Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH EKONOMI PUBLIK

“PENERIMAAN PEMERINTAH :

PRINSIP-PRINSIP PERPAJAKAN II”

Dosen Pengampu : Dr. Khairani Alawiyah Matondang, S.Pd, M.Pd

Putri Kemala Dewi Lubis, SE., M.Si.Ak.,CA.

Disusun Oleh : Kelompok 4

1. Anisa Fitria Sinaga (7213341005)


2. Destriya Alfiara Nisa (22PMM081)
3. Gita Nurhalizah Pasaribu (7213341009)
4. Sarah Lylia Saragi (7213141015)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

OKTOBER 2022

1
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatnya penulis dapat menyelesikan makalah yang berjudul “Penerimaan Pemerintah :
Prinsip-prinsip Perpajakan II” ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan Pembelajaran. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada Ibu, Dr. Khairani Alawiyah Matondang S.Pd,M.Si dan ibu Putri
Kumala Dewi Lubis, SE., M.Si.Ak.,CA. selaku dosen pengampu mata kuliah Ekonomi
Publik yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Penulis berharap makalah yang disusun ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan pembaca dan penulis. Terlepas dari semua ini, penulis menyadari
bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan pada makalah ini baik dalam segi isi,
susunan kalimat, maupun tata bahasanya. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan
penulis. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak guna penyempurnaan makalah ini.

Medan, Oktober 2022

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4

A. Latar Belakang.........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah....................................................................................................4
C. Tujuan......................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................6

A. Pajak Dengan Model Keseimbangan Umum...........................................................6


1. Pajak atas Barang Y...........................................................................................6
2. Pajak atas Barang X (tm)...................................................................................6
3. Pajak atas Upah Karyawan (tl)..........................................................................6
4. Pajak atas Input Model disatu Sektor (tky)........................................................7
B. Prinsip-prinsip Pengenaan Pajak.............................................................................7
1. Prinsip Manfaat dalam Perpajakan....................................................................7
2. Prinsip Kemampuan Membayar........................................................................7
C. Konsep Kesamaan...................................................................................................8
1. Konsep Kesamaan Absolut................................................................................8
2. Konsep Kesamaan Proporsional........................................................................8
3. Konsep Kesamaan Pengorbanan Marginal........................................................8
D. Beban Lebih Pajak...................................................................................................8
E. Beban Pajak Pada Pendekatan Persial.....................................................................9
F. Beban Lebih Pendekatan Keseimbangan Umum....................................................10
G. Kriteria Pajak lainnya..............................................................................................11
H. Studi Kasus..............................................................................................................13

BAB III PENUTUP............................................................................................................14

A. Kesimpulan..............................................................................................................14
B. Saran........................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................15

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penerimaan pajak merupakan fenomena umum sebagai sumber penerimaan negara yang
berlaku diberbagai negara. Hampir semua negara didunia mengenakan pajak kepada
warganya kecuali negara yang kaya akan sumber daya alam yang dijadikan sumber utama
penerimaan negara, tidak mengenakan pajak. Bagi Indonesia pajak merupakan sumber
penerimaan negara yang sangat penting sebagai urat nadi kehidupan bangsa artinya
penerimaan pajak digunakan dalam pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional
untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

Definisi pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak prerogatif pemerintah,
punggutan tersebut didasarkan pada Undang-undang, pemungutannya dapat dipaksakan
kepada subjek pajak untuk mana tidak ada balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan
penggunaannya.

Tiap negara membuat aturan dan ketentuan dalam pengenaan dan memungut pajak yang
umumnya meliputi prinsip-prinsip atau kaidah dalam perpajakan. Misalnya aspek keadilan
dalam pengenaannya, adanya rasa nyaman bagi pembayar pajak, besaran atau jumlah pajak
yang proporsional (efisien), efektif dan mudah dalam pemungutannya secara administratif
dan mekanisme perpajakan, hal ini tidak terlepas dari peranan pemerintah yang telah
memperbaiki sistem perpajakan nasional agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih
mandiri dalam pembiayaan negara dan pembiayaan pembangunannya dalam arti tidak terlalu
bergantung pada pinjaman luar negeri. Kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan
negara dari tahun ketahun semakin meningkat, seiring dengan semakin menurunnya peranan
sektor migas dalam penerimaan negara.

B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah dari Makalah Ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan pajak dengan model keseimbangan umum?
2. Bagaimana prinsip-prinsip pengenaan pajak?
3. Apa yang dimaksud dengan konsep kesamaan?
4. Bagaimana beban lebih pajak
5. Bagaimana beban pajak pada pendekatan persial?

4
6. Bagaimana beban lebih pendekatan keseimbangan umum?
7. Apa yang dimaksud dengan kriteria pajak lainnya?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Publik
2. Untuk mengetahui apa itu pajak dengan model keseimbangan umum
3. Untuk mengetahui tentang prinsip-prinsip penganaan pajak
4. Untuk mengetahui apa itu konsep kesamaan
5. Untuk mengetahui tentang beban lebih pajak, beban pajak pada pendekatan persial.
Dan beban lebih pendekatan keseimbangan umum
6. Untuk mengetahui apa saja kriteria pajak lainnya

5
BAB II

PEMBAHASA

A. Pajak Dengan Model Keseimbangan Umum


1. Pajak Atas Barang Y

Jika pajak dikenakan pada sektor Y. maka harga Y akan naik relatif terhadap barang
lain. Sebaliknya konsumsi barang lain (barang X) akan naik. Sehingga produksi barang X
akan bertambah dan Y akan turun. Penurunan Y akan menyebabkan pemecatan karyawan.
Dan pengangguran akan mencari penggunaan lain di sektor X. Karena intensitasnya beda
maka sewa dan upah harus berubah agar sektor X mau menyerap tenaga dari Y. Dan karna
ada perbedaan intensitas tadi akan merugikan pemilik modal karena dengan pajak kedua
sektor turun. Jadi, kesimpulannya dengan kenaikan pajak akan menyebabkan turunnya faktor
produksi.

Turunnya harga barang modal tergantung 3 faktor:

1. Elastisitas permintaan akan barang Y


2. Perbedaan faktor intensitas dikedua faktor
3. Elastisitas subsitusi faktor di sektor X

2. Pajak Pendapatan (tM)

Sebelum dikemukakan bahwa pajak pendapatan sama dengan pajak atas modal dan
tenaga kerja dengan tarif tertentu. Karena diasumsikan bahwa faktor produksi tidak berubah,
maka pajak pendapatan sepenuhnya akan menjadi beban pemilik faktor-faktor produksi
karena pajak tidak dapat digeserkan pada pihak lain.

3. Pajak Atas Upah Karyawan (tL)

Pajak penghasilan karyawan dikenakan atas upah karyawan dikedua sektor, karena itu
tidak ada hasrat karyawan untuk menghindari pajak dengan bekerja disektor lain. Selain itu
diasumsikan bahwa penawaran faktor-faktor produksi tidak berubah, maka pajak atas upah
juga tidak dapat digeserkan kepada konsumen maupun kepada pemilik faktor produksi
lainnya (K).

6
4. Pajak Atas Input Modal Disatu Sektor (tKy)

7
Apabila pajak dikenakan pada pemilik modal dalam satu sektor saja (missal Y) maka
akan terjadi 2 efek.

1. Efek Output. Harga barang Y akan naik sehingga konsumen akan mengurangi
permintaan barang tersebut.
2. Efek Distribusi. Karena modal di sektor Y menjadi tambah mahal, maka produsen
akan berusaha untuk mengganti faktor modal dengan faktor produksi lain menjadi
lebih murah (tenaga kerja).

B. Prinsip-prinsip Pengenaan Pajak


1. Prinsip Manfaat Dalam Perpajakan

Menurut prinsip manfaat perpajakan, Setiap orang harus membayar pajak sebesar yang
dia terima dari aktivitas pemerintah, yang mendasarkan pada voluntary exchange model
(model pertukaran sukarela).

Adam Smith dan beberapa ahli perpajakan lainnya telah memperkenalkan teori tentang
keadilan. Salah satunya menyatakan bahwa keadilan didasarkan pada prinsip manfaat. Prinsip
manfaat menyatakan bahwa suatu sistem perpajakan dikatakan adil jika kontribusi yang
diberikan oleh setiap wajib pajak mendapat manfaat yang sesuai dengan uang dibayarkan dari
jasa-jasa pemerintah. Jasa- jasa pemerintah meliputi berbagai fasilitas yang disediakan
pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Maka berdasarkan prinsip ini
sistem pajak yang benar-benar adil akan sangat bereda nergantung pada struktur pengeluaran
pemerintah. Oleh karena itu, prinsip manfaat tidak hanya menyangkut kebijakan pajak saja,
akan tetapi juga kebijakan pengeluaran pemerintah yang dibiayai oleh pajak.

2. Prinsip Kemampuan Membayar

Pada pendekatan ini masalah pajak hanya dilihat dari sisi pajak itu sendiri terlepas dari
pengeluaran publik. Menurut prinsip ini, setiap orang harus memberikan kontribusi dalam
pembiayaan pengeluaran pemerintah, sesuai dengan kemapuanya untuk membayar. Artinya
pada prinsip ini orang-orang yang mempuyai kemampuan sama hatus membayar dengan
jumlah yang sama, dan orang yang mempunyai kemampuan lebih besar harus membayar
lebih besar.

Prinsip kemampuan membayar menghendaki setiap orang harus membayar tagihannya


(pajak) sesuai dengan kemampuannya untuk membayar, tapi prinsip ini tidak memiliki dasar

8
ilmiah. Dalam operasionalnya prinsip ini menggunakan suatu ukuran yaitu pendapatan,
pemekaran konsumsi dan kekayaan dan di dalam pelaksanaannya ukuran yang dipergunakan
adalah pendapatan. Sebenarnya kemampuan bayar pajak dapat dianggap sebagai
penghormatan (sacrifice) yang dibayarkan sebagai pajak yang mendasarkan pada konsep
kesamaan yaitu kesamaan mutlak (equal absolute), kesamaan proporsional (equal
proporsional) dan kesamaan marginal (equal marginal).

Masalah lain dalam sistem perpajakan adalah masalah efisiensi dalam arti bahwa
penerapan sistem perpajakan tersebut akan memperlancar jalannya mekanisme pasar,
sehingga sektor swasta akan semakin mampu meningkatkan efisiensi produksinya. Berbagai
prinsip inilah yang harus terus diupayakan dalam penerapan sistem pajak yang baik.

C. Konsep Kesamaan
1. Konsep Kesamaan Absolut

Konsep kesamaan absolut bahwa pajak hendaknya dibebankan kepada wajib pajak
sedemikian rupa sehingga beban riil atau kepuasan/guna yang hilang dari masing-masing
pembayar pajak itu adalah sama besarnya.

2. Konsep Kesamaan Proporsional

Pajak hendaknya didistribusikan kepada wajib pajak sedemikian rupa sehingga jumlah
kepuasan/guna yang hilang yang diderita masing-masing wajib pajak itu sebanding dengan
seluruh kepuasan/guna total yang dimiliki oleh masing-masing wajib pajak tersebut dari
jumlah pajak yang dimilikinya.

3. Konsep Kesamaan Pengorbanan Marginal

Prinsip kesamaan pengorbanan batas (equal marginal sacrifice) menghendaki agar pajak
itu didistribusikan sedemikian rupa diantara wajib pajak sehingga masing-masing akan
memiliki sejumlah pendapatan setelah dikenai pajak, yang dapat memberikan guna batas
(marginal utility) yang sama. Atau dengan perkataan lain jumlah pengorbanan dalam arti
kepuasan yang hilang bagi seluruh wajib pajak dalam perekonomian itu adalah yang paling
minimum (minimum aggregate sacrifice).

D. Beban Lebih Pajak

9
Beban lebih adalah pengeluaran industri yang berkaitan dengan biaya konsultasi,
invisible cost dan kerugian yang berkaitan dengan restitusi pajak (pajak masukan yang lebih
bayar), biaya-biaya ini diluar beban pajak yang harus disetor. Biaya ini mengurangi
penerimaan produsen/industri. Pajak mempengaruhi preferensi konsumen yang artinya
seseorang mungkin mengurungkan niatnya untuk membeli produk tertentu karena tidak
bersedia membayar harga yang lebih tinggi.

E. Beban Lebih Pada Pendekatan Persial

Para ahli ekonomi neo-klasik umumnya menyepakati, bahwa pajak perseroan akan
dikenakan pada keuntungan perseroan. Oleh karena itu, pajak tersebut tidak akan
berpengaruh terhadap struktur biaya produksi. Suatu perseroan yang didirikan dengan tujuan
mencapai keuntungan maksimal, tidak akan berusaha untuk menggeserkan pajak
perseroannya kepada pihak lain. Alasannya, sebuah perusahaan yang bertujuan mendapatkan
keuntungan maksimal akan berproduksi pada tingkat di mana penerimaan marginal (MR,
marginal revenue) sama dengan biaya marginal (MC, marginal cost).

Pajak perseroan dikenakan pada keuntungan perseroan, sehingga tidak mempengaruhi


struktur biaya internal perusahaan. Pada dasarnya, semua perusahaan yang menghadapi
struktur pasar persaingan sempurna, dalam jangka panjang akan memperoleh keuntungan
normal, yaitu ketika biaya total (TC, total cost) sama dengan penerimaan total (TR, total
revenue), sehingga keuntungan sama dengan nol. Dalam keadaan ini, maka tidak ada satu pun
perusahaan yang berkewajiban membayar pajak perseroan.

Sedangkan dalam jangka pendek, seperti diketahui, memang ada perusahaan yang
memperoleh keuntungan dan ada perusahaan yang menderita kerugian. Tetapi dalam jangka
panjang, keadaan timpang ini akan "diseimbangkan", ketika perusahaan yang mendapat
keuntungan disaingi secara ketat oleh perusahaan lainnya. Karena demikian ketatnya
persaingan (perfect competition), maka akhirnya tingkat keuntungan semua perusahaan
menjadi sama-sarna nol (TR = TC). Sementara dalam pasar monopoli, pajak perseroan tidak
dapat digeserkan ke belakang (kepada pemilik modal) atau ke depan (kepada konsumen),
sepanjang pajak tersebut bukan merupakan biaya tetap (fixed cost) ataupun biava langsung
(direct cost). Namun perkembangan teori ekonomi mikro yang begitu pesat, telah
menyebabkan timbulnya keraguan akan kebenaran teori neo-klasik tersebut. Apabila
perusahaan tidak memaksimalkan keuntungan dalam jangka pendek, tetapi mempunyai

10
motivasi lain, maka pajak perseroan dapat digeserkan kepada konsumen atau kepada pemilik
faktor produksi.

Dalam beberapa kasus, sering terjadi kebijakan perusahaan yang diambil oleh tim
manajernen berbeda dengan keinginan pernilik atau pemegang saham. Bila tujuan manajer
adalah penjualan maksimal atau tujuan lain selain keuntungan maksimal, maka pajak
perseroan dapat digeserkan kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga output atau
produk. Struktur pasar dapat digunakan untuk menjelaskan mekanisme penggeseran pajak
perseroan oleh wajib pajak kepada pihak lain. Dalam pasar oligolistik, harga barang yang
ditentukan produsen, berada di antara harga yang ditetapkan produsen di pasar persaingan
sempurna dan monopoli. Karena itu, dalam pasar persaingan monopolistik atau pasar tidak
sempurna lainnya, dalam jangka pendek pajak perseroan dapat digeserkan kepada orang lain.

Semua teori di atas menggunakan analisis keseimbangan parsial (partial equilibrium


analysis), yang mengandung beberapa kelemahan, disamping berbagai kelebihannya.
Kelemahan utama analisis ini adalah sebagai berikut:

1. Hanya membahas beban akhir pajak pada suatu pasar, tanpa menghiraukan
pengaruhnya terhadap pasar-pasar lainnya. Misalnya, dalam kasus cukai rokok,
keseimbangan parsial hanya melihat alokasi beban pajak antara konsumen dan
produsen rokok. Analisis parsial tidak memperhatikan substitusi faktor-faktor
produksi dan pangsa input. Karena kelemahan ini, maka keseimbangan parsial tidak
dapat digunakan untuk membahas beban akhir pajak secara umum (general taxes),
misalnya pajak penjualan.
2. Tidak dapat menjelaskan pengaruh pajak yang dikenakan terhadap suatu barang.
Misalnya, pengaruh terhadap perilaku permintaan dan penawaran barang lain, yang
bersifat komplementer atau substitusi.
3. Mengabaikan efek pengeluaran, yang seharusnya diperhitungkan pada analisis yang
membahas pajak dalam jumlah besar.

Sebenarnya banyak ahli ekonomi publik yang merasa tidak puas terhadap analisis
keseimbangan parsial untuk membahas beban akhir pajak. Namun demikian, mereka belum
mendapatkan cara pendekatan alternatif yang lebih baik.

F. Beban Lebih Pendekatan Keseimbangan Umum

11
Pada tahun 1962, Harberger menemukan teori beban akhir pajak dengan menggunakan
pendekatan keseimbangan umum (general equilibrium analysis), yang kemudian banyak
digunakan dalam teori perdagangan internasional. Pendekatan keseimbangan umum mencoba
memperbaiki kelemahan yang melekat pada pendekatan keseimbangan parsial. Teori
Harberger ini mendeteksi beban akhir pajak dengan cara mempertimbangkan pengaruh yang
ditimbulkan oleh pasar-pasar lain yang terkait, misalnya pasar barang lain dan pasar faktor
produksi.

Dalam analisisnya, Harberger membagi perekonomian ke dalam dua sektor, yaitu sektor
perseroan (corporated sector) dan sektor nonperseroan (non-corporated sector). Selanjutnya,
ia membuat beberapa batasan asumsi sebagai berikut:

1. Semua sektor hanya menggunakan dua faktor produksi, yaitu tenaga kerja dan
modal.
2. Pajak perseroan merupakan pajak atas penggunaan modal di sektor perseroan.
3. Mobilitas yang sempurna pada semua faktor produksi.
4. Semua pasar, baik pada input maupun output, adalah pasar persaingan sempurna

Secara deskriptif teori beban akhir pajak menurut Harberger adalah seperfi berikut ini.
Dikenakannya pajak di sektor perseroan akan menurunkan tingkat pengembalian modal neto
(the net rate return to capital) pada sektortersebut. Faktor ini akan mendorong terjadinya
perpindahan modal dari sektor perseroan ke sektor nonperseroan.

Beban akhir pajak tergantung pada beberapa faktor kritis, misalnya elastisitas substitusi
faktor produksi di kedua sektor, elastisitas permintaan barang, dan intensitas faktor produksi.
Apabila kapital tidak dapat berpindah dari satu sektor ke sektor yang lain, maka pemilik
modal di sektor perseroan yang akan rnenanggung beban pajak perseroan. Model yang
dikemukakan oleh Harberger tersebut di kemudian secara teoretis dikembangkan oleh
Mieszkowski dan McLure (1972). Mieszkowski melengkapi model Harberger, untuk
menganalisis beban akhir pajak kekayaan. Dalam analisisnya, Mierskowski memperhatikan
beban akhir pajak atas modal yang dapat dihasilkan (reproducible capital) dan dapat
dipindahkan (shiftabie capital). membedakan antara dua jenis barang, yaitu barang yang
hanya dapat dijual di pasar lokal (local markets), dan barang yang berskala nasional (national
markets).

12
Model Harberger-Mieszkowski ini masih didasari asumsi, bahwa faktor-faktor produksi
bebas berpindah dari satu sektor ke sektor lainnya, tanpa hambatan apapun juga (perfectly
mobile). Dengan demikian, kesimpulan yang menyatakan bahwa pajak perseroan tidak dapat
digeserkan kepada konsumen dan menjadi beban pemilik modal, hanya beriaku di negara
dengan struktur ekonomi tertutup. Dalam kasus negara kecil dan terbuka, seluruh beban pajak
perseroan akan digeserkan kepada konsumen. Karena di negara-negara kecil dan terbuka,
faktor produksi kapital dapat keluar masukdengan bebas dari dan ke negara yang
bersarigkutan. Harga kapital tidak ditentukan di pasar modal dalam negeri, namun ditetapkan
secara eksternal di pasar modal internasional. Itulah sebabnya penawaran modal di Indonesia
bersifat elastik sempuma. Dengan demikian, pajak atas modal yang dikenakan pada sektor
peseroan akan menyebabkan tingkat pengembaliannya (rate of return) menurun,
sehinggamendorong terjadi pelarian modal ke luar negeri. Di lain pihak, pemodal asing pun
enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

G. Kriteria Pajak Lainnya


1. Distribusi beban pajak harus adil
2. Beban lebih pajak harus seminimal mungkin
3. Pajak-pajak harus memperbaiki ketidak efisienan yang terjadi di sektor ekonomi
swasta
4. Pajak harus mampu melakukan stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi pajak harus
dimengerti oleh wajib pajak
5. Sistem pajak harus dimengerti oleh wajib pajak
6. Administrasi pajak dan biaya pelaksanaannya haruslah sedikit mungkin
7. Dapat dilaksanakan
8. Dapat diterima

H. Studi Kasus

Deficiency Pinsip Keadilan Dalam Implementasi E-Tax Kota Malang


Berdasarkan Prinsip Kebijakan Pajak Yang Baik

Pajak daerah merupakan salah satu sumber Anggaran Pendapatan Daerah yang
digunakan untuk pembangunan dan digunakan untuk menjalankan program-program kerja
pemerintah daerah. Pajak daerah sebagai salah satu bidang yang memberikan kontribusi
terbesar dalam pendapatan asli daerah. Berdasarkan data dari Badan Pelayanan Pajak Daerah

13
(BP2D) kota Malang, Pendapatan Asli Daerah dari sektor pajak daerah mengalami
kenaikanpada tiap tahunnya.

Pertumbuhan penerimaan pajak daerah dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2016 terus
mengalami kenaikan hal ini tidak lepas dari peran aktif masyarakat dalam membantu
pembiayaan daerah dengan melakukan pembayaran pajak. Pemerintah daerah kota Malang
terus berupaya untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah salah satunya dengan
memanfaatkan perkembangan dan penerapan teknologi informasi. Pemanfaatan teknologi
informasi memberikan kemudahan administrasi. Salah satu strategi yang dilakukan
Pemerintah Kota Malang dalam hal ini Badan Pelayanan Pajak Daerah Kota malang atau
BP2D adalah penerapan pajak online atau electronic tax (e-tax).

Penerapan e-tax di kota Malang masih terbatas pada 3 sektor pajak yaitu pajak hotel,
pajak restoran, dan pajak parkir. Penerapan e-tax merupakan strategi BP2D untuk
mengurangi tingkat kebocoran penerimaan untuk ketiga jenis pajak dan mempermudah
pelaksanaan self assessment system. Berdasarkan uraian diatas, menarik untuk melihat
penerapan e-tax dari perspektif yang berbeda bukan berfokus pada penerimaan saja.

Solusi yang ditawarkan, yaitu:

1. Perlunya pendataan wajib pajak secara intensif (ekstensifikasi) pada objek pajak yang
belum optimal, diantaranya, objek pajak hotel termasuk kos-kosan, pendataan objek
pajak restoran seperti katering dan bakery.
2. Perlunya penambahan payment point di ruang publik sehingga lebih mempermudah
wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya.
3. Perlunya perluasan kerja sama dengan bank-bank lain untuk program tax banking
sehingga dapat mempermudah wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban
perpajakannya.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penerimaan pajak merupakan fenomena umum sebagai sumber penerimaan negara yang
berlaku diberbagai negara. Pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak prerogatif
pemerintah, punggutan tersebut didasarkan pada Undang-undang, pemungutannya dapat
dipaksakan kepada subjek pajak untuk mana tidak ada balas jasa yang langsung dapat
ditunjukkan penggunaannya. Dalam operasionalnya prinsip ini menggunakan suatu ukuran
yaitu pendapatan, pemekaran konsumsi dan kekayaan dan di dalam pelaksanaannya ukuran
yang dipergunakan adalah pendapatan. Sebenarnya kemampuan bayar pajak dapat dianggap
sebagai penghormatan (sacrifice) yang dibayarkan sebagai pajak yang mendasarkan pada
konsep kesamaan yaitu kesamaan mutlak (equal absolute), kesamaan proporsional (equal
proporsional) dan kesamaan marginal (equal marginal).

B. Saran

Teori-teori yang telah dikemukakan oleh para ahli merupakan patokan yang baik bagi
pemerintah bahkan juga bagi masyarakatnya sendiri. Dalam penulisan laporan makalah ini
masih terdapat banyak kesalahan baik dalam susunan kalimat maupun tata bahasa dalam
laporan ini. Hal ini dikarenakan keterbatasaan kemampuan penulis. Kami menerima kritikan
serta saran dari para pembaca untuk perbaikan makalah yang lebih baik. Serta sumber yang
kami gunakan masih sedikit. Diharapkan dari pembaca bisa menambahkan wawasannya
melalui sumber yang dimiliki.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2HTML/2012200388AKBab2001/page5.html

http://eprints.umpo.ac.id/5718/3/BAB%20II%20skripsi.pdf

Anggoro, D. D., & Aprilian, Y. A. (2020). DEFICIENCY PRINSIP KEADILAN DALAM


IMPLEMENTASI E-TAX KOTA MALANG BERDASARKAN PRINSIP KEBIJAKAN
PAJAK YANG BAIK. JURNAL PAJAK INDONESIA (Indonesian Tax Review), 3(1).
https://doi.org/10.31092/jpi.v3i1.229

16

Anda mungkin juga menyukai