Anda di halaman 1dari 43

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan tidur adalah kelainan dari pola tidur seseorang. Hal ini akan

menimbulkan penurunan kualitas tidur yang berdampak pada kesehatan dan keselamatan

penderitanya. Gangguan tidur dapat ditandai dengan rasa mengantuk pada siang hari,

kesulitan tidur pada malam hari, atau siklus tidur dan bangun yang tidak teratur.

Gangguan tidur yang tidak ditangani dengan baik dapat meningkatkan risiko munculnya

berbagai penyakit lain, seperti hipertensi dan penyakit jantung (Kaplan dan Sadock,

2015).

Prevalensi dalam studi penelitian yang dilakukan oleh Ugras dan Ostekin

(2007) dalam Cicek, Armutcu, Dizer et al., (2014), menyatakan bahwa faktor

lingkungan dan pemberian terapi intervensi yang diberikan oleh perawat terhadap

pasien di ICU dapat mempengaruhi kebutuhan tidur pasien, terdapat 78,6% pasien

mengalami gangguan tidur. Sedangkan dalam penelitian di Intensive Care Brasilia

didapatkan hasil bahwa 60% pasien yang sedang dalam menjalani masa perawatan

di unit perawatan intensif melaporkan adanya gangguan tidur. Hal ini disebabkan

karena dampak dari hospitalisasi sehingga berakibat pada kualitas tidur yang

buruk (Silveira, et all, 2016).

Setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% orang dewasa melaporkan

adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius.

Walaupun demikian, hanya satu dari delapan kasus yang menyatakan bahwa

gangguan tidurnya telah didiagnosis oleh dokter (Setiabudhi & Hardiwinoto,

2005). Pengaruh yang dapat terjadi akibat buruknya kualitas tidur antara lain

1
dapat menimbulkan penurunan kemampuan untuk berkonsentrasi, membuat

keputusan, berpartisipasi dalam melakukan aktifitas harian, menyebabkan

terjadinya peningkatan kepekaan (irritabilitas), delusi, halusinasi, berbicara tidak

jelas dan pandangan kabur. Dampak gangguan tidur di Intensive Care Unit (ICU)

kemungkinan mengarah pada diagnosa delirium meskipun hubungan antar

keduanya masih menjadi perdebatan, memperpanjang length of stay di ICU dan

meningkatkan angka kematian (Boyko, et all, 2018).

Gangguan tidur dapat dibedakan menjadi tiga kategori utama, yaitu Disomnia,

Parasomnia, Gangguan tidur ritme sirkadian. Penyebab sesungguhnya dari gangguan

tidur mungkin sulit ditemukan, namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola

tidur, yaitu Rasa sakit dan gangguan pada tubuh (misalnya nyeri pada organ dalam dapat

membangunkan pasien dan menyebabkan pasien sulit tidur kembali), berbagai penyakit

dan gangguan kesehatan (misalnya gangguan pernapasan akibat asma dapat mengganggu

tidur), faktor psikologis (depresi atau kegelisahan akan mempengaruhi pola tidur), faktor

lingkungan lainnya (misalnya konsumsi obat terlarang dan alkohol). Gangguan tidur juga

dapat disebabkan oleh emosi pasien, seperti kecemasan seseorang akan pekerjaan,

hubungan dengan orang lain, dan status sosial. Kepekaan yang ringan atau tinggi terhadap

cahaya, bunyi, dan perubahan suhu juga dapat menyebabkan gangguan tidur. Gejala

umum dari gangguan tidur yaitu sangat mengantuk pada siang hari, sering marah tanpa

alasan yang jelas pada siang hari, tiba-tiba tertidur saat duduk dan melakukan aktivitas

lain, seperti membaca atau menonton TV, sulit berkonsentrasi dalam melakukan kegiatan

tertentu di rumah, tempat kerja, atau sekolah, sangat mengantuk dan tertidur ketika

menyetir, sering terlihat mengantuk, sulit mengingat atau menyimpan informasi,

berkurangnya reaksi atau respon terhadap rangsangan, emosi yang tidak stabil,

membutuhkan rangsangan kimia (dalam bentuk kafein) untuk tetap terbangun,

2
mendengkur, kesulitan bernapas saat tidur, sulit tidur, teror malam atau sering mimpi

buruk, mengompol, sering terbangun pada malam hari (Nurin, 2019).

Cara Mengatasi Gangguan pola tidur adalah dengan mendengarkan musik. (Al Fajar,

2017).

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terapi musik suara alam efektif terhadap gangguan pola tidur pada

pasien kritis ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Menjelaskan efektifias terapi musik suara alam terhadap gangguan pola

tidur pada pasien kritis

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menjelaskan waktu terapi musik suara alam terhadap gangguan pola

tidur pada pasien kritis

2. Menjelaskan efektifitas penerapan terapi musik suara alam terhadap

gangguan pola tidur pada pasien kritis

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Konsep Askep Gangguan Pola Tidur

2.1.1.1 Pengkajian

3
a. Riwayat tidur

1) Kuantitas (lama tidur) dan kualitas watu tidur di siang

dan malam hari.

2) Aktivitas dan rekreasi yang di lakukan sebelumnya.

3) Kebiasaan/pun saat tidur.

4) Lingkungan tidur.

5) Dengan siapa paien tidur.

6) Obat yang di konsumsi sebelum tidur.

7) Asupan dan stimulan.

8) Perasaan pasien mengenai tidurnya.

9) Apakah ada kesulitan tidur.

10) Apakah ada perubahan tidur.

b. Gejala Klinis.

1) Perasaan Lelah.

2) Gelisah.

3) Emosi.

4) Apetis.

5) Adanya kehitaman di daerah sekitar mata bengkak.

6) Konjungtin merah dan mata perih.

7) Perhatian tidak fokus.

8) Sakit kepala.

c. Penyimpangan Tidur

Seperti telah dijelaskan pada bab oembahasan di atas,

gangguan tidur yang mungkin terjadi adalah :

4
1) Insomnia.

2) Somnabulisme.

3) Enuresis.

4) Narkolepsi.

5) Nightmare dan Night Terrors (mimpi buruk).

6) Apnea / tidak bernapas dan Mendengkur.

2.1.1.2 Diagnosa.

Gangguan pola tidur

Definisi

Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor

eksternal

Penyebab

1. Hambatan lingkungan (misalnya kelembapan lingkungan

sekitar, suhu lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau

tidak sedap, jadwal pemantauan/pemeriksaan/tindakan)

2. Kurang kontrol tidur

3. Kurang privasi

4. Restraint fisik

5. Ketiadaan teman tidur

6. Tidak familiar dengan peralatan tidur

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

1. Mengeluh sulit tidur

2. Mengeluh sulit terjaga

5
3. Mengeluh tidak puas tidur

4. Mengeluh pola tidur berubah

5. Mengeluh istirahat tidak cukup

Objektif

(tidak tersedia)

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

1. Mengeluh kemampuan aktifitas menurun

Objektif

(tidak tersedia)

Kondisi Klinis Terkait

1. Nyeri/kolik

2. Hipertiroidisme

3. Kecemasan

4. Penyakit paru obstruktif kronis

5. Kehamilan

6. Periode pasca partum

7. Kondisi pasca operasi (SDKI, 2016).

2.1.1.3 Intervensi.

Luaran utama : pola tidur

Luaran tambahan :

1) Penampilan peran

2) Status kenyamanan

6
3) Tingkat depresi

4) Tingkat keletihan (SLKI, 2019).

Diagnosa Gangguan Pola Tidur

Intervensi Utama

1) Dukungan tidur

2) Edukasi aktifitas/istirahat

Intervensi Pendukung

1) Dukungan kepatuhan program pengobatan

2) Dukungan meditasi

3) Dukungan perawatan diri : BAB/BAK

4) Fototerapi gangguan mood/tidur

5) Latihan otogenik

6) Menejemen demensia

7) Menejemen energi

8) Menejemen lingkungan

9) Menejemen medikasi

10) Menejemen nutrisi

11) Menejemen nyeri

12) Menejemen penggantian hormone

13) Pemberian obat oral

14) Pengaturan posisi

15) Promosi koping

16) Promosi latihan fisik

17) Reduksi ansietas

7
18) Tekhnik menenangkan

19) Terapi aktifitas

20) Terapi musik

21) Terapi pemijatan

22) Terapi relaksasi

23) Terapi relaksasi otot progresif (SIKI, 2018).

2.1.1.4 Implementasi

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana

keperawatan oleh perawat dan pasien. Implementasi

keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan

(Potter & Perry, 2006).

2.1.1.5 Evaluasi

Evaluasi keperawatan dicatat disesuaikan dengan setiap

diagnosa keperawatan. Evaluasi untuk setiap diagnosa

keperawatan meliputi data subjektif (S) data objektif (O),

analisa permasalahan (A) klien berdasarkan S dan O, serta

perencanaan ulang (P) berdasarkan hasil analisa data diatas.

Evaluasi ini juga disebut evaluasi proses. Semua itu dicatat

pada formulir catatan perkembangan (progress note) atau CP5.

Evaluasi ini terdiri dari 2 tingkat, yaitu:

1. Evaluasi formatif atau pernyataan formatif atau bisa juga

dikenal sebagai evaluasi proses, yaitu evaluasi terhadap

respon yang segera timbul setelah intervensi

8
keperawatan dilakukan. Respon yang dimaksud adalah

bagaimana pasien bereaksi secara fisik, emosi, sosial,

dan spiritual terhadap intervensi yang baru saja diterima.

2. Evaluasi sumatif atau evaluasi akhir, yaitu evaluasi

respon (jangka panjang) terhadap tujuan, dengan kata

lain bagaimana penilaian terhadap perkembangan

kemajuan ke arah tujuan atau hasil akhir yang diinginkan

(Dinarti, dkk, 2009).

2.2 Konsep Terapi Musik

2.2.1 Definisi

Musik adalah suatu komponen dinamis yang bisa mempengaruhi

baik psikologis maupun fisiologis bagi pendengarnya. Musik memiliki

tiga komponen penting yaitu beat, ritme, dan harmoni. Beat atau

ketukan mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa, dan harmoni

mempengaruhi roh (Yunitasari, 2008). Musik instrumental merupakan

musik yang melantun tanpa vokal dan hanya instrument/alat musik dan

atau backing vokal saja yang melantun. Musik instrumental merupakan

musik yang sederhana dan menenangkan karena memiliki tempo yang

teratur dan alunan yang lembut (Aditia, 2012).

Terapi musik adalah materi yang mampu mempengaruhi kondisi

seseorang baik fisik maupun mental. Musik memberi rangsangan

pertumbuhan fungsi-fungsi otak seperti fungsi ingatan, belajar,

mendengar, berbicara, serta analisis intelek dan fungsi kesadaran.

Terapi musik merupakan suatu disiplin ilmu yang rasional yang

9
memberi nilai tambah pada musik sebagai dimensi baru secara bersama

dapat mempersatukan seni, ilmu pengetahuan dan emosi (Widodo,

2015).

Musik suara alam merupakan suara alam seperti suara burung,

gelombang laut, angin, air mengalir dll, sebagai terapi kesehatan yang

mencapai hasil yang sangat memuaskan antara lain peningkatan kualitas

tidur, kondisi fisik, mental bagi individu diberbagai tingkat umur

(Kurnia, 2016).

Musik terapi alam adalah salah satu terapi komplementer dalam

penatalaksaan penderita yang mengalai gangguan tidur. Tindakan terapi

musik memiliki pengaruh yang efektif dalam mengurangi gejala depresi

pada penderita yang mengalami diagnosa medis yang berbeda pada

tingkat usia yang berbeda. Tidak adanya batasan bagi pengguna terapi

ini, dan dapat diberikan pada semua penderita ganguan tidur (Dhona,

2016).

Musik suara alam adalah jenis music yang baru akibat dari

perkembangan teknologi, bentuk musik klasik dengan suara

alam.komposisi suara yang dihasilkan oleh kejadian alam, seperti angin,

burung, sungai, hujan dan gelombang laut.suara alam juga memiliki

frekuensi yang berbeda, (Dhona, 2016).

Jadi, terapi musik adalah terapi yang universal dan bisa diterima

oleh semua orang karena kita tidak membutuhkan kerja otak yang berat

untuk menginterpretasi alunan musik. Terapi musik sangat mudah

10
diterima organ pendengaran kita dan kemudian melalui saraf

pendengaran disalurkan ke bagian otak yang memproses emosi (sistem

limbik).

2.2.2 Manfaat

Terapi musik memiliki banyak manfaat yang didapatkan, antara lain :

a. Relaksasi, Mengistirahatkan Tubuh dan Pikiran

Manfaat yang pasti dirasakan setelah melakukan terapi musik

adalah perasaan rileks, tubuh lebih bertenaga dan pikiran lebih

fresh. Terapi musik memberikan kesempatan bagi tubuh dan pikiran

untuk mengalami relaksasi yang sempurna. Dalam kondisi relaksasi

(istirahat) yang sempurna itu, seluruh sel dalam tubuh akan

mengalami re-produksi, penyembuhan alami berlangsung, produksi

hormon tubuh diseimbangkan dan pikiran mengalami penyegaran.

b. Meningkatkan Kecerdasan

Sebuah efek terapi musik yang bisa meningkatkan intelegensia

seseorang disebut Efek Mozart. Hal ini telah diteliti secara ilmiah

oleh Frances Rauscher et al dari Universitas California. Penelitian

lain juga membuktikan bahwa masa dalam kandungan dan bayi

adalah waktu yang paling tepat untuk menstimulasi otak anak agar

menjadi cerdas. Hal ini karena otak anak sedang dalam masa

pembentukan, sehingga sangat baik apabila mendapatkan

rangsangan yang positif. Ketika seorang ibu yang sedang hamil

sering mendengarkan terapi musik, janin di dalam kandungannya

juga ikut mendengarkan. Otak janin pun akan terstimulasi untuk

11
belajar sejak dalam kandungan. Hal ini dimaksudkan agar kelak si

bayi akan memiliki tingkat intelegensia yang lebih tinggi

dibandingkan dengan anak yang dibesarkan tanpa diperkenalkan

pada musik.

c. Meningkatkan Motivasi

Motivasi adalah hal yang hanya bisa dilahirkan dengan perasaan

dan mood tertentu. Apabila ada motivasi, semangat pun akan

muncul dan segala kegiatan bisa dilakukan. Begitu juga sebaliknya,

jika motivasi terbelenggu, maka semangat pun menjadi luruh,

lemas, tak ada tenaga untuk beraktivitas. Dari hasil penelitian,

ternyata jenis musik tertentu bisa meningkatkan motivasi, semangat

dan meningkatkan level energi seseorang.

d. Pengembangan Diri

Musik ternyata sangat berpengaruh terhadap pengembangan diri

seseorang. Musik yang didengarkan seseorang juga bisa

menentukan kualitas pribadi seseorang. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa orang yang punya masalah perasaan, biasanya

cenderung mendengarkan musik yang sesuai dengan perasaannya.

Misalnya orang yang putus cinta, mendengarkan musik atau lagu

bertema putus cinta atau sakit hati. Dan hasilnya adalah masalahnya

menjadi semakin parah. Dengan mengubah jenis musik yang

didengarkan menjadi musik yang memotivasi, dalam beberapa hari

masalah perasaan bisa hilang dengan sendirinya atau berkurang

12
sangat banyak. Seseorang bisa mempunyai kepribadian yang

diinginkan dengan cara mendengarkan jenis musik yang tepat.

e. Meningkatkan Kemampuan Mengingat

Terapi musik bisa meningkatkan daya ingat dan mencegah

kepikunan. Hal ini bisa terjadi karena bagian otak yang memproses

musik terletak berdekatan dengan memori. Sehingga ketika

seseorang melatih otak dengan terapi musik, maka secara otomatis

memorinya juga ikut terlatih. Atas dasar inilah terapi musik banyak

digunakan di sekolah-sekolah modern di Amerika dan Eropa untuk

meningkatkan prestasi akademik siswa. Sedangkan di pusat

rehabilitasi, terapi musik banyak digunakan untuk menangani

masalah kepikunan dan kehilangan ingatan.

f. Kesehatan Jiwa

Seorang ilmuwan Arab, Abu Nasr al-Farabi (873-950M) dalam

bukunya ''Great Book About Music'', mengatakan bahwa musik

membuat rasa tenang, sebagai pendidikan moral, mengendalikan

emosi, pengembangan spiritual, menyembuhkan gangguan

psikologis. Pernyataannya itu tentu saja berdasarkan

pengalamannya dalam menggunakan musik sebagai terapi.

Sekarang di zaman modern, terapi musik banyak digunakan oleh

psikolog maupun psikiater untuk mengatasi berbagai macam

gangguan kejiwaan, gangguan mental atau gangguan psikologis.

g. Mengurangi Rasa Sakit

13
Musik bekerja pada sistem saraf otonom yaitu bagian sistem saraf

yang bertanggung jawab mengontrol tekanan darah, denyut jantung

dan fungsi otak, yang mengontrol perasaan dan emosi. Menurut

penelitian, kedua sistem tersebut bereaksi sensitif terhadap musik.

Ketika kita merasa sakit, kita menjadi takut, frustasi dan marah yang

membuat kita menegangkan otot-otot tubuh, hasilnya rasa sakit

menjadi semakin parah. Mendengarkan musik secara teratur

membantu tubuh relaks secara fisik dan mental, sehingga membantu

menyembuhkan dan mencegah rasa sakit. Dalam proses persalinan,

terapi musik berfungsi mengatasi kecemasan dan mengurangi rasa

sakit. Sedangkan bagi para penderita nyeri kronis akibat suatu

penyakit, terapi musik terbukti membantu mengatasi rasa sakit.

h. Menyeimbangkan Tubuh

Menurut penelitian para ahli, stimulasi musik membantu

menyeimbangkan organ keseimbangan yang terdapat di telinga dan

otak. Jika organ keseimbangan sehat, maka kerja organ tubuh

lainnya juga menjadi lebih seimbang dan lebih sehat.

i. Meningkatkan Kekebalan Tubuh

Dr John Diamond dan Dr David Nobel, telah melakukan riset

mengenai efek dari musik terhadap tubuh manusia dimana mereka

menyimpulkan bahwa: Apabila jenis musik yang kita dengar sesuai

dan dapat diterima oleh tubuh manusia, maka tubuh akan bereaksi

dengan mengeluarkan sejenis hormon (serotonin) yang dapat

14
menimbulkan rasa nikmat dan senang sehingga tubuh akan menjadi

lebih kuat (dengan meningkatnya sistem kekebalan tubuh) dan

membuat kita menjadi lebih sehat.

j. Meningkatkan Kualitas Olahraga

Mendengarkan musik selama olahraga dapat memberikan olahraga

yang lebih baik dalam beberapa cara, di antaranya meningkatkan

daya tahan, meningkatkan mood dan mengalihkan seseorang dari

setiap pengalaman yang tidak nyaman selama olahraga (Shahin Naz

Jamali, 2016).

2.2.3 Jenis-jenis Terapi Musik

Terapi Musik yang efektif menggunakan musik dengan komposisi yang

tepat antara beat, ritme dan harmony yang disesuaikan dengan tujuan

dilakukannya terapi musik. Jadi memang terapi musik yang efektif

tidak bisa menggunakan sembarang musik. Ada dua macam metode

terapi musik, yaitu :

a. Terapi Musik Aktif.

Dalam terapi musik aktif pasien diajak bernyanyi, belajar main

menggunakan alat musik, menirukan nada-nada, bahkan membuat

lagu singkat. Dengan kata lain pasien berinteraksi aktif dengan

dunia musik. Untuk melakukan Terapi Musik aktif tentu saja

dibutuhkan bimbingan seorang pakar terapi musik yang kompeten.

b. Terapi Musik Pasif.

Ini adalah terapi musik yang murah, mudah dan efektif. Pasien

tinggal mendengarkan dan menghayati suatu alunan musik tertentu

15
yang disesuaikan dengan masalahnya. Hal terpenting dalam terapi

musik pasif adalah pemilihan jenis musik harus tepat dengan

kebutuhan pasien. Oleh karena itu, ada banyak sekali jenis CD

terapi musik yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan pasien

(Shahin Naz Jamali, 2016).

2.2.4 Indikasi

Indikasi dari pelaksanaan terapi musik adalah orang-orang yang sedang

mengalami stress, baik fisik seperti hipertensi maupun psikologis,

orang-orang atau anak-anak dengan keterbelakangan mental, seperti

autisme, dan orang-orang yang membutuhkan relaksasi (Shahin Naz

Jamali, 2016).

2.2.5 Kontraindikasi

Pelaksanaan terapi musik sangat berkaitan dengan indra pendengaran,

yaitu telinga karena stimulus atau gelombang suara dari musik akan

masuk ke otak melalui telinga, sehingga orang dengan gangguan

pendengaran menjadi kontra indikasi dari pelaksanaan terapi musik ini

(Shahin Naz Jamali, 2016).

2.2.6 Konsep Dasar Gangguan Pola Tidur

2.2.6.1 Definisi Istirahat.

Istirahat merupakan keadaan rileks tanpa adanya tekanan

emosional, bukan hanya dalam keadaan tidak beraktivitas tetapi

juga kondisi yg membutuhkan ketenangan. Namun tidak berarti

tidak melakukan aktivitas apa pun, duduk santai di kursi empuk

16
atau berbaring di atas tempat tidur juga merupakan bentuk

istirahat. Sebagai pembanding, klien/orang sakit tidak

beraktifitas tapi mereka sulit mendapatkan istirahat begitu pula

dengan mahasiswa yang selesai ujian merasa melakukan

istirahat dengan jalan-jalan. Oleh karena itu perawat dalam hal

ini berperan dalam  menyiapkan lingkungan  atau suasana yang

nyaman untuk beristirahat  bagi klien/pasien.

Terdapat  enam kondisi seseorang dapat beristirahat, diantaranya

yaitu :

a. Merasa segala sesuatu berjalan normal.

b. Merasa diterima.

c. Merasa diri mengerti apa yang sedang berlangsung.

d. Bebas dari perlukaan dan ketidak nyamanan.

e. Merasa puas telah melakukan aktifitas-aktifitas yang

berguna.

f. Mengetahui bahwa mereka akan mendapat pertolongan

bila membutuhkannya (Gambin, 2015).

2.2.6.2 Definisi Tidur

Tidur merupakan kebutuhan mental dan juga kebutuhan

fisik bagi manusia, karena pada saat tidur akan memberikan

kesempatan bagi otot untuk beristirahat. Tidur juga merupakan

waktu saat segala pengalaman yang dirasakan oleh manusia

setiap harinya diproses dan diintegrasikan oleh pikiran. Hal ini

17
benar-benar sangat berpengaruh pada bayi dan anak, namun

segala sesuatunya tergantung pada seberapa nyenyak mereka

tidur (Appley, 2006).

Potter & Perry (2006) mendefinisikan tidur merupakan

suatu keadaan berulang-ulang, perubahan status kesadaran yang

terjadi selama periode tertentu. Tidur yang cukup dapat

memulihkan tenaga. Tidur dapat memberikan waktu untuk

perbaikan dan penyembuhan sistem tubuh untuk periode

keterjagaan berikutnya.

2.2.6.3 Fisiologi Tidur

Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur yang

melibatkan mekanisme serebral secara bergantian dengan

periode yang lebih lama, agar mengaktifkan pusat otak untuk

tidur dan terjaga. Tidur diatur oleh tiga proses, yaitu;

mekanisme hemeostasis, irama sirkandian dan irama ultradian

(Harkreader, Hogan & Thobaben, 2007).

2.2.6.4 Kebutuhan Istirahat Tidur Per Hari.

a. Bayi baru lahir : Lama tidur 14-18 jam/hari dengan 50%

REM dan 1 siklus tidur rata-rata 45-60 menit.

b. Bayi (s/d 1 thn) : 1 siklus tidur rata2 12-14 jam/hari dengan

20-30% REM dan tidur sepanjang malam.

18
c. Todler (1-3 thn): Lama tidur 11-12 jam/hari dengan 25%

REM dan tidur sepanjang malam + tidur siang.

d. Pra sekolah : ± 11 jam/hari dengan 20% REM.

e. Usia sekolah : ± 10 jam/hari dengan  18,5% REM.

f. Usia sekolah : ± 10 jam/hari dengan 18,5% REM.

g. Adolescent : ± 8,5 jam/hari dengan 20% REM.

h. Dewasa muda : 7-8 jam/hari dengan 20-25% REM.

i. Dewasa menengah : ± 7 jam/hari dengan 20% REM dan

sering sulit tidur.

j. Dewasa tua  : ± 6 jam/hari dengan  20-25% REM dan sering

sulit tidur.

2.2.6.5 Fungsi Istirahat dan Tidur.

a. Memperbaiki keadaan fisiologis dan psikologis.

b. Melepaskan stress dan ketegangan.

c. Memulihkan keseimbangan alami di antara pusat-pusat

neuron.

d. Secara tradisional, dipandang sebagai waktu untuk

memperbaiki dan menyiapkan diri pada waktu periode

bangun.

e. Memperbaiki proses biologis dan memelihara fungsi

jantung.

f. Berperan dalam belajar, memori dan adaptasi.

g. Mengembalikan konsentrasi dan aktivitas sehari-hari.

19
h. Menghasilkan hormon pertumbuhan untuk memperbaiki

serta memperbaharui epitel dan sel otak.

i. Menghemat dan menyediakan energi bagi tubuh.

j. Memelihara kesehatan optimal dan mengembalikan kondisi

fisik.

2.2.6.6 Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang untuk

mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap

tidur REM dan NREM yang pantas. Kualitas tidur yang baik

akan ditandai dengan tidur yang tenang merasa segar saat

bangun tidur di pagi hari dan individu merasa penuh semangat

untuk melakukan aktivitas hidup lainnya (Craven & Himle,

2000).

2.2.6.7 Kuantitas Tidur

Kuantitas tidur adalah keseluruhan waktu tidur yang dimiliki

individu. Jumlah waktu tidur yang dibutuhkan setiap individu

berbeda-beda sesuai dengan tahap perkembangannya, dari bayi

sampai lanjut usia (Craven & Himle, 2000).

20
2.2.6.8 Pola Tidur

Tidur merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang

memiliki fungsi perbaikan dan homeostatik (mengembalikan

keseimbangan fungsi-fungsi normal tubuh) serta penting pula

dalam pengaturan suhu dan cadangan energi normal. Rasa

kantuk berkaitan erat dengan hipotalamus dalam otak. Dalam

keadaan badan segar dan normal, hipotalamus ini bekerja baik

sehingga mampu memberi respon normal terhadap perubahan

tubuh maupun lingkungannya. Namun, setelah badan lelah usai

bekerja keras seharian, ditambah jam rutin tidur serta sesuatu

yang bersifat menenangkan di sekelilingnya, seperti suara

burung berkicau, angin semilir, kasur dan bantal empuk, udara

nyaman, dll., kemampuan merespon tadi berkurang sehingga

menyebabkan seseorang mengantuk. Disini yang berperan

adalah suatu zat yang disebut Gamma Aminobutyric Acid

(GABA), merupakan asam amino yang berfungsi sebagai

neurotransmiter (penghantar sinyal saraf) (Ikhsania, 2019).

Sebenarnya tidur tidak sekedar mengistirahatkan tubuh, tapi

juga mengistirahatkan otak, khususnya serebral korteks, yakni

bagian otak terpenting atau fungsi mental tertinggi, yang

digunakan untuk mengingat, memvisualkan, serta

membayangkan, menilai dan memberikan alasan sesuatu

(Ikhsania, 2019).

21
Dikatakan sehat dan normal bila begitu naik ke atas tempat

tidur dengan tatanan rapi, bantal enak dan empuk, kurang lebih

selang 30 menit sudah tertidur, bahkan ada orang begitu

mencium bantal dalam 3-5 menit langsung tertidur. Salah satu

kriteria yang digunakan adalah “Siklus Kleitman”, yang terdiri

dari aktivitas bangun / aktivitas harian dan siklus tidur yang juga

dikenal sebagai activity / rest cycle. Siklus ini terdiri dari Rapid

Eye Movement (REM) dan Non-Rapid Eye Movement (NREM).

Sebenarnya bentuk pola tidur dapat dibedakan dengan

memperhatikan pergerakan bola mata yang dimonitor selama

fase tidur. Secara objektif, EEG dapat digunakan untuk

mencatat fase REM maupun NREM selama tidur. Tidur yang

dipengaruhi oleh NREM ditandai dengan gelombang EEG yang

bervoltase tinggi tetapi berfrekuensi rendah, sedangkan tidur

yang dipengaruhi oleh REM ditandai oleh gambaran EEG yang

berfrekuensi tinggi tetapi bervoltase rendah (Ikhsania, 2019).

Siklus dari Kleitman akan berulang selama periode tidur

setiap pengulangan diserati dengan pemendekan fase 3-4 dari

NREM yang disebut Slow Wave Sleep (SWS) sedangkan lama

REM lebih panjang. Kenyenyakan tidur sebenarnya tergantung

pada lamanya fase-fase yang dilalui dari fase pertama sampai

fase empat dari NREM. Sedangkan fase ini berjalan cepat, maka

orang itu belum tidur nyenyak (Ikhsania, 2019).

22
Pada usia lanjut, jumlah tidur yang dibutuhkan setiapa hari

akan makin berkurang dan disertai fragmen-fragmen tidur yang

banyak sehingga jumlah SWS makin berkurang dan ini

menunjukkan bahwa mereka mengalami masa tidur yang tidak

terlalu nyenyak.

Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:

a. Tipe Rapid Eye Movement (REM)

b. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari

4 stadium, kemudian diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur

normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian

antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16-

20jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10

jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari

pada orang dewasa (Ikhsania, 2019).

2.2.6.9 Tahap-Tahap Tidur.

a. Non Rapid Eye Movement (NREM)

Ada 4 tahapan :

1) Tahap 1 :

a) Termasuk light sleep.

b) Berakhir hanya beberapa menit.

c) Penurunan aktivitas fisik dimulai dengan penurunan

gradual dalam tanda vital dan metabolisme.

23
d) Dengan mudah dibangunkan dengan stimulus

sensori seperti suara dan individu merasa seperti

mimpi di siang hari.

2) Tahap 2 :

a) Merupakan periode sound sleep.

b) Kemajuan relaksasi.

c) Masih dapat dibangunkan dengan mudah.

d) Berlangsung selama 10-20 menit.

e) Fungsi tubuh berlangsung lambat.

3) Tahap 3 :

a) Tahap awal tidur dalam.

b) Lebih sulit dibangunkan dan jarang bergerak.

c) Otot secara total relaksasi.

d) Tanda vital mengalami kemunduran teratur.

e) Berlangsung 15-30 menit.

4) Tahap 4 :

a) Tahap tidur benar-benar nyenyak.

b) Sangat sulit dibangunkan.

c) Jika tidur nyenyak telah terjadi, akan menghabiskan

sepanjang malam pada tahap ini.

d) Bertanggung jawab mengistirahatkan dan

memperbaiki tidur.

e) Tanda vital menurun secara signifikan.

f) Berlangsung 15-30 menit.

24
g) Dapat terjadi tidur berjalan dan mengompol.

b. Rapid Eye Movement (REM)

1) Periode yang sangat hidup karena mimpi penuh warna.

2) Dimulai 50-90 menit setelah tidur terjadi.

3) Tipe yang mempengaruhi respon autonom meliputi

kecepatan gerak mata, fluktuasi jantung, rata-rata

pernafasan dan peningkatan fluktuasi tekanan darah.

4) Kehilangan tonus otot.

5) Peningkatan sekresi gastrik.

6) Tahap yang bertanggung jawab untuk perbaikan

mental.

7) Sangat sulit untuk dibangunkan.

8) Durasi dari REM meningkat setiap siklus dan rata-rata

20 menit (Ikhsania, 2019).

2.2.6.10 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Istirahat Tidur

a. Umur

Semakin bertambah umur manusia semakin

berkurang total waktu kebutuhan tidur. Hal ini

dipengaruhi oleh pertumbuhan dan fisiologis dari sel-sel

dan organ, pada neonati kebutuhan tidur tinggi karena

masih dalam proses adaptasi dengan lingkungan dari

dalam rahim ibu, sedangkan pada lansia sudah mulai

terjadi degenerasi sel dan organ yang mempengaruhi

fungsi dan mekanisme tidur.

25
b. Penyakit

Hal ini umumnya terjadi pada klien dengan nyeri,

kecemasan, dispnea. Pada kasus penyakit akibat digigit

nyamuk. Juga pada kasus tertentu dengan klien gangguan

hipertiroid.

c. Motivasi

Niat seseorang untuk tidur mempengaruhi kualitas tidur

seperti menonton, main game atau hal-hal lain yang dapat

menyebabkan penundaan waktu anda untuk tidur.

d. Emosi

Suasana hati, marah, cemas dan stress dapat menyebabkan

seseorang tidak bisa tidur atau mempertahankan tidur.

e. Lingkungan

Lingkungan yang tidak kondusif seperti di dekat bandara

atau di tepi jalan-jalan umum atau di tempat-tempat umum

yang menimbulkan kebisingan.

f. Obat-obatan

Penggunaan atau ketergantungan pada penggunaan obar-

obat tertentu seperti golongan sedative, hipnotika dan

steroid.

g. Makanan dan minimum

Pola dan konsumsi makanan yang mengandung merica,

gas/air yang banyak, pola dan konsumsi minuman yang

mengandung kafein, gas dll.

26
h. Aktivitas

Kurang beraktivitas dan atau melakukan aktivitas yang

berlebihan justru akan menyebabkan kesulitan untuk

memulai tidur (Ikhsania, 2019).

2.2.6.11 Macam-Macam Gangguan Pola Tidur

a. Gangguan Tidur Primer

1) Dissomnia

a) Insomnia primer

b) Hipersomnia primer

c) Narkolepsi

d) Gangguan tidur berhubungan dengan pernafasan

e) Gangguan tidur irama sirkadian (gangguan jadwal

tidur-bangun)

f) Dissomnia yang tidak ditentukan

2) Parasomnia

a) Gangguan mimpi buruk

b) Gangguan teror tidur

c) Gangguan tidur berjalan

d) Parasomnia yang tidak ditentukan

b. Gangguan Tidur Yang Berhubungan Dengan Gangguan Mental

Lain

1) Insomnia berhubungan dengan gangguan aksis I atau aksis

II

27
2) Hipersomnia berhubungan dengan gangguan aksis I atau

aksis II.

c. Gangguan Tidur Lain

1) Gangguan tidur karena kondisi medis umum

a) Kejang epilepsi; asma berhubungan dengan tidur

b) Nyeri kepala kluster & hemikrania paroksismal kronik

berhubungan dengan tidur

c) Sindrom menelan abnormal berhubungan dengan tidur

d) Asma berhubungan dengan tidur

e) Gejala kardiovaskuler berhubungan dengan tidur

f) Refluks gastrointestinal berhubungan dengan tidur

g) Hemolisis berhubungan dengan tidur (Hemoglobinuria

Nokturnal Paroksismal)

2) Gangguan tidur akibat zat

a) Pemakaian obat hipnotik jangka panjang

b) Obat antimetabolit

c) Obat kemoterapi kanker

d) Preparat tiroid

e) Anti konvulsa

f) Anti depresan

g) Obat mirip hormon Adenokortikotropik (ACTH);

kontrasepsi oral; alfa metil dopa; obat penghambat beta

(Ikhsania, 2019).

28
2.2.6.12 Terapi Gangguan Pola Tidur

Pendekatan hubungan antara pasien dan dokter, tujuannya:

a. Untuk mencari penyebab dasarnya dan pengobatan yang

adekuat

b. Sangat efektif untuk pasien gangguan tidur kronik

c. Untuk mencegah komplikasi sekunder yang diakibatkan

oleh penggunaan obat hipnotik, alkohol, gangguan mental

d. Untuk mengubah kebiasaan tidur yang jelek

e. Konseling dan Psikotherapi

Psikoterapi sangat membantu pada pasien dengan

gangguan psikiatri seperti (depressi, obsessi, kompulsi),

gangguan tidur kronik. Dengan psikoterapi ini kita dapat

membantu mengatasi masalah-masalah gangguan tidur

yang dihadapi oleh penderita tanpa penggunaan obat

hipnotik.

f. Sleep hygiene terdiri dari:

1) Tidur dan bangunlah secara reguler/kebiasaan

2) Hindari tidur pada siang hari/sambilan

3) Jangan mengkonsumsi kafein pada malam hari

4) Jangan menggunakan obat-obat stimulan seperti

decongestan

5) Lakukan latihan/olahraga yang ringan sebelum tidur

29
6) Hindari makan pada saat mau tidur, tapi jangan tidur

dengan perut kosong

7) Segera bangun dari tempat bila tidak dapat tidur (15-

30 menit)

8) Hindari rasa cemas atau frustasi

9) Buat suasana ruang tidur yang sejuk, sepi, aman dan

enak

g. Pendekatan farmakologi

Dalam mengobati gejala gangguan tidur, selain dilakukan

pengobatan secara kausal, juga dapat diberikan obat

golongan sedatif hipnotik. Pada dasarnya semua obat yang

mempunyai kemampuan hipnotik merupakan penekanan

Aktifitas dari Reticular Activating System (ARAS) diotak.

Hal tersebut didapatkan pada berbagai obat yang menekan

susunan saraf pusat, mulai dari obat anti anxietas dan

beberapa obat anti depres.

Selain penekanan aktivitas susunan saraf pusat yang

dipaksakan dari proses fisiologis, obat hipnotik juga

mempunyai efek kelemahan yang dirasakan efeknya pada

hari berikutnya (long acting) sehingga mengganggu

aktifitas sehari-hari. Begitu pula bila pemakaian obat

jangka panjang dapat menimbulkan over dosis dan

ketergantungan obat. Sebelum mempergunakan obat

hipnotik, harus terlebih dahulu ditentukan jenis gangguan

30
tidur misalnya, apakah gangguan pada fase latensi panjang

(NREM) gangguan pendek, bangun terlalu dini, cemas

sepanjang hari, kurang tidur pada malam hari, adanya

perubahan jadwal kerja/kegiatan atau akibat gangguan

penyakit primernya. Walaupun obat hipnotik tidak

ditunjukkan dalam penggunaan gangguan tidur kronik,

tapi dapat dipergunakan hanya untuk sementara, sambil

dicari penyebab yang mendasari.

Dengan pemakaian obat yang rasional, obat hipnotik

hanya untuk mengkoreksi dari problem gangguan tidur

sedini mungkin tanpa menilai kondisi primernya dan harus

berhati-hati pada pemakaian obat hipnotik untuk jangka

panjang karena akan menyebabkan terselubungnya kondisi

yang mendasarinya serta akan berlanjut tanpa

penyelesaian yang memuaskan.

Jadi yang terpenting dalam penggunaan obat hipnotik

adalah mengidentifikasi penyebab yang mendasarinya atau

obat hipnotik adalah sebagai pengobatan tambahan.

Pemilihan obat hipnotik sebaiknya diberikan jenis obat

yang bereaksi cepat (short action) dengan membatasi

penggunaannya sependek mungkin yang dapat

mengembalikan pola tidur yang normal.

Lamanya pengobatan harus dibatasi 1-3 hari untuk

transient insomnia, dan tidak lebih dari 2 minggu untuk

31
short term insomnia. Untuk long term insomnia dapat

dilakukan evaluasi kembali untuk mencari latar belakang

penyebab gangguan tidur yang sebenarnya. Bila

penggunaan jangka panjang sebaiknya (Ikhsania, 2019).

32
P.I.C.O.T

Table 2.1 Picot Jurnal 1

Populasi Intervensi Comparasion Outcom Time

Pasien kritis Terapi - hasil uji normalitas Shapiro-wilk 30 menit


Musik suara dimana data responden pada data
alam pre-test memiliki nilai sig 0,002 <
0,05, data post-test terdapat nilai sig
0,000 < 0,05. Uji Wilcoxon Signed
Rank Tes memiliki nilai Mean
Rank pretest-posttest sebesar 6,00-
0,00 dengan p- value 0,002 pada
pasien kritis di ruang RSU Royal
Prima Medan Tahun 2019.

Table 2.2 Picot Jurnal 2

Populasi Intervensi Comparasion Outcom Time

Pasien kritis Terapi - Hasilnya menunjukkan adanya 2 x 30


Musik suara perbedaan yang bermakna pada menit
alam kualitas tidur antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol
dengan nilai p=0,000 (p<0,05).
Kesimpulan penelitian ini adalah
pemberian musik suara alam dapat
meningkatkan kualitas tidur pada
pasien kritis.

33
BAB 3

METODE PENELITIAN

Metode penelitin review yang digunakan yaitu studi

literature/literatur review. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan

pencarian melalui mesin pencarian google Scholar dan jurnal elektronik

menggunakan kata kunci (key words) yang spesifik, yaitu : terapi musik

suara alam, gangguan pola tidur, pasien kritis. Setelah data yang

diperlukan terkumpul, dilakukan pengolahan data. Penolahan data

dilakukan melalui proses pemilihan referensi sesuai kriteria yang telah

ditetapkan yaitu jurnal terbaru minimal tahun 2015, berhubungan satu

sama lain, relevan dengan kajian tulisan serta mendukung uraian atau

analisis pembahasan.

34
BAB 4

HASIL REVIEW

4.1 Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian adalah pasien kritis dari ke dua jurnal

tersebut jumlah responden sebanyak 50 pasien. Karakteristik jenis kelamin

pada responden meliputi laki-laki dan perempuan berusia >26 tahun-90

tahun. Masalah yang dihadapi responden hampir sama yaitu gangguan

pola tidur.

4.2 Hasil studi


Hasil pencarian literatur dari 2 artikel adalah sebagai berikut:

4.1 Review Jurnal


KRITERIA JURNAL 1 JURNAL 2
Judul penelitian Pengaruh Terapi Musik Suara Musik Suara Alam Terhadap
Alam Terhadap Peningkatan
Kualitas Tidur Pasien Kritis Di Kualitas Tidur Pada Pasien Kritis
Ruang Icu Rsu Royal
Prima Medan Tahun 2019
Jurnal Jurnal Ilmiah Keperawatan Jurnal Ilmu dan Teknologi
IMELDA Kesehatan (E-Journal)

Volume dan Halaman Vol. 5, No. 2,dan Hal 674-679 Vol 9 No. 1 dan Hal 1-8
Tahun 2019 2018
Penulis Nur Iman Waruwu, Kurnia Wijayanti
Chrismis Novalinda Ginting, Andrew Johan
Devis Telaumbanua, Nana Rochana
Darwisman Amazihono,
Getzemane Putra Alfrain Laia
Tujuan Penelitiaan Tujuan dari penelitian ini Tujuan dari penelitian ini adalah
mendeskripsikan untuk mengetahui pengaruh
perbedaan kualitas tidur pasien pemberian musik suara alam
sebelum dan setelah pemberian terhadap peningkatan kualitas
terapi musik suara alam. tidur pasien kritis di ICU.
Subjek Penelitian Pasien kritis 12 responden Pasien kritis 38 responden
Metode Penilitian Jenis penelitian ini eksperiment Jenis penelitian ini adalah quasi
Tempat Penelitian ini dilakukan experiment non equivalent dengan
pada dilakukan di ruang ICU pre-post test control group design.
RSU Royal Prima Medan Tahun Pengambilan sampel
2019. Populasi dalam penelitan menggunakan consecutive
ini adalah pasien kritis yang di sampling dengan randomized
rawat di ruang ICU Rumah Sakit allocation. Total responden
Royal Prima Medan sebanyak 30 berjumlah 38 orang. Musik suara

35
orang. Sampel penelitian ini alam yang digunakan adalah suara
adalah 12 pasien yang dirawat burung dengan kombinasi yang
diruang ICU RS Royal diberikan 2x30 menit.
Prima.teknik Pengambilan sampel
dalam penelitian menggunakan
teknik purposive sampling.

Hasil Penelitian Hasil uji normalitas Shapiro-wilk Hasilnya menunjukkan adanya


dimana data responden pada data perbedaan yang bermakna pada
pre-test memiliki nilai sig 0,002 < kualitas tidur antara kelompok
0,05, data post-test terdapat nilai intervensi dan kelompok kontrol
sig 0,000 < 0,05. Uji Wilcoxon dengan nilai p=0,000 (p<0,05).
Signed Rank Tes memiliki nilai
Mean Rank pretest-posttest
sebesar 6,00-0,00 dengan p- value
0,002 pada pasien kritis di ruang
RSU Royal Prima Medan Tahun
2019.

36
BAB 5

PEMBAHASAN

Hasil dari pencarian didapatkan 2 jurnal penelitian, jurnal yang

dianalisis menggunakan metode penelitian yaitu penelitian dengan quasy

eksperimen dengan desain penelitian pre and post test with control grup

design dan menggunakan teknik purposive sampling yang memiliki

kriteria inklusi dan eksklusi.

5.1 Waktu terapi musik suara alam terhadap gangguan pola tidur pada

pasien kritis

Berdasarkan hasil review menurut Waruru (2019), pada jurnal

pertama didapatkan waktu yang diberikan dalam memberikan terapi musik

suara alam adalah 30 menit, sedangkan pada jurnal kedua didapatkan

waktu yang diberikan dalam memberikan terapi musik suara alam adalah 2

x 30 menit (Wijayanti, 2018).

Melalui axon neuron secara difus mempersarafin neokorteks, dimana

suatu rangsangan mencapai thalamus, maka secara otomatis pusat otak

telah diinfasi.mengurangi aktivitas sistem syaraf simpatik, mengurangi

kecemasan, jantung dan laju pernapasan serta memiliki efek positif pada

tidur melelui relaksasi otak gangguan dari pikiran. Oleh karena itu musik

alam dapat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan tidur.Musik dipilih

sebagai alternative karena musik dapat mebuat tubuh menghasil hormon

37
beta-endorfin. Pada saat mendengar suara musik yang indah, hormon

kebahagian (beta-endorfin) akan berprokduksi. Musik yang digunakan

adalah musik suara alam yang sudah ditentukan selama 30 menit dipagi

hari dan 30 menit dimalam hari selama enam hari dengan menggunakan

pengeras suara (Waruru, 2019).

Terapi musik adalah materi yang mampu mempengaruhi kondisi

seseorang baik fisik maupun mental. Musik memberi rangsangan

pertumbuhan fungsi-fungsi otak seperti fungsi ingatan, belajar,

mendengar, berbicara, serta analisis intelek dan fungsi kesadaran. Terapi

musik merupakan suatu disiplin ilmu yang rasional yang memberi nilai

tambah pada musik sebagai dimensi baru secara bersama dapat

mempersatukan seni, ilmu pengetahuan dan emosi (Widodo, 2015).

Menurut asumsi peneliti pasien setelah mendengarkan terapi musik

suara alam responden lebih rileks dan pikirannya tenang serta mampu

untuk tidur karena bisa mengalihkan rasa sakit dan melakukan relaksasi,

pasien yang mendengarkan musik suara alam selama 30 menit tingkat

stresnya berkurang dan lebih santai dengan menggunakan terapi musik

suara alam pasien tanpa tersadar akan tertidur.

5.2 Penerapan terapi musik suara alam terhadap gangguan pola tidur pada
pasien kritis
Dari kedua jurnal penelitian tersebut menyatakan bahwa penggunaan

terapi musik suara alam ini efektif untuk mengurangi gangguan pola tidur

pada pasien kritis. Pada penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa terapi

musik suara alam dapat dianggap sebagai terapi tambahan untuk pasien

kritis.

38
Musik suara alam merupakan suara alam seperti suara burung,

gelombang laut, angin, air mengalir dll, sebagai terapi kesehatan yang

mencapai hasil yang sangat memuaskan antara lain peningkatan kualitas

tidur, kondisi fisik, mental bagi individu diberbagai tingkat umur. Musik

terapi alam adalah salah satu terapi komplementer dalam penatalaksaan

penderita yang mengalami gangguan tidur. Tindakan terapi musik

memiliki pengaruh yang efektif dalam mengurangi gejala depresi pada

penderita yang mengalami diagnose medis yang berbeda pada tingkat usia

yang berbeda. Tidak adanya batasan bagi pengguna terapi ini, dan dapat

diberikan pada semua penderita ganguan tidur (Waruru, 2019).

Menurut asumsi peneliti bahwa pasien di ruang ICU mengalami

gangguan tidur karena faktor lingkungan, meliputi suara bising baik dari

alarm alat-alat medis maupun suara percakapan petugas kesehatan, serta

kecemasan yang di alami karena penyakit yang diderita pasien. Ketika

diberikan terapi musik suara alam, pasien tampak lebih tenang dan rileks.

Terapi musik suara alam ini mampu meningkatkan kualitas tidur pasien

kritis di ruang ICU.

39
BAB 6

KESIMPULAN

1. Waktu yang diberikan dalam pemberian terapi musik suara alam adalah 30
menit
2. Berdasarkan studi literature didapat bahwa pemberian terapi musik suara
alam ini efektif digunakan untuk mengurangi gangguan pola tidur pasien
kritis.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi dalam proses
pembelajaran tentang metode dalam mengurangi gangguan pola tidur pada pasien
kritis.

40
Daftar Pustaka

Adita. 2012. Analisis Penerapan International Accounting Standar (IAS) 41 pada


PT. Sampoerna Agro Tbk. Diponegoro Journal of Accounting Vol 1,
No.2[diakses 6 Febuari 2017]

Al Fajar.2017. https://www.tokopedia.com/web/gejala-penyebab-cara-mengatasi
insomnia/. Diakses pada tanggal 19 Desember 2019. Pukul 19.00 WIB.

Apley, A. 2006. Graham, Buku Ajar Orthopedi Fraktur Sistem. Apley, 7th ed,
Widya Medika CD Atlas of clinical Anatomi.

Boyko, Y., Ording, H., Jennum, P. (2018). Sleep disturbances in critically ill
patients in ICU: how much do we know?. Acta Anaesthesiologica
Scandinavica Foundation. 56: 950-958. Diunduh pada tanggal 26
Oktober 2014 jam 17.00 WIB dari
<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22404330>

Craven, R.F., Himle C.J. 2000. Fundamental of Nursing: Human Health and
Function. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.

Dinarti, dkk. 2009. Dokumentasi Keperawatan. Cetakan I. CV. Trans Info Media:
Jakarta.

Dhona. (2016). Pengaruh Terapi Nature Sound Terhadap kualitas Tidur Pada
Pasien Dengan Sindroma Koronaria Akut. URL:
http://ejournal.unsri.ac.id. Diakses pada tangal 10 Agustus 2020.16.05 PM.

Gambin, G. et al. (2015). Quality of life of older adults in rural


southernBrazil.http://www.rrh.org.au

41
Harkreader, H, Hogan, M.A., & Thobaben, M. 2007. Fundamental of Nursing:
Caring and Clinical Judgment. (3rded). St. Louis, Missouri: Saunders
Elsevier.

Hu R, Jiang X, Hegadoren KM, Zhang Y. Effects of earplugs and eye masks


combined with relaxing music on sleep, melatonin and cortisol levels in
ICU patients : a randomized controlled trial. biomed Cent. 2015;1–9.

Ikhsania, A. 2019. Pola   Tidur yang Baik Sesuai Kelompok Usia. Review dari
https://www.sehatq.com/artikel/ayo-cari-tahu-berapa-durasi-jam-tidur-
yang-baik-sesuai-kelompok-usia. diakses pada tanggal 25 Agustus 2020.
21.30 Pm.

Kaplan&Sadock,2015.SynopsisOfPsychiatry:BehavioralScienes/Cinical/Psychiati
-EleventEdition
Kemal, Al Fajar. (2017). https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/9-cara
memperbaiki-pola-tidur-yang-berantakan/. Diakses pada tanggal 20
Desember 2019. Pukul 20.00 WIB.

Kurnia, W, J, Andrew., R, Nana. (2014). Musik Suara Alam Terhadap Peningkatan


Kualitas Tidur Pada Pasien Kritis. URL: garuda.ristekdikti.go.id

Laily, E, I, et all. 2016. Efektifitas Pemberian Terapi Musik Instrument Terhadap


Kualitas Tidur Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa.
Banda Aceh
Nurin, Fajarina. (2019). https://hellosehat.com/kesehatan/penyakit/gangguan
tidur/. Diakses pada tanggal 20 Desember 2019. Pukul 20.30 WIB

Potter, & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,


Proses, Dan Praktik, edisi 4, Volume.2.Jakarta: EGC.

Silveira, D., Bock, L. F., Silva, E. F. (2016). Quality of Sleep In Intensive Care
Units; Literature Review. Journal of Nursing, 6(4):898-905.

Shahin Naz Jamali, etc. (2016). Effect of music therapy, aerobic exercise and
combined intervention on psychological and physiological parameters in
collegiate athletes: A comparative study. Journal. International Journal of
Current Research in Medical Sciences. Volume 2, Issue 10.

Sulistyarini, T., & Santosa, D. (2016). Gambaran Karakteristik Lansia Dengan


Gangguan Tidur (Insomnia) Di RW 1 Kelurahan Bangsal Kota Kediri.
Jurnal Penelitian Keperawatan Vol.2, 150-155.

Stuart G. Principles and practice of psychiatric nursing. 2012;10thEditio.

Waruwu, N, I, et., all. 2019. Pengaruh Terapi Musik Suara Alam Terhadap

42
Kualitas Tidur Pasien Kritis Di Ruang Icu Rsu Royal Prima Medan Tahun
2019. Medan

Widodo, Suparno. 2015. Manajemen Pengembangan Sumber Daya


Manusia.Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR

Wijayanti, K, et., all. 2018. Musik Suara Alam Terhadap Peningkatan Kualitas
Tidur Pada Pasien Kritis. Semarang

43

Anda mungkin juga menyukai