Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PENERIMAAN PEMERINTAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Ekonomi Publik”

Dosen Pengampu:
Ayu Febri Puspitasari, M. AB

Oleh :

Shyla Shinta Nur Haliza ( 12402193302 )


Maharani Dwi Pratiwi ( 12402193303 )
Ridho Akbar Triyadi ( 12402193311 )
Moh. Albaitul Ilmi. N.F. ( 12402193319 )
Layli Nur Indah Sari ( 12402193333 )

SEMESTER IV
JURUSAN EKONOMI SYARIAH IV-G
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI IAIN TULUNGAGUNG
MARET 2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena telah memberikan
kelancaraan mengerjakan, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Penerimaan Pemerintah” program mata kuliah Ekonomi Publik selesai tepat pada waktunya
dalam bentuk makalah, sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW, semoga kita mendapat syafaatnya di hari kiamat.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof.Dr. Mafthukin, M.Ag. selaku Rektor IAIN Tulungagungyang telah


memberikan izin kepada kami untuk melanjutkan studi.
2. Ibu Ayu Febri Puspitasari, M. AB selaku dosen pembimbing mata kuliah “Ekonomi
Moneter dan Kebanksentralan” yang telah memberikan pengarahan kepada kami atas
pembuatan tugas makalah ini.
3. Serta semua pihak yang telah membantu proses pembuatan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini malih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran akan kami nantikan untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah yang kami
susun dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi kita semua, Amin.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

Tulungagung, 21 Maret 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 2

BAB II : PEMBAHASAN

A. Insidens Pajak dan Distribusi Pendapatan ........................................................................ 4


B. Insiden Anggaran Oajak Berimbang ................................................................................. 4
C. Insidens Pajak Absolut .......................................................................................................... 5
D. Insidens Pajak Diferensial ................................................................................................. 6
E. Insidens Pajak Keseimbangan Parsial .................................................................................... 6
F. Insidens Pajak Keseimbangan Umum .................................................................................... 8
G. Prinsip Pengenaan Pajak ..................................................................................................... 10
H. Prinsip Manfaat Dalam Perpajakan ..................................................................................... 11
I. Prinsip Kemampuan Membayar .......................................................................................... 12
J. Konsep Kesamaan Absolut ................................................................................................. 14
K. Konsep Kesamaan Proposional ........................................................................................... 14
L. Konsep kesamaan Pengorbanan Marginal............................................................................ 14
M. Beban Lebih Pajak .............................................................................................................. 16
N. Beban Lebih Pada Pendekatan Parsial ................................................................................. 16
O. Hubungan Beban lebih Pajak dengan Elastisitas Permintaan................................................ 19
P. Beban Lebih Pada Keseimbangan Umum ............................................................................ 20
Q. Kriteria Sistem Pajak Lainya ............................................................................................... 21
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 25

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belangkang
Penerimaan pemerintah daerah yang digunakan untuk membiayai
pembangunan berasal dari beberapa sumber, salah satu sumber penerimaan tersebut
adalah pajak. Untuk dapat membiayai dan memajukan daerah dapat ditempuh suatu
kebijaksanaan dengan mengoptimalkan penerimaan pajak, dimana setiap orang wajib
membayar pajak sesuai dengan kewajibannya. Penerimaan pemerintah yang berasal
dari pajak diperlukan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Pengeluaran
pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah
menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah
mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan
kebijakan tersebut.
Pajak adalah pungutan yang ditarik dari masyarakat yang tidak menimbulkan
kewajiban bagi pemerintah terhadap pihak pembayar pajak. (Prawoto; 2011). Pajak
yang diterima pemerintah akan digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan
pemerintah. Di negara-negara yang sudah sangat maju pajak adalah sumber utama dari
perbelanjaan pemerintah. Sebagian dari pengeluaran pemerintah adalah untuk
membiayai administrasi pemerintah dan sebagian lainnya adalah untuk membiayai
kegiatan - kegiatan pembangunan. Membayar gaji pegawai-pegawai pemerintah,
membiayai sistem pendidikan dan kesehatan rakyat, membiayai perbelanjaan untuk
angkatan bersenjata, dan membiayai berbagai jenis infrastruktur artinya dalam
pembangunan adalah beberapa bidang penting yang akan dibiayai pemerintah (Sukirno;
2010).
Pengeluaran Pemerintah adalah pengeluaran (perbelanjaan) pemerintah ke atas
barang-barang modal, barang konsumsi dan ke atas jasajasa (Sukirno; 2010). Peacock
dan Wiseman adalah dua orang yang mngemukakan teori mengenai perkembangan
pengeluaran pemerintah yang terbaik. Teori mereka didasarkan pada suatu pandangan
bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan
masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai
pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut, sehingga teori Peacock dan
Wiseman merupakan dasar dari teori pemungutan suara. Peacock dan Wiseman
mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat

1
toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya
pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran
pemerintah. Jadi masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk
membiayai aktivitas pemerintah sehingga mereka mempunyai suatu tingkat kesediaan
masyarakat untuk membayar pajak. Tingkat toleransi pajak ini merupakan kendala bagi
pemerintah untuk menaikkan pemungutan pajak secara semena-mena.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud insidens pajak dan distribusi pendapatan ?
2. Apa yang dimaksud insidens anggaran pajak berimbang ?
3. Apa yang dimaksud insidens pajak absolut ?
4. Apa yang dimaksud insidens pajak diferensial ?
5. Apa yang dimaksud insidens pajak keseimbangan parsial ?
6. Apa yang dimaksud insidens pajak pendekatan keseimbangan umum ?
7. Apa yang dimaksud prinsip pengenaan pajak ?
8. Apa yang dimaksud prinsip manfaat dalam perpajakan ?
9. Apa yang dimaksud dengan kemampuan membayar ?
10. Apa yang dimaksud konsep kesamaan absolut ?
11. Apa yang dimaksud konsep kesamaan proposional ?
12. Apa yang dimaksud konsep kesamaan pengorbanan marginal ?
13. Apa yang dimaksud beban lebih pajak ?
14. Apa yang dimaksud beban lebih pada pendekatan parsial ?
15. Apa yang dimaksud hubungan beban lebih pajak pajak dengan elastis permintaan ?
16. Apa yang dimaksud beban lebih dengan keseimbangan umum ?
17. Apa yang dimaksud kriteria sistem pajak lainya ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui insidens pajak dan distribusi pendapatan.
2. Untuk mengetahui insidens anggaran pajak berimbang.
3. Untuk mengetahui insidens pajak obsolut.
4. Untuk mengetahui insidens pajak diferensial .
5. Untuk mengetahui insidens pajak keseimbangan parsial.
6. Untuk mengetahui insidens pajak pendekatan keseimbangan umum.
7. Untuk mengetahui prinsip pengenaan pajak.
8. Untuk mengetahui manfaat dalam perpajakan.
9. Untuk mengetahui prinsip kemampuan membayar.

2
10. Untuk mengetahui konsep kesamaan absolut.
11. Untuk mengetahui kesamaan proposional.
12. Untuk mengetahui kesamaan pengorbanan marginal.
13. Untuk mengetahui beban lebih pajak.
14. Untuk mengetahui beban lebih pada pendekatan parsial.
15. Untuk mengetahui hubungan beban lebih pajak dengan elastisitas permintaan.
16. Untuk mengetahui beban lebih pada pendekatan keseimbangan umum.
17. Untuk mengetahui kriteria sistem pajak lainya.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Insiden Pajak dan Distribusi
Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (dapat dipaksakan) yang
tertuang oleh yang wajib pajak membayarnya menurut peraturan umum (Undang-
Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat diitunjuk dan
yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran.
Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro , Pajak adalah iuran rakyat kepada
kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbale (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkkan dan yang
diguankan untuk membayar pengeluaran umum. Dari definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa pajak adalah iuran masyarakat/ peralihan kekayaan dari pihak
rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan ketika surplus maka
dapat digunakan untuk tabungan masyarakat..Penerimaan pemerintah yang berasal dari
pajak seperti yang diatur dalam Perundan-undangan yang berlaku yaitu UU No 34
Tahun 2000 (UU tentang Pajak Darah dan Retribusi Daerah), serta PP No 65 dan 66
tahun 2001 , komposisi penerimaan pemerintah daerah, yang tercantum dalam APBD. 1
B. Insidens Anggaran Pajak Berimbang
Maksud dari Insiden pajak Anggaran berimbang ini adalah pengaruh
distribututif suatu pajak terhadap pengeluaran pemerintah yang dibiayai dari
penerimaaan-penerimaan pajak dalam jumlah yang sama.Konsep ini dapat dijelaskan
dengan diagram sebagai berikut :

1 Guritno Mangkoesoebroto, Ekonomi Publik, (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada). hal. 178

4
Diagram Insiden Pajak Anggaran Berimbang
Misal : Keseimbangan pada titik E,yaitu pada titik persinggungsn kurva CC
dengan kurva DD yang merupakan kurva Indeference social.Ketika pemerintah
membuat suatu program yang membutuhkan sumber-sumber ekonomi untuk
membangun suatu jalan raya,maka akibatnya pemerintah harus mengambil factor
produksi yang sedang digunakan untuk memproduksi makanan dan pakaian,sehingga
program pemerintah tersebut akan menyebabkan produksi pakaian dan makanan yang
dihasilkan berkurang.Keadaan ini ditunjukkan oleh kurva kemungkinan produksi EE
yang lebih kecil dari kurva CC.Misalnya dengan adanya program pemerintah tersebut
titik keseimbangan masyarakat terjadi pada titik E1.Analisis insiden pajak yang
dilakukan dengan meneliti mengenai distribusi masyarakat yang terjadi apabila
pemerintah dalam membangun jalan tersebut menggunakan kebijakan anggaran
berimbang,yaitu jumlah yang diambil oleh pemerintah seluruhnya dikembalikan lagi
kepada masyarakat.Insiden pajak dengan anggaran berimbang menunjukkan
bagaimana biaya suatu program pemerintah didistribusikan diantara para anggota
masyarakat.2
C. Insidens Pajak Absolut
Klasifikasi analisis insiden pajak selanjutnya adalah Insiden Pajak
Absolut.Ana analisis yang kedua ini hanya melihat pengaruh suatu jenis pajak (

2
Guritno Mangkoesoebroto, Ekonomi Publik, (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada). hal. 180

5
misalnya pajak pendapatan) terhadap distribusi pendapatan masyarakat tanpa melihat
efek distributif dari suatu program pemerintah ( Pengeluaran pemerintah ).
Contohnya : Kita hanya dapat menganalisis mengenai dampak distributif pajak
penghasilan.3
D. Insidens Pajak Diferensial

Analisis pajak diferensial menganalisis pengaruh distribusi pendapatan


dari suatu jenis pajak lain untuk membiayai aktivitas pemerintah dalam jumlah
yang sama. Dengan kata lain, insidens pajak diferensial menganalisis berbagai
alternatif pembiayaan dengan pajak akan suatu program pemerintah.

Misalnya pemerintah akan membuat suatu jalanbaru seharga Rp. 1


miliar. Jumlah uang sebesar Rp. 1 miliar tersebut dapat diperoleh dari berbagai
jenis pajak, misalnya dapat dari cukai, dari pajak penghasilan, atau pajak
pertambahan nilai. Insidens pajak diferensial menganalisis pengaruh berbagai
jenis pjak yang dipungut untuk membiayai suatu program tertentu terhadap
distribusi pengahsilan masyarakat. Mislanya dalam program pembuatan jalan
pemerintah mempertimbngkan pajak mana kah yang lebih baik untuk
membiayai program tersebut, apakah dengan menggunakan pajak penghasilan
atau cukai.

Insidens pajak diferensial tidak menghiraukan pengeluaran pemerintah


karena pengeluaran pemerintah dianggap konstan sehingga analisis insidens
pajak diferensial hanya menganalisi pengaruh distribusi penerimaan pemerintah
dari berbagai jenis pajak. Oleh karena itu, maka insidens pajak diferensial
memerlukan suatu jenis pajak sebagai dasar perbandingan, yang biasanya
adalah pajak pendapatan engan tarif yang proporsional. 4

E. Insidens Pajak Keseimbangan Parsial


Para ahli ekonomi neo-klasik umumnya menyepakati, bahwa pajak
perseroan akan dikenakan pada keuntungan perseroan. Oleh karena itu, pajak
tersebut tidak akan berpengaruh terhadap struktur biaya produksi. Suatu
perseroan yang didirikan dengan tujuan mencapai keuntungan maksimal, tidak

3
Ibid.185
4
Guritno Mangkoesoebroto, Ekonomi Publik, (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada). hal. 187-188

6
akan berusaha untuk menggeserkan pajak perseroannya kepada pihak lain.
Alasannya, sebuah perusahaan yang bertujuan mendapatkan keuntungan
maksimal akan berproduksi pada tingkat di mana penerimaan marginal (MR,
marginal revenue) sama dengan biaya marginal (MC, marginal cost).
Pajak perseroan dikenakan pada keuntungan perseroan, sehingga tidak
mempengaruhi struktur biaya internal perusahaan. Pada dasarnya, semua
perusahaan yang menghadapi struktur pasar persaingan sempurna, dalam
jangka panjang akan memperoleh keuntungan normal, yaitu ketika biaya total
(TC, total cost) sama dengan penerimaan total (TR, total revenue), sehingga
keuntungan sama dengan nol. Dalam keadaan ini, maka tidak ada satu pun
perusahaan yang berkewajiban membayar pajak perseroan.
Sedangkan dalam jangka pendek, seperti diketahui, memang ada
perusahaan yang memperoleh keuntungan dan ada perusahaan yang menderita
kerugian. Tetapi dalam jangka panjang, keadaan timpang ini akan
"diseimbangkan", ketika perusahaan yang mendapat keuntungan disaingi secara
ketat oleh perusahaan lainnya. Karena demikian ketatnya persaingan (perfect
competition), maka akhirnya tingkat keuntungan semua perusahaan menjadi
sama-sarna nol (TR = TC).
Sementara dalam pasar monopoli, pajak perseroan tidak dapat
digeserkan ke belakang (kepada pemilik modal) atau ke depan (kepada
konsumen), sepanjang pajak tersebut bukan merupakan biaya tetap (fixed cost)
atanpun biava langsung (direct cost). Namun perkembangan teori ekonomi
mikro yang begitu pesat, telah menyebabkan timbulnya keraguan akan
kebenaran teori neo-klasik tersebut. Apabila perusahaan tidak memaksimalkan
keuntungan dalam jangka pendek, tetapi mempunyai motivasi lain, maka pajak
perseroan dapat digeserkan kepada konsumen atau kepada pemilik faktor
produksi.
Dalam beberapa kasus, sering terjadi kebijakan perusahaan yang
diambil oleh tim manajemen berbeda dengan keinginan pernilik atau pemegang
saham. Bila tujuan manajer adalah penjualan maksimal atau tujuan lain selain
keuntungan maksimal, maka pajak perseroan dapat digeserkan kepada
konsumen dalam bentuk kenaikan harga output atau produk. Struktur pasar
dapat digunakan untuk menjelaskan mekanisme penggeseran pajak perseroan
oleh wajib pajak kepada pihak lain. Dalam pasar oligolistik, harga barang yang

7
ditentukan produsen, berada di antara harga yang ditetapkan produsen di pasar
persaingan sempurna dan monopoli. Karena itu, dalam pasar persaingan
monopolistik atau pasar tidak sempurna lainnya, dalam jangka pendek pajak
perseroan dapat digeserkan kepada orang lain.
Semua teori di atas menggunakan analisis keseimbangan parsial (partial
equilibrium analysis), yang mengandung beberapa kelemahan, di samping
berbagai kelebihannya. Kelemahan utama analisis ini adalah sebagai berikut:
a. Hanya membahas beban akhir pajak pada suatu pasar, tanpa
menghiraukan pengaruhnya terhadap pasar-pasar lainnya. Misalnya,
dalam kasus cukai rokok, keseimbangan parsial hanya melihat alokasi
beban pajak antara konsumen dan produsen rokok. Analisis parsial
tidak memperhatikan substitusi faktor-faktor produksi dan pangsa
input. Karena kelemahan ini, maka keseimbangan parsial tidak dapat
digunakan untuk membahas beban akhir pajak secara umum (general
taxes), misalnya pajak penjualan.
b. Tidak dapat menjelaskan pengaruh pajak yang dikenakan terhadap
suatu barang. Misalnya, pengaruh terhadap perilaku permintaan dan
penawaran barang lain, yang bersifat komplementer atau substitusi.
c. Mengabaikan efek pengeluaran, yang seharusnya diperhitungkan pada
analisis yang membahas pajak dalam jumlah besar. Sebenarnya
banyak ahli ekonomi publik yang merasa tidak puas terhadap analisis
keseimbangan parsial untuk membahas beban akhir pajak. Namun
demikian, mereka belum mendapatkan cara pendekatan alternatif yang
lebih baik.
F. Insidens Pajak Pendekatan Keseimbangan Umum
Pada tahun 1962, Harberger menemukan teori beban akhir pajak dengan
menggunakan pendekatan keseimbangan umum (general equilibrium analysis),
yang kemudian banyak digunakan dalam teori perdagangan internasional.
Pendekatan keseimbangan umum mencoba memperbaiki kelemahan yang
melekat pada pendekatan keseimbangan parsial. Teori Harberger ini mendeteksi
beban akhir pajak dengan cara mempertimbangkan pengaruh yang ditimbulkan
oleh pasar-pasar lain yang terkait, misalnya pasar barang lain dan pasar faktor
produksi.

8
Dalam analisisnya, Harberger membagi perekonomian ke dalam dua
sektor, yaitu sektor perseroan (corporated sector) dan sektor nonperseroan (non-
corporated sector). Selanjutnya, ia membuat beberapa batasan asumsi sebagai
berikut:
1. Semua sektor hanya menggunakan dua faktor produksi, yaitu tenaga kerja
dan modal.
2.Pajak perseroan merupakan pajak atas penggunaan modal di sektor perseroan.
3. Mobilitas yang sempurna pada semua faktor produksi.
4. Semua pasar, baik pada input maupun output, adalah pasar persaingan
sempurna.

Secara deskriptif teori beban akhir pajak menurut Harberger adalah


seperfi berikut ini. Dikenakannya pajak di sektor perseroan akan menurunkan
tingkat pengembalian modal neto (the net rate return to capital) pada sektor
tersebut. Faktor ini akan mendorong terjadinya perpindahan modal dari sektor
perseroan ke sektor nonperseroan. Beban akhir pajak tergantung pada beberapa
faktor kritis, misalnya elastisitas substitusi faktor produksi di kedua sektor,
elastisitas permintaan barang, dan intensitas faktor produksi. Apabila kapital
tidak dapat berpindah dari satu sektor ke sektor yang lain, maka pemilik modal
di sektor perseroan yang akan rnenanggung beban pajak perseroan. Model yang
dikemukakan oleh Harberger tersebut di kemudian secara teoretis
dikembangkan oleh Mieszkowski dan McLure (1972). Mieszkowski
melengkapi model Harberger, untuk menganalisis beban akhir pajak kekayaan.

Dalam analisisnya, Mierskowski memperhatikan beban akhir pajak atas


modal yang dapat dihasilkan (reproducible capital) dan dapat dipindahkan
(shiftabie capital). membedakan antara dua jenis barang, yaitu barang yang
hanya dapat dijual di pasar lokal (local markets), dan barang yang berskala
nasional (national markets). Harga barang yang b erskala nasional
ditentukan oleh kondisi pasar yang bersangkutan, dan harga yang terjadi akan
sama untuk semua daerah. Lain halnya dengan barang lokal, di mana harga yang
terjadi ditentukan oleh penawaran dan permintaan pada pasar tertentu, sehingga
harganya pun akan berbeda antara satu pasar dengan pasar lainnya. Pengenaan
pajak kekayaan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya akan
menyebabkan terjadinya perpindahan atau aliran modal dari daerah yang

9
pajaknya tinggi ke daerah yang pajaknya lebih rendah. Distribusi beban pajak
dari produsen kepada konsumen barang-barang lokal ini disebut dengan efek
cukai (excise effect), yang bernilai positif untuk daerah yang tarif pajaknya
rendah. Model Harberger-Mieszkowski ini masih didasari asumsi, bahwa
faktor-faktor produksi bebas berpindah dari satu sektor ke sektor lainnya, tanpa
hambatan apapun juga (perfectly mobile). Dengan demikian, kesimpulan yang
menyatakan bahwa pajak perseroan tidak dapat digeserkan kepada konsumen
dan menjadi beban pemilik modal, hanya beriaku di negara dengan struktur
ekonomi tertutup. Dalam kasus negara kecil dan terbuka, seluruh beban pajak
perseroan akan digeserkan kepada konsumen. Karena di negara-negara kecil dan
terbuka, faktor produksi kapital dapat keluar masukdengan bebas dari dan ke
negara yang bersarigkutan. Harga kapital tidak ditentukan di pasar modal dalam
negeri, namun ditetapkan secara eksternal di pasar modal internasional.

Itulah sebabnya penawaran modal di Indonesia bersifat elastik


sempuma. Dengan demikian, pajak atas modal yang dikenakan pada sektor
peseroan akan menyebabkan tingkat pengembaliannya (rate of return) menurun,
sehingga mendorong terjadi pelarian modal ke luar negeri. Di lain pihak,
5
pemodal asing pun enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

G. Prinsip Pengenaan Pajak


Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila
terlalu tinggi, masyarakat akan tidak membayar pajak, namun bila terlalu
rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar
tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus
memenuhi beberapa prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk
menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam
perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
Contohnya dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak.
Pajak di berlakukan bagi setiap warga Negara yang memenuhi syarat

5
Sigit Sardjono, Masalah Pengenaan Pajak dan Upaya Menghindari Ditinjau Dari Teori Ekonomi
Mikro, Jurnal Ilmu Ekonomi, vol.5 no.4, 2009.

10
sebagai wajib pajak dan sanksi atas pelanggaran pajak di berlakukan
secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran.
2. Pengaturan pajak harus berdasarkan undang-undang
Pasal 23 A UUD 1945 menjelaskan bahwa pajak dan pungutan yang
bersifat untuk keperluan Negara diatur dengan undang- undang. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang
pajak, yaitu pemungutan pajak yang di lakukan oleh Negara yang
berdasarkan UU tersebut harus di jamin kelancarannya.
3. Jaminan hokum
Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak di perlakukan
secara umum. Jaminan hukum akan terjaganya kerasahasiaan bagi
para wajib pajak.
4. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus di usahakan sedemikian rupa agar tidak
mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi,
perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai
merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha
masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan
menengah. 6
H. Prinsip Manfaat dalam Perpajakan
Menurut prinsip ini membayar pajak sebesar manfaat yang dia terima
dari aktivitas pemerintah. Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa prinsip
manfaat sesuai dengan incidens keseimbangan, Anggaran kedua duanya
berdasarkan model pertukaran suka-rela (voluntary exchange model). Dalam
hal ini pengenaan pajak dapat didasari pada kriteria efisien, yaitu dimana tingkat
produksi tertentu pada biaya marginal sama dengan harga.
Pada diagram 9.10. kita anggap bahwa pemerintah dapat menyediakan
suatu barang misalnya jalan raya dengan biaya rata-rata (AC) dan biaya
marginal (MC) sebesar OP dan jalan raya yang dibuat sepanjang OM kilometer
ditunjukan oleh kurva D dan kurva permintaan B ditunjukan oleh kurva D. .

6
Joseph R. Kaho, Keuangan di Era Otonomi Daerah,(Jakarta:Rinerka Cipta), hal. 35.

11
Untuk penyediakan jalan sepanjang OM kilometer A bersedia
membayar seharga OP dan B bersedia membayar seharga OP dimana OP + OP
= OP. orang yang tidak berkepentingan dengan adanya jalan raya tersebut tidak
akan bersedia membayar sejumplah apapun dan kurva permintaan akan
berhimpit dengan sumbu datar.
Dengan adanya proyek jalan tersebut akan membayar sesuai dengan
permintaan sehingga tercapai suatu efisiensi dalam penyediaan dan pembiayaan
pemerintah. Contohnya dalam kasus ini misalnya pengenaan cukai bensin yang
di hubungkan dengan pengunaan jalan raya semakin besar pengunaan jalan
raya, semakin besar cukai bensin yang harus di bayar. 7
I. Prinsip Kemampuan Membayar
Menurut prinsip ini, setiap orang harus membayar bagian (pajak) sesuai
dengan kemampuannya untuk membayar. Prinsip ini tidak mempunyai dasar
ilmiah karena didasari pada sesuatu yang sangat abstrak . suatu prinsip
perpajakan yang operasional maka mengukur kemampuan seseorang untuk
membayar pajak. Tiga ukuran yang biasanya dipakai untuk mengukur
kemakmuran seseorang (atau kemampuan seseorang meembayar pajak adalah.
a. Pendapatan
b. Pengeluaran konsumsi

7
Guritno Mangkoesoebroto, Ekonomi Publik, (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada). hal. 215-216

12
c. Kekayaan

Ketiga tiganya merupakan ukuran kemakmuran seseorang namun pada


umumnya ukuran yang dipakai adalah pendapatan, sehingga prinsip
kemampuan membayar akhirnya diukur dengan suatu konsep pengorbankan
(sacrifice) sebagai fungsi dari pendapatan seseorang yang dibayar sebagai
pajak. Ada tiga konsep mengenai pengorbanan yang sama dalam bidang
perpajakan yaitu kesamaan mutlak (aqual absolut) kesamaan propesional (aqual
propesional) dan kesamaan pengorbanan marginal (equal marginal service)
keterangan dari masing masing jenis pengorbanan tersebut di terangkan dalam
diagram 9.11.

Kurva AB pada Diagram 9.11. menunjukan kepuasan total atas


pendapatan seseorang. Semakin besar pendapatan seseorang, semakin tinggi
pula kepuasan total orang tersebut. Kita anggap bahwa kepuasan marginal
menurun dengan bertambahnya pendapatan (anggapan ini banyak di
perdebatkan oleh para ahli ekonomi).

Pendapatan sebesar OC dan Badu (B) mempunyai pendaptan sebesar


OD pada Diagram 9.11. kepuasan marginal A atas penghasilannya IF dan
kepuasan marginal Badu sebesar JH sedangkan kepuasan total A sebesar CE
dan kepuasan total B sebesar DG.

Pemerintah mengharapkan penerimaan pajak pendapatan sebesar HZ


dari A dan B. bagaimanakah cara pemerintah mendistribusikan beban pajak di
antara kedua individu tersebut? 8

8
Ibid. 217

13
J. Konsep Persamaan Absolut
Konsep kesamaan dan absolut menyatakan bahwa distribusi haruslah
sedemikian rupa sehingga pengurangan kepuasan total di antara kedua orang
tersebut sama besarnya. Pengurangan kepuasan total yang di alami A sebesar
EM dan B sebesar GK, dimana EM = GK. Menurut konsep kepuasan Absolut
ini A harus membayar pajak sebesar DM PN sedangkan B harus membayar
pajak sebesar KP atau HL. Total penerimaan pajak sebesar HZ, dimana HZ =
PN + HL.9
K. Konsep Kesamaan Proposional
Konsep kesamaan proporsional menyatakan bahwa pengenaan pajak
harus sedemikian rupa sehingga proporsi dari pengurangan kepuasan total
antara kedua orang tersebut sama besarnya. Misalnya pemerintah ingin
mendapat pajak sebesar HZ. Menurut konsep ini, A harus membayar pajak
sebesar FR dan Badu sebesar HL. Proporsi pengurangan kepuasan Kedua orang
tersebut sama besarnya, yaitu GK/GD bagi Badu dan EQ/EC bagi Ahmad, di
mana GK/GD = EQ/EC.10
L. Konsep Kesamaan Pengornan Marginal

9
Ibid. 218
10
Ibid. 219

14
Pada konsep kesamaan pengorbanan marginal (equal marginal sacri
fice), beban pajak didistribusikan sedemikian rupa di antara A dan B sehingga
kepuasan total sesudah dikurangi pajak antara kedua orang tersebut sama
besarnya. Dalam hal ini, jumlah pajak yang harus dibayar oleh A adalah sebesar
HL dan oleh B sebesar FL. Jumlah penerimaan pemerintah sebesar HL + FL.
Kepuasan marginal kedua orang tersebut setelah membayar pajak sebesar LT
dan kedua orang tersebut mengorbankan kepuasan mereka sebesar GK+ EQ.
Analisis di atas didasarkan pula suatu anggapan bahwa meningkatnya.
pendapatan menyebabkan menurunnya kepuasan marginal. Dalam teori
ekonomi mikro, penurunan kepuasan marginal berlaku untuk konsumsi suatu
barang seperti sepatu makan, dan sebagainya. Apakah penurunan kepuasan
marginal juga berlaku untuk penghasilan, mengenai hal ini banyak ahli ekonomi
yang meragukan kebenarannya dalam hal pendapatan (kalau pendapatan itu
berbentuk uang, bukan barang). Sifat uang yang dapat digunakan untuk
membeli bermacam-macam barang pemuas kebutuhan menyebabkan
kesangsian akan asumsi penurunan kepuasan marginal seseorang akan uang dan
ini merupakan kelemahan utama dari analisa kemampuan membayar
Kelemahan kedua dari analisis ini adalah adanya perbandingan kepuasan antara
seseorang dengan orang lain. Sampai saat ini teori ekonomi juga tidak mampu
mengukur tingkat kepuasan seseorang akan suatu barang atau uang, terlebih lagi
melakukan pembandingan kepuasan dari dua orang yang berbeda.
Di atas telah dinyatakan bahwa ada tiga ukuran kemampuan seseorang
dalam membayar pajak, yaitu pendapatan, pengeluaran, dan kekayaan; dan pada
umumnya kriteria yang dipakai adalah pendapatan. Sehubungan dengan itu
timbul suatu pertanyaan, bagaimanakah pajak yang harus dikenakan kepada dua
orang yang keadaan atau pendapatannya berbeda. Dalam hubungannya dengan
pendapatan, struktur pajak dapat dibedakan antara struktur pajak progresif,
proporsional, dan regressive. Suatu pajak dikatakan mempunyai struktur
progresif apabila persentase beban pajak terhadap pendapatan (yaitu beban
pajak/pendapatan) naik dengan se meningkatnya pendapatan. Struktur pajak
dikatakan proporsional apabila persentase beban pajak terhadap pendapatan
tidak berubah (atau tetap sama) dengan meningkatnya pendapatan. Apabila
persentase beban pajak terhadap pendapatan menurun dengan meningkatnya
pendapatan, maka struktur pajak disebut regresif.

15
Para ahli ekonomi dan politisi menyukai struktur pajak yang progresil
oleh karena struktur pajak yang demikian itu menyebabkan distribusi
pendapatan (sesudah kena pajak) menjadi lebih merata. Walaupun demikian,
teori ekonomi tidak dapat menyatakan bagaimana sebaiknya progresivitas dari
suatu pajak. Selain itu, para ahli ekonomi menyadari bahwa pajak yang terlalu
progresif akan menimbulkan pengaruh buruk terhadap investasi, hasrat untuk
bekerja, efisiensi, dan pembentukan modal. 11
M. Beban Lebih Pajak
Persyaratan lain dari suatu pajak yang baik adalah beban lebih pajak
haruslah seminimal mungkin. Beban lebih pajak adalah kerugian masyarakat
dengan adanya suatu pajak yang tidak dapat dikompensasikan. 12

N. Beban Lebih Pada Pendekatan Parsial


Ilustrasi beban lebih pada pendekatan parsial adalah sebagai berikut
apabila rokok dikenakan cukai, sehingga penawaran rokok bergeser ke atas
sebagaimana ditunjukka pada titik C, dengan adanya cukai berpindah ke titik A
dan jumlah barang yang dibeli berkurang dari OJ 1 menjadi OJ2 . penerimaan
sebesar OJ2BH1 dan penerimaan pemerintah dari cukai sebesar H1BAH2.
Dengan naiknya harga barang dari OH1 ke OH2 konsumen mengurangii
pembelian mereka sebesar J2J1 sehingga produsen kehilangan pembeli yang

11
Ibid hal. 219-221
12
Ibid hal.221-212

16
mengurangi pembelian mereka sebesar J1J2CA bukan merupakan kerugian
seluruh masyarakat (yang terdiri atas kosnumen dan produsen). 13
Pengurangan pembelian dan penjuaan rokok sebesar J2J1 ini akan
menyebabkan pengurangan penggunaan faktor-faktor produksi untuk kemudian
dialihkan penggunaanya untuk menghasilkan barang-barang lainya. Akibatnya
produksi barang lainya akan semakin besar dan menyebabkan penurunan harga
barang. Nilai kenaikan barang lainya lebih kecil dibandingkan dengan
penurunan nilai produk rokok yang dikenakan cukai. Faktor – faktor produksi
yang digunakan memproduksi barang lain sebanyak J2J1 mempunayai nilai
pesar sebesar J2J1CB. Jadi kita lihat bahwa nilai rokok yang berkurang (yang
merupakan kerugian masyarakat) sebesar J2J1AC sedangkan nilai pertambahan
barang lain (yang merupakan keuntungan masyarakat) sebesar J2J1CB, sehingga
terdapat beban lebih dari pajak (excess bunden) sebesar J2J1AC - J2J1CB atau
sebesar segitiga ABC.
Pada industri yang mempunyai struktur biaya konstan (constant cost
industry), besarnya beban lebih pajak sebesar :
W = ½ (OH2 - OH1) (OL2 – OL1) = ½ (H1H2) (J1J2)

13 Guritno Mangkoesobroto, Ekonomi Publik, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 2010, hal. 222

17
harga
S1

H4 So

H3

H2

H1 D2

D1
Jumlah

18
Apabila bentuk kurva penawaran mempunyai slope yang positif, maka
selain elastis permintaan besarnya beban lebih dari suatu paja juga bergantung
dari besarnya elastisitas penawaran dari barang yang dikenai pajak tersebut.
Semakin tinggi elastisitas penawaran suatu barang, maka semakin besar pula
beban lebih suatu paja yang dikenakan pada barang tersebut. Dan berlaku
sebaliknya, semakin inelastis penawra suatu barang maka semakin kecil beban
lebih suatu pajak. Untuk kurva penawaran dan kurva permintaan yang linier,
besarnya beban lebih suatu pajak dapat dihitung dengan mudah yaitu sebesar ½
IK(GK) + ½ IK (KH) = ½ IK (GK=KH14
O. Hubungan Antara Beban Lebih dan Elastisitas Permintaan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa besarnya beban lebih
berkaita sangat erat denga elastasitas permintaan. Hubungan tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut :
DWL = 0,5 (AB)(AC) = 0,5 ∆𝑸. ∆𝑷
= 0,5 𝜼𝒆 QPt2
Dimana :
DWL = Beban lebih (excess burden atau deadweight loss)
Q = jumlah barang yang dihasilkan
P = harga
t = tarif pajak (dalam persentase)
𝜼𝒆 = elastisitas permintaan
Semakin besar elastisitas maka akan semakin besar beban lebih, begitu
juga semakin besar tarif pajaknya maka semakin besar tarif pajaknya maka
semakin besar pula (secara kuadratik) beban lebih yang diderita masyarakat.
Apabila industri yang dikenakan pajak tidak mempunyai strukturbbiaya
konstam maka beban lebih tersebut harus memperhitungkan berkurangnya
surplus konsumen (consumers surplus) dan surplus produsen (produce surplus).
Karena itu, rumus di atas berubah menjadi :

14 Ibid. hal. 222-225

19
0,5𝐼 𝑃𝑄
DWL = 𝐼 𝐼
( )+( )
𝜂1 𝜂2

Dimana :
𝜂1 = elastisitas permintaan
𝜂2 = elastisitas penawaran15
P. Beban Lebih (Excess Burden) pada Pendekatan Keseimbangan Umum
Untuk melihat bagaimana perhitungan beban lebih dengan
memperhitungkan pasar lainya yang terait digunakan analisis keseimbangan
umum (general equilibiriumm analysis). Misalkan ada dua jenis barang (X dan
Y), dimana barang X dan Y merupakan subtitusi satu dan lainya (misal X adalah
minyak kelapa dan Y adalah minyak jagung). Kita misalkan lebih lanjut bahwa
Y telah dikenakan cukai dan kita ingin menganalisa beban lebib dari satu pajak
yang dikenakan terhadap barang X . diasumsikan kedua barang tersebut
mempunyai struktur biaya tetap.16

harga

H2 penawaran + pajak

H1 F E penawaran

Permintaan

Barang X

O jumlah

X2 X1

15
Ibid. hal. 226
16
Ibid. hal. 226-227

20
harga

Penawaran + pajak

H3 A B

Penawaran

H4 G C

Barang Y Permintaan 2

Permintaan 1

O Y1 Y2 jumlah

Q. Beberapa Kriteria Pajak Lainya


Beberapa kriteria suatu sistem pajak yang baik lainya adalah unsur
kepastian, biaya administrasi yang minimal, pelaksanaan (enforcement), dan
dapat diterima masyarakat. Investasi yang dilakukan masyarakat sangatlah
besar oleh sebab itu investasi masyarakat harus lah ada jaminanya, biaya
administrasi untuk melaksanakan suatu jenis pajak haruslah diusahakan
seminimal mungkin . jenis pajak yang berbeda memiliki biaya yang berbeda
pula, tergantung siapa yang menjadi wajib pajak pula. Misalnya wajib pajak
yang dikenakan kepada produsen akan berbeda dengan wajib pajak yang
dikenakan kepada pengecer. Jenis pajak yang baik harslah dapat dilaksanakan
dan dipaksakan (enforceable).
Selain itu kriteria lainya adalah bahwa suatu sistem pajak haruslah dapat
diterima oleh masyarakat sebab jika suatu sistem pajak tidak dapat diterima
masyarakat akan berusaha menghidar dari kewajiban membayar pajak.
Upaya menghindar wajib pajak dalam dilakukan secara legal (disebut
taxevasion), yang dilakukan masyarakat merupakan tindakan yang melawan
hukum , misalkan tidak melaporkan penghasilan yang sesungguhnya dengan

21
tujuan untuk mengurangi kewajiban membayar pajak penghasilan.
Taxavoidance merupakan tidakan yang tidak melanggar hukum misalnya
pengenaan pajak penghasilan disuatu negara yang terlalu tinggi menyebabkan
seseorang berpindah menjadi warga negara lain. 17

17 Ibid. hal. 227-228.

22
BAB III
KESIMPULAN
1. Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (dapat dipaksakan) yang
tertuang oleh yang wajib pajak membayarnya menurut peraturan umum
(Undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung
dapat diitunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran.
2. Maksud dari Insiden pajak Anggaran berimbang ini adalah pengaruh
distribututif suatu pajak terhadap pengeluaran pemerintah yang dibiayai dari
penerimaaan-penerimaan pajak dalam jumlah yang sama.
3. Ana analisis yang kedua ini hanya melihat pengaruh suatu jenis pajak (
misalnya pajak pendapatan) terhadap distribusi pendapatan masyarakat
tanpa melihat efek distributif dari suatu program pemerintah ( Pengeluaran
pemerintah ).
4. Analisis pajak diferensial menganalisis pengaruh distribusi pendapatan dari
suatu jenis pajak lain untuk membiayai aktivitas pemerintah dalam jumlah
yang sama. Dengan kata lain, insidens pajak diferensial menganalisis
berbagai alternatif pembiayaan dengan pajak akan suatu program
pemerintah.
5. Analisis pajak diferensial menganalisis pengaruh distribusi pendapatan dari
suatu jenis pajak lain untuk membiayai aktivitas pemerintah dalam jumlah
yang sama. Dengan kata lain, insidens pajak diferensial menganalisis
berbagai alternatif pembiayaan dengan pajak akan suatu program
pemerintah.
6. Teori Harberger ini mendeteksi beban akhir pajak dengan cara
mempertimbangkan pengaruh yang ditimbulkan oleh pasar-pasar lain yang
terkait, misalnya pasar barang lain dan pasar faktor produksi.
7. Prinsip-prinsip pajak :Pemungutan pajak harus adil, Pengaturan pajak harus
berdasarkan undang-undang, Jaminan hokum, Pungutan pajak tidak
mengganggu perekonomian.
8. Menurut prinsip ini membayar pajak sebesar manfaat yang dia terima dari
aktivitas pemerintah. Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa prinsip
manfaat sesuai dengan incidens keseimbangan, Anggaran kedua duanya
berdasarkan model pertukaran suka-rela (voluntary exchange model).

23
Dalam hal ini pengenaan pajak dapat didasari pada kriteria efisien, yaitu
dimana tingkat produksi tertentu pada biaya marginal sama dengan harga.
9. Prinsip membayar pajak, setiap orang harus membayar bagian (pajak) sesuai
dengan kemampuannya untuk membayar. Prinsip ini tidak mempunyai
dasar ilmiah karena didasari pada sesuatu yang sangat abstrak . suatu prinsip
perpajakan yang operasional maka mengukur kemampuan seseorang untuk
membayar pajak.
10. Konsep kesamaan dan absolut menyatakan bahwa distribusi haruslah
sedemikian rupa sehingga pengurangan kepuasan total di antara kedua
orang tersebut sama besarnya.
11. Konsep kesamaan proporsional menyatakan bahwa pengenaan pajak harus
sedemikian rupa sehingga proporsi dari pengurangan kepuasan total antara
kedua orang tersebut sama besarnya.
12. Pada konsep kesamaan pengorbanan marginal (equal marginal sacri fice),
beban pajak didistribusikan sedemikian rupa di antara A dan B sehingga
kepuasan total sesudah dikurangi pajak antara kedua orang tersebut sama
besarnya.
13. Persyaratan lain dari suatu pajak yang baik adalah beban lebih pajak
haruslah seminimal mungkin. Beban lebih pajak adalah kerugian
masyarakat dengan adanya suatu pajak yang tidak dapat dikompensasikan.
14. Semakin besar elastisitas maka akan semakin besar beban lebih, begitu juga
semakin besar tarif pajaknya maka semakin besar tarif pajaknya maka
semakin besar pula (secara kuadratik) beban lebih yang diderita masyarakat.
15. Beberapa kriteria suatu sistem pajak yang baik lainya adalah unsur
kepastian, biaya administrasi yang minimal, pelaksanaan (enforcement),
dan dapat diterima masyarakat.

24
Daftar Pustaka

Kaho,Joseph R., Keuangan di Era Otonomi Daerah. Jakarta:Rinerka Cipta.


Mangkoesoebroeto,Guritno. Ekonomi Publik.2010.Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.

Sardjono,Sigit.Masalah Pengenaan Pajak dan Upaya Menghindari Ditinjau Dari


Teori Ekonomi Mikro, 2009.Jurnal Ilmu Ekonomi.

25

Anda mungkin juga menyukai