Anda di halaman 1dari 13

Laporan Praktikum Komunikasi Pertanian

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


     Komunikasi pertanian merupakan kegiatan dalam mengkomunikasikan hal-hal terkait dengan bidang
pertanian di mana bertujuan untuk pembangunan pertanian. Pentingnya komunikasi pertanian yaitu
mempercepat akselerasi pembangunan pertanian di segala bidang dan membentuk serta menguatkan citra baik
pertanian di Indonesia. Pembangunan pertanian membutuhkan komunikasi pertanian yang dapat berupa
sosialisai yang telah tersusun secacra matang. Faktor yang mempengaruhi keefektifan komunikasi yaitu
keterisoliran, kompetensi komunikasi, dan strategi komunikasi. Hal ini didukung oleh terbaginya tipe penerima
respon penyuluhan, mulai dari kelompok innovator; early adopter, early mayority, late adopter, dan kelompok
penolak inovasi yang bersifat apatis (lagger). Hal ini membuat pentingnya sebuah pengetahuan mengenai
bagaimana seharusnya penyajian komunikasi pertanian yang efektif dalam kegiatan penyuluhan terhadap
ragam petani yang tersebar di berbagai daerah agar para petani dapat tercerahkan dan berkembang cara
berpikirnya.
       Menurut data survey Economist Intelligence Unit tahun 2016 di Indonesia, satu orang per tahun
membuang/menyisakan 300 kg makanan. Sumber permasalahan dalam membuang makanan ini selain
mengenai persoalan distribusi dan mafia, salahsatu sumber masalahnya juga karena individu seperti kita,
mengambil makanan lebih dari kebutuhan atau tidak menghabiskannya. Kegiatan menyisakan makanan ini
berpengaruh terhadap ketahanan pangan dan bidang pertanian. Ketahanan pangan tidak akan seimbang pada
daerah-daerah tertentu yang belum secara rata dalam memperoleh makanan, sementara di daerah lain sisa
makanan semakin menumpuk. Hal ini menyebabkan adanya kelangkaan pangan. Dampak negatif lainnya yaitu
pada limbah makanan terhadap kelangkaan air, lahan, rusaknya keanekaragaman hayati, serta memicu
perubahan iklim dan pemanasan global.
    Melalui praktikum komunikasi pertanian ini, kami dapat manfaatkan sebagai wadah untuk menngubah sikap
dan perilaku masyarakat terutama mahasiswa dalam menyikapi makanan. Faktanya, mahasiswa sering
mengadakan acara besar maupun kecil yang di dalamnya selalu ada makanan tersisa. Berdasarkan tujuan
praktikum, praktikum ini bertujuan agar mahasiswa pertanian mampu mengenali masalah yang biasa terjadi di
lingkungan kampus. Lalu, mengetahui serta melakukan apa yang harus ia lakukan untuk memperkuat
ketahanan pangan di Indonesia. Tidak menyisakan makanan merupakan salah satu solusi dari pihak mahasiswa
agar tidak memperburuk perubahan iklim atau pemanasan global, akibat meningkatknya CO2 yang bersumber
dari makanan yang kita buang.

1.2. Tujuan Praktikum


1. Tujuan Umum
     Mahasiswa mampu mengimplementasikan pengetahuan komunikasi pertanian pada umumnya, mulai
analisis khalayak, menentukan materi sesuai dengan kebutuhn sasaran, perencanaan/perancangan media dan
metode yang akan digunakan dalam mengkomunikasikan inovasi pertanian.

2. Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu:
a. Mahasiswa dapat mengidentifikasi permasalahan riil berkaitan dengan pembangunan pertanian.
b. Mahasiswa mengenali dan mendeskripsikan karakteristik khalayak sasaran.
c. Mahasiswa merumuskan kebutuhan informasi khalayak sasaran komunikasi pertanian.
d. Mahasiswa merumuskan tujuan komunikasi pertanian.
e. Mahasiswa merencanakan media komunikasi pertanian.
f. Mahasiswa merancang/mendesain pesan komunikasi pertanian.
g. Mahasiswa mengaplikasikan hasil desain pesan komunikasi pertanian.

1.3. Tempat dan Waktu


II. LANDASAN TEORI
2.1. Komunikasi Pertanian
       Komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata latin communicatio, dan
bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Komunikasi
adalah proses pernyataan antar manusia, dan yang dinyatakannya itu adalah pikiran atau perasaan seseorang
kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai penyalurnya, dalam arti kata bahwa komunikasi itu
minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Minimal karena kegiatan
komunikasi tidak hanya informatif, yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu agar
orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan 
(Yogasuria, 2013).
     Sistem informasi komunikasi pertanian berperan untuk mengumpulkan, mengirimkan, memproses dan
menyimpan data tentang sumber daya organisasi,  program, dan pencapaian kinerja atau prestasi. Informasi
merupakan data yang memiliki makna dan berguna, serta dapat dikomunikasikan kepada penerima atau 
pengguna  (stakeholders) untuk membuat suatu keputusan. Setiap manajer dan  partisipan yang terkait dalam
pengembangan usaha tani padi (koperasi, swasta,  pemerintah, perguruan tinggi, lembaga penelitian dan
pengembangan), pada  berbagai level memerlukan informasi yang relevan dalam rangka membuat keputusan
yang efektif (Suryana, 2008).
       Peran komunikasi pembangunan pertanian juga penting dalam mewujudkan swasembada pangan dan
diversifikasi pangan sebagai landasan terciptanya kemandirian pangan dan ketahanan pangan yang andal.
Kemandirian panganhanya dapat terwujud jika pembangunan dilaksanakan atas prakarsa masyarakat sebagai
bentuk kesadaran untuk membangun usaha tani modern dengan didukung strategi komunikasi yang efektif dan
efisien. Adopsi inovasi teknologi akan meningkatkan produktivitas dan kualitas produk, menekan susut,
meningkatkan nilai tambah dengan pendekatan pemberdayaan dan partisipasi petani serta memperkokoh
kelembagaan dan daya saing (Rangkuti, 2009).
     Proses diseminasi inovasi pertanian kepada petani, komunikasi memegang peranan penting. Proses
komunikasi dalam penyuluhan pertanian tersebut sedikitnya melibatkan lima unsur stakeholders, yaitu: (1)
lembaga penelitian di dalamnya ada para peneliti, yang melakukan penelitian untuk menghasilkan teknologi
yang diharapkan berguna bagi masyarakat petani, (2) lembaga penyuluhan yang di dalamnya terdapat para
penyuluh, yang berperan dalam menyebarluaskan teknologi yang berguna bagi para petani, dan (3) masyarakat
petani itu sendiri yang menjadi subyek penyuluhan, (4) lembaga pengaturan, dan (5) lembaga pelayanan.
Pelaku pelaku dalam penyuluhan pertanian juga melibatkan pihak lain baik dari pihak swasta maupun pihak
lainnya  (Sadono, 2009).
      Pakar komunikasi Rogers memberikan kontribusi yang besar dalam pengembangan komunikasi
pembangunan pertanian melalui  berbagai penelitian tentang: (1) Difusi inovasi komunikasi dapat memberikan
pengaruh terhadap inovasi dan  penemuan baru dibidang pertanian yang bisa disampaikan oleh komunikan
kepada orang lain; (2) Partisipasi komunikasi dapat membuat orang lain turut berpartisipasi tentang apa yang
disampaikan komunikator. Baik buruknya komunikasi yang disampaikan akan tercermin dari tingkat
partisipasi masyarakat; (3) Pemberdayaan dan perubahan sosial masyarakat. Pemberdayaan petani dan
masyarakat pada lingkungan sosial, ekonomi, dan realitas politik berkaitan dengan pendidikan keahlian untuk
mengembangkan komunikasi antarpekerja atau petani. Jika pengembangan komunikasi berlanjut secara efektif
dalam proses perubahan sosial, peneliti dan partisipan harus mengutamakan pemecahan masalah hubungan
kemampuan yang tidak seimbang  (Melkote, 2007).

2.1. Permasalahan Pembangunan Pertanian


     Globalisasi ekonomi telah berdampak pada suatu keharusan bahwa pada pola pendekatan pembangunan
pertanian ke depan, diarahkan kepada “Paradigma Pembangunan Pertanian Berkelanjutan” yang berada dalam
konteks pembangunan manusia. Dampak yang ditimbulkan pada ekologi, ekonomi, sosial, budaya dan
kesehatan masyarakat semakin meragukan masyarakat dunia akan keberlanjutan ekosistem pertanian dalam
menopang kehidupan manusia pada masa mendatang. Paradigma pembangunan pertanian ini, bertumpu pada
kemampuan bangsa untuk mewujudkan kesejahteraaan masyarakat dengan kemampuan sendiri, dengan
memperhatikan potensi kelestarian lingkungannya (Sumodiningrat, 2000).
      Menurut Riyadi dan Deddy S. Bratakusumah (2004) masalah merupakan kondisi di luar harapan yang
terjadi dalam suatu kegiatan. Masalah juga diidentifikasikan sebagai perbedaan atau kesenjangan antara
harapan dan kenyataan. Selain itu, dapat pula dikatakan sebagai perbedaan antara keinginan dengan kenyataan
yang ada pada saat ini. 
     Masalah yang dihadapi oleh sektor pertanian di Negara-negara yang sedang berkembang pada abad 21
cukup berat. Untuk memecahkan masalah itu, diperlukan suatu perubahan yang mendasar terhadap paradigma
pembangunan pertanian yang selama ini dianut oleh pemerintah Negara-negara tersebut dalam membangun
sektor pertanian mereka. Paradigma modernisasi pertanian yang bertujuan untuk mengubah sektor pertanian
tradisional menjadi sektor pertanian modern yang mampu meningkatkan produksi sektor pertanian, merupakan
paradigm yang menjadi rujukan bagi semua pemerintahan di negara-negara yang sedang berkembang dalam
membangun sektor pertanian mereka. Paradigma modernisasi pertanian tersebut dikenal dengan revolusi hijau
(Soetrisno, 2002).
     Masalah mendasar bagi mayoritas petani Indonesia adalah ketidakberdayaan dalam melakukan negosiasi
harga hasil produksinya. Posisi tawar petani pada saat ini umumnya lemah, hal ini merupakan salah satu
kendala dalam usaha meningkatkan pendapatan petani. Lemahnya posisi tawar petani umumnya disebabkan
petani kurang mendapatkan/memiliki akses pasar, informasi pasar dan permodalan yang kurang memadai.
Petani kesulitan menjual hasil panennya karena tidak punya jalur pemasaran sendiri, akibatnya petani
menggunakan sistim tebang jual, dengan sistim ini sebanyak 40 % dari hasil penjualan panenan menjadi milik
tengkulak. Peningkatan produktivitas pertanian tidak lagi menjadi jaminan akan memberikan keuntungan layak
bagi petani tanpa adanya kesetaraan pendapatan antara petani yang bergerak di sub sistem on farm dengan
pelaku agribisnis di sub sektor hulu dan hilir. Kesetaraan pendapatan hanya dapat dicapai dengan peningkatan
posisi tawar petani. Hal ini dapat dilakukan jika petani tidak berjalan sendiri-sendiri, tetapi menghimpun
kekuatan dalam suatu lembaga yang betul-betul mampu menyalurkan aspirasi mereka (Nasrul, 2012). 
     Pembangunan pertanian berperan strategis dalam perekonomioan nasional. Peran strategis tersebut
ditunjukkan oleh perannya dalam pembentukan kapital, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan
dan bioenergi, penyerap tenaga kerja, sumber devisa negara, dan sumber pendapatan, serta pelestarian
lingkungan melalui praktek usahatani yang ramah lingkungan. Pembangunan pertanian di Indonesia diarahkan
menuju pembangunan pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture), sebagai bagian dari implementasi
pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan pertanian (termasuk pembangunan
perdesaan) yang berkelanjutan merupakan isu penting strategis yang menjadi perhatian dan pembicaraan
disemua negaradewasa ini. Pembangunan pertanian berkelanjutan selain sudah menjadi tujuan, tetapi juga
sudah menjadi paradigma pola pembangunan pertanian  (Rifai dan Anugrah, 2011).

2.3. Identifikasi Masalah


     Identifikasi adalah kegiatan mengenal atau menandai sesuatu, yang dimaknai sebagai proses penjaringan
atau proses menemukan kasus. Identifikasi ini  memiliki dua konsep yaitu penyaringan (screening) dan
identifikasi aktual (actual identification). Mengidentifikasi masalah berarti mengidentifikasi kondisi atau hal
yang dirasa kurang baik (Handayani, 2018). 
    Identifikasi masalah merupakan serentetan pertanyaan-pertanyaan yang jawabnya harus ditemukan pada
variabel yang akan diidentifikasi. Oleh sebab itu, dalam setiap melakukan penelitian perlu mengidentifikasi
perumusan masalah. Identifikasi ini merupakan salah satu proses penelitian yang boleh dikatakan terpenting
diantara proses lain. Tanpa identifikasi masalah, suatu proses akan menjadi sia-sia dan bahkan tidak akan
membuahkan hasil apapun (Aziz, 2015).
      Identifikasi masalah adalah suatu tahap permulaan dari penguasaan masalah dimana  suatu objek tertentu
dalam situasi tertentu kita dapat kenali sebagai suatu masalah. Tujuan identifikasi masalah agar kita maupun
pembaca mendapatkan sejumlah masalah yang berhubungan dengan judul penelitian. Identifikasi masalah
hanya diambil dari latar belakang. Pertanyaan dalam identifikasi masalah sebaiknya menggunakan kalimat
tanya yang dimulai dengan kata bagaimana atau mengapa, karena mutunya lebih tinggi daripada hanya
menjawab apa, siapa, dan dimana. Identifikasi masalah dalam penelitian kuantitatif bersifat deskriptif,
hubungan (relationship), pengaruh (asosiative), dan perbedaan (difference) (Usman dan Purnomo, 2008). 
     Menurut Moleong (2008), identifikasi masalah diangkat berdasarkan latar belakang. Oleh karena itu,
sebaiknya menghindari pengambilan identifikasi masalah diluar latar belakang. Bagian identifikasi masalah ini
memiliki fungsi untuk menunjukkan bahwa banyak masalah yang dapat diangkat menjadi masalah penelitian.
      Penelitian dianggap penting dan dapat dilakukan jika terdapat permasalahan penelitian. Masalah diartikan
sebagai suatu situasi dimana suatu fakta yang terjadi sudah menyimpang dari batas-batas toleransi yang
diharapkan. Masalah juga diartikan sebagai kesenjangan yang perlu dicari jawabannya. Penelitian dapat
dikembangkan berdasarkan kondisi problematik tertentu, seperti adanya kesenjangan antara teori dengan
kenyataan atau penelitian terdahulu; kesenjangan tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi beberapa
pertanyaan; dan pertanyaan tersebut memungkinkan untuk dijawab dan jawabannya lebih dari satu
kemungkinan. Sebelum menetapkan berbagai identifikasi masalah, kesenjangan atau problematik yang akan
dibahas diuraikan dahulu sebagai latar belakang masalah (Mahdiyah, 2009).
   Konsep identifikasi masalah adalah proses dan hasil pengenalan masalah atau inventarisasi masalah. Masalah
penelitian akan menentukan kualitas suatu penelitian, bahkan hal tersebut juga menentukan apakah sebuah
kegiatan dapat dikatakan penelitian atau tidak. Masalah penelitian secara umum dapat ditemukan melalui studi
literatur atau lewat pengamatan lapangan, dan sebagainya (Hartono, 2011).

2.4. Sasaran Komunikasi Pertanian


1) Karakteristik Khalayak Sasaran Komunikasi
    Khalayak sasaran di suatu daerah pertanian memiliki karakteristik yang berbeda-beda, oleh karenanya
penyajian komunikasinya pun perlu disesuaikan dengan daerah masing-masing petani. Petani yang masih
berada di daerah pedesaan yang terisolir tentunya lebih efektif jika diberikan penyuluhan dengan metode
dialog dua arah serta pendekatan interpersonal. Kajian yang mendalam diperlukan untuk mengindetifikasi
peran petugas penyuluh sebagai komunikator, fasilitator, mediator, motivator, dan educator dalam kegiatan
penyuluhan terhadap kelompok tani dan petani agar para petani dapat tercerahkan dan berkembang cara
berpikirnya (Ido, 2009).
     Sebanyak mungkin informasi mengenasi khalayak yang akan menjadi sasaran harus dikumpulkan. Faktor-
faktor demografi yang telah diketahui akan meningkatkan kebutuhan. Minat, kekhawatiran, pengetahuan, nilai-
nilai, sikap, kepercayaan, kendala terhadap perubahan perilaku, hal yang memotivasi, tradisi budaya, Bahasa
yang biasa dipakai, menjadikan seseorang mampu mengembangkan peran yang menarik dan berfokus pada
khalayak. Pengetahuan tentang “tahapan perubahan” yang tengah dialami khalayak juga dapat membantu kita.
Informasi yang dibutuhkan penting untuk membantu menetapkan bagaimana dokumen akan terbentuk dan
pesan yang akan diberikan (Bensley, 2003).
     Pendekatan penyuluhan yang tepat sesuai dengan karakteristik khalayak sasaran menggunakan beberapa
hal. Hal-hal tersebut meliput: kesesuaian informasi, ketepatan metode, penggunaan berbagai teknik
penyuluhan, dan penggunaan media dalam penyuluhan. Penggunaan media juga merupakan salah satu cara
untuk meningkatkan dukungan penyuluh sebagai komunikator dalam proses komunikasi antara petani dan
penyuluh dan penguatan kelembagaan penyuluhan pertanian, meliput: ketersediaan program penyuluhan,
kemudahan akses, dukungan fasilitas yang diperlukan, dan pelaksanaan program penyuluhan adalah reposisi
penguatan kelembagaan penyuluhan dalam memperkuat posisi penyuluh dalam proses komunikasi kepada
petani (Effendy, 2004).
   Khalayak sasaran dapat berupa opinion leader, individu, dan kelompok-kelompok sosial masyarakat, seperti
kelompok tani, kelompok PKK, kelompok forum media, dan sebagainya. Masing-masing khalayak sasaran
tersebut membutuhkan teknis komunikasi yang berbeda. Khalayak hendaklah dipandang sbagai pihak yang
setara dengan pihak pelaksana komunikasi, dalam arti mereka pun berperan aktif. Sebagai pihak yagn diajak
berkomunikasi khlayak juga bersifat memutuskan sendiri apakah mereka menerima atau tidak, melaksanakan
atau tidak, pesan-pesan yang dikomunikasikan kepada mereka (Hadiyanto, 2009).
     Keberhasilan strategi komunikasi pembangunan memiliki kriteria dari sudut khalayak sasaran yang
dicirikan oleh ha-hal sebagai berikut:
a) Adanya unsur pemahaman, kepedulian, dan kemampuan masyarakat dalam menyeleksi dan menerapkan
beragam inovasi.
b) Komitmen dan kesepakatan aktif untuk meningkatkan kesuksesan beragam dimeni program pembangunan.
c) Kehidupan yang lebih baik.

   Kriteria keberhasilan strategi komunikasi pembangunan dari sudut pelaku komunikasi pembangunan
dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut :
a) Citra positif pelaku komunikasi pembangunan di mata masyarakat dengan cara memberikan kemudahan
pelayanan komunikasi.
b) Penyampaian informasi pembangunan yang lengkap dan benar berkenaan dengan prioritas utama pada
kepentingan khalayak sasaran.
c) Perluasan jangkauan informasi dan pemantapan kelembagaan masyarakt dengan memperhatikan aspek
kebudayaan setempat. (Satriani et al, 2011).

2.5. Tujuan Komunikasi


   Menurut Riant (2004), tujuan komunikasi adalah menciptakan pemahaman bersama atau mengubah persepsi,
bahkan perilaku. Katz an Robert Kahn mengatakan bahwa hal utama dari komunikasi adalah pertukaran
informasi dan penyampaian makna suatu system social atau organisasi (Ahmad, 2013). Rosadi (2003),
mengatakan komunikasi tidak hanya menyampaikan informasi atau pesan saja, tetapi komunikasi dilakukan
seorang dengan pihak lainnya dalam upaya membentuk suatu makna serta mengemban harapan-harapannya.
Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan betapa efektifnya orang-orang
bekerja sama dan mengkoordinasikan usaha-usaha untuk mencapai tujuan. Tujuan komunikasi antara lain,
yaitu: 1) Pesan dapat tersampaikan, sebagai komunikator kita harus menjelaskan kepada komunikan
(penerima) dengan sebaik-baiknya dan tuntas sehingga mereka dapat mengerti dan mengakui apa yang kita
maksud; 2) Memahami tentang orang lain, sebagai komunikator harus mengerti benar aspirasi masyarakat
tentang apa yang diinginkan kemauannya; 3) Gagasan dapat diterima orang lain. Gagasan dapat diterima orang
lain dilakukan dengan usaha dengan pendekatan persuasive bukan memaksakan kehendak; 4) Menggerakkan
orang lain untuk melakukan sesuatu, menggerakan sesuatu itu dapat bermacam-macam, mungkin berupa
kegiatan. Kegiatan dimaksud di sini adalah kegiatan yang lebih banyak mendorong, namun yang penting harus
diingat adalah bagaimana cara baik untuk melakukan (Widjaja, 2003).

2.6. Perencanaan Media Komunikasi


     Komunikasi merupakan kebutuhan manusia, setiap aspek kehidupan kita sehari-hari dipengaruhi oleh
komunikasi kita dengan orang lain. Komunikasi juga membantu kita untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Komunikasi juga dapat dimaknai sebagai keterhubungan proses menciptaan dan memaknai pesan yang
mendatangkan respon. Proses komunikasi tidak dapat berlangsung tanpa didukung oleh unsur-unsur
komunikasi yang biasa disebut dengan elemen komunikasi. Elemen komunikasi antara lain media yaitu
wahana/alat untuk menyampaikan pesan dari komunikator (sumber) kepada komunikan (penerima) baik secara
langsung (tatap muka), maupun tidak langsung (melalui media cetak/elektronik dll) dan komuikatoor yakni
mereka yang melakukan pengiriman pesan tersebut. Paradigma Lasswell tersebut, komunikasi merupakan
proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek
tertentu (Burhan, 2006).
     Pencapaian sasaran komunikasi yang baik, sebagai komunikator dapat memilih salah satu atau gabungan
dari beberapa media, bergantung pada tujuan yang akan dicapai, pesan yang akan disampaikan, dan teknik
yang akan digunakan.man yang terbaik dari sekian banyak media komunikasi itu tidak dapat ditegaskan
dengan pasti sebab masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan (Burhan, 2007).
      Penggunaan media sebagai alat penyalur ide, dalam rangka merebut pengaruh dalam masyarakat, dalam
abad ke-20 ini, adalah suatu hal yang merupakan keharusan. Media massa dapat menjangkau jumlah besar
khalayak, juga dewasa ini rasanya kita tak dapat lagi hidup tanpa surat kabar, radio, film dan mungkin juga
televisi. Bentuk perwujudan media komunikasi massa akan menimbulkan efek di masyarakat (Irwanto, 2010). 
     Proses komunikasi pertanian bisa disampaikan melalui berbagai media untuk memudahkannya. Praktikum
kali ini kami akan menyampaikan pesan melalui proses penyuluhan, sehingga kami akan memakai berbagai
media antara lain melalui Powerpoint dan booklet (leaflet). Penyuluhan adalah proses aktif yang memerlukan
interaksi antara penyuluh dan yang disuluh agar terbangun proses perubahan perilaku. Kegiatan penyuluhan
tidak terhenti pada penyebarluasan informasi, dan memberikan penerangan. Proses yang dilakukan secara terus
menerus, sekuat tenaga dan pikiran, memakan waktu dan melelahkan, sampai terjadinya perubahan perilaku
yang ditunjukkan oleh penerima manfaat penyuluhan yang menjadi sasaran penyuluhan (Benawa, 2010).
     Powerpoint merupakan sebuah alat bantu dimana materi akan dibuat ringkas dan nantinya akan
diproyeksikan ke layar. Booklet merupakan barang cetakan yang berisikan gambar  dan tulisan (lebih
dominan) yang berbentuk buku  kecil setebal 10 - 25 halaman, dan paling banyak 50 halaman. Leaflet dan
folder, booklet  juga dimaksudkan untuk mempengaruhi pengetahuan dan ketrampilan penerima manfaat 
tetapi pada tahapan menilai, mencoba, dan menerapkan (Lukas dan Suharsono, 2013).

2.7. Perancangan dan Desain Komunikasi 


     Pengukuran tingkat pengetahuan, sikap, dan penerapan teknologi memberikan informasi awal untuk
pendekatan komunikasi terutama untuk desain pesan. Pengukuran pengetahuan disusun bersama peternak
secara partisipatif. Pengukuran pengetahuan selanjutnya dijadikan instrumen dalam baseline study (Mody,
2000). Menurut Severin dan Tankard (2005), tujuan Komunikasi dan Desain Pesan. Tujuan komunikasi untuk
pemberdayaan hendaknya dirumuskan secara spesifi k, terukur, dapat dijangkau, realistis dan sesuai dengan
waktu yang tersedia. Desain pesan yakni suatu perencanaan untuk menjadikan bentuk fisik dari pesan.
     Saat ini teknologi multimedia pembelajaran berbasiskan komputer grafis berkembang lebih cepat daripada
perkem- bangan pengetahuan tentang bagaimana desain pesan yang estetik-seduktif, yang menonjolkan aspek
entertaining dan hyperealistik dewasa ini sudah merupakan hal yang biasa. Para desainer multimedia semakin
dimudahkan dalam pekerjaannya karena tersedianya perangkat-perangkat lunak yang canggih dan mudah
dioperasionalkan (Liu, dkk (2003) dalam Pranata, 2013).
    Pendekatan desain pesan (message design mode). Pendekatan ini cocok untuk tujuan persuasi, advokasi,
informasi dan promosi. Media komunikasi yang dipilih untuk diujicobakan adalah komunikasi langsung
berupa pertemuan kelompok dan pemanfaatan media komunikasi cetak berupa leaflet sejalan hasil penelitian
(Ngathou et al., 2006).
    Setiap lembar bahan tayang hanya memuat satu ide, jika informasi yang akan ditulis terlalu banyak, gunakan
beberapa lembar bahan tayang. Hal ini lebih baik daripada menggunakan satu lembar bahan tayang yang rumit.
Butir-butir yang ditulis dalam satu lembar bahan tayang tidak lebih dari 6 (enam) pesan. Jika memang harus
lebih, gunakan lembar bahan tayang secara tertutup dan bukalah butir demi butir setiap kali dibutuhkan.
Tulisan dalam lembaran bahan tayang tidak lebih dari sepuluh baris kalimat. Setiap baris terdiri atas enam atau
tujuh kata (Leslie, 2005).

2.8. Evaluasi Komunikasi Pertanian


     Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan, pengembangan profesionalisme dan pengembangan jejaring kerja dan
kemitraan (networking) berada pada kategori kurang. Mardikanto (1992:183) menengarai lemahnya sistem
pelaporan dan evaluasi dalam administrasi penyuluhan yang mencakup: kalender kerja/programa penyuluhan,
laporan perkembangan kegiatan, dan laporan hasil kegiatan (Mardikanto 1992 dalam Suhada et al, 2008).
   Rendahnya pengembangan jejaring kerja (networking) dan kemitraan diidentifikasi oleh Mardikanto
(1992:183), di mana lembaga penyuluhan sangat lemah dalam komunikasi dan koordinasi dengan lembaga-
lembaga terkait terutama dengan pusat-pusat informasi (lembaga penelitian, perguruan tinggi, dan lembaga
pemberitaan (Mardikanto dalam Rohmani 2001).
     Rencana monitoring dan evaluasi disusun oleh para penyuluh yang berada di pusat, provinsi,
kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan/ desa bersama para pelaku utama dan pelaku usaha. Rencana monitoring
dan evaluasi meliputi: (a) Penetapan indikator dan ukuran keberhasilan programa, indikator ditetapkan
berdasarkan tujuan kegiatankegiatan (keluaran/output) yang telah ditetapkan dalam programa, ukuran
keberhasilan ditetapkan berdasarkan indikator yang dapat diukur (data kualitatif dan kuantitatif); (b)
Penyusunan instrumen monitoring dan evaluasi, instrumen monitoring disusun berdasarkan rencana dan
realisasi kegiatan-kegiatan yang tercantum dalam programa penyuluhan, instrumen evaluasi disusun dalam
bentuk daftar pertanyaan/daftar isian berdasarkan indikator yang telah ditetapkan; (c) Penetapan jadual
monitoring dan evaluasi monitoring dilakukan paling kurang 3 (tiga) bulan sekali atau triwulanan, sedangkan
evaluasi dilakukan menjelang akan disusunnya programa penyuluhan tahun berikutnya (Widodo, 2006).
     Evaluasi penting dilakukan untuk mengukur sejauh mana media penyuluhan pertanian yang telah dipilih
dan digunakan. Manfaatnya terhadap pemilihan bahan perbaikan dalam rangka meningkatkan efektivitas dan
efisiensi penggunaan media penyuluhan pertanian pada periode berikutnya secara berkesinambungan.
Evaluasi, meliputi evaluasi dapat dilakukan selama kegiatan berlangsung dan pada waktu kegiatan telah
selesai. Hal-hal yang dievaluasi adalah materi pelaksanaan, lokasi dan biaya penyelanggaraan  (Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2013).
        Ada beberapa tahap dalam evaluasi. Tahap evaluasi, meliputi:  Hambatan-hambatan/sebab-sebab
kegagalan, Pemasaran hasil, Pengelolaan usaha, Keuntungan-keuntungan yang sudah dirasakan masyarakat,
Catat hasil kunjungan, masalah-masalah yang sudah dibicarakan dan yang belum terpecahkan, dan pesan-
pesan petani dalam bentuk risalah (Gemiharto, 2016).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 

3.1. Permasalahan Riil Pembangunan Pertanian


       Berdasarkan data Food and Agriculture Organization memperkirakan secara global sepertiga dari makanan
yang dikonsumsi manusia rata-rata terbuang sekitar 1,3 miliar ton pertahun. Menurut World Resources
Institute, lembaga penelitian lingkungan, dibalik 1,3 miliyar ton makanan yang terbuang setiap tahun di
seluruh dunia, terdapat 45 triliun galon air yang juga terbuang. Angka tersebut mewakili 24 persen air yang
digunakan untuk agrikultur. Sektor tersebut menggunakan 70 persen air bersih di seluruh dunia. Pemandangan
makanan yang disisakan terlihat berbagai acara pesta, jamuan makan dan acara lain sejenisnya, bisa disaksikan
sisa makanan yang begitu banyak. Perlu diketahui dengan membuang makanan tentu saja membuang sumber
daya dan energi yang lain. Fenomena itu memang benar-benar telah terjadi. Banyak orang yang tidak segan
untuk membuang makanan sisa. Membuang makan sisa memang bukan tindak kejahatan. Namun, dampaknya
sangat fatal bagi kelangsungan hidup manusia. Kondisi tersebut memicu munculnya anti-wasting food
movement di berbagai negara. Pemborosan itu terjadi di tengah makin rawannya keamanan dan ketahanan
pangan dunia. 
     Setiap acara  besar maupun kecil yang diselenggarakan di lingkup kampus selalu menyisakan makanan
pada akhirnya. Makanan tersebut sering dibuang oleh mahasiswa dikarenakan sudah tidak selera untuk
memakannya, sudah kenyang, maupun tidak suka dengan menu yang diberikan. Hal ini menjadi permasalahan
yang krusial bagi para petani yang tugas utamanya memproduksi pangan. Kita sebagai mahasiswa pertanian
yang notabennya peduli dengan pangan, seharusnya memberi contoh yang baik bagi lingkungan sekitar.
Menurut Suharto (2005), permasalahan yang dihadapi petani merupakan suatu kondisi yang menuntut suatu
pemecahan dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan petani sehingga petani mampu mencapai suatu
kondisi sejahtera.
  Menurut Rifai dan Anugrah (2011) pembangunan pertanian berperan strategis dalam perekonomioan
nasional. Peran strategis tersebut ditunjukkan oleh perannya dalam pembentukan kapital, penyediaan bahan
pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi, penyerap tenaga kerja, sumber devisa negara, dan sumber
pendapatan, serta pelestarian lingkungan melalui praktek usahatani yang ramah lingkungan. Pembangunan
pertanian di Indonesia diarahkan menuju pembangunan pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture),
sebagai bagian dari implementasi pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan
pertanian (termasuk pembangunan perdesaan) yang berkelanjutan merupakan isu penting strategis yang
menjadi perhatian dan pembicaraan di semua negara dewasa ini. Pembangunan pertanian berkelanjutan selain
sudah menjadi tujuan, tetapi juga sudah menjadi paradigma pola pembangunan pertanian.
    Wasting Food itu sendiri mempengaruhi ekosistem lingkungan dimana Menurut Pusat Studi Kebumian,
Bencana, dan Perubahan Iklim Institut Teknologi Surabaya (ITS), FAO memperkirakan bahwa sepertiga dari
produksi pangan global akan terbuang atau hilang. Limbah makanan itu menguras potensi sumber daya alam
yang besar, namun justru menjadi kontributor terhadap dampak lingkungan yang negatif. Setelah berada di
tempat pembuangan sampah, makanan rusak akan menghasilkan gas metan. Metana 23 kali lebih kuat daripada
CO2 untuk menyumbang pembentukan emisi gas rumah kaca yang memberikan kontribusi besar terhadap
perubahan iklim saat ini. Menurut FAO, sampah makanan memberikan kontribusi sebesar 8% emisi GHG
(Green House Gas).
    Karena efek rumah kaca, sinar matahari memancarkan radiasi ultraviolet ke bumi yang akan diterima oleh
bumi dan dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi inframerah. Atmosfer akan meneruskan radiasi inframerah
ini ke luar angkasa. Namun karena terdapat gas rumah kaca yang terperangkap di atmosfer akan
menghalanginya sehingga dipantulkannya kembali radiasi inframerah ini ke bumi. Ditambah dengan radiasi
ultraviolet dari matahari, akan menyebabkan naiknya suhu permukan bumi. Efek rumah kaca telah
meningkatkan suhu bumi rata-rata 1-5°C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti
sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global. Oleh karena itu, makanan yang terbuang di
tempat sampah berkontribusi  cukup besar terhadap pemanasan global.
     Selain daripada itu sisa makanan mengandung konten organik dan kelembaban tinggi, ketika membusuk
akan menghasilkan bau menyengat yang akan berdampak serius terhadap lingkungan hidup dan kesehatan kita.
Dengan mengurangi sampah makanan, secara tidak langsung kita juga mengurangi resiko terjadinya climate
change atau perubahan iklim. Berdasarkan FAO, Jika pemanfaatan makanan dan proses distribusi dapat
dioptimalkan atau ditata secara baik, maka 14% dari seluruh emisi GHG yang berasal dari sektor pertanian,
dapat direduksi pada 2050.

3.2. Deskripsi Khalayak Sasaran Komunikasi


       Khalayak sasaran yang kami tuju pada praktikum ini adalah mahasiswa se-Indonesia. Penentuan sasaran
ini didasarkan karena lingkungan kampus sering mengadakan acara besar ataupun kecil seperti halnya seminar
atau semacamnya dengan memberikan makanan. Makanan tersebut baik makanan ringan maupun berat.
Mahasiswa merupakan salah satu subjek sasaran yang sering menyisakan maupun membuang makanan.
      Menurut Cangara (2011), penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber.
Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai, atau negara. Penerima
biasa disebut dengan khalayak, sasaran, komunikan, atau dalam bahasa Inggris disebut audience atau receiver.
Pesan yang disampaikan dan diterima oleh komunikan dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan sifatnya yaitu
konsumtif dan instrumental. Efek konsumtif merupakan pengaruh komunikasi pesan yang dapat langsung
diresap dan diamati sementara efek instrumental merupakan pengaruh pesan tidak langsung yang manfaatnya
dirasakan oleh komunikan namun tidak dapat diamati langsung oleh komunikator (Suprapto, 2009).

3.3. Tujuan Komunikasi


    Tujuan komunikasi ini antara lain pertama untuk menyadarkan khalayak sasaran agar lebih menghargai
makanan dengan tidak membuang maupun menyisakannya. Makanan terutama nasi berasal dari panen petani
yang telah ditanam dengan segala bentuk perawatan dan pengelolaan. Oleh karena itu, kita harus lebih peduli
dan menghormati nikmat apa yang telah diberikan kepada kita dimana belum tentu orang lain
mendapatkannya. Kedua, lingkungan lebih bersih dan nyaman ketika dipandang. Sampah sisa makanan yang
menumpuk akan lebih mengganggu pemandangan dan menyebabkan sarang semut maupun serangga. Ketiga,
mewujudkan Go Green di lingkungan kampus. Beberapa kampus yang menerapkan program Go Green salah
satunya terdapat aspek untuk menata lingkungan agar terlihat lebih nyaman dan rapi.
     Tujuan komunikasi adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh individu dengan tujuan
menyampaikan pesannya pada orang lain. Jika pesan yang dimaksudkan tersebut tidak sesuai dengan
penangkapan lawan bicara, maka kemungkinan besar akan menyebabkan terjadinya miskomunikasi, sehingga
berdasarkan hal tersebut dibutuhkan suatu bentuk komunikasi yang efektif (Fourianalistyawati, 2012). Secara
sederhana, kegiatan komunikasi dipahami sebagai kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan atau ide dari
satu pihak ke pihak lain, dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan
tersebut.
   Penentuan  tujuan komunikasi beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: 1) Komunikator menentukan
tanggapan dan efek yang diharapkan dari komunikasi yang disampaikan, 2) Komunikator harus mengetahui
dan memahami apakah khalayaknya/konsumen ada dalam tahap pembelian atau tidak. Tahap pembelian mulai
dari awareness (kesadaran), pengetahuan, kesukaan, preferensi, keyakinan dan pembelian, dan 3) Komunikator
harus bisa menggerakkan konsumen ke tahap pembelian. Untuk merancang pesan, komunikator
mengembangkan pesan komunikasi yang efektif, yang idealnya pesan harus melalui tahap AIDDA ( Attention,
Interest, Desire, Decission, Action). Komunikator harus bisa memutuskan isi pesan, format pesan dan struktur
pesan sehingga pesan yang disampaikan memiliki daya tarik maksimal, baik daya tarik rasional, emosional dan
moral (Nurrohim dan Anantan, 2009).

3.4. Perencanaan Media Komunikasi


     Perencanaan media merupakan kegiatan yang sangat penting dalam periklanan dan promosi. Sering kali
terjadi iklan dan promosi menjadi kegiatan penghamburan dana namun tidak memberikan hasil yang
diharapkan. Menurut Widyo (2012), perencanaan media yang dipersiapkan secara baik akan menghasilkan
komunikasi yang efektif sehingga pesan yang disampaikan akan mendapat perhatian lebih besar dari audiens
sasaran.  Bagian ini akan menjawab pertanyaan seperti jenis media apa yang akan dipilih, seberapa sering
suatu iklan harus muncul disuatu media,dan seterusnya. Jenis produk (barang atau jasa) yang diiklankan
mempengaruhi pengaruh media. Jenis produk tertentu adakalanya lebih cocok diiklankan melalui media
televisi namun produk lainnya lebih sesuai jikaa menggunakan media cetak atau lainnya. 
     Guna membuat media komunikasi pertanian yang kreatif dan menarik dibutuhkan para pekerja yang
profesional yang memiliki kreativitas dalam memproses media komunikasi, mulai dari perencanaan pesan,
perencanaan media hingga bagaimana menyampaikan pesannya. Menurut Lukitaningsih (2013), pada agen
pembuat media komunikasi (perusahaan periklanan) terdapat bagian khusus yang merancang kreativitas,
mereka ini adalah yang disebut copywritter, scripwritter atau screenwritter dan pengarah seni yang disebut art
director atau visualizer. Mereka yakin media komunikasi yang kreatif akan menjadikan komunikasi tersebut
efektif karena dengan tampilan yang kreatif maka pesan akan dapat mempengaruhi audien.
    Perencanaan media komunikasi dalam praktikum kali ini, kelompok 14 melewati beberapa tahapan dalam
perencanaannya. Tahap pertama yaitu menyesuaikan kondisi khalayak sasaran praktikum komunikasi
pertanian. Zaman globalisasi ini tidak lepas dari perkembangan teknologi, untuk itu akan lebih efektif apabila 
media komunikasi dilakukan sesuai dengan perkembangan zaman. Khalayak sasaran di kelompok 14 yaitu
mahasiswa yang ada di seluruh wilayah Indonesia, dimana mahasiswa tersebut sering mnghadiri atau bahkan
membuat acara yang selalu terdapat sisa makanan. Selain itu, untuk merubah sikap seseorang perlu adanya
penyampaian komunikasi yang dapat diterima secara cepat. 
      Kelompok 14 memutuskan untuk membuat media komunikasi berupa pamflet dan video. Poster dan video
tersebut didemonstrasikan melalui media online seperti Instagram. Pengaplikasian poster dan video dilakukan
sebanyak 3 kali, dimana 3 postingan tersebut saling berkaitan. Mem-publish sebanyak 3 postingan ini
dikarenakan untuk mengefektifkan komunikasi yang disampaikan, agar khalayak sasaran dapat mengetahui
dengan jelas tujuan dari komunikasi tersebut. 

3.5. Perancangan / Desain Pesan Komunikasi


     Komunikasi pertanian dapat dikatakan baik apabila diukur berdasarkan ukuran-ukuran dalam hal analisis
fakta dan keadaan, pemilihan masalah berlandaskan pada kebutuhan, jelas dan menjamin keluwesan, dan
merumuskan tujuan dan pemecahan masalah yang menjanjikan kepuasan. Analisis fakta dan desain pesan
komunikasi yang baik harus mengungkapkan hasil analisis fakta dan keadaan yang lengkap. Pemilihan
masalah berlandaskan pada kebutuhan hasil analisis fakta dan keadaan biasanya menghasilkan berbagai
masalah baik masalah yang sudah dirasakan maupun belum dirasakan masyarakat setempat. Perencanaan
program harus dengan jelas dan tegas sehingga tidak menimbulkan keragu-raguan atau kesalahpengertian
dalam pelaksanaannya. Tujuan yang ingin dicapai dalam penyuluhan pertanian haruslah menjanjikan
perbaikan kesejahteraan atau kepuasan masyarakat sasarannya (Mardikanto, 2007).

1.  Metode Komunikasi Pertanian


  Metode yang diterapkan kelompok 14 praktikum komunikasi pertanian berdasarkan analisis permasalahan
dan khalayak sasaran adalah metode massa. Khalayak sebagai massa memiliki karakteristik ukurannya yang
besar dan bersifat heterogen. Pemilihan metode ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
ketahanan pangan secara luas dan audiens atau masyarkat setidaknya tau terhadap isu pertanian terkini maupun
sebagai bentuk penyadaran bagi masyarakat untuk lebih menghargai makanan.

2.  Teknik Komunikasi Pertanian


   Teknik komunikasi yang dilakukan kelompok 14 praktikum komunikasi pertanian berdasarkan analisis
permasalahan dan khalayak sasaran adalah media sosial. Media sosial di Indonesia yang sangat diminati
khalayak sasaran yang dituju. Kelebihan media sosial adalah hampir digunakan oleh semua kalangan termasuk
khalayak sasaran yang telah ditetapkan. Dampak dari penggunaan teknik ini ialah media sosial dapat
menjangkau khalayak sasaran dengan area yang lebih luas. Media sosial dapat dijangkau dalam seketika, dan
pesan-pesan yang disampaikan media sosial mudah untuk tervisualisasi. 

3.  Isi Pesan Komunikasi


    Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dan terjadi
saling pengertian, pemahaman yang sama terhadap pesan yang disampaikan. Melalui media sosial isi pesan
yang disampaikan pada post yang pertama adalah pengantar menuju masalah inti. Post kedua adalah masalah
inti yaitu mengenai ketahanan pangan dan upaya kecil yang dapat dilakukan masyarakat untuk membantu
menghargai jasa petani dengan tidak membuang atau menyisakan makanan. Informasi ketahanan pangan yang
disampaikan dalam media sosial meliputi latar belakang pentingnya ketahanan pangan akses pangan,
pemanfaatan pangan, dan lembaga dunia yang menaungi masalah pertanian dan pangan. Ketahanan pangan
merupakan salah satu isu utama upaya peningkatan status gizi masyarakat yang paling erat kaitannya dengan
pembangunan pertanian. Akses pangan merupakan kemampuan memiliki sumber daya, secara ekonomi
maupun fisik, untuk mendapatkan bahan pangan bernutrisi. Pemanfaatan pangan yaitu merupakan kemampuan
dalam memanfaatkan bahan pangan dengan benar dan tepat secara proporsional. Lembaga dunia yang
menaungi masalah pertanian dan pangan adalah FAO (Food and Agriculture Organization of the United
Nations). Peran FAO adalah menjaga kestabilan ketahanan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan
dunia.
   Informasi atau inti pesan selanjutnya yang disampaikan pada media sosial post ketiga adalah mengenai solusi
dari ketahanan pangan yang dimulai dari say no to wasting food, program hunger rangers,  pertanian
bekerjasama dengan TNI AD, dan melakukan sharing food jika dirasa mempunyai kelebihan makanan. Bentuk
penghargaan yang dapat dilakukan terhadap petani adalah tidak menyisakan makanan di piring ketika makan,
membeli bahan makanan atau produk pertanian di pasar tradisional.

3.6. Deskripsi Pelaksanaan Komunikasi Pertanian 


    Menurut Hamad (2010), dalam pelaksanaan perencanaan komunikasi, umumnya terdapat 3 pihak yang
saling terkait, yaitu pemilik produk (A), khalayak sasaran (B), dan pelaksana PPK (C). Pemilik produk (A)
yang paling berkepentingan untuk mengampanyekan produknya kepada khalayak sasaran (B). Guna
memperlancar proses dan pencapaian tujuan kampanyenya, dapat menunjuk tim pelaksana PPK (C). Tim ini
bisa saja dibentuk sendiri oleh pemilik program atau meminta bantuan kepada pihak ketiga. 
     Kelompok 14 melaksanakan komunikasi pertanian ini melalui media online berupa Instagram. Hal tersebut
didasarkan sesuai dengan kondisi khalayak sasaran, dimana lebih sering membuka aplikasi Instagram.
Terdapat 3 kali posting dalam pengunggahannya. Tiga postingan ini dilakukan secara berurutan sesuai dengan
pokok permasalahan yang akan disampaikan. Postingan pertama memuat tentang permasalahan yang ada di
pembangunan pertanian di Indonesia. Postingan kedua memuat tentang isi dari topik yang diangkat, yaitu
Wasting Food. Kemudian, postingan ketiga memuat tentang penyelesaian dari permasalahan yang ada. Poster
beserta video tersebut diunggah di akun Instagram masing-masing anggota kelompok 14.
     Masing-masing postingan di Instagram memuat gambar judul yang memvisualisasikan masalah yang
diangkat, kedua berisi isi pesan dari apa yang ingin kelompok 14 sampaikan, ketiga berisi video yang sesuai
dengan tema tiap postingan. Video berdurasi 1 menit yang diambil dari media Youtube. Gambar judul dan
poster merupakan hasil desain kelompok 14. Waktu penguploadan dilaksanakan dalam sehari pada waktu
dimana khalayak sasaran dirasa ramai dalam memainkan aplikasi Instagram.

3.7. Evaluasi Kegiatan Komunikasi Pertanian


   Evaluasi pada dasarnya adalah tindakan pengawasan, penilaian dan perbaikan terhadap pelaksanaan kegiatan
agar berjalan sesuai tujuan secara efektif dan efisien. Tujuan evaluasi adalah memperbaiki program/kegiatan
yang sedang berjalan maupun umpan balik untuk perbaikan program yang akan datang dan pengambilan
keputusan (Thamrin, 2011).
    Kendala yang dihadapi selama pelaksanaana praktikum komunikasi pertanian yakni sulitnya menentukan
titik permasalahan yang akan diambil. Solusi dari masalah ini yakni selalu mengkonsultasian masalah tersebut
kepada coass dan dosen sehingga permasalahan tersebut dapat terselesaikan. Kendala yang lainnya yakni
karena di kelompok kami tidak ada yang bisa desain sehingga sulit membuat poster yang akan di sebar ke
media sosial dan solusinya yaitu kami belajar dari nol untuk membuat poster. Warganet sedikit yang
memberikan like pada postingan kami, sehingga kami menyimpulkan antusiasme warganet kurang terhadap
postingan kami. Solusinya kami menyebarluaskan informasi bahwa sedang ada sesuatu yang menarik pada
postingan kami. Kendala selanjutnya yakni terbatasnya waktu untuk mendemonstrasikan komunikasi
pertanian, solusi kami yakni mengupload postingan di malam hari. 
    Evaluasi pelaksanaan pada saat demontrasi komunikasi pertanian yakni kurangnya antusiasme warganet
tentang postingan kami di media sosial. Waktu penguploadan poster tidak teratur, bahkan terkadang hingga
larut malam. Pembuatan desain poster kurang menarik sehingga tidak menarik minat melihat. 
    Cara evaluasi yang kami lakukan yakni dengan membuat google form yang berisi pertanyaan mengenai
konten yang kami unggah di media sosial. Hasilnya yakni banyak responden yang menilai bahwa desain poster
kurang menarik, tetapi video yang diberikan sangat lucu sehingga menarik perhatian untuk melihatnya hingga
habis. Selain itu saat ditanya apa akibat dari membuang-buang makanan, responden bisa menjawab sesuai
dengan apa yang kami harapkan, sehingga bisa dikatakan komunikasi pertanian yang kami lakukan berhasil. 

IV. PENUTUP

4.1. Kesimpulan
    Berdasarkan kegiatan praktikum dan pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
 Permasalahan riil yang terjadi di sekitar lingkungan kampus adalah kurangnya kepedulian untuk
menghabiskan makanan. Langkah ini merupakan salah satu cara untuk memperkuat ketahanan pangan.
 Khalayak sasaran yang dituju adalah mahasiswa Fakultas Pertanian, yang biasanya mengadakan acara
baik seminar maupun acara kelulusan dengan banyak menyisakan makanan.
 Kebutuhan informasi khalayak sasaran adalah informasi mengenai pengetahuan dampak menyisakan
makanan.
 Tujuan komunikasi pertanian untuk memberi pengetahuan kepada mahasiswa Fakultas Pertanian
untuk tida menyisakan makanan lagi
 Perancangan pesan komunikasi pertanian berdasarkan permasalahan yang diangkat kelompok 14,
yaitu perkuat ketahanan pangan dengan tidak menyisakan makanan.
 Pengaplikasian hasil desain pesan komunikasi pertanian dapat dilihat berdasarkan tinggi tidaknya
tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Pertanian yang mengisi google form kelompok 14.

4.2. Saran
    Adapun beberapa saran yang yang dapat digunakan untuk praktikum Komunikasi Pertanian di waktu yang
akan datang, yaitu :
 Sebaiknya mahasiswa yang memiliki keahlian dalam desain pesan lebih disebar disetiap kelompoknya
minimal ada 1 orang yang ahli.
 Sebaiknya ada koordinasi dari Coass terhadap praktikan dalam hal sering mengingatkan dan lebih
menjelaskan detail yang akan dikerjakan praktikan.
 Sebaiknya Coass membantu permasalahan yang dihadapi setiap kelompok.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. P. 2013. Tujuan-tujuan Komunikasi. http://www.e-jurnal.com/2013/12/tujuan-tujuan-


komunikasi.html. Diakses pada 29 April 2018.
Aziz. I. 2015. Dasar-dasar Penelitian Olahraga. Jakarta: Kencana.
Benawa. A. 2010. Peran Media Komunikasi dalam Pembentukan Karakter Intelektual di Dunia
Pendidikan.  Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol. 2(1) : 35-49.
Burhan. B. 2006. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Prenada Media Group.
Burhan. B. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 
Cangara. H. 2011. Komunikasi Politik Konsep, Teori, dan Strategi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Fourianalistyawati. E. 2012. Komunikasi yang Relevan dan Efektif Antara Dokter dan Pasien. Jurnal
Psikogenesis. Vol. 1(1) : 33-40.
Gemiharto, Susilo, dan Garryn.  2016. Evaluasi Model Komunikasi Pemasaran Koperasi dalam Upaya
Penguatan Kelembagaan Ekonomi Masyarakat. Jurnal Manajemen Komunikasi. Vol. 1(1): 57-78. 
Hamad. I. 2010. Perencanaan Program Komunikasi. Yogyakarta: Kanisius.
Handayani. D.W. 2018. Analisis Kebutuhan Anak Usia Dini (Buku Ajar S1 PAUD). Yogyakarta: Deepublish.
Hartono. H.I. 2011. Cara Merumuskan Masalah dan Mengidentifikasi Permasalahan. Jurnal Linguistik
Indonesia. Vol. 29(2) : 167-184.
Irwanto. 2010. Efek Media Massa Tv ; Persepektif Pesan dan Kehadiran Media. Jurnal Komunikasi. Vol. 1
(1) : 45-50.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2013. Jakarta: Penyuluhan pertanian. 
Leslie. R. 2005. Memaksimalkan Potensi Alat Bantu dalam Pelatihan dan Pengembangan. Jakarta: Gramedia.
Lukas., Suharsono . 2013. Komunikasi Bisnis. Yogyakarta: CAPS.
Lukitaningsih. A. 2013. Iklan yang Efektif sebagai Strategi Komunikasi Pemasaran. Jurnal Ekonomi dan
Kewirausahaan. Vol 13(2): 116-129.
Mahdiyah. K. 2009. Studi Mandiri dan Perihal Penelitian. Jurnal Ragam Bahasa Indonesia. Vol. 23(5) : 1-35. 
Mardikanto. T. 2007. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Melkote. R.S. 2007. Everett M Rogers And His Contribution To The Field Of Communication And Social
Change In Developing Countries. Journal of Creative in Communication. Vol. 1(1): 11-24.
Mody, B. 2000. Communication of Agriculture. New Delhi: Sage Publications India Pvt Ltd.
Moleong. L. 2008. Analisis Permasalahan dalam Penelitian dan Tata Cara Penulisan. Jurnal  Bahasa. Vol.
17(1) : 121-130. 
Nasrul. W. 2012. Pengembangan Kelembagaan Pertanian untuk Peningkatan Kapasitas Petani terhadap
Pembangunan Pertanian. Jurnal Menara Ilmu. Vol. 3(29) : 166-174
Ngathou. I.N., Bukenya, Chambezi. 2006. Managing Agricultural Risk : Examining Information Sources
Prefered By Limited Resource Farmers. Journal of Extension. Vol. 44(6) : 49-53.
Nurrohim. H., Anantan. L. 2009. Efektivitas Komunikasi dalam Organisasi. Jurnal Manajemen. Vol.7(4) : 20-
39.
Pranata. M. 2013. Pendekatan Estetika pada Desain Pesan Multimedia Pembelajaran. Jurnal Bahasa dan Seni.
Vol. 41(2): 272-283.
Rangkuti. P.A. 2009. Strategi komunikasi membangun Kemandirian pangan. Jurnal Litbang Pertanian. Vol.
28(2) 36-73.
Rifai. R., Anugrah. I. S. 2011. Konsep dan Implementasi Pembangunan Pertanian Berkelanjutan di Indonesia.
Bogor: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pemerintah.
Riyadi, Deddy. S. B. 2004. Perencanaan Pembangunan Dareah (Strategi Menggali Potensi dalam
Mewujudkan Otonomi Daerah). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Rohmani. S.A. 2001. Kinerja Penyuluh Pertanian Dalam Pelaksanaan Tugas Pokoknya. Bogor: Program
Pasca sarjana IPB.
Sadono. D. 2009. Perkembangan Pola Komunikasi dalam Penyuluhan Pertanian di Indonesia. Jurnal
Komunikasi Pembangunan. Vol. 7(2): 43-56.
Severin. W.J., J.W. Tankard. 2005. Teori Komunikasi Massa: Sejarah, Metode, dan Terapan di dalam Media
Massa Edisi Kelima. Jakarta: Prenada Media.
Soetrisno. L. 2002. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian Sebuah Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta:
Kanisius.
Suhada, Laily, dan Roger. 2008. Kinerja Penyuluh Pertanian di Jawa Barat. Jurnal Pertanian. Vol. 4(2): 100-
108.
Suharto. E. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Refina Aditama. Bandung.
Sumodiningrat. G. 2000. Pembangunan Ekonomi melalui Pengembangan Pertanian. Jakarta: PT. Bina Rena
Pariwara.
Suprapto. T. 2009. Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi. Media Pressindo. Yogyakarta.
Suryana. A. 2008. Penganekaragaman Pangan dan Gizi: Faktor Pendukung  Peningkatan Kualitas Sumber
Daya Manusia. Jurnal Pangan Media  Komunikasi dan Informasi. Vol. 17(52): 5-15.
Thamrin. M. 2011. Evaluasi Program Penyuluhan Pertanian dan Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi terhadap
Pendapatan Petani Padi Sawah. Jurnal Ilmu Pertanian Vol 16(3): 23-30.
Usman. H., Purnomo. 2008. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Widjaja. H. A. W. 2003. Komunikasi dan Humas. Jakarta: Bumi Aksara.
Widodo. S., Nuraeni. I. 2006. Media Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Universitas Terbuka. 
Widyo. S. 2012. Keefektifan Perencanaan Media Komunikasi dalam Periklanan. Jakarta: Graffindo. 
Yogasuria. E. 2013. Komunikasi Dalam Penyuluhan Pertanian. www.bbpp-lembang.info. Diakses Pada
Tanggal 25 April 2018.

Anda mungkin juga menyukai