Anda di halaman 1dari 35

EVALUASI PELAKSANAAN PELAYANAN PMTCT

(Prevention Mother to Child Transmission) PADA IBU HAMIL

DENGAN ANC TERPADU PADA MASA PANDEMI COVID 19 DI

PUSKESMAS WONOSALAM

PROPOSAL TESIS

DISUSUN OLEH :

SITI WAGHISATUL ASTUTIK

NIM: 25000320410022

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Human Immunodeficiency Virus atau yang disebut dengan HIV saat ini

merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia dan banyak

negara di seluruh dunia. HIV adalah virus menginfeksi selsel sistem

kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. 1

Berdasarkan data United Nations Programme on HIV and AIDS atau

yang biasa disebut dengan UNAIDS, di dunia pada tahun 2017 terdapat

36,5 juta kasus HIV, kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2018

sebesar 37,3 juta penderita, dan pada tahun 2019 terjadi kenaikan

kembali sebesar 38 juta penderita, serta terdapat sebanyak 690.000 jiwa

meninggal disebabkan karena AIDS.3

Di Indonesia, infeksi HIV merupakan salah satu masalah kesehatan

utama dan salah satu penyakit menular yang dapat mempengaruhi

kematian ibu dan anak. Human Immunodeficiency Virus (HIV) telah ada di

Indonesia sejak kasus pertama ditemukan di Bali tahun 1987. Sampai

dengan tahun 2019, kasus HIV/AIDS telah tersebar di 345 dari 497

(69,4%) kabupaten/kota di seluruh provinsi Indonesia. Jumlah kasus HIV

baru setiap tahunnya telah mencapai sekitar 20.000 kasus. Pada tahun

2018 tercatat 21.511 kasus baru, yang 57,1 % di antaranya berusia 20-39

tahun. Sumber penularan tertinggi (58,7%) terjadi melalui hubungan

seksual tidak aman pada pasangan heteroseksual. Pada tahun 2012


tercatat kasus AIDS terbesar pada kelompok ibu rumah tangga (18,1%)

yang apabila hamil berpotensi menularkan infeksi HIV ke bayinya. Pada

tahun 2012 pula, dari 43.624 ibu hamil yang melakukan konseling dan tes

HIV terdapat 1.329 (3,05%) ibu dengan infeksi HIV. Kementerian

Kesehatan memperkirakan, pada tahun 2020 Indonesia akan mempunyai

hampir dua kali jumlah orang yang hidup dengan HIV/AIDS dewasa dan

anak (812.798 orang) dibandingkan pada tahun 2008 (411.543 orang),

bila upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang dilaksanakan tidak

adekuat sampai kurun waktu tersebut.3

Jumlah perempuan yang terinfeksi HIV dari tahun ke tahun semakin

meningkat, hal ini erat kaitannya dengan perilaku berisiko pasangannya,

yang apabila perempuan tersebut hamil maka bisa menularkan ke bayi

yang dikandungnya. Lebih dari 90% kasus anak terinfeksi HIV, ditularkan

melalui proses penularan dari ibu ke anak atau Mother To Child Hiv

Transmission (MTCT). Virus HIV dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi

HIV kepada anaknya selama kehamilan, saat persalinan dan saat

menyusui. Terdapat 34 juta orang dengan HIV di seluruh dunia. Sebanyak

50% di antaranya adalah perempuan dan 2,1 juta anak berusia kurang

dari 15 tahun. Di Asia Tenggara, terdapat kurang lebih 4 juta orang

dengan HIV/AIDS.2,3

Di negara maju, risiko seorang anak tertular HIV dari ibunya dapat

ditekan hingga kurang dari 2% karena tersedianya layanan optimal


intervensi PMTCT. Namun di negara berkembang atau negara miskin,

dengan minimnya akses intervensi, risiko penularan meningkat menjadi

25%–45%. Di Indonesia Meskipun berbagai upaya telah dilaksanakan

selama beberapa tahun, ternyata cakupan layanan PMTCT masih rendah,

yaitu 10% di tahun 2017, kemudian meningkat menjadi 35% pada tahun

2018 dan 45% di tahun 2019. Bahkan pada tahun 2017 cakupan layanan

PMTCT di Indonesia hanya sebesar 40%. Agar penularan HIV dari ibu ke

anak dapat ditekan, perlu upaya peningkatan cakupan layanan sejalan

dengan peningkatan pelaksanaan program PMTCT. 4

Data Kementerian Kesehatan RI tahun 2018 menunjukkan, dari 1.630

bayi yang lahir dari ibu HIV positif, sebanyak 1.539 bayi (94,4%) berhasil

diselamatkan sehingga tidak sampai tertular HIV. Sedangkan sampai Juni

2019, dari 926 bayi yang lahir dari ibu HIV positif, 872 bayi(94,2%) tidak

tertular.Sebagian besar bayi berhasil diselamatkan karena pengobatan

ARV sejak masa kehamilan. Dan saat ini jumlah fasilitas kesehatan yang

memberikan layanan PMTCT masih sangat terbatas. Sampai tahun 2019,

baru 2018 fasyankes yang menyediakan layanan PMTCT, yaitu 93 rumah

sakit dan 12 puskesmas sehingga ada 0,84% fasyankes di Indonesia.

(Kemenkes RI, 2018).

Kabupaten Demak merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Tengah

dengan penemuan kasus baru HIV yang cukup tinggi setiap tahunnya.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Demak pada tahun

2016 kasus baru yang ditemukan sebanyak 59 kasus, kemudian


mengalami penurunan pada tahun 2017 yaitu sebanyak 47 kasus,

sedangkan pada tahun 2018 penemuan kasus baru meningkat sebanyak

56 kasus, pada tahun 2019 sebanyak 51 kasus, dan pada tahun 2020

mengalami kenaikan yaitu sebanyak 80 kasus, dengan kasus ibu hamil

dengan HIV yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data

Dinas Kesehatan Kabupaten Demak, jumlah kasus ibu hamil dari tahun

2016 sampai dengan 2020 meningkat secara signifikan. Pada tahun 2016

terdapat 3 kasus HIV pada ibu hamil, pada tahun 2017 mengalami

penurunan sebanyak 2 kasus, kemudian pada tahun 2018 mengalami

peningkatan kembali sebanyak 4 kasus, pada tahun 2019 sebanyak 5

kasus, dan pada tahun 2020 meningkat secara signifikan yaitu sebanyak

13 kasus.7

Dalam Strategi dan Rencana Aksi Nasional 2010-2014 dari Menteri

Koordinator Kesejahteraan Rakyat dan Rencana Aksi Kegiatan

Pengendalian AIDS dari Kementerian Kesehatan, menegaskan

Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PMTCT) atau dikenal

dengan Prevention of Mother To Child Transmission (PMTCT) merupakan

bagian dari rangkaian upaya pengendalian HIV- AIDS. Kebijakan umum

Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak sejalan dengan kebijakan

umum Kesehatan Ibu dan Anak serta kebijakan pengendalian HIV-AIDS

di Indonesia. Salah satunya adalah tes HIV merupakan pemeriksaan rutin

yang ditawarkan kepada ibu hamil. Layanan Pencegahan Penularan HIV

dari Ibu ke Anak diintegrasikan dengan paket pelayanan antenatal care


serta layanan Keluarga Berencana di tiap jenjang pelayanan kesehatan.

Semua perempuan yang datang ke pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

dan layanan Keluarga Berencana mendapatkan informasi pencegahan

penularan HIV selama masa kehamilan dan menyusui. 3

Penanggulangan HIV dan AIDS diatur dalam Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia nomor 21 Tahun 2013, salah satu upaya

pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak, yaitu dengan layanan tes

HIV. Tes HIV merupakan pintu gerbang utama atau critical gateway dalam

rangkaian penanganan kasus HIV yang dapat dilakukan saat

pemeriksaan antenatal (Kemenkes RI, 2015). Antenatal Care (ANC)

merupakan pelayanan pemeriksaan kesehatan rutin ibu hamil untuk

mendiagnosis komplikasi obstetri serta untuk memberikan informasi

tentang gaya hidup, kehamilan dan persalinan. 8 Berbagai penelitian

akhirnya sepakat untuk menjadikan VCT sebagai intervensi awal dari

pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi Panduan untuk mengajak ibu

hamil melakukan konseling dan tes saat kunjungan pertama kali antenatal

Care (ANC). Cakupan ibu hamil yang mengikuti VCT hanya 20 % dari

jumlah komulatif orang yang terdeteksi HIV orang, dan yang terdeteksi

AIDS pada saat hamil sampai dengan 2020 sebanyak 2% yang mengikuti

tes. Pelayanan VCT diberikan secara gratis dan dilakukan oleh konselor

yang telah dilatih. Tempat pelayanan VCT yang tersedia sampai saat ini

salah satunya Puskesmas Wonosalam Kabupaten Demak. 6


Indikator K1 dan K4 merujuk pada frekuensi dan periode trimester saat

dilakukan ANC menunjukan adanya keberlangsungan pemeriksaan

kesehatan selama hamil. Setiap ibu hamil yang menerima ANC pada

trimester I (K1 ideal) seharusnya mendapatkan pelayanan ibu hamil

secara berkelanjutan dari trimester I (K1 ideal) seharusnya mendapatkan

pelayanan ibu hamil secara berkelanjutan dari trimester I hingga trimester

III. Hal ini dapat dilihat dari indikator ANC K4. Cakupan K1 ideal secara

nasional adalah 93,5 persen dengan cakupan terendah di Papua (56,3%)

dan tertinggi di Bali (90,3%). Cakupan K4 secara nasional adalah 90 %

dengan cakupan terendah adalah Maluku (41,4%) dan tertinggi di

Yogyakarta (85,5%) Di Indonesia dari cakupan kunjungan (K1 pada tahun

2017 sebanyak 92,7% dari target 93,5% dan cakupan kunjungan K4

sebesar 79,6% , tahun 2018 meningkat menjadi 80,3%, tahun 2019

mencapai 82%, menurun di tahun 2020 mencapai 50,1% . sedangkan

data di Puskesmas Wonosalam Demak didapatkan data cakupan K1

tahun 2019 87% cakupan K4 85%. Tahun 2020 mengalami penurunan

selama masa pandemic COVID 19 menjad cakupan K1 45 % dan

cakupan K4 43%.

Implementasi pelayanan PMTCT terintegrasi dengan antenatal care

dipengaruhi oleh Sumber Daya Manusia (usia, masa kerja, pengetahuan,

sikap, riwayat pelatihan, dan ketersediaan tenaga), sumber dana, sarana

dan prasarana, sasaran pelayanan dan dukungan pemimpin.


Tenaga kesehatan merupakan komponen penting dalam pendekatan

berbagai pelayanan kesehatan karena masih banyak orang dengan

HIV/AIDS memerlukan pelayanan medis dan bahkan belum mengetahui

status HIV nya. Bidan dalam memberikan layanan kesatan ibu dan anak

memiliki wewenang antara lain dapat memberikan pelayanan kesehatan

melaksanakan deteksi dini, melakukan rujukan dan memberikan

penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS). Pentingnya tenaga kesehatan

dalam mendeteksi dini risiko HIV/AIDS pada ibu hamil yang berkunjung

pada pelayanan antenatal care, sebagai upaya dalam penentuan status

HIV sehingga akan memudahkan, mempercepat diagnosis dan

menentukan penatalaksanaan kasus HIV selanjutnya. Oleh karena itu

tenaga kesehatan harus memiliki kemampuan dalam menganalisis suatu

persoalan dan merumuskan formulasi tindakan perencanaan yang efektif.

Penelitian Sariningsih (2015) bahwa pengetahuan bidan tentang

deteksi dini HIV/AIDS pada ibu hamil mempunyai hubungan yang

signifikan dengan implementasi bidan dalam melakukan asuhan

kebidanan. Namun kenyataannya petugas kesehatan sering melewatkan

kesempatan untuk deteksi dini ataupun pemberian konseling HIV disarana

kesehatan. Hasil penelitian Trisnawati (2015) menyebutkan pelaksanaan

PMTCT saat ini dilihat dari peran sistem kesehatan masih kurang

memadai, hanya 64% dari total layanan kesehatan yang melaksanakan

PMTCT khususnya di Jayapura. Penelitian Widyasari (2018)

menyebutkan bahwa sampai dengan saat ini pelaksanaan PMTCT oleh


bidan di wilayah Surabaya masih belum optimal disebabkan karena

kurangnya tenaga, kurang tersedianya sarana dan prasarana, kurangnya

dana dan kurangnya dukungan pimpinan.

Dukungan pemimpin dan rekan kerja dilingkungan Puskesmas akan

mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan program PMTCT penyediaan

melalui berbagai

Dalam situasi pandemi ini banyak ibu hamil enggan memeriksakan

kehamilan di puskesmas atau pelayanan kesehatan lainnya seperti di

Puskesmas karena takut tertular virus Corona, adanya anjuran menunda

pemeriksaan kehamilan dan kelas ibu hamil, padahal pemeriksaan

kehamilan tetap perlu dilakukan secara rutin Karena sangat pentingnya

ANC ibu hamil, Puskesmas Wonosalam Demak dalam memberikan

pelayanan PMTCT yang terintegrasi dengan Antenatal care dengan

melaksanakan Jemput bola ibu hamil. Dalam kegiatannya, bidan bersama

petugas laboratorium mendatangi rumah ibu hamil untuk melakukan

pemeriksaan ibu hamil, konseling, dan pemeriksaan VCT ibu hamil.

Dalam pemeriksaan VCT, petugas laboratorium akan mengambil sampel

darah, kemudian darah diperiksa di laboratorium Puskesmas. Kegiatan ini

sudah berjalan selama 1 tahun, selama masa pandemic Covid 19.

Dengan adanya pelayanan jemput bola ibu hamil, diharapkan cakupan

ANC dapat tercapai. Dan program PMTCT tidak terhenti, sehingga angka

kasus ibu hamil dengan HIV AIDS dapat dicegah dengan 4 prong PMTCT.
Kegiatan sudah berjalan selama satu tahun namun cakupan K1 dan

K4 masih belum tercapai, hal ini disebabkan karena bidan belum secara

maksimal melaksanakan PMTCT, kurangnya monitoring dan evalusai dari

Puskesmas atas pelayanan pmtct dengan inovasi jemput bola. Selain itu,

kurangnya waktu, tenaga yang berangkat ke desa karena adanya

kegiatan vaksinasi Covid 19 serta dari ibu hamil sendiri kurangnya

dukungan keluarga pasien dalam pendampingan pada ibu hamil.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk meneliti

evaluasi pelayanan PMTCT terintegrasi dengan antenatal care dengan

ibu hamil dimasa pandemic COVID 19.

B. Perumusan Masalah

Prevention of Mother To Child Transmission (PMTCT) merupakan

bagian dari rangkaian upaya pengendalian HIV- AIDS. Kebijakan umum

Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak sejalan dengan kebijakan

umum Kesehatan Ibu dan Anak serta kebijakan pengendalian HIV-AIDS

di Indonesia. Salah satunya adalah tes HIV merupakan pemeriksaan rutin

yang ditawarkan kepada ibu hamil. Layanan Pencegahan Penularan HIV

dari Ibu ke Anak diintegrasikan dengan paket pelayanan antenatal care

skrining awal melalui VCT ibu hamil pada kunjungan pertama kehamilan.

Dalam situasi pandemi ini banyak ibu hamil enggan memeriksakan

kehamilan di puskesmas atau pelayanan kesehatan lainnya seperti di

Puskesmas karena takut tertular virus Corona.


Puskesmas Wonosalam Demak didapatkan data cakupan K1 tahun

2019 87% cakupan K4 85%. Tahun 2020 mengalami penurunan selama

masa pandemic COVID 19 menjad cakupan K1 45 % dan cakupan K4

43%. Puskesmas Wonosalam Demak dalam memberikan pelayanan

PMTCT yang terintegrasi dengan Antenatal care dengan melaksanakan

Jemput bola ibu hamil. Kegiatan sudah berjalan selama satu tahun namun

cakupan K1 dan K4 masih belum tercapai, hal ini disebabkan karena

bidan belum secara maksimal melaksanakan PMTCT, kurangnya

monitoring dan evalusai dari Puskesmas atas pelayanan pmtct dengan

inovasi jemput bola. Selain itu, kurangnya waktu, tenaga yang berangkat

ke desa karena adanya kegiatan vaksinasi Covid 19 serta dari ibu hamil

sendiri kurangnya dukungan keluarga pasien dalam pendampingan pada

ibu hamil.

Pelayanan PMCT dengan antenatal care di Puskesmas Wonosalam

Demak yaitu dengan melaksanakan (Jemput Bola Ibu Hamil) yang

dilaksanakan selama masa pandemic Covid 19 perlu adanya evaluasi

pelayanan agar hasil yang didapat dapat meningkatkan pelayanan

kepada masyarakat terkhusus kepada ibu hamil.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganalisis implementasi pelaksanaan pelayanan PMTCT pada ibu

hamil dengan Antenatal care terpadu pada masa pandemic covid 19

di Puskesmas Wonosalam Demak


2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis variable input yaitu sumberdaya manusia (man)

meliputi usia, masa kerja, pengetahuan, sikap, riwayat pelatihan,

dan ketersediaan tenaga, sumber dana, sarana dan prasarana,

sasaran pelayanan dan dukungan pemimpin pada pelayanan

PMTCT pada ibu hamil dengan Antenatal care terpadu pada

masa pandemic covid 19 di Puskesmas Wonosalam Demak

b. Menganalisis variable proses yang meliputi pelaksanaan dalam

program PMTCT pada ibu hamil dengan Antenatal care terpadu

pada masa pandemic covid 19 di Puskesmas Wonosalam Demak

c. Menganalisis variable output dilakukan dalam program PMTCT

pada ibu hamil dengan Antenatal care terpadu pada masa

pandemic covid 19 di Puskesmas Wonosalam Demak

D. Ruang Lingkup

1. Ruang Lingkup Keilmuan

Penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam Ilmu Kesehatan

Masyarakat khususnya di bidang Promosi Kesehatan

2. Ruang Lingkup Masalah

Penelitian ini menggambarkan evaluasi pelaksanaan pelayanan

PMTCT pada ibu hamil dengan Antenatal care terpadu pada masa

pandemic covid 19 di Puskesmas Wonosalam Demak

3. Ruang Lingkup Sasaran


Sasaran yang diambil dalam penelitian adalah petugas kesehatan

yang melaksanakan pelayanan PMTCT pada ibu hamil dengan

Antenatal care terpadu pada masa pandemic covid 19 di Puskesmas

Wonosalam Demak

4. Ruang Lingkup Lokasi dan Waktu

Tempat penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Demak

pada bulan Juni 2021

5. Ruang Lingkup Metode

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Data

yang digunakan adalah data primer yang dikumpulkan dengan

melakukan wawancara mendalam dan data sekunder dari sumber,

jurnal kesehatan, dan sumber lain dari institusi yang terkait dengan

penelitian.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Demak

Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten

Demak dalam pengambilan keputusan untuk pengembangan strategi

dan kebijakan kesehatan, khususnya program PMTCT bagi ibu hamil

di Puskesmas Wonosalam Demak pada masa Pandemi Covid 19

2. Bagi Peneliti

Peneliti dapat meningkatkan pengalaman dan mengembangkan

wawasan dalam melakukan penelitian ilmiah mengenai evaluasi


Pelayanan PMTCT dan Antenatal care di Puskesmas Wonosalam

pada masa Pandemi Covid 19

3. Fakultas Kesehatan Masyarakat

Sebagai tambahan kepustakaan bagi perkembangan ilmu

kesehatan masyarakat terkait evaluasi Pelayanan PMTCT dan

Antenatal care di Puskesmas Wonosalam pada masa Pandemi Covid

19.

F. Keaslian Penelitian

Penelitian berjudul evaluasi pelaksanaan pelayanan PMTCT pada ibu

hamil dengan Antenatal care terpadu pada masa pandemic covid 19 di

Puskesmas Wonosalam Demak. Berdasarkan penelusuran kepustakaan

terdapat peneliti yang hamper serupa tetapi tidak sama telah dilakukan

oleh beberapa peneliti, antara lain:

N Judul Peneliti Metode Hasil

o
1 Implementasi Widyasari Jenis penelitian Hasil Hasil penelitian

Integrasi (2014) kualitatif menunjukkan bahwa

Program dengan metode kegiatan

PMTCT dengan eksploratif sosialisasi belum berjalan

layanan dengan baik.

antenatal care Kegiatan penjaringan

di Puskesmas belum berjalan dengan

Wilayah Kota baik. Kegiatan rujukan


Surabaya belum berjalan

dengan baik. Pengetahuan

bidan tentang

pelaksanaan, tujuan dan

pilar integrasi

program PMTCT baik.

Sikap bidan dalam

kegiatan sosialisasi,

penjaringan dan rujukan

belum baik. Sosialisasi atau

pelatihan masih kurang,

Ketersediaan fasilitas

sarana,

prasarana dan dana masih

kurang.

Ketersediaan petugas

kesehatan masih kurang.

Dukungan pimpinan masih

kurang, tidak ada SOP dan

sosialisasi regulasi.
2 Perilaku Bidan Syarah Penelitian Hasil penelitian

KIA/KB dalam Deskriptif menunjukkan pengetahuan

Pelaksanaan dengan bidan masih rendah


Program pendekatan tentang program PMTCT

Prevention of kualitatif (Pencegahan Penularan

Mother to Child dari Ibu ke Anak). Sikap

Transmission bidan positif pandangan

(PMTCT) Di dimana bidantidak

Rumah Sakit membedabedakan pasien.

Haji Kota Aksi bidan dihadapi pasien

Medan tidak sesuai dengan buku

Tahun 2013 panduan program PMTCT


3 Analisis Mira Kualitatif aspek komunikasi berupa

Implementasi Miranti dengan teknik sosialisasi pedoman

Integrasi Puspitasari pengambilan pelaksanaan kebijakan

Layanan PPIA data WM, FGD belum optimal terutama

HIV ke Layanan dan telaah untuk layanan swasta. Dari

Antenatal di dokumen. sisi dana tidak

kota Depok dilakukannya alokasi

2017 anggaran spesifik program

PPIA mempengaruhi

implementasi, kewenangan

petugas pelaksana sudah

optimal, belum tersedianya

struktur birokrasi yaitu SOP

dan fragmentasi untuk


layanan terintegrasi,

lingkungan sosial berupa

dukungan masyarakat,

layanan kesehatan swasta

yang belum optimal dan

masih adanya stigma

negatif. Kesimpulan

didapatkan bahwa

implementasi integrasi

layanan PPIA ke layanan

antenatal belum optimal hal

ini didukung konseling pra-

tes dan pasca tes belum

efektif, cakupan skrining

HIV bumil masih rendah,

mekanisme rujukan yang

belum berjalan dengan baik

dan proses pencatatan dan

pelaporan serta monitoring

evaluasi yang belum

terintegrasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Program PMTCT

1. Pengertian PMTCT

Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak merupakan bagian dari

upaya pengendalian HIV, AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) di

Indonesia serta Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Layanan

PPIA diintegrasikan dengan paket layanan KIA, KB, kesehatan

reproduksi dan kesehatan remaja di setiap jenjang pelayanan

kesehatan dalam strategi Layanan Komprehensif Berkesinambungan

(LKB) HIV, AIDS dan IMS (Artini, 2014:10). Pencegahan penularan

dari ibu ke anak merupakan sebuah strategi dalam memberikan

harapan bagi anak-anak untuk lahir bebas dari HIV dari ibu yang

terinfeksi (WHO, PMTCT Strategic Vision 2010-2015). Fokus PPIA

tidak hanya wanita khususnya dengan HIV positif tetapi juga

suami/pasangan yang HIV negatif atau status HIV nya tidak diketahui.

2. Strategi PMTCT

Untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke anak,

dilaksanakan program pencegahan secara komprehensif meliputi

empat prong, yaitu:


a. Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi (15-

49 tahun)

Langkah dini yang paling efektif untuk mencegah terjadinya

penularan HIV pada anak adalah dengan mencegah penularan

HIV pada wanita usia reproduksi 15-49 tahun (pencegahan

primer). Pencegahan primer bertujuan mencegah penularan HIV

dari ibu ke anak secara dini, yaitu baik sebelum terjadinya perilaku

hubungan seksual berisiko atau bila terjadi perilaku seksual

berisiko maka penularan masih bisa dicegah, termasuk mencegah

ibu dan ibu hamil agar tidak tertular oleh pasangannya yang

terinfeksi HIV. Upaya pencegahan dilakukan dengan penyuluhan

dan penjelasan yang benar terkait infeksi HIV, AIDS dan IMS

didalam koridor kesehatan reproduksi. Isi pesan disampaikan

dengan memperhatikan usia, norma, dan adat istiadat setempat,

sehingga proses edukasi termasuk peningkatan pengetahuan

komprehensif terkait HIV & AIDS dikalangan remaja semakin baik.

Upaya pencegahan primer pada wanita usia reproduksi 15 – 49

tahun dilakukan untuk menekan terjadinya transmisi HIV pada

anak termasuk bagi ibu hamil, sebelum melakukan hubungan

seksual berisiko ataupun telah terjadi perilaku seksual berisiko.

Bentuk upaya pencegahan antara lain dengan sosialisasi

tentang penyakit HIV-AIDS dan penyakit IMS dalam koridor


kesehatan reproduksi. Stategi ABCD untuk menghindarkan diri dari

perilaku seksual yang berisiko yaitu:

1. A (Abstinence) artinya absen seks atau tidak melakukan

hubungan seks bagi yang belum menikah

2. B (Be Faithfull), yaitu bersikap saling setia kepada satu

pasangan seks (tidak berganti – ganti pasangan)

3. C (Condom), yaitu cegah penularan HIV melalui hubungan

seksual dengan menggunakan kondom

4. D (Drug No) yaitu dilarang mengguanakan narkoba.

b. Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan

HIV positif (Prong 2)

Perempuan dengan HIV berpotensi menularkan virus kepada

bayi yang dikandungnya jika hamil. Wanita dengan HIV disarankan

untuk mendapatkan akses layanan yang menyediakan informasi

dan sarana kontrasepsi yang aman dan efektif untuk mencegah

kehamilan yang tidak direncanakan. Konseling yang berkualitas,

penggunaan alat kontrasepsi yang aman dan efektif serta

penggunaan kondom secara konsisten membantu wanita dengan

HIV agar melakukan hubungan seksual yang aman, serta

menghindari terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan. Infeksi

HIV bukan merupakan indikasi aborsi. Wanita dengan HIV yang

tidak menginginkan hamil dapat menggunakan kontrasepsi yang


sesuai dengan kondisinya dan disertai penggunaan kondom untuk

mencegah penularan HIV dan IMS sedangkan pada wanita dengan

HIV yang memutuskan untuk tidak memiliki anak lagi disarankan

untuk menggunakan kontrasepsi mantap dan tetap menggunakan

kondom (Kemenkes RI, 2012:18).

c. Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayi yang

dikandungnya (Prong 3)

Strategi pencegahan penularan HIV pada ibu hamil yang telah

terinfeksi HIV ini merupakan inti dari kegiatan Pencegahan

Penularan HIV dari Ibu ke Anak. Pelayanan Kesehatan Ibu dan

Anak yang komprehensif mencakup kegiatan sebagai berikut:

1. Layanan ANC terpadu termasuk penawaran dan tes HIV

2. Diagnosis HIV

3. Pemberian terapi AntiRetroviral

4. Persalinan yang aman

5. Tatalaksana pemberian makanan bagi bayi dan anak

6. Menunda dan mengatur kehamilan

7. Pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksazol pada anak

8. Pemeriksaan diagnostic HIV pada anak

d. Dukungan ibu dengan HIV berupa dukungan psikologis, sosial, dan

perawatan kesehatan selanjutnya kepada ibu yang terinfeksi HIV

dan bayi serta keluarganya (Prong 4)

Upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak tidak


berhenti setelah ibu melahirkan. Ibu akan hidup dengan HIV di

tubuhnya. Ia membutuhkan dukungan psikologis, sosial dan

perawatan sepanjang waktu. Hal ini terutama karena si ibu akan

menghadapi masalah stigma dan diskriminasi masyarakat

terhadap ODHA. Faktor kerahasiaan status HIV ibu sangat penting

dijaga. Dengan dukungan psikososial yang baik, ibu dengan HIV

akan bersikap optimis dan bersemangat mengisi kehidupannya.

Diharapkan ia akan bertindak bijak dan positif untuk senantiasa

menjaga kesehatan diri dan anaknya, serta berperilaku sehat agar

tidak terjadi penularan HIV dari dirinya ke orang lain. Informasi

tentang adanya layanan dukungan psikososial untuk ODHA ini

perludiketahui oleh masyarakat luas, termasuk para perempuan

usia reproduktif. Diharapkan informasi ini bisa meningkatkan minat

mereka yang merasa berisiko tertular HIV untuk mengikuti

konseling dan tes HIV agar mengetahui status HIV mereka.

3. Pengelolaan Program PMTCT di Tingkat Puskesmas

Pengelolaan Program PPIA dalam Pedoman

Manajemen Program Pencegahan Penularan HIV Dan Sifilis

Dari Ibu Ke Anak meliputi proses pengorganisasian, perencanaan,

pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, serta pencatatan dan

pelaporan program (Kemenkes RI, 2015). Adapun proses yang

dilakukan di tingkatan puskesmas sebagai berikut:

a. Perencanaan
Kegiatan perencanaan PMTCT ditingkat layanan primer yaitu

Puskesmas anatara lain:

1) Merencanakan pengembangan layanan PPIA di Puskesmas

dan jaringannya (Pustu, bidan di desa dan Puskesmas keliling)

untuk menjangkau ibu hamil yang belum terjangkau.

2) Merencanakan pembahasan PPIA dalam mini lokakarya

Puskesmas serta anggaran BOK dan sumber lainnya untuk

kegiatan PPIA.

3) Merencanakan kebutuhan logistik, antara lain: alat, reagen HIV,

reagen sifilis, ARV, obat sifilis dan bahan habis pakai.

4) Merencanakan jejaring dengan LSM/KDS/kader terkait PPIA.

5) Merencanakan jejaring rujukan antara puskesmas dengan

fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dalam LKB.

6) Merencanakan kegiatan pemantauan dan evaluasi upaya PPIA

di Puskesmas dan jaringannya

b. Pelaksanaan

Kegiatan pelaksanaan PMTCT di tingkat layanan Primer

Puskesmas yaitu antara lain:

1) Menghitung/memperkirakan jumlah sasaran ibu hamil yang

akan dites HIV dan sifilis yaitu perempuan usia reproduksi (15-

49 tahun), remaja, Pasangan Usia Subur (PUS) dan populasi

kunci.
2) Menginventarisasi kader kesehatan yang terlatih HIV, KDS

ODHA, LSM, kelompok masyarakat peduli HIV dan AIDS

lainnya.

3) Menghitung kebutuhan reagen HIV dan sifilis untuk ibu hamil

serta mengajukan permintaan reagen tersebut kepada Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota.

4) Melaksanakan kerjasama dengan kader peduli HIV, KDS

ODHA, LSM terkait PPIA dalam jejaring LKB.

5) Melaksanakan rujukan kasus ke RS dan antar Puskesmas,

serta melakukan kerjasama dengan fasilitas pelayanan

kesehatan lainnya di wilayah kerja. Bagi Puskesmas yang

petugas kesehatannya belum mampu melakukan tes HIV dan

sifilis perlu merujuk ibu hamil untuk menjalani tes HIV dan sifilis

ke layanan yang telah mampu.

6) Memasukkan pembahasan tentang PPIA dalam kegiatan mini

lokakarya Puskesmas.

7) Melakukan peningkatan kapasitas staf (orientasi, sosialisasi,

pelatihan di Puskesmas) tentang PPIA antara lain Petugas

terkait di Puskesmas (petugas KIA, KB, BP, konselor, konseling

remaja dan Promkes), Petugas kesehatan di

Pustu/Polindes/Poskesdes/BPM, Kader kesehatan, PLKB dan

pihak terkait lainnya.


8) Memberikan pelayanan konseling:

a) KB dalam konteks PPIA, di samping pelayanan KB rutin tes

HIV dan sifilis pada ibu hamil pada layanan antenatal

b) Menyusui dan persalinan aman pada ibu hamil dengan HIV

c) Pengobatan bagi ibu hamil dengan HIV bagi puskesmas

yang memiliki layanan ARV dan rujukan ke RS bila layanan

pengobatan ARV tidak tersedia

d) Pengobatan bagi ibu hamil dengan sifilis

e) Persalinan pervaginam pada ibu hamil dengan HIV yang

telah mendapatkan pengobatan ARV sesuai dengan standar

f) Pemeriksaan HIV dan pemberian ARV profilaksis pada bayi

dari ibu HIV atau merujuk jika layanan tidak tersedia

g) Pemantauan pengobatan bagi bayi, serta tumbuh kembang

bayi dan balita yang lahir dari ibu dengan HIV

h) Rujukan balik ke puskesmas atau

Pustu/Polindes/Poskesdes/BPM

c. Pemantauan dan Evaluasi

1) Melakukan pemantauan melalui PWS KIA.

2) Melakukan penyeliaan fasilitatif kepada jaringan dan jejaringnya

dengan menggunakan pedoman Penyeliaan Fasilitatif

Kesehatan Ibu dan Anak (PFKIA).


3) Menggunakan hasil pemantauan dan evaluasi untuk melakukan

asistensi dan fasilitasi kepada jaringan PPIA dan FKTP lain di

wilayah dan untuk advokasi kepada penentu kebijakan.

4) Pertemuan secara berkala untuk membahas capaian hasil

kegiatan dibandingkan dengan target yang direncanakan dan

menyusun rencana tindak lanjut dalam mini lokakarya

a) Puskesmas dan jaringannya tiap bulan

b) Puskesmas dengan lintas sector tiap triwulan

5) Pencatatan Puskesmas

a) Hasil pelayanan antenatal terpadu, termasuk layanan terkait

dengan HIV dan sifilis, dicatat di Kartu Ibu, Kohort dan Buku

KIA.

b) Formulir Registrasi Layanan TIPK dan Formulir Registrasi

Layanan IMS diisi oleh pemberi layanan.

c) Formulir Registrasi Layanan PPIA hanya diisi bila ibu hamil

positif HIV. Pengelola IMS/petugas yang ditunjuk mengisi

formulir dengan memindahkan data hasil pelayanan dari

Kartu Ibu. Data layanan bayi yang lahir dari ibu dengan HIV

diisi oleh petugas pemberi layanan di Puskesmas.

d) Pemantauan tumbuh kembang bayi/balita lahir dari ibu

dengan HIV dicatat di Kohort Bayi/Balita

6) Pelaporan
a) Bidan/petugas KIA di polindes/poskesdes, pustu/kelurahan

dan bidan praktek mandiri/klinik swasta akan melaporkan

hasil pelayanan antenatal terpadu ke bidan koordinator

Puskesmas. Selanjutnya, bidan koordinator Puskesmas

merekapitulasi data dan melaporkan hasil pelayanan

antenatal terpadu melalui format yang tersedia (F1F6).

Bidan koordinator akan berbagi data dengan pengelola

program IMS/P2/petugas yang ditunjuk.

b) Pengelola program IMS/P2/petugas yang ditunjuk

merekapitulasi data layanan HIV dan sifilis pada ibu hamil

yang berasal dari Formulir Registrasi Layanan IMS, Formulir

Registrasi Layanan TIPK, formulir registrasi layanan PPIA

dan melaporkan dengan menggunakan format pelaporan

yang sudah tersedia/aplikasi SIHA (Sistem Informasi HIV

dan AIDS).

4. Implementasi Program

Nuryadi dalam Farkhanani (2016) menyebutkan bahwa implementasi

ialah proses untuk mewujudkan terlaksananya suatu kebijakan atau

tercapainya kebijakan tersebut. Implementasi merupakan kegiatan

yang dilakukan guna mewujudkan perencanaan yang selesai

dikerjakan dengan menggerakkan semua sumberdaya yang memiliki

organisasi melalui aktivitas koordinasi dan supervisi.


Model Implementasi kebijakan Implemantasi Program PMTCT

(Prevention of Mother to Child HIV Transmission) dalam Layanan ANC

di Wilayah Kerja Puskesmas Wonosalam Kabupaten Demak

didasarkan pada Teori Pendekatan Sistem (Sistem Approach) yang

merupakan suatu pendekatan analisis organisasi dengan

menggunakan unsurunsur sistem sebagai titik tolak analisis.

Pelayanan yang diselenggarakan oleh institusi pelayanan kesehatan

adalah sebuah sistem. Komponen suatu sistem terdiri dari masukan

(Input), proses (Process), keluaran (Output), dampak (Impact),

mekanisme umpan balik (Feedback) (Azwar, 2010). Keterikatan antara

komponenkomponen sistem tersebut berlangsung secara aktif dalam

suatu tatanan lingkungan (Environment) (Muninjaya, 2011). Dalam

penelitian implementasi Program PMTCT (Prevention of Mother to

Child HIV Transmission) pada layanan ANC di Puskesmas Maesan

dan Puskesmas Sumber Wringin Kabupaten Bondowoso

didasarkan pada modifikasi teori pendekatan sistem.

a. Komponen Pendekatan Sistem

1) Input

Input adalah kumpulan elemen atau bagian yang terdapat dalam sistem dan

yang diperlukan untuk data berfungsinya sistem tersebut (Azwar, 2010).

Munijaya (2011) menyebutkan bahwa input merupakan sumber daya yang

dimiliki oleh institusi kesehatan yang digunakan untuk

mengoperasionalisasikan implementasi kebijakan. Suatu implementasi


kebijakan akan efektif apabila para pelaksana kebijakan yang bertanggung

jawab untuk melaksanakan kebijakan mempunyai sumbersumber daya untuk

melakukan pekerjaan secara efektif. Unsur sumber daya dalam suatu sistem

yaitu, man, market, money, material, machine dan methode.

a) Sumber daya manusia (Man)

Sumber daya (resources) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dan

digunakan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi, Sumber daya

yang diperlukan manajemen dapat dibedakan atas sumber daya manusia

(human resources) dan sumber daya non manusia (non human

resources). Manusia yaitu orang yang menggerakan dan melakukan

aktivitas-aktivitas untuk mencapai tujuan organisasi, termasuk juga

mendayagunakan sumberdaya lainnya. Manusia merupakan penggerak

utama untuk menjalankan fungsi- fungsi manajemen. Sumber daya

manusia yaitu segenap potensi yang dimiliki oleh manusia. Potensi yang

dimiliki setiap manusia berbeda satu sama lain, untuk itu dibutuhkan

pengelolaan agar diperoleh tenaga kerja yang memuaskan dan dapat

mencapai tujuan organisasi dengan efektif dan efisien. Unsur-unsur

dalam Man atau sumber daya manusia meliputi masa kerja,

pengetahuan dan pelatihan.

1) Usia

Usia didefinisikan sebagai umur individu yang terhitung dari mulai

individu tersebut dilahirkan sampai dengan ulang tahun terakhir

individu tersebut. Notoadmodjo (2010) menyebutkan bahwa


semakin cukup umur seorang individu, maka individu tersebut

semakin matang dan berfikir. Disisi lainnya, pada usia tertentu

individu tersebut akan mengalami pernurunan produktivitas. Usia

dianggap penting karena dapat mencerminkan kematangan

berfikir, pengalaman dan beberapa kemauan tertentu. Prod. Dr.

Koesoemato Setyonegoro dalam Sunaryo (2015) menyebutkan

bahwa ketegori usia yaitu, masa dewasa muda (elderlt adulthood):

1825 tahun, masa dewasa penuh atau maturitas (middle years):

2565 tahun, masa lanjut usia (geriatric age): > 65 tahun atau 70

tahun. Batasan usia pada penelitian ini adalah usia < 30 tahun dan ≥

30 tahun didasarkan pada ratarata usia bidan sampai dengan masa

pensiun.

2) Masa Kerja

Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja (pada suatu

kantor, badan, dan sebagainya). Semakin lama seseorang bekerja

maka semakin terampil dan makin berpengalaman pula dalam

melaksanakan pekerjaan. Masa kerja merupakan faktor individu yang

berhubungan dengan prilaku dan persepsi individu

yang mempengaruhi kompetensi individu, misalnya seseorang yang

lebih lama bekerja akan dipertimbangkan lebih dahulu dalam hal

promosi, hal ini berkaitan erat dengan apa yang disebut senioritas.

Responden yang mempunyai masa kerja relatif baru (6 tahun)

dengan masa kerja lama (37 tahun) tidak menunjukkan pengaruh


yang nyata baik atau kurang terhadap praktik penggunaan partograf

pada pertolongan persalinan normal (Notoatmodjo, 2007).

3) Pengetahuan

Pengetahuan didapat seseorang dari melalui panca inderanya yaitu

melalui melihat, merasa, mendengar, meraba dan mencium.

Pengetahuan merupakan salah satu hal

yang penting untuk menentukan tindakan

seseorang (Notoadmodjo, 2007). Dalam melakukan

pencegahan penularan HIV yang baik dan benar, bidan harus

mempunyai pengetahuan dalam bidang kesehatan ibu dan anak

(KIA). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari

subjek penelitian atau responden. Pengetahuan dapat diperoleh

melalui proses belajar yang didapat dari pendidikan.

4) Ketersediaan Tenaga

Ketersediaan tenaga dalam hal ini adalah staf atau pegawai (street-

level bureaucrats). Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi

kebijakan, salahsatunya disebabkan oleh staf atau pegawai yang

tidak cukup memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam

bidangnya. Penambahan jumlahstaf dan implementor saja tidak

cukup menyelesaikan persoalan implementasi kebijakan, tetapi

diperlukan sebuah kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan


yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam

mengimplementasikan kebijakan.

5) Pelatihan

6) Pelatihan merupakan salah satu usaha untuk


mengembangkan sumber daya manusia,
terutama dalam hal pengetahuan (knowledge),
kemampuan (ability), keahlian (skill) dan
sikap (attitude). Pelatihan pada dasarnya
merupakan sebuah
proses untuk
meningkatkan kompetensi seseorang.
7) Pelatihan mempunyai manfaat bagi suatu
organisasi baik bagi perusahaan serta
peserta pelatihan.
Manfaat bagi
perusahaan diantaranya
adalah meningkatkan kompetensi pelayanan,
sehingga karyawan menguasai bidang
pekerjaannya, mengoptimalkan tingkat
produktivitas kerja, sehingga menghasilkan
output yang lebih baik, dll. Adanya pelatihan
PMTCT atau sosialisasi PMTCT bertujuan

8) sikap
2) Proses

3) Output

5. ahah

B. Gagag

C. Nana

D. Jaaj

E.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pujana, W. & Indriani, C. Evaluasi Kegiatan Antenatal Terpadu Pada

Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak ( PPIA ) di Kota


Denpasar Tahun 2014 Evaluation of PMTCT Program into Antenatal

Care at Community Health Centre in Denpasar City 2014. 1–15 (2015).

2. Nurjasmi, E. Situasi Pelayanan Kebidanan pada Masa Pandemi

COVID-19. Ibi.or.Id 1–32 (2020).

3. Kemenkes RI. Pedoman pelayanan antenatal, persalinan, nifas, dan

bayi baru lahir di Era Adaptasi Baru. (2020).

4. Puspitasari, M. M. & Junadi, P. Analisis implementasi integrasi layanan

ppia hiv ke layanan antenatal di kota depok 2017. J. Kebijak. Kesehat.

Indones. 07, 79–87 (2018).

5. Erliana, N., Suryoputro, A. & Mustofa, S. B. Gambaran Pelaksanaan

Prevention Mother to Child Transmission di RSUD Kelas B Dr. R.

Sosodoro Djatikoesoemo Kabupaten Bojonegoro. J. Promosi Kesehat.

Indones. 11, 1 (2016).

6. Ningsih, I. K. Kajian Pencegahan Penularan HIVdari Ibu ke Anakpada

Antenatal Care Oleh Bidan Praktik Mandiri di Yogyakarta. J. Adm.

Kesehat. Indones. 6, 61 (2018).

7. Antenatal, P., Oleh, C., Desa, B. & Aids, H. I. V. PELAKSANAAN

PROGRAM INTEGRASI PPIA DENGAN PELAYANAN Penyakit

Acquired Immune Deficiency Syndrome ( AIDS ) merupakan isu penting

di dunia mengenai kesehatan penyebabnya adalah Human


Immunodeficiency Virus . Saat ini HIV / AIDS menjadi pandemi global

dengan. 53–62 (2015).

8. Asmalia, R., Maulana, E. & Permatasari, L. Perbandingan Jumlah Tes

Hiv/Aids Ibu Hamil Pada Pemeriksaan K1 Dan K4. J. ’Aisyiyah Med. 5,

(2020).

9. Norma, E., Febriani, I., Zahro, F. & Utari, R. Cakupan Kunjungan

Pertama Ibu Hamil Pada Pelayanan Antenatal Care. J. Ilm. Mhs. Fak.

Kesehat. Masy. Univ. Diponegoro 2, 97181 (2012).

Anda mungkin juga menyukai