarga
Ketentuan dalam pasal 367 berlaku bagi kejahatan-kejahatan yang dirumuskan dalam bab
ini (Pasal 376 KUHP).Adapun menurut Hakim: 2012, pasal 367 ayat 2 KUHP berbunyi:
“Jika dia adalah suami (istri) yang terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan,
atau jika dia adalah keluarga sedarah atau semenda, baik dalam garis lurus maupun garis
menyimpang derajat kedua, maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan
jika ada pengaduan yang terkena kejahatan”.3

E. UNSUR-UNSUR PASAL TINDAK PIDANA PENGGELAPAN


14
3
https://lsc.bphn.go.id/konsultasiView?id=592
Dalam suatu penggelapan terdapat unsur-unsur objektif meliputi perbuatan memiliki, sesuatu
benda, yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang berada dalam kekuasaannya bukan
karena kejahatan; dan unsur-unsur subjektif meliputi penggelapan dengan sengaja dan
penggelapan melawan hukum.
Pasal-pasal dalam KUHP yang mengatur tentang penggelapan antara lain sebagai berikut:
- Pasal 372 KUHP Penggelapan Biasa
 Dengan sengaja memiliki;
 Memiliki suatu barang’
 Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain;
 Mengakui memiliki secara melawan hukum;
 Barang yang ada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan.

Hukuman: hukuman penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun.


- Pasal 373 KUHP Penggelapan Ringan
 Dengan sengaja memiliki;
 Memiliki suatu bukan ternak;
 Baranng yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain;
 Mengakui memiliki secara melawan hukum;
 Barang yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan;
 Harganya tidak lebih dari Rp. 25.

Hukuman: hukuman penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan.


- Pasal 374 KUHP dengan Pemberatan
 Dengan sengaja memiliki;
 Memiliki suatu barang;
 Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian temasuk milik orang lain;
 Mengakui memiliki secara melawan hukum;
 Barang yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan;
 Berhubung dengan pekerjaan atau jabatan.

Hukuman: hukuman penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun.


- Pasal 375 KUHP Penggelapan oleh Wali dan Lain-lain.
 Dengan sengaja memiliki;
 Memiliki suatu barang;
 Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagaian termasuk milik orang lain;
 Barang yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan;
 Terpaksa disuruh menyimpan barang;
 Dilakukan oleh wali, atau pengurus atau pelaksana surat wasiat, atau pengurus lembaga
sosial atau yayasan. 15
Hukuman: hukuman penjara selama-lamanya 6 (enam) tahun.

Penggelapan yang ada pada pasal 375 ini adalah beradanya benda objek Penggelapan di dalam
kekuasaan pelaku disebabkan karena:
 Terpaksa disuruh menyimpan barang itu, ini biasanya disebabkan karena terjadi kebakaran,
banjir dan sebagainya.
 Kedudukan sebagai seorang wali (voogd); Wali yang dimaksudkan di sini adalah wali bagi
anak-anak yang belum dewasa.
 Kedudukan sebagai pengampu (curator); Pengampu yang dimaksudkan adalah seseorang
yang ditunjuk oleh hakim untuk menjadi wali bagi seseorang yang sudah dewasa, akan
tetapi orang tersebut dianggap tidak dapat berbuat hukum dan tidak dapat menguasai atau
mengatur harta bendanya disebabkan karena ia sakit jiwa atau yang lainnya.
 Kedudukan sebagai seorang kuasa (bewindvoerder); Seorang kuasa berdasarkan
bewindvoerder adalah orang yang ditunjuk oleh hakim dan diberi kuasa untuk mengurus
harta benda seseorang yang telah ditinggalkan oleh pemiliknya tanpa menunjuk seorang
wakil pun untuk mengurus harta bendanya itu.
 Kedudukan sebagai pelaksana surat wasiat; Yang dimaksud adalah seseorang yang ditunjuk
oleh pewaris di dalam surat wasiatnya untuk melaksanakan apa yang di kehendaki oleh
pewaris terhadap harta kekayaannya.
 Kedudukan sebagai pengurus lembaga sosial atau yayasan.

- Pasal 376 KUHP Penggelapan dalam Lingkungan Keluarga


 Dengan sengaja memiliki;
 Memiliki suatu barang;
 Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk miliki orang lain;
 Mengakui memiliki secara melawan hukum;
 Barang yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan;
 Pengelapan dilakukan suami (istri) yang tidak atau sudah diceraikan atau sanak atau
keluarga orang itu kawin.
Hukuman: hanya dapat dilakukan penuntutan kalau ada pengaduan dari orang yang dikenakan
kejahatan itu.

Tindak pidana penggelapan dalam keluarga disebut juga delik aduan relatif dimana adanya aduan
merupakan syarat untuk melakukan penuntutan terhadap orang yang oleh pengadu disebutkan
namanya di dalam pengaduan. Dasar hukum delik ini diatur dalam pasal 376 yang merupakan
rumusan dari tindak pidana pencurian dalam keluarga sebagaimana telah diatur dalam
pembahasan tentang pidana pencurian, yang pada dasarnya pada ayat pertama bahwa keadaan
16
tidak bercerai meja dan tempat tidur dan keadaan tidak bercerai harta kekayaan merupakan
dasar peniadaan penuntutan terhadap suami atau istri yang bertindak sebagai pelaku atau yang
membantu melakukan tindak pidana penggelapan terhadap harta kekayaan istri dan suami
mereka. Pada ayat yang kedua, hal yang menjadikan penggelapan sebagai delik aduan adalah
keadaan di mana suami dan istri telah pisah atau telah bercerai harta kekayaan. Alasannya,
sama halnya dengan pencurian dalam keluarga yang dilakukan oleh suami atau istri terhadap
harta kekayaan suami mereka, yaitu bahwa kemungkinan harta tersebut adalah harta bersama
yang didapat ketika hidup bersama atau yang lebih dikenal dengan harta gono-gini yang
mengakibatkan sulitnya membedakan apakah itu harta suami atau harta istri. Oleh karena itu,
perceraian harta kekayaan adalah yang menjadikan tindak pidana penggelapan dalam keluarga
sebagai delik aduan. Tindak pidana penggelapan dalam keluarga dapat diadili jika kejahatan
tersebut diadukan oleh keluarga yang bersengketa.4

BAB III
PEMBAHASAN
17
4
https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11649/2/T2_322013035_BAB%20II.pdf
A. PROFIL PERUSAHAAN PT ASIAN AGRI GROUP

PT Asian Agri adalah holding company dari divisi agribisnis Raja Garuda Mas Group yang
memiliki perkebunan kelapa sawit tersebar di wilayah Sumatera, yang merupakan salah satu
produsen minyak kelapa sawit terbesar di Asia dengan kapasitas produksi per tahun mencapai
satu juta ton. Asian Agri merupakan sebuah komunitas paling besar dan paling sukses di
Indonesia yang telah membawa keuntungan ekonomi dan tansformasi sosial bagi keluarga petani
plasma. Saat ini, Asian Agri mengelola 28 perkebunan minyak kelapa sawit dan 19 pabrik
pengilangan minyak kelapa sawit di Sumatera Utara, Riau, dan Jambi. Perusahaan ini memiliki
total area perkebunan kelapa sawit sebesar 160.000 hektar.
Kelapa sawit merupakan produk serba guna yang dapat digunakan sebagai produk makanan
dan bahan-bahan masakan, kosmetik, perlengkapan mandi, minyak pelumas, serta biofuel. Oleh
karena harganya yang kompetitif dan daya guna yang tinggi, kelapa sawit menikmati pangsa
pasar yang paling tinggi di pasar minyak konsumsi dunia.
Asian Agri adalah anggota Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO), sebuah inisiatif dari
berbagai pemangku kepentingan global yang mempromosikan pertumbuhan dan penggunaan
kelapa sawit yang berkelanjutan. Asian Agri sangat percaya bahwa produksi dan penggunaan
kelapa sawit harus dilakukan dengan cara yang berkelanjutan berdasarkan keberlangsungan
kehidupan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Perusahaan ini menerapkan kebijakan anti
pembakaran lahan, manajemen pengendalian hama yang terintegrasi, pelestarian kelembapan
tanah, dan praktik-praktik ramah lingkungan lainnya.5

B. PROSES TERBONGKARNYA KASUS PENGGELAPAN PAJAK PT ASIAN AGRI

Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT Asian Agri Group, bermula dari aksi
18
5
https://www.asianagri.com/id/tentang-kami/
Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT Asian Agri Group di Bank Fortis
Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat
sebagai group financial controller di PT Asian Agri Group—yang mengetahui seluk-beluk
keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro
Jaya. Vincent diburu bahkan diancam akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura sambil
membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi
jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.

Pelarian Vincentius Amin Sutanto berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006 ia
menyerahkan diri ke Polda Metro Jawa. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006
Vincent sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT Asian Agri
Group yang dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital. Salah satu
dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under
Pricing of Export Sales)”, disusun sekitar tahun 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan
transfer pricing PT Asian Agri Group secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara
menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT Asian Agri Group ke
perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar—untuk kemudian dijual
kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa
ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT Asian
Agri sebagian adalah perusahaan fiktif.
Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan
permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak—karena memang permasalahan PT Asian Agri Group
tersebut terkait erat dengan perpajakan. Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jenderal Pajak,
Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan
intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan serangkaian penyelidikan
termasuk penggeladahan terhadap kantor PT Asian Agri Group, baik yang di Jakarta maupun di
Medan.6

C. JENIS PAJAK YANG DIGELAPKAN PT ASIAN AGRI DAN DAMPAK YANG DI


TIMBULKAN

Menurut Wirawinata: 2011, berdasarkan hasil penyelidikan (14 perusahaan diperiksa),


19
6
https://www.academia.edu/32743608/ANALISA_KASUS_PAJAK_PT_ASIAN_AGRI_GROUP_docx
ditemukan terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan
pajak pertambahan nilai (PPN). Selain itu juga bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp
2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya
perusahaan hingga Rp 1,5 triliun, mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar,
mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, PT Asian Agri diduga telah
menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT
Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005. Hitungan terakhir
menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp
1,3 triliun.

Lebih lanjut menurut Tirana: 2014, adapun unsur-unsur tindak pidana penggelapan yang
dilakukan oleh PT Asian Agri Group antara lain sebagai berikut:
- Modus Terdakwa

Modus yang dilakukan PT Asian Agri Group adalah cara dengan menghindari pembayaran pajak
melalui pembukuan penjualan yang dibuat tidak sebagaimana mestinya, dengan cara menjual
produk minyak sawit mentah (crude palm oil) keluaran PT Asian Agri Group ke perusahaan
afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar—untuk kemudian dijual kembali ke
pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan.7

- Unsur-unsur penggelapan PT Asian Agri dihubungkan dengan tindak pidana pencucian uang
(TPPU)
 Pasal 3 ayat (1) UU TPPU sebagai berikut:
 Setiap orang, dapat dijelaskan sebagai berikut:
20
7
http://ari-wirawinata.blogspot.com/2011/10/makalah-kasus-penggelapan-pajak-oleh-pt.html
Karena dinyatakan dengan kata setiap orang, maka diperuntukkan tanpa melihat
kewarganegaraan seseorang, artinya semua orang dapat dikenakan pasal ini, lebih-
lebih masalah money laundring yang sudah merupakan masalah global.
 Dengan sengaja, ini berarti orang yang disangkakan melakukan tindak pidana
pencucian uang tersebut harus dibuktikan sifat sengajanya, apakah sebagai bentuk
kesengajaan sebagai kehendak, atau perbuatannya itu memang dikehendaki,
ataukah hanya karena bentuk pengetahuan, artinya adanya pengetahuannya akan
dampak dari perbuatannya.
 Menempatkan; mentransfer; membayarkan atau membelanjakan; menghibahkan
atau menyumbangkan; menitipkan; membawa ke luar negeri; menukarkan atau
perbuatan lainnya, yang adalah masing-masing perbuatan merupakan suatu
alternatif yang cukup dibuktikan salah satunya saja, kecuali seseorang melakukan
beberapa perbuatan sekaligus, maka ke semuanya harus dituangkan dalam berkas
perkara, seperti :
 Menempatkan ke dalam jasa keuangan, artinya perbuatan memasukkan
uang tunai ke dalam penyedia jasa keuangan, seperti menabung, membuka
giro atau deposito (si pelaku atau predicat crime menyimpan sendiri
hartanya).
 Mentransfer, artinya perbuatan pemindahan uang dari penyedia jasa
keuangan satu ke penyedia jasa keuangan lain (pelaku atau predicat crime
memindahkan harta kekayaan yang diperolehnya dari tindak pidana itu
kepada pihak lain dengan menggunakan sarana perbankan).
 Membayarkan atau membelanjakan, artinya penyerahan sejumlah uang atas
pembelian sesuatu benda kepada seseorang atau pihak lain. (pelaku
menggunakan uang hasil tindak pidananya itu untuk membayar atau
berbelanja, seperti membeli tanah, perusahaan dan sebagainya).
 Menghibahkan atau menyumbangkan, artinya perbuatan hukum
mengalihkan kebendaan secara cuma-cuma, termasuk pengertian hibah
dalam hukum perdata kepada pihak lain maupun keluarganya.
 Menitipkan, artinya uang hasil kejahatannya disimpan kepada seseorang,
baik secara fisik, maupun menggunakan sarana perbankan milik temannya
sebagaimana ketentuan hukum perdata.
 Membawa ke luar negeri, artinya kegiatan membawa secara fisik atas
kekayaannya, baik dalam bentuk uang maupun benda lainnya tersebut
dengan melewati batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

21
 Menukarkan, artinya perbuatan penukaran mata uang ke mata uang asing
(valas) ataupun dari surat berharga yang satu kepada surat berharga lainnya,
termasuk penukaran benda lainnya.
 Perbuatan lainnya adalah perbuatan-perbuatan diluar yang telah disebutkan
diatas, seperti over booking, yaitu pemindah bukuan dari rekening satu
kepada rekening lainnya dalam satu bank, sehingga tidak termasuk transfer
dan lain-lain.8

 Harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana, maksudnya orang tersebut dengan penilaiannya dapat mengetahui atau
setidak-tidaknya secara kepatutan dapat memperkirakan bahwa harta itu
diperolehnya dari hasil kejahatan, sebagaimana yang tertuang dalam pasal 2 ayat (1)
Undang-undang no. 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
22
8
https://reskrimsus.semarangkota.go.id/?berita=2
Sedangkan yang dimaksud harta kekayaan disini adalah sebagaimana ketentuan
pasal 1 angka 4 UU TPPU yang menyebutkan adalah semua benda bergerak atau
benda tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
Ke dalam penyedia jasa keuangan, artinya bukan saja lembaga perbankan dan asuransi,
tetapi juga penyedia jasa keuangan lainnya sebagaimana yang ditentukan oleh pasal
1 ke 5 UU TPPU yang menyebutkan penyedia jasa keuangan adalah setiap orang
yang menyediakan jasa di bidang keuangan atau jasa lainnya yang terkait dengan
keuangan termasuk tetapi tidak terbatas pada bank, lembaga pembiayaan,
perusahaan efek, pengelola reksa dana, kustodian, wali amanat, lembaga
penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta asing, dana pensiun, perusahaan
asuransi dan kantor pos.

Baik atas nama sendiri atau orang lain, artinya sekalipun di atas namakan rang lain si
pelaku tetap saja tidak dapat dibebaskan dari perbuatan pencucian uang. Dengan
maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.

 Pasal 6 UU TPPU dikenakan terhadap keluarga pemilik dan/atau rekannya


Pasal 6 ayat (1) TPPU menyatakan: “Setiap orang yang menerima atau menguasai,
penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan atau
penukaran harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 100.000.000,- (seratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp 15.000.000.000,-(lima belas milyar rupiah)”.
Dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Digunakannya kata setiap orang, maka diperuntukkan tanpa melihat
kewarganegaraan seseorang, artinya semua orang dapat dikenakan pasal ini,
lebih-lebih masalah money laundring ini sudah merupakan masalah global.
Menerima atau menguasai, penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah,
sumbangan, penitipan atau penukaran harta kekayaan, dapat dijelaskan
sebagai berikut :
o Menerima atau menguasai penempatan harta kekayaan, berarti sifat
perbuatannya sebagai penampung uang tunai bahkan hanya
menguasai atau berada dalam kekuasaannya harta kekayaan ke dalam
o sistem perbankannya, tanpa diperlukan suatu pembuktian siapa
pemilik dari harta kekayaan tersebut.

23
o Menerima atau menguasai pentransferan harta kekayaan, artinya
seperti point diatas, tetapi melalui transaksi perbankan, bukan uang
tunai.
o Menerima atau menguasai pembayaran harta kekayaan, merupakan
perluasan ancaman kepada pihak-pihak, dalam hal ini termasuk dalam
konteks tindakan yang legal atau sah, sehingga dibutuhkan suatu
itikad baik dari penjual untuk membantu pemberantasan kejahatan
money laundering di Indonesia.
o Menerima atau menguasai hibah harta kekayaan, dikhususkan untuk
tindakan pemberian.
o Menerima atau menguasai sumbangan harta kekayaan.
o o Menerima atau menguasai penitipan atau penukaran harta
kekayaan, dalam hal ini menunjukkan betapa sangat luas jangkauan
larangan termasuk juga hanya untuk tindakan penitipan yang berarti
tanpa sifat kepemilikan sama sekali.

 Yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana,


maksudnya, orang tersebut dengan penilaiannya dapat mengetahui atau
setidak-tidaknya secara kepatutan dapat memperkirakan bahwa harta itu
diperolehnya dari hasil kejahatan, sebagaimana yang tertuang dalam pasal 2
ayat (1) Undang-undang No. 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang.9

D. UPAYA PENYELESAIAN KASUS PENYELEWENGAN PAJAK PT ASIAN AGRI

PT Asian Agri Group diduga telah melakukan penggelapan pajak (tax evasion) selama
beberapa tahun terakhir sehingga menimbulkan kerugian negara senilai trilyunan rupiah. Belum
lagi kelar proses penyidikan, berkembang wacana mengenai penyelesaian kasus itu di luar
24
9
https://fiskal.kemenkeu.go.id/files/peraturan/file/2003%20UU%2025.pdf
pengadilan (out of court settlement). Hal ini sangat menggelisahkan kalangan yang
menginginkan tegaknya hukum dan terwujudnya keadilan, tanpa pandang bulu. Sangat ironis jika
para penjahat kelas teri ditangkapi, ditembaki, disidangkan, dan dimasukkan bui, sementara itu
penjahat kerah putih (white collar criminal) yang mengakibatkan kerugian besar pada negara
justru dibiarkan melenggang karena kekuatan kapitalnya (Wirawinata: 2011).
Meski peraturan perundangan mengancam pelaku tindak pidana perpajakan dengan sanksi
pidana penjara dan denda yang cukup berat, nyatanya masih ada celah hukum untuk meloloskan
para penggelap pajak dari proses persidangan di pengadilan. Pasal 44B UU No.28/2007
membuka peluang out of court settlement bagi tindak pidana di bidang perpajakan. Ketentuan itu
mengatur bahwa atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan
penyidikan. Dengan demikian, kasus berakhir (case closed) jika wajib pajak yang telah
melakukan kejahatan itu telah melunasi beban pajak beserta sanksi administratif berupa denda.
Ketentuan hukum nyatanya begitu lunak dalam mengatur tindak pidana perpajakan. Peluang
out of court settlement dimungkinkan bagi segala jenis tindak pidana perpajakan. Peluang itu
tidak hanya berlaku untuk “Perlawanan Pasif terhadap Pajak”, yaitu perlawanan yang tidak
dilakukan secara sadar atau disertai niat dari warga masyarakat untuk merintangi aparat pajak
dalam melakukan tugasnya. Penghentian penyidikan dan penyelesaian di luar sidang juga berlaku
untuk “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” yang perbuatannya dilakukan lewat cara-cara ilegal dan
langsung ditujukan pada fiskus atau pemerintah.
Jadi, penyelesaian kasus tindak pidana perpajakan oleh Asian Agri Group meski masuk
kategori “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” sekalipun tetap dapat diselesaikan di luar sidang
pengadilan. Dengan demikian, harapan kita bergantung pada Menteri Keuangan dan Jaksa Agung
sebagai pihak yang paling menentukan dalam proses penyelesaian tindak pidana perpajakan ini.
Selanjutnya menurut Wirawinata: 2011, menilik modus operandi dalam kasus ini,
penggelapan pajak bukanlah satu-satunya perbuatan pidana yang bisa didakwakan kepada Asian
Agri Group. Penyidikan terhadap Asian Agri Group juga dapat dikembangkan pada tindak pidana
pencucian uang (money laundering). Dalam hal itu, penggelapan pajak oleh Asian Agri Group
perlu dilihat sebagai kejahatan asal (predict crime) dari tindak pidana pencucian uang.
Sebagaimana lazimnya, kejahatan pencucian uang tidak berdiri sendiri dan terkait dengan
kejahatan lain. Kegiatan pencucian uang adalah cara untuk menghapuskan bukti dan
menyamarkan asal-usul keberadaan uang dari kejahatan yang sebelumnya. Dalam kasus ini,
penggelapan pajak dapat menjadi salah satu mata rantai dari kejahatan pencucian uang.
Asian Agri Group mengecilkan laba perusahaan dalam negeri agar terhindar dari beban pajak
yang semestinya dengan cara mengalirkan labanya ke luar negeri (Mauritius, Hongkong Macao,
dan British Virgin Island). Surat Pemberitahuan Tahunan
(SPT) kelompok usaha Asian Agri Group kepada Ditjen Pajak telah direkayasa sehingga
kondisinya seolah merugi. Modus semacam itu memang biasa dilakukan dalam kejahatan
25
pencucian uang, sebagaimana juga diungkapkan oleh Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Hussein mengenai profil, karakteristik, dan pola transaksi
keuangan yang tidak beres sebagai indikasi kuat adanya money laundering.
Kuatnya dugaan tindak pidana pencucian uang oleh Asian Agri Group semakin didukung
fakta-fakta yang diperoleh lewat penelusuran Tempo. Investigasi wartawan Tempo
memperlihatkan adanya transaksi mencurigakan melalui perbankan untuk mengalirkan uang hasil
penggelapan pajak Asian Agri Group ke afiliasinya di luar negeri yang ternyata adalah
perusahaan fiktif. Salah satu perusahaan fiktif itu adalah Twin Bonus Edible Oil and Fat, yang
setelah dilakukan pengecekan rupanya menggunakan alamat pabrik payung yang berkedudukan
hukum di Hongkong (Tempo, 4/2/2007).
Catatan atau profil transaksi keuangan yang tidak beres dan adanya transaksi dengan
perusahaan fiktif merupakan bukti permulaan yang bisa digunakan untuk membuat terang dugaan
tindak pidana pencucian uang. Penyidikan selanjutnya bisa dilakukan dengan menyelusuri tiga
tahapan dalam kejahatan pencucian uang. Pertama, penempatan (placement) yang dimulai
dengan menyelundupkan penghasilan yang diduga dari laba perusahaan ke negara lain. Kedua,
pelapisan (layering) yaitu proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu
sebagai hasil upaya placement ke tempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang kompleks
didesain untuk menyamarkan atau mengelabui sumber uang haram tersebut. Ketiga, integrasi
(integration) yang merupakan tahap akhir dari proses money laundering yang bertujuan
menjadikan uang hasil tindak pidana itu dapat digunakan atau dinikmati selayaknya uang halal
(Wirawinata: 2011).
Berbeda dengan tindak pidana perpajakan, dalam proses penyelesaian tindak pidana pencucian
uang tidak ada satu pihak pun yang diberi kewenangan untuk menghentikan penyidikan. Dengan
demikian, jika Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan penyidik dapat
melakukan koordinasi dengan baik untuk menuntaskan penyidikan tindak pidana pencucian uang
itu, maka persidangan kasus ini pun dapat segera digelar. Ketentuan yang memberikan
kewenangan untuk menghentikan penyidikan tindak pidana perpajakan hanya akan menimbulkan
ketidakpastian hukum dan jelas tidak mampu menghadirkan keadilan. Persetujuan kita bersama
terhadap filosofi pajak yang tidak bertujuan membangkrutkan usaha, semestinya juga tidak
diinterpretasikan lewat kebijakan yang membeda-bedakan kedudukan warga negara di hadapan
hukum (Wirawinata: 2011).10

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
26
10
http://ari-wirawinata.blogspot.com/2011/10/makalah-kasus-penggelapan-pajak-oleh-pt.html
Sektor penerimaan keuangan negara yang pokok salah satunya adalah pajak, sangat berperan
besar dalam pertumbuhan ekonomi di negara kita. Perpajakan yang efisien dilaksanakan dengan
suatu cara yang dapat membantu pembagian pendapatan yang lebih merata, dapat membantu
untuk memberikan dorongan tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperkuat kebijaksanaan
pengeluaran anggaran yang dilaksanakan oleh sistem administrasi.
Karena peran pajak yang sangat penting, apabila pajak ternyata dimanipulasi unuk
kepentingan beberapa pihak sehingga merugikan negara baik dilakukan secara sengaja maupun
bersifat ilegal maka secara tidak langsung akan banyak mempengaruhi perkembangan ekonomi
dan pertumbuhan pembangunan di Indonesia. Pertama, pengaruhnya pada produksi sebagai
keseluruhan berlangsung melalui pengaruh-pengaruhnya terhadap kerja, tabungan, dan investasi.
Pengaruh yang kedua adalah pajak dapat mengakibatkan adanya penyimpangan dalam
penggunaan faktor produksi, yaitu penggunaan yang seharusnya dapat menghasilkan produksi
yang maksimum menuju ke arah penggunaan yang menghasilkan produksi yang lebih sedikit.
Ketiga, pada pajak perseorangan yaitu yang dikenakan pada suatu kelompok tertentu tanpa
mengingat aktivitasnya berpengaruh terhadap pendapatan (yang menjadi berkurang setelah
pembayaran pajak), tabungan, atau kedua-duanya. Pajak ini pada akhirnya mempengaruhi
kepuasan seseorang untuk melakukan konsumsi dan menabung.
Di negara kita dalam prakteknya, baik sistem maupun administrasi perpajakan seringkali
menemui permasalahan-permasalahan. Seperti kasus pada PT. Asian Agri Group yang terbukti
merugikan negara sebesar 1,3 trilyun rupiah secara otomatis akan berdampak pada perekonomian
nasional. Pajak yang seharusnya dapat memberikan sumbangan pembangunan masyarakat
menjadi tidak jelas akibat penggelapan pajak penghasilan untuk badan usaha dari SPT-nya.
Prosesi hukum tentunya harus dijalankan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Karena bagaimanapun juga pertanggungjawaban pajak ini harus adil dan transparan. Apabila
terjadi kesalahan maka pihak yang berkaitan harus membayar ganti rugi untuk negara dan demi
kepentingan nasional bangsa.

B. SARAN

Demikianlah materi singkat yang dapat penulis sampaikan melalui penulisan makalah “ Kasus
Hukum Pajak PT. Asian Agri ”. Semoga makalah ini dapat menjadi rujukan dan referensi bagi
para pembaca untuk dapat memahami pentingnya peran pajak sebagai sumber penerimaan 27
negara. Kasus penggelapan pajak merupakan masalah yang sangat merugikan negara dan perlu
ditindak secara tegas menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan adanya
penyelesaian yang nyata, misalnya para koruptor pajak dimiskinkan, akan menimbulkan efek jera
sehingga dapat mengurangi bahkan meniadakan jumlah kasus penggelapan pajak.

28
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.radenintan.ac.id/1612/3/11._BAB_II.pdf
http://repository.ekuitas.ac.id/bitstream/handle/123456789/94/BAB%202.pdf?
sequence=7&isAllowed=y
https://lsc.bphn.go.id/konsultasiView?id=592
https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11649/2/T2_322013035_BAB%20II.pdf
https://www.asianagri.com/id/tentang-kami/
https://www.academia.edu/32743608/
ANALISA_KASUS_PAJAK_PT_ASIAN_AGRI_GROUP_docx
http://ari-wirawinata.blogspot.com/2011/10/makalah-kasus-penggelapan-pajak-oleh-pt.html
https://reskrimsus.semarangkota.go.id/?berita=2
https://fiskal.kemenkeu.go.id/files/peraturan/file/2003%20UU%2025.pdf

29

Anda mungkin juga menyukai