Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak adalah beban bagi perusahaan, sehingga wajar jika tidak satupun perusahaan (wajib pajak)
yang dengan senang hati dan suka rela membayar pajak. Karena pajak adalah iuran yang sifatnya
dipaksakan, maka negara juga tidak membutuhkan “kerelaan wajib pajak‟. Yang dibutuhkan oleh
negara adalah ketaatan. Suka tidak suka, rela tidak rela, yang penting bagi negara adalah perusahaan
tersebut telah membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Lain halnya dengan
sumbangan, infak maupun zakat, kesadaran dan kerelaan pembayar diperlukan dalam hal ini.
Mengingat pajak adalah beban yang akan mengurangi laba bersih perusahaan, maka perusahaan akan
berupaya semaksimal mungkin agar dapat membayar pajak sekecil mungkin dan berupaya untuk
menghindari pajak. Namun demikian penghindaran pajak harus dilakukan dengan cara-cara yang
legal agar tidak merugikan perusahaan di kemudian hari. Penghindaran pajak dengan cara illegal
adalah penggelapan pajak. Hal ini perbuatan kriminal, karena menyalahi aturan yang berlaku.
Dalam ketentuan perpajakan, masih terdapat berbagai celah yang dapat dimanfaatkan oleh
perusahaan agar jumlah pajak yang dibayar oleh perusahaan optimal dan minimum (secara
keseluruhan). Optimal disini diartikan sebagai perusahaan tidak membayar sesuatu (pajak) yang
semestinya tidak harus dibayar, membayar pajak dengan jumlah yang paling sedikit namun tetap
dilakukan dengan cara yang elegan dan tidak menyalahi ketentuan yang berlaku.
Salah satu tujuan sebuah perusahaan didirikan adalah untuk tujuan ekonomi. Salah satu tolok ukur
keberhasilan sebuah perusahaan secara ekonomi adalah pencapaian laba bersih setelah pajak yang
tinggi. Laba bersih yang tinggi tentu diawali dengan pencapaian target penjualan yang tinggi,
kemudian diikuti dengan pengeluaran biaya-biaya yang efisien, dan pembayaran pajak yang optimal,
sehingga akan dicapai laba bersih setelah pajak yang maksimal. Ketika penjualan mencapai target,
namun biaya yang dikeluarkan jauh lebih tinggi, maka secara ekonomi hal tersebut hanya akan
menjadi sebuah pencapaian yang sia-sia. Demikian pula ketika laba bersih secara komersial sudah
mencapai angka yang optimal, karena didukung dengan pencapaian target penjualan yang maksimal
dan pengeluaran yang minimal, bisa jadi akan menjadi sia-sia ketika ternyata laba habis tergerus
beban pajak yang tidak seharusnya. . Dalam hal ini, Saya akan membahas mengenai salah kasus
penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group yang telah terungkap namun belum
jelas mengenai tuntutan hukum dan proses peradilan bagi tersangkanya.
.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kasus penggelapan pajak ini terjadi?


2. Apa dampak dari penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group bagi Negara?
3. Pajak Apa Sajakah yang di Gelapkan Oleh PT.Asian Agri Group ?
4. Apa sanksi yang diberikan kepada PT Asian Agri Group atas kasus penggelapan pajak ini?

1
BAB II
PEMBAHASAN

PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja
Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006 Tanoto
adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5
triliun). Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin
Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada
tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT AAG
yang mengetahui seluk-beluk keuangannya.

Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent
kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam
pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo. Pada tanggal 1
Desember 2006 Vincent sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT
AAG yang dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital. Salah satu dokumen
tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export
Sales)”, disusun pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT AAG
secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude
Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar
untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di
dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi
rekanan PT AAG sebagian adalah perusahaan fiktif.

Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan


permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak karena memang permasalahan PT AAG tersebut terkait
erat dengan perpajakan. Direktur Jendral Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus
yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan
serangkaian penyelidikan termasuk penggeledahan terhadap kantor PT AAG, baik yang di Jakarta
maupun di Medan.

Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan terjadinya


penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai
(PPN). Selain itu juga bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan
pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun.
mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar. mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar.
Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai
total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-
2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan
negara hingga Rp 1,3 triliun.

Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah ditetapkan 8
orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL.
Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan penanggung jawab
perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah mencekal 8 orang
tersangka tersebut.

Terungkapnya kasus penggelapan pajak oleh PT AAG tidak terlepas dari pemberitaan
investigatif Tempo baik koran maupun majalah dan pengungkapan dari Vincent. Dalam konteks
pengungkapan suatu perkara, apalagi perkara tersebut tergolong perkara kakap, mestinya dua pihak
ini mendapat perlindungan sebagai whistle blower. Kenyataannya, dua pihak ini di blamming. Alih-
alih memberikan perlindungan, aparat penegak hukum malah mencoba mempidanakan tindakan
para whistle blower ini.

2
Vincent didakwa dengan pasal-pasal tentang pencucian uang karena memang dia, bersama rekannya,
sempat mencoba mencairkan uang PT AAG.

Menurut UU pajak sanksi dibagi menjadi dua yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana.
Sanksi administrasi adalah sanksi berupa denda, bunga, dan sanksi kenaikan. Sanksi pidana adalah
sanksi berupa kurungan dan penjara. Mahkamah Agung (MA) menghukum Asian Agri, perusahaan
perkebunan kelapa sawit milik Sukanto Tanoto bayar denda Rp 2,5 triliun atas kasus penggelapan
pajak. Putusan perkara penggelapan pajak diputuskan sebagai corporate liability (pertanggungjawaban
kolektive) yaitu Fucarious Liability (Perusahaan bertanggung jawab atas perbuatan pidana
karyawannya).

Penggelapan yang dilakukan PT Asian Agri Group dan 14 perusahaan yang tergabung adalah
: PT. Dasa Anugrah Sejati, PT. Raja Garuda Mas Sejati, PT. Saudara Sejati Luhu, PT. Indo Sepadan
Jaya, PT. Nusa Pusaka Kencana, PT. Andalas Intiagro Lestari, PT. Tunggal Yunus Estate, PT.
Rigunas Agri Utama, PT. Rantau Sinar Karsa, PT. Sispra Matra Abadi, PT. Mitra Unggul Pusaka, PT.
Hari Sawit Jaya, PT. Inti Indosawit Subur, dan PT. Gunung Melayu.

PT Asian Agri Group dikenai sanksi pidana oleh MA berupa denda pajak sebesar 2,5 triliun
dalam kasus penggelapan pajak dengan terdakwa Manager pajak Asian Agri berdasarkan keputusan
Mahkamah Agung (MA) No 2239.K/PID.SUS/2012 tanggal 18 Desember 2012 yang divonis 2 tahun
dengan masa percobaan 3 tahun karena memasukkan data pajak yang tidak sebenarnya (self
assesment) melanggar prinsip hukum pajak yaitu memenuhi kewajiban membayar pajak dengan
melaporkan secara jujur sendiri kewajiban hutang pajaknya (terdakwa mengisi data palsu kewajiban
perusahaan). Sehingga berturut-turut selama 4 tahun sejumlah 16 perusahaan tidak/kurang membayar
kewajiban pajak yang sebenarnya.

Akibat kasus penggelapan pajak ini, Negara dirugikan senilai Rp. 1.259.977.695.652 (satu
triliun dua ratus lima puluh Sembilan milyar sembilan ratus tujuh puluh tujuh juta enam ratus
sembilan puluh lima ribu enam ratus lima puluh dua rupiah). Dan perusahaan yang bergabung dengan
AAG group harus membayar senilai 2 x Rp 1.259.977.695.652 = 2.519.955.391.304. Sedangkan
Direktorat jenderal Pajak akan menagih kekurangan pajak sebesar RP. 1,25 triliun selama 2002 - 2005
dengan dendanya sebesar 1,9 triliun. Adapun rincian tagihan pajak terhadap tunggakan pajak Asian
Agri adalah :

- Pokok pajak RP. 1,295 triliun


- Sanksi pajak Rp. 653,4 miliar
- Total 1,913 triliun.

PT Asian agri Group sempat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak namun, menurut Dirjen Pajak
Fuad Rahmany setelah dalam proses hukum selama 6 tahun, MA memutuskan Asian Agri kalah, dan
harus membayar dendanya sebesar Rp 2,5 triliun atau 200% dari pokok tunggakan pajaknya.

3
BAB III

PENUTUP

Kasus Asian Agri adalah cermin sempurna bagi penegak hukum kita. Dari situ tergambar,
sebagian dari mereka tidak sungguh-sungguh menegakkan keadilan, malah berusaha menyiasati
hukum dengan segala cara. Tujuannya bisa jadi untuk melindungi orang kaya yang diduga melakukan
kejahatan. Dan kalau perlu dilakukan dengan cara mengorbankan orang yang lemah. Persepsi itu
muncul setelah petugas Kepolisian Daerah Metro Jaya bersentuhan dengan kasus dugaan penggelapan
pajak Asian Agri, salah satu perusahaan milik Sukanto Tanoto. Kejahatan ini diperkirakan merugikan
negara Rp 786 miliar. Polisi bersemangat mengusut Vincentius Amin Sutanto, bekas pengontrol
keuangan perusahaan itu, hingga akhirnya dihukum 11 tahun penjara. Padahal justru dialah yang
membongkar dugaan penggelapan pajak dan money laundering oleh Asian Agri. Pemerintah mestinya
berterima kasih kepada mereka. Dugaan penggelapan pajak itu bukannya mengada-ada. Direktorat
Jenderal Pajak telah menetapkan hina anggota direksi Asian Agri sebagai tersangka kasus pidana
pajak. Jika kasus ini segera ditangani dengan tuntas, amat besar uang negara yang bisa diselamatkan.
Upaya ini juga akan mencegah pengusaha lain melakukan penyelewengan serupa, sehingga tujuan
pemerintah mendongkrak penerimaan pajak tercapai. Tidak sewajarnya polisi mengkhianati program
pemerintah. Mereka seharusnya segera mengusut pula dugaan pencucian uang yang dilakukan Asian
Agri. Perusahaan ini diduga menyembunyikan hasil "penghematan" pajak ke berbagai bank di luar
negeri. Inilah yang mestinya diprioritaskan dibanding membidik orang yang justru membantu
membongkar dugaan penggelapan pajak.

4
DAFTAR PUSTAKA

Gurung, Jimmy. Kasus Penggelapan PAjak Oleh PT. Diakses pada 2 November 2022 dari
https://www.academia.edu/30982149/Makalah_Kasus_Penggelapan_Pajak_Oleh_PT

Setiawati, Dwi Oktavia.Analisa Kasus Pajak PT.Asian Agri Group. Diakses pada 2 November 2022
dari
https://www.academia.edu/32743608/ANALISA_KASUS_PAJAK_PT_ASIAN_AGRI_GROUP_doc
x

Unknown.2022. Resume Kasus hukum PT. Asian Agri. Diakses pada 2 November dari
https://www.studocu.com/id/document/universitas-bina-nusantara/accounting/resume-kasus-hukum-
pt-asian-agri/9246752

Anda mungkin juga menyukai