Anda di halaman 1dari 4

Nama : Joshua Pratama Saha

Nim : 16010000056

1) Dalam menjelaskan proses terjadinya perilaku kejahatan, Sutherland mengajukan proposisi


sebagai berikut:

a. Perilaku kejahatan adalah perilaku yang dipelajari. Secara negatif berarti perilaku
kejahatan tidak diwarisi.
b. Perilaku kejahatan dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dalam suatu proses
komunikasi. Komunikasi tersebut terutama bersifat lisan maupun dengan
mengunakan bahasa isyarat.
c. Bagian yang terpenting dalam proses mempelajari tingkah laku kejahatan terjadi
dalam kelompok personal yang intim. Secara negatif, komunikasi yang bersifat
nirpersonal seperti melalui bioskop, surat kabar, secara relative, tidak mempunai
peranan yang penting dalam terjadinya perilaku kejahatan.

2). Etiologi kriminal (criminele aetiologie, criminal aetiology) adalah ilmu yang menyelidiki
atau yang membahas asal usul atau sebab-musabab kejahatan (kausa kejahatan). Adapun
beberapa unsur yang turut menjadi penyebab terjadinya kejahatan dari hasil penelitian dan
penyelidikan adalah sebagai berikut:

1. Terlantarnya anak-anak.
Kejahatan anak-anak dan pemuda sudah merupakan bagian yang besar dalam kejahatan,
lagi pula penjahat-penjahat yang sudah dewasa pada umumnya sejak mudanya menjadi
penjahat dan sudah merosot kesusilaannya, sejak kecil. Dengan meneliti tentang sebab
musabab kejahatan anak, diharapkan dapat menemukan tindakan pencegahannya dan
bermanfaat pula untuk menghadapi tindak-tindak kejahatan pada orang dewasa. Apabila
dicermati bahan kajian yang sudah ada, akan terlihat jelas tentang pentingnya pengaruh
lingkungan masyarakat dimana anak itu tinggal terhadap timbulnya kejahatan. Dengan
adanya lingkungan hidup yang sangat buruk akan berpengaruh terhadap kecenderungan
anak-anak melakukan kejahatan. Pertumbuhan perindustrian juga dapat menimbulkan
kejahatan yang dilakukan oleh anak secara mencolok, hal demikian akan diperparah lagi
terutama pada waktu perang yang niscaya merupakan suatu bencana.
2. Kesengsaraan.
Para ahli statistik sosiologi dapat mengidentifikasi bahwa angka pencurian akan semakin
bertambah bila keadaan kehidupan masyarakat semakin sukar yang ditandai dengan
naiknya harga kebutuhan pokok. G. von Mayr dalam bukunya Criminology and
Economic Conditions, berhasil mengumpulkan bahanbahan dari 18 (delapan belas)
negara yang membuktikan adanya hubungan antara kejahatan dan kondisi ekonomi.
Pengaruh dari harga kebutuhan pokok dan rangkaiannya tak dapat diabaikan terhadap
meningkatnya kejahatan. Dari sejumlah penjahat ekonomi juga dapat diketahui bahwa
semakin banyaknya pengangguran juga penyumbang penting adanya kondisi demikian,
bahkan pengangguran mempunyai daya rusak yang hebat dalam lapangan yang lebih
luas, termasuk kejahatan kesusilaan. Pengaruh kesengsaraan terhadap kejahatan ekonomi
terutama kejahatan pencurian biasa pada masyarakat yang masih sederhana sedangkan
penggelapan, penipuan dan pemalsuan terdapat pada masyarakat yang lebih maju.
3. Alkoholoisme.
Pengaruh alkoholisme terhadap kejahatan sampai sekarang masih menempati posisi yang
cukup besar dan beragam. Meski sekarang sudah usang –namun masih debatable-
pendapat yang menyatakan bahwa penyalahgunaan minuman keras akan berpengaruh
negatif terhadap keturunan. Pengaruh langsung alkoholisme terhadap kejahatan
dibedakan menjadi 2 (dua) antara yang chronis dan yang akut, tentu saja peralihan
bentuknya dari satu ke yang lain sangat bergantung dari kebiasaan minum minuman keras
pada daerah yang bersangkutan, termasuk dalam memperoleh penghargaan subyektifnya.
Hal demikian juga masih banyak dipengaruhi pendapat subyektif polisi yang
melakukan/ditugasi membuat berita acara dan pencatatan statistik kriminal. Sehingga
angka statistik kriminal amat relatif keberlakuannya.

3) kasus Rendi (18) dan Desi Lasar Diyanti (18) yang merupakan suami istri bertengkar untuk
memperebutkan hak asuh anak mereka. Korban tidak mau menyerahkan anaknya dengan alasan
suaminya tidak bekerja dan anaknya masih kecil. Karena merasa kesal tidak bisa mendapatkan
anaknya, pelaku langsung mengambil pisau di dapur dan menikam jari dan kaki korban hingga
terluka. Karena tidak terima dengan tindakan suaminya tersebut, akhirnya korban melaporkan
kejadian itu ke Polres Pangkalpinang. Laporan mengenai tindak kekerasan tersebut sudah
diterima Polres Pangkalpinang dan saat ini pelaku masih dalam pengejaran pihak kepolisian.

Kekerasa Dalam Rumah Tangga dalam kasus ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain:

a. Ekonomi

Dalam kasus di atas diketahui bahwa pelaku Rendi tidak bekerja, hal ini tentu
menyebabkan perekonomian keluarganya tergolong rendah dan menimbulkan
ketidakpercayaan isteri kepada suami untuk memberikan anak mereka yang masih
berumur 1 Tahun.

b. Usia perkawinan

Pada kasus ini diketahui bahwa Rendi (suami) dan  Desi Lasar Diyanti (isteri) diketahui
sama-sama masih berumur 18 Tahun, hal ini dapat menjadi faktor dari ketidakharmonisan
hubungan suami isteri tersebut, akibat belum matangnya usia mereka dalam berfikir dan
bertindak. Sehingga menyebabkan usia perkawinan tidak dapat berlangsung panjang dan
kini mereka telah pisah ranjang.

c. Tidak ada bantuan pihak ke-3

Dikarenakan usia mereka masih dini yakni 18 Tahun, seharusnya ditengah permasalahan
meraka ada pihak ke-3 yang menengahi dan membantu menyelesaikan, sehingga tidak
akan menimbulkan pertengkaran yang berlangsung berkali-kali diantara keduanya tanpa
ada penyelesaian yang baik.

 Menurut Lenore Walker, faktor yang paling berpengaruh terhadap KDRT adalah[5]:

a) Nilai-Nilai Budaya Patriarkhal

Munculnya anggapan bahwa posisi perempuan lebih rendah daripada laki-laki atau
berada di bawah otoritas dan kendali laki-laki. Hubungan perempuan dan laki-laki seperti
ini telah dilembagakan di dalam struktur keluarga patriarkhal dan didukung oleh
lembaga-lembaga ekonomi dan politik dan oleh sistem keyakinan, termasuk sistem
religius, yang membuat hubungan semacam itu tampak alamiah, adil secara moral, dan
suci (Emerson Dobash, 1979: 33-34). Lemahnya posisi perempuan merupakan
konsekuensi dari adanya nilai-nilai patriarki yang dilestarikan melalui proses sosialisasi
dan reproduksi dalam berbagai bentuk oleh masyarakat maupun negara.

b) Tatanan Hukum Yang Belum Memadai

Aspek-aspek hukum, berupa substansi hukum (content of law), aparat penegak hukum
(structure of law), maupun budaya hukum dalam masyarakat (culture of law) ternyata
tidak memihak terhadap kepentingan perempuan, terutama dalam masalah kekerasan.
KUHP yang menjadi acuan pengambilan keputusan hukum dirasakan sudah tidak
memadai lagi untuk mencover berbagai realitas kekerasan yang terjadi di masyarakat.

4) dalam kasus di atas, apabila dikaji berdasarkan teori sutherland maka terjadi karena faktor
komunikasi. Sutherland mengungkapkan bahwa Perilaku kejahatan dipelajari dalam interaksi
dengan orang lain dalam suatu proses komunikasi. Komunikasi tersebut terutama bersifat lisan
maupun dengan mengunakan bahasa isyarat. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa cekcok
yang terjadi antara pelaku dan korban mengakibatkan terjadinya KDRT. Kemudian sutherland
juga mengungkapkan perilaku kejahatan merupakan pernyataan kebutuhan dan nilai-nilai umum,
akan tetapi hal tersebut tidak dijelaskan oleh kebutuhan dan nila-nilai, sebab perilaku yang bukan
kejahatan juga merupakan pernyataan dari nilai yang sama. Karena tidak mendapatkan hak asuh
dimana hal tersebut menjadi kebutuhan pelaku membuat pelaku melakukan kejahatan demi
mendapatkan hak asuh.

Anda mungkin juga menyukai