Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

DISUSUN OLEH :
SANTOSIUS
P2002053

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
TAHUN 2021
2

A. Masalah Utama
Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek rangsangan dari
luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh panca indra. Halusinasi
merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan sensori
persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada.
Pasien gangguan jiwa mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas (Yusuf, PK,
& Nihayati, 2015).
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perubahan sensori
persepsi yang disebabkan stimulus yang sebenarnya itu tidak ada (Sutejo, 2017).
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata,
sehingga klien menginterpretasikan sesuatu yang tidak nyata tanpa stimulus atau
rangsangan dari luar (Stuart dalam Azizah, 2016). Berdasarkan pengertian halusnasi
itu dapat diartikan bahwa, halusinasi adalah gangguan respon yang diakibatkan oleh
stimulus atau rangsangan yang membuat klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak ada.

2. Tanda dan Gejala


Menurut (Azizah, 2016) tanda dan gejala perlu diketahui agar dapat menetapkan
masalah halusinasi, antara lain :
a. Berbicara, tertawa, dan tersenyum sendiri
b. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
c. Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat untuk
mendengarkan sesuatu
d. Disorientasi
e. Tidak mampu atau kurang konsentrasi
f. Cepat berubah pikiran
g. Alur pikiran kacau
h. Respon yang tidak sesuai
3

i. Menarik diri
j. Sering melamun

3. Penyebab
Yang menjadi penyebab atau sebagai triger munculnya halusinasi antara lain klien
menarik diri dan harga diri rendah. Akibat rendah diri dan kurangnya keterampilan
berhubungan sosial klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak selanjutnya
klien akan lebih terfokus pada dirinya. Stimulus internal menjadi lebih dominan
dibandingkan stimulus eksternal. Klien lama kelamaan kehilangan kemampuan
membedakan stimulus internal dengan stumulus eksternal. Kondisi ini memicu
terjadinya halusinasi
Tanda dan gejala :

a. Aspek fisik :

- Makan dan minum kurang

- Tidur kurang atau terganggu

- Penampilan diri kurang

- Keberanian kurang

b. Aspek emosi :

- Bicara tidak jelas, merengek, menangis seperti anak kecil

- Merasa malu, bersalah

- Mudah panik dan tiba-tiba marah

c. Aspek sosial

- Duduk menyendiri

- Selalu tunduk

- Tampak melamun

- Tidak peduli lingkungan

- Menghindar dari orang lain

- Tergantung dari orang lain


4

d. Aspek intelektual

- Putus asa

- Merasa sendiri, tidak ada sokongan

- Kurang percaya diri

Menurut Yosep (2014) terdapat dua faktor penyebab halusinasi, yaitu:

a. Faktor presdisposisi

1) Faktor Perkembangan

Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan
keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang
percaya diri, dan lebih rentan terhadap stress.

2) Faktor Sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi sehingga akan merasa
disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya

3) Faktor Biokimia

Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan
dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang bersifat
halusiogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak,misalnya terjadi ketidakseimbangan acetylchoin dan dopamine.

4) Faktor Psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif.

Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien mengambil keputusan tegas, klien
lebih suka memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.

5) Faktor Genetik dan Pola Asuh Penelitian

Menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofrenia cenderung
mengalami skizofrenia .

b. Faktor Presipitasi Menurut Rawlins dan Heacock dalam Yosep (2014)

dalam hakekatnya seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur bio-
psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi,yaitu:
5

1) Dimensi Fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan luar biasa,
penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium dan kesulitan tidur dalam waktu yang
lama.

2) Dimensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi. Halusinasi
dapat berupa perintah memasa dan menakutkan. Klien tida sanggup menentang
sehingga klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

3) Dimensi Intelektual

Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami penurunan fungsi ego. Awalnya
halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang
menekan,namun menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.

4) Dimensi Sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosialdi dalam fase awal dan comforting
menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat membahayakan. Klien halusinasi lebih
asyik dengan halusinasinya seolah-olah itu tempat untuk bersosialisasi.

5) Dimensi Spiritual

Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak
bermakna, dan hilangnya aktivitas beribadah. Klien halusinasi dalam setiap bangun
merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya
4. Jenis-jenis halusinasi

a. Pendengaran : Mendengar suara- suara / kebisingan, paling sering suara kata yang
jelas, berbicara dengan klien bahkan sampai percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar jelas dimana klien mendengar
perkataan bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang- kadang dapat
membahayakan

b. Penglihatan : stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar giometris, gambar


karton dan atau panorama yang luas dan komplek. Penglihatan dapat berupa sesuatu
yang menyenangkan/ sesuatu yang menakutkan seperti monster.

c. Penciuman : membau bau- bau seperti bau darah, urine, feses umumnya bau-bau yang
tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya sering kibat stroke, tumor,
kejang/ dernentia.

d. Pengecapan : merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine, feses.

e. Perabaan : mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

f. Sinestetik : merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena (arteri), pencernaan
makanan.

g. Kinestetik : merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.


5. Rentang Respon

Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari suatu stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indra. Respon neurobiologis sepanjang rentang
sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan
perilaku sesuai sampai dengan respon maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan
isolasi sosial.

a. Respon adaptif

Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang
berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi
suatu masalah akan dapat memecahkan asalah tersebut.

Respon adaptif :

1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan

2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan

3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari


pengalaman ahli
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran
5) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan
b. Respon psikosossial
Meliputi :

1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.

2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan
yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indra

3) Emosi berlebihan dengan kurang pengalaman berupa reaksi emosi yang


diekspresikan dengan sikap yang tidak sesua

4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran

5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang


lain.
c. Respon maladapttif

Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang


menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, ada pun respon
maladaptive antara lain :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakinioleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan
sosial
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal
yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi merupakan ketidakmampuan mengontrol emosi
seperti menurunnya kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan,
dan kedekatan.
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan ketidakteraturan perilaku berupa
ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang di timbulkan
5) Isolasi sosisal adalah merupakan kondisi dimana seseorang merasa kesepian
tidak mau berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya. (Stuart,
2017).

6. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stress (Prabowo,2014).
7. Tahapan halusinasi
Menurut stuart dan laraia dalam Prabowo, 2014 menunjukan tahapan terjadinya
halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase mempunyai karakteristik yang berbeda
yaitu:
a. Tahap I (Comforting)
Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum halusinasi
merupakan suatu kesenangan dengan karakteristik klien mengalami ansietas,
kesepian, rasa bersalah dan ketakutan, mencoba berfokus pada pikiran yang dapat
menghilangan ansietas, pikiran dan pengalaman masih dalam kontrol kesadaran.
Perilaku klien yang mencirikan dari tahap I (Comforting) yaitu tersenyum atau
tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat,
respon verbal yang lambat, diam dan berkonsentrasi.
b. Tahap II (Condeming)
Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi menyebabkan rasa
antisipasi dengan karakteristik pengalaman sensori menakutkan, merasa
dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut, mulai merasa kehilangan control,
menarik diri dari orang lain. Perilaku klien yang mencirikan dari tahap II yaiu
dengan terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah,
perhatian dengan lingkungan berkurang, konsentrasi terhadap pengalaman
sensorinya, kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas.
c. Tahap III (Controlling)
Mengontrol, tingkat kecemasan berat, pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak
lagi dengan karakteristik klien menyerah dan menerima pengalamansensorinya
(halusinasi), isi halusinasi menjadi atraktif, dan kesepian bila pengalaman sensori
berakhir. Perilaku klien pada tahap III ini adalah perintah halusinasi ditaati, sulit
berhubungan dengan orang lain, perhatian terhadap lingkungan berkurang, hanya
beberapa detik, tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan
berkeringat
d. Tahap IV (Conquering)
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi, klien tampak panik. Karakteristiknya
yaitu suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak diikuti. Perilaku klien
pada tahap IV adalah perilaku panik, resiko tinggi mencederai, agitasi atau kataton,
tidak mampu berespon terhadap lingkungan

8. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri
sendiri, mekanisme koping halusinasi menurut Yosep (2016), diantaranya
a. Regresi Proses untuk menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku
kembali pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah
proses informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas, menjadi malas
beraktivitas sehari-hari
b. Proyeksi Keinginan yang tidak dapat di toleransi, mencurahkan emosi pada orang
lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk
menjelaskan kerancuan identitas).
c. Menarik diri Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis. Reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber stressor,
sedangkan reaksi psikologis yaitu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri,
tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.

9. Pohon Masalah

Risiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal)
effect

Gangguan persepsi sensori: halusinasi

Core Problem

Isolasi sosial
Causa

C. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji

1. Masalah keperawatan

a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi

c. Isolasi sosial : menarik diri

2. Data yang perlu dikaji

a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan Data


Subyektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya. Data
Objektif :
- Mata merah, wajah agak merah.

- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,


memukul diri sendiri/orang lain.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang- barang.

b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi Data


Subjektif :
- Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata
- Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
- Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus

- Klien merasa makan sesuatu

- Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya

- Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar

- Klien ingin memukul/melempar barang-barang Data


Objektif :
- Klien berbicara dan tertawa sendiri

- Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu

- Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu


- Disorientasi

c. Isolasi sosial : menarik diri

Data Subyektif :

Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.

Data Obyektif :
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi
sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada saat
tidur, Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan

D. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan dibuktikan


dengan mendengar suara bisikan atau melihat bayangan

2. Isolasi sosial berhubungan dengan ketidakadekuatan sumber daya personal


dibuktikan dengan tidak berminat berinteraksi dengan orang lain atau lingungan

3. Risiko perilaku kekerasan dibuktikan dengan halusinasi


E. Rencana Tindakan Keperawatan

No. Diagnosa keperawatan SLKI SIKI

Dx
1. Gangguan persepsi Persepsi sensori (L. 13124) Manajemen Halusinasi : (I.
Setelah dilakukan…..x pertemuan 09288)
sensori (D.0085)
diharapkan pasien mampu memenuhi Observasi :
berhubungan dengan kriteria hasil: 1. Monitor prilaku yang
gangguan penglihatan a. Verbalisasi mengindikasi halusinasi
mendengar bisikan (5) 2. Monitor an sesuaikan
b. Verbalisasi melihat bayangan (5) tingkat aktivitas dan
c. Verbalisasi merasakan sesuatu stimulasi lingkungan
melalui indra perabaan (5) 3. Monitor isi halusinasi
d. Verbalisasi merasakan sesuatu (misalnya : Kekerasan dan
melalui indra penciuman (5) membahayakan diri)
e. Verbalisasi merasakan sesuatu Terapeutik :
melalui indra pengecapan (5) 1. Pertahankan lingkungan
f. Distorsi sensori (5) yang aman
2. Lakukan tindakan
g. Perilaku halusinasi (5)
keselamatan ketika tidak
dapat mengontrol prilaku
Skala outcome:
3. Diskusikan perasaan
1 : menurun
dan respons terhadap
2 : cukup Menurun
halusinasi
3 : sedang
4. Hindari perdebatan
4 : cukup meningkat
5 : meningkat tentang validitas
halusinasi

Edukasi :
1. Anjurkan memonitor
sendiri situasi terjainya
halusinasi
2. Anjurkan bicara pada orang
yang dipercaya untuk
memberi dukungan dan
umpan balik korektif terhadap
halusinasi
3. Anjurkan melakukan distraksi
(misalnya; mendengarkan
musik, melakukan aktivitas
fisik an teknik relaksasi)
4. Ajarkan pasien dan keluarga
cara mengontrol halusinasi
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat
antipsikotik dan
antiansietas, jika perlu.

2 Isolasi sosial (D. 0121) Keterlibatan sosial (L. 13115) Proosi sosialisasi ( I.13498)
berhubungan dengan Setelah dilakukan…..x pertemuan Observasi :
ketidakadekuatan sumber daya diharapkan pasien mampu memenuhi 1. Identifikasi kemampuan
personal kriteria hasil: melakukan interaksi dengan
a. verbalisasi isolasi (5) orang lain
b. verbalisasi ketidakamanan di 2. Identifikasi hambaatan
tempat umum (5) melakukan interaksi degan
orang lain
c. perilaku menarik diri (5) 3. Memotivasi meningkatkan
keterlibatan dalam suatu
d. verbalisasi perasaan berbeda
hubungan
dengan orang lain (5)
4. Motivasi berpartisipasi dalam
skala outcome: 1
aktifitas baru dan kegiatan
: meningkat
kelompok
2 : cukup meningkat 3 :
5. Berikan umpan balik positif
sedang
dalam perawatan diri
4 : cukup menurun 5 :
dan setiap
menurun
peningkatan kemampuan

Edukasi :

1. Anjurkan berinteraksi ddengan


orang lain secara bertahap
2. Anjurkan berbagi
pengalaman dengan
orang lain
3. Latih bermain peran untuk
meningkatan keterampilan
komunikasi
4. Latih mengekspresikan marah
dengan tepat

3 Risiko perilaku kekerasan kontrol diri (L. 09076) Pencegahan perilaku


dibuktikan dengan Setelah dilakukan…..x pertemuan kekerasan (I. 14544) Observasi
halusinasi diharapkan pasien mampu memenuhi 3.1 monitor adanya benda yang
kriteria hasil: berpotensi membahayakan
(mis. Benda tajam, tali)
a. verbalisasi ancaman kepada 3.2 monitor keamanan
orang lain (5)
barang yang dibawa oleh
b. verbalisasi umpatan (5)

c. perilaku menyerang (5)


d. perilaku melukai diri sendiri/ pengunjung
orang lain (5)
3.3 monitor selama
e. perilaku merus
penggunaan barang yang dapat
f. bicara ketus (5) membahayakan (mis. Pisau cukur)
Teraupetik

3.4 pertahankan lingkungan


skala outcome: 1 bebas dari bahaya secara rutin
: meningkat 3.5 libatkan keluarga dalam
2 : cukup meningkat 3 : perawatan
sedang Edukasi
4 : cukup menurun 5 :
3.6 anjurkan pengunjung dan
menurun
keluarga untuk mendukung
keselamatan pasien
3.7 latih cara
mengungkapkan perasaan secara
asertif
3.8 latih mengurangi
kemarahan secara verbal dan
nonverbal ( mis. Relaksasi,
bercerita)
STRATEGI PELAKSANAAN : PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI
HALUSINASI

A. Kondisi Klien

Petugas mengatakan bahwa klien sering menyendiri di kamar


Klien sering ketawa dan tersenyum sendiri
Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang membisiki dan isinya
tidak jelas serta melihat setan-setan.
B. Diagnosa Keperawatan

Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar


C. Tujuan

Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:

1) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya

2) Pasien dapat mengontrol halusinasinya

3) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal


D. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

ORIENTASI:
”Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa keperawatan dari UKSW yang akan
merawat bapak Nama Saya Agung Nugroho, biasa dipanggil Agung. Nama bapak
siapa?Bapak Senang dipanggil apa?”
”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini
bapak dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu?
Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit”

KERJA:
”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan suara
itu?”
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering
bapak dengar suara? Berapa kali sehari bapak mendengar suara-suara tersebut?
Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri atau saat
bersama dengan orang lain?”
” Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu
suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah
suara-suara itu muncul?
” bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama,
dengan menghardik atau membentak suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan
yang ke empat minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik
membentak”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak bilang,
pergi saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu
diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak peragakan! Nah
begitu, … bagus! Coba lagi! Ya bagus bapak sudah bisa”
TERMINASI:
”Bagaimana perasaan bapak setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu
SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua:
bercakap-cakap dengan orang lain

engontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di sini sa

engan bapak Contohnya begini; … tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang di

m jadwal kegiatan harian bapak. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta sewaktu
SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:
melaksanakan aktivitas terjadwal
Orientasi: “Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah
suara-suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita
latih ? Bagaimana hasilnya ? Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar
cara yang ketiga untuk mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal.
Mau di mana kita bicara? Baik kita duduk di ruang tamu. Berapa lama kita bicara?
Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”
Kerja: “Apa saja yang biasa bapak lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam
berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah
banyak sekali kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan
tersebut). Bagus sekali bapak bisa lakukan. Kegiatan ini dapat bapak lakukan
untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi
agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.
Terminasi: “Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap cara yang
ketiga untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang
telah kita latih untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan
dalam jadwal kegiatan harian bapak Coba lakukan sesuai jadwal ya!(Saudara
dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikut sampai terpenuhi seluruh
aktivitas dari pagi sampai malam) Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti,
kita membahas cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam berapa?
Bagaimana kalau jam 12.00 ?Di ruang makan ya! Sampai jumpa.”

SP4 : Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur

h kita latih ? Apakah jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik. Hari ini kita akan m

dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang bapak minum ? (Perawat menyiapkan obat pasien)
gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang merah jambu (HP) 3 kali sehari jam nya sama
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah berapa cara yang ki
DAFTAR PUSTAKA

Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995

Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
1999
Keliat BA. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta :
FIK UI. 1999
Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,
RSJP Bandung, 2000
Saktian Yusuf. Laporan Pendahuluan Halusinasi.
https://www.academia.edu/28333404/LAPO
RAN_PENDAHULUAN_HALUSINASI. Diakses pada tanggal 14 maret
2021.
Putri Lia. Makalah Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi Pendengaran.
https://www.academi
a.edu/16870056/MAKALAH_ASUHAN_KEPERAWATAN_JIWA_HAL
USINASI_PENDENGARAN_bonita. Diakses pada tanggal 14 maret
2021.
Elvira Helidrawati. Tinjauan Pustaka Halusinasi
http://repository.pkr.ac.id/464/7/BAB%202%20Tinjauan
%20Pustaka.pdf
warsono. Makalah halusinasi
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2146/3/WARSONO.pdf
B Hernandi . Tinjauan Pustaka Halusinasi
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2581/4/Chapter%202.pdf

Anda mungkin juga menyukai