Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN BBDM MODUL 6.

2
KESEHATAN USIA ANAK DAN PUBERTAS

Disusun oleh:

Muhammad Ilham Kusumo

22010117130190

BBDM 24

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2020
SKENARIO 4

Seorang anak laki-laki berusia 15 bulan datang ke Puskesmas dibawa oleh


ibunya. Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan berat badan saat ini 5700 gram
dan PB 70 cm, lingkar kepala 41 cm, dan lingkar lengan atas 9 cm. Berat badan usia 9
bulan saat terakhir kontrol untuk imunisasi Campak adalah 5500 gram. Petugas di
KIA mengatakan kalau anak sudah tidak diberikan ASI, saat ini makan dengan nasi
dan lauk sayut sayur sop kadang sayur bening dengan tempe dan tahu. Susu UHT 2x
sehari yang kotak kecil. Anak doyan minum air putih dan teh. Keluhan batuk lama
disangkal, demam disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan umum
sadar, tampak kurus, iga gambang dan baggy pants (+), edema (-), muscle wasting
(+). Pemeriksaan antropometri didapatkan WAZ <-3 SD, HAZ <-3, WHZ <-3 SD.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS 48 mg/ dl.

STEP 1 Terminologi

1. GDS 48mg/dl : Tes gula darah sewaktu. Untuk anak-anak yang baru lahir hingga
usia lima tahun memiliki target gula darah yang normal adalah 100-200mg/dl.
2. Weight faltering : Juga disebut Failure to Thrive ( Gagal Tumbuh) adalah suatu
keadaan terjadinya keterlambatan pertumbuhan fisik pada bayi dan anak, dimana
terjadi kegagalan penambahan berat badan yang sesuai dengan grafik pertumbuhan
normal.Gagal tumbuh didefinisikan sebagai pertumbuhan yang berada di bawah kurva
persentil 3 atau persentil 5 dan atau terjadinya perubahan pada kurva pertumbuhan
yang melewati 2 kurva persentil major dalam 2 waktu pengamatan. Bukan merupakan
diagnosis tapi merupakan kumpulan gejala. pelbagai penyakit yang dikelompokkan
sebagai gangguan asupan makanan, gangguan absorbsi makan, serta penggunaan energi yang
berlebihan.Pada penilaian garis pertumbuhan, arah garis pertumbuhan kurang dari
arah garis baku atau pertumbuhan kurang dari yang diharapkan.
3. KIA : Merupakan ruang pelayanan kesehatan khusus yang melayani
Kesehatan Ibu, Anak (KIA), KB, dan Imunisasi. Pasien yang mendapatkan pelayanan di
Ruang KIA dan KB adalah WUS, Ibu Hamil, Ibu Nifas, Bayi Baru Lahir dan Pelayanan
Imunisasi.
4. Iga gambang :Tulang iga tampak jelas, merupakan tanda dari marasmus.
Penyebabnya cenderung multifaktorial dan sering melibatkan masalah dengan pola makan
dan perilaku makan yang biasanya merespons saran sederhana yang ditargetkan, selain itu
juga , walau lebih jarang, weight flatering dapat dikaitkan dengan kelalaian atau masalah
kesehatan mental ibu atau kecanduan.
5. Baggy pants :Pada daerah pantat subkutis tidak ada atau sangat sedikit,
merupakan tanda marasmus , didapatkan kulit keriput. Kulit pantat dan paha
mengendur dan terlihat keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak
ada  seperti pakai celana longgar/baggy pants
6. WHZ : WHZ merupakah salah satu antropometri anak. WHZ ( Weight for
Height Score ) yaitu berat badan menurut tinggi/panjang badan).Untuk WHZ dan BAZ,
dinyatakan kurus dan sangat kurus apabila Z score nya <-2 Z score; dinyatakan berat badan
lebih dan obese bila >+2 Z score untuk anak balita, sedangkan cut-off untuk anak 5 tahun atau
lebih maka dinyatakan gemuk dan sangat gemuk bila >+1 Z score. Anak berumur bawah lima
tahun yang mempunyai BAZ atau WHZ diantara -2 Z score dan +2 Z-score adalah normal.
Khusus untuk WHZ hanya berlaku untuk anak usia dibawah 5 tahun saja, sedangkan umur 5
tahun atau lebih maka dapat digunakan BAZ.

STEP 2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana intepretasi pemeriksaan fisik ?


2. Apa hubungan makanan yang dikonsumsi anak ( nasi sayur sop / bening dan tempe /
tahu, susu uht 2x kotak kecil dengan keluhan pasien?
3. Apa hubungan anak doyan minum air putih dan es teh dengan keluhan pasien?
4. Apa hubungan anak sudah tidak diberikan ASI dengan keluhan?
5. Bagaimana intepretasi pemeriksaan laboratorium?
6. Apa kemungkinan diagnosis
7. Mengapa bisa terjadi muscle wasting, iga gambang, baggy pants?

STEP 3. Hipotesis

1. 15 bulan -> bb 5.700 gram (dibawah normal : 8,4-10,9 kg)


panjang 70 cm ( dibawah normal : 72,9-79,5)
lingkar kepala 41 cm ( dibawah normal : , 45,5-48,2 cm)
lila 9 cm(dibawah normal 14-16)
9 bulan -> bb 5500 gram ( dibawah normal : 7-9,2 kg)
Pemeriksaan antopometri :
WAZ < -3 =berat badan sangat kurang
HAZ <-3 =sangat pendek
WHZ <-3 =sangat kurus
2. Tingkat konsumsi zat gizi makro dapat mempengaruhi zat gizi bayi. Marasmus->
disebabkan karena kurangnya asupan energi dan asupan protein . Pada kasus anak
tidak mendapatkan protein tinggi dari hewani namun hanya mendapatkan protein
nabati. Asupan susu sebagai sumber protein, kalori, dan lainnya 300ml untuk
memenuhi kalsium. Susu berperan dalam metabolisme anak. Anak 15 bulan sudah
bisa mencerna makanan semi padat, susu uht sudah memenuhi kebutuhan gizi. Susu
uhat dapat diberikan setelah > 1 tahun dan disarankan full cream karena memiliki
lemak yang sesuai.
Susu UHT gula tinggi => diabetes, dan gigi keropos
Susu UHT 8% tidak melwati anjuran IDAI, yaitu 10%
3. Teh mengandung tanin, pholiphenol yang menggangu penyerapan zat tertentu dalam
makanan seperti zat besi. Zat besi dan protein digunakan untuk imunitas tubuh,
menyediakan sumber energi. Gangguan penyerapan besi dapat menyebabkan anemia
defisiensi besi dan bermanifestasi lesu, Teh juga mengganggu penyerapan kalsium
sehingga mempengaruhi pertumbuhan tulang. Air putih : hanya mencukupi mineral
dan cairan.
4. Tiga tahun pertama kehidupan anak, merupakan masa yang sangat penting karena
terjadi pertumbuhan fisik dan perkembangan (kecerdasan, ketrampilan motorik,
mental, sosial, emosional) yang sangat pesat. Di usia inilah yang disebut “Golden
Age”. Oleh karena itu, penting bagi ibu untuk memberikan nutrisi yang terbaik bagi
anak sejak awal kehidupannya. Di awal hidupnya, bayi membutuhkan nutrisi yang
adekuat untuk pertumbuhannya, sehingga dapat mengoptimalkan seluruh proses
tumbuh kembangnya. ASI merupakan cairan biologis kompleks yang mengandung
semua nutrien yang diperlukan tubuh anak. Sifatnya yang sangat mudah diserap tubuh
bayi, menjadikannya nutrisi utama yang paling memenuhi persyaratan untuk tumbuh
kembang bayi. Secara garis besar, kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang
dikelompokkan menjadi 3 kelompok :
 Kebutuhan fisis-biomedis (asuh)
 Kebutuhan kasih sayang/emosi (asih)
 Kebutuhan stimulasi/latihan (asah).
Pemberian ASI secara ekslusif selama 6 bulan, yang dilanjutkan sampai usia 2
tahun atau lebih tentu saja dapat memenuhi ketiga kebutuhan tersebut.
5. Dibawah normal usia dibawah 6 tahun -> 100-200 mg/ dl i
GDS : 48 mg/dl (rendah/hipoglikemi, N : 54-?)
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah < 3 mmol/L
atau < 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi buruk harus diberi makan atau larutan
glukosa/gula pasir 10% segera setelah masuk rumah sakit
6. Kemungkinan diagnosis gizi buruk dengan bentuk klinis marasmus karena terkait
dengan tanda klinis : muscle wasting, iga gambang, dan baggy pants. Kemudian juga
dilihat dari pemeriksaan fisik serta riwayat pemenuhan gizi anak yang kurang baik.
7. Karena kurangnya asupan asupan karbohidrat dan protein yang berat, yang kemudian
akan menyebabkan wasting atau kehilangan lemak dan otot. Jika seseorang tidak
mendapatkan nutrisi dengan jumlah yang sesuai maka tubuhnya akan sangat sulit
untuk ploriferasi sel .

STEP 4 Peta Konsep

Anak Laki Anamnesis :


laki 15 - Sudah tidak diberikan ASI
bulan - Makan nasi dengan sayur sop / sayur bening
dengan tempe dan tahu, susu UHT 2x sehari PP
kotak kecil
Pemeriksaan Lab GDS 48 mg/
PF : dl
BB saat ini 5.700 gr, Pb 70 cm , LK 41 cm, Lila 9
cm, terakhir kontrol 5500, keadaan umum sadar,
tampak kurus, iga gambang, baggy pants(+),
edema (-), muscle wasting (+) . pemeriksaan
antopometri:WAZ <-3 SD, WHZ <-3 SD, HAZ <-
3 SD

Etiologi Gizi Buruk

Gejala dan Tanda

PP Tatalaksana dan
Patofisiologi
Edukasi

STEP 5 Sasaran Belajar

1. Etiologi dan Faktor Risiko gizi uruk


2. Pemeriksaan fisik gizi buruk
3. Pemeriksaan Penunjang gizi buruk
4 Perbedaan gizi buruk dengan malnutrisi sedang atau ringan
5. Tatalaksana gizi buruk
6. Edukasi pasien gizi buruk
7. Komplikasi gizi buruk

STEP 6 Belajar Mandiri

1. Etiologi dan Faktor Risiko gizi uruk


WHO menyebutkan bahwa banyak faktor dapat menyebabkan gizi buruk,
yang sebagian besar berhubungan dengan pola makan yang buruk, infeksi berat
dan berulang terutama pada populasi yang kurang mampu. Diet yang tidak
memadai, dan penyakit infeksi terkait erat dengan standar umum hidup, kondisi
lingkungan, kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan,
perumahan dan perawatan kesehatan (WHO, 2012). Banyak faktor yang
mempengaruhi terjadinya gizi buruk, diantaranya adalah status sosial ekonomi,
ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik untuk anak, dan Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR).
a. Konsumsi zat gizi
Konsumsi zat gizi yang kurang dapat menyebabkan keterlambatan
pertumbuhan badan dan keterlambatan perkembangan otak serta dapat pula
terjadinya penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit
infeksi. Selain itu faktor kurangnya asupan makanan disebabkan oleh
ketersediaan pangan, nafsu makan anak,gangguan sistem pencernaan serta
penyakit infeksi yang diderita.
b. Penyakit infeksi
Infeksi dan kekurangan gizi selalu berhubungan erat. Infeksi pada
anak-anak yang malnutrisi sebagian besar disebabkan kerusakan fungsi
kekebalan tubuh, produksi kekebalan tubuh yang terbatas dan atau kapasitas
fungsional berkurang dari semua komponen seluler dari sistem kekebalan
tubuh pada penderita malnutrisi
c. Pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan
Seorang ibu merupakan sosok yang menjadi tumpuan dalam mengelola
makan keluarga. pengetahuan ibu tentang gizi balita merupakan segala bentuk
informasi yang dimiliki oleh ibu mengenai zat makanan yang dibutuhkan bagi
tubuh balita dan kemampuan ibu untuk menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Kurangnya pengetahuan tentang gizi akan mengakibatkan
berkurangnya kemampuan untuk menerapkan informasi dalam kehidupan
sehari-hari yang merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan gizi.
Pemilihan bahan makanan, tersedianya jumlah makanan yang cukup dan
keanekaragaman makanan ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu
tentang makanan dan gizinya. Ketidaktahuan ibu dapat menyebabkan
kesalahan pemilihan makanan terutama untuk anak balita
d. Pendidikan ibu Semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah diberikan
pengertian mengenai suatu informasi dan semakin mudah untuk
mengimplementasikan pengetahuannya dalam perilaku khususnya dalam hal
kesehatan dan gizi . Pendidikan ibu yang relatif rendah akan berkaitan dengan
sikap dan tindakan ibu dalam menangani masalah kurang gizi pada anak
balitanya
e. Status Ekonomi Keluarga
Status ekonomi erat kaitannya dengan daya beli dalam keluarga. Status
ekonomi seseorang dipengaruhi oleh pendapatan orang tersebut. Semakin
tinggi tingkat pendapatan responden, maka akan semakin beraneka ragam
makanan yang dikonsumsi dan akan semakin baik pula nilai asupan makanan
(energi) dari balitanya.
f. Sanitasi lingkungan
Sanitasi lingkungan erat kaitannya dengan ketersedian air bersih,
ketersedian jamban, jenis lantai rumah, serta kebersihan peralatan makanan,
kebersihan rumah, pencahayaan, ventilasi. Makin tersediannya air bersih
untuk betuhan sehari-hari, maka makin kecil risiko anak terkena penyakit
kurang gizi.

2. Pemeriksaan fisik gizi buruk

PF :
- Klinis :
o Marasmus
 Tampak sangat kurus
 Wajah seperti orang tua
 Cengeng
 Kulit keriput
 Perut cekung
 Tekanan darah, detak janutng dan pernapasan berkurang
o Kwarshiokor
 Ada edema diseluruh tubuh terutama kaki, tangan dan anggota badan
lainnya
 Wajah membulat dan sembab
 Pandangan mata sayu
 Rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung
 Pembesaran hati
 Otot mengecil – muscle wasting
 Kelainan kulit : bercak merah muda yang meluas
 Diare
 Anemia
 Perubahan status mental : cengeng, rewel
o Campuran keduanya : gambbaran klinik merupakan campuran dari beberapa
gejala klinik kwarshiokor dan marasmus, disertai dengan edema yang tidak
mencolok
- Antropometri :
Ada beberapa jenis indikator antropometri dapat yang digunakan untuk
identifikasi masalah KEP, diantaranya adalah berat badan (BB), tinggi badan (TB),
lingkar lengan atas (LILA), lingkar kepala (LP), lingkar dada, lapis lemak bawah kulit
(LLBK). Untuk lebih memberikan makna maka indikator tersebut dikombinasikan
menjadi indeks antropometri.
Di antara beberapa macam indeks antropometri tersebut yang paling sering
digunakan adalah BB/U, TB/U dan BB/TB, sedangkan antropometri yang lain hanya
digunakan untuk keperluan khusus seperti pada survey penapisan/survey nutritional
assessment.
Indeks BB/U  Dalam keadan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan
keseimbangan antara intake dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang
mengikuti pertumbuhan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat
dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang lebih cepat
atau lebih lambat dari keadaan normal.
Indeks TB/U  Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersama dengan
umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan yaitu relatif kurang sensitif
terhadap masalah defisiensi zat gizi dalam jangka waktu pendek. Pengaruh defisiensi
zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama.
Berdasarkan sifat inilah maka indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi masa
lampau. Keadaan tinggi badan anak pada masa usia sekolah (7 tahun)
menggambarkan status gizi (KEP) pada masa balitanya.
Indeks BB/TB  BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menyatakan
status gizi KEP, terlebih bila umur sulit didapat. Oleh karena itu BB/TB merupakan
indikator KEP yang independen terhadap umur. Mengingat indeks BB/TB dapat
memberikan gambaran tentang proporsi berat badan relaitf terhadap tinggi badan,
maka dalam penggunaanya indeks ini merupakan indikator ”wasting”
Indeks BB/U
o Gizi lebih, bila Z-score terletak > +2SD
o Gizi baik, bila Z-score terletak ≥-2SD s/d +2SD
o Gizi kurang, bila Z-score terletak ≥ -3SD s/d < -2SD
o Gizi buruk, bila Z-score terletak < -3SD
Indeks TB/U
o Normal, bila Z-score terletak ≥ - 2SD
o Pendek, bila Z-score terletak < -2SD
Indeks BB/TB
o Gemuk, bila Z-score terletak > +2SD
o Normal, bila Z-score terletk ≥-2SD s/d +2SD
o Kurus, bila Z-score terletak ≥ -3SD s/d < -2SD
o Kurus sekali, bila Z-score terletak < -3SD
3. Pemeriksaan Penunjang gizi buruk
 Pemeriksaan gula darah -> untuk menilai apakah terjadi hipoglikemi (<54
mg/dl)
 Preparat darah apus : untuk menilai adanya parasit malaria
 Urine lengkap -> bakteri +/leukosit > 10 /LPB menandakan adanya
infeksi
 Feces lengkap->ada darah atau parasit menandakan disentri
 Hb/ ht -> < 4 mg/ dl , < 12 % menandakan anemia berat
 Foto rontgen ->
thorax : menilai adanga pneumonia/ gagal jantung
Tulang : adanya rikets atau fraktur
 Tes mantoux -> seringkali negatif
 pemeriksaan elektrolit dan protein serum
 EKG

4. Perbedaan gizi buruk dengan malnutrisi sedang atau ringan

-Secara umum kurang gizi disebut malnutrisi, penyakit ini paling banyak
menyerang anak balita terutama di negara berkembang. Berat badan pada Anak
kurang gizi sekitar 60%-80% dari berat badan ideal anak.
-Kurang gizi hanya sebatas menghambat perkembangan dan pertumbuhan anak.
Apabila kurang gizi/malnutrisi tersebut dibiarkan maka status gizi anak bisa
menjadi gizi buruk atau malnutrisi berat.
Malnutrisi berat umumnya menunjukkan gejala klinis yang khas, BB/TB < 70%
atau <-3SD (Z-score) kecuali bila ada edema serta sudah terdapat kelainan
biokimiawi.
Sedangkan Malnutrisi ringan dan sedang umumnya tidak menunjukkan gejala
klinis yang spesifik: anak tampak kurus, BB/TB : 70-90% atau diantara -2SD dan
-3SD (Z-score), sangat mungkin terdapat gejala defisiensi mikronutrien.
Malnutrisi terjadi akibat ketidak seimbangan asupan zat-zat gizi, dan dapat
digolongkan :
-Kekurangan atau kelebihan zat gizi secara menyeluruh
 Gizi kurang-buruk (undernutrition)
 Gizi lebih-obesitas (overnutrition)
-Kekurangan atau kelebihan zat gizi tertentu
 Misalnya defisiensi zat besi, kelebihan fluor (fluorosis gigi), defisiensi
asam lemak esensial

5. Tatalaksana gizi buruk

Menurut Depkes RI (2005), penatalaksanaan gizi buruk yaitu:

a. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi.

Hipoglikemi jika kadar gula darah <54 mg/dl. Pengelolaan berikan segera cairan
gula: 50 ml dekstrosa 10% atau gula 1 sendok teh dicampurkan ke air 3,5 sendok
makan, penderita diberi makan tiap 2 jam, antibotik, jika penderita tidak sadar,
lewat sonde. Dilakukan evaluasi setelah 30 menit, jika masih dijumpai tanda-
tanda hipoglikemi maka ulang pemberian cairan gula tersebut.

b. Mencegah dan mengatasi hipotermi.

Hipotermi jika suhu tubuh anak < 35 C, aksila 3 menit atau rectal 1 menit.
Pengelolaannya ruang penderita harus hangat, tidak ada lubang angin dan bersih,
sering diberi makan, anak diberi pakaian, tutup kepala, sarung tangan dan kaos
kaki, anak dihangatkan dalam dekapan ibunya (metode kanguru), cepat ganti
popok basah, antibiotik. Dilakukan pengukuran suhu rectal tiap 2 jam sampai
suhu > 36,5 C, pastikan anak memakai pakaian, tutup kepala, kaos kaki.

c. Mencegah dan mengatasi dehidrasi.

Pengelolaannya diberikan cairan Resomal (Rehydration Solution for


Malnutrition) 70-100 ml/kgBB dalam 12 jam atau mulai dengan 5 ml/kgBB
setiap 30 menit secara oral dalam 2 jam pertama. Selanjutnya 5-10 ml/kgBB
untuk 4-10 jam berikutnya, jumlahnya disesuaikan seberapa banyak anak mau,
feses yang keluar dan muntah. Penggantian jumlah Resomal pada jam 4,6,8,10
dengan F75 jika rehidrasi masih dilanjutkan pada saat itu. Monitoring tanda vital,
diuresis, frekuensi berak dan muntah, pemberian cairan dievaluasi jika RR dan
nadi menjadi cepat, tekanan vena jugularis meningkat, jika anak dengan edem,
oedemnya bertambah.

d. Koreksi gangguan elektrolit.

Berikan ekstra Kalium 150300mg/kgBB/hari, ekstra Mg 0,4- 0,6


mmol/kgBB/hari dan rehidrasi cairan rendah garam (Resomal)

e. Mencegah dan mengatasi infeksi.

Antibiotik (bila tidak komplikasi: kotrimoksazol 5 hari, bila ada komplikasi


amoksisilin 15 mg/kgBB tiap 8 jam 5 hari. Monitoring komplikasi infeksi
(hipoglikemia atau hipotermi)

f. Mulai pemberian makan.

Segera setelah dirawat, untuk mencegah hipoglikemi, hipotermi dan mencukupi


kebutuhan energi dan protein. Prinsip pemberian makanan fase stabilisasi yaitu
porsi kecil, sering, secara oral atau sonde, energi 100 kkal/kgBB/hari, protein 1-
1,5 g/kgBB/hari, cairan 130 ml/kgBB/hari untuk penderita marasmus, marasmik
kwashiorkor atau kwashiorkor dengan edem derajat 1,2, jika derajat 3 berikan
cairan 100 ml/kgBB/hari. g. Koreksi kekurangan zat gizi mikro. Berikan setiap
hari minimal 2 minggu suplemen multivitamin, asam folat (5mg hari 1,
selanjutnya 1 mg), zinc 2 mg/kgBB/hari, cooper 0,3 mg/kgBB/hari, besi 1-3 Fe
elemental/kgBB/hari sesudah 2 minggu perawatan, vitamin A hari 1 (<6 bulan
50.000 IU, 6-12 bulan 100.000 IU, >1 tahun 200.000 IU)

g. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar (catch up growth)

Satu minggu perawatan fase rehabilitasi, berikan F100 yang mengandung 100
kkal dan 2,9 g protein/100ml, modifikasi makanan keluarga dengan energi dan
protein sebanding, porsi kecil, sering dan padat gizi, cukup minyak dan protein.

h. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang.

Mainan digunakan sebagai stimulasi, macamnya tergantung kondisi, umur dan


perkembangan anak sebelumnya. Diharapkan dapat terjadi stimulasi psikologis,
baik mental, motorik dan kognitif.

i. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah.

Setelah BB/PB mencapai 1SD dikatakan sembuh, tunjukkan kepada orang tua
frekuensi dan jumlah makanan, berikan terapi bermain anak, pastikan pemberian
imunisasi boster dan vitamin A tiap 6 bulan.

Tatalaksana perawatan

Pada saat masuk rumah sakit:

 anak dipisahkan dari pasien infeksi


 ditempatkan di ruangan yang hangat (25–30°C,bebas dari angin)
 dipantau secara rutin
 memandikan anak dilakukan seminimal mungkin dan harus segera
keringkan.
Demi keberhasilan tatalaksana diperlukan:
 Fasilitas dan staf yang profesional (Tim Asuhan Gizi)
 Timbangan badan yang akurat
 Penyediaan dan pemberian makan yang tepat dan benar
 Pencatatan asupan makanan dan berat badan anak, sehingga kemajuan
selama perawatan dapat dievaluasi
 Keterlibatan orangtua.
Tatalaksana umum
Penilaian triase anak dengan gizi buruk dengan tatalaksana syok pada anak. Jika
ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata
kloramfenikol/tetrasiklin dan atropin; tutup mata dengan kasa yang telah dibasahi
dengan larutan garam normal, dan balutlah. Jangan beri obat mata yang
mengandung steroid. Jika terdapat anemia berat, diperlukan penanganan segera.
Penanganan umum meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 2 fase yaitu: fase
stabilisasi dan fase rehabilitasi
6. Edukasi pasien gizi buruk

mengenai informasi pola diet yang seimbang serta anjuran untuk menemui
ahli nutrisi bila pada status gizi didapatkan masalah. kemudian di edukasikan juga
mengenai komplikasi dan konsekuensi pada gizi buruk. promosi kesehatan bisa
dimulai dari wanita berusia reproduktif untuk menjaga asupan nutrisi yang benar dan
cukup. Perlu juga disampaikan mengenai asupan nutrisi prenatal dan pemeriksaan
antenatal, pemberian ASI eksklusif, dan makanan pendamping ASI yang bernutrisi
untuk mencegah gizi buruk. Kemudian penting untuk mempersiapkan orang tua
pasien dalam hal perawatan di rumah mencakup:

Pemberian makanan seimbang dengan bahan lokal yang terjangkau


Pemberian makanan minimal 5 kali sehari termasuk makanan selingan (snacks)
tinggi kalori di antara waktu makan (misalnya susu, pisang, roti, biskuit).
Bantu dan bujuk anak untuk menghabiskan makanannya
Beri anak makanan tersendiri/terpisah, sehingga asupan makan anak dapat dicek

Penting untuk mempersiapkan orang tua dalam hal perawatan di rumah.


Hal ini mencakup:
 Pemberian makanan seimbang dengan bahan lokal yang terjangkau
 Pemberian makanan minimal 5 kali sehari termasuk makanan selingan (snacks)
tinggi kalori di antara waktu makan (misalnya susu, pisang, roti, biskuit). Bila
ada, RUTF dapat diberikan pada anak di atas 6 bulan
 Bantu dan bujuk anak untuk menghabiskan makanannya Beri anak makanan
tersendiri/terpisah, sehingga asupan makan anak dapat dicek
 Beri suplemen mikronutrien dan elektrolit
 ASI diteruskan sebagai tambahan.
7. Komplikasi gizi buruk

Setelah beberapa waktu defisiensi nutrien berlangsung terjadi penurunan


cadangan nutrien pada jaringan tubuh dan selanjutnya kadar dalam darah akan
menurun -> tidak cukupnya nutrien tersebut di tingkat seluler -> fungsi sel terganggu
misalnya sintesis protein, pembentukan dan penggunaan energi, proteksi terhadap
oksidasi atau tidak mampu menjalankan fungsi normal lainnya

Anak rentan mengalami infeksi karena mekanisme pertahanan tubuh pada anak yang
gizi buruk terjadi kekurangan energi dan protein ke dalam tubuh sehingga
kemampuan tubuh membentuk protein baru kurang -> mengganggu pembentukan
kekebalan tubuh seluler. Selain itu karena berat badan anak terus turun -> daya tahan
tubuh menurun -> mudah terkena infeksi.

Ini semua dapat menyebabkan komplikasi berantai karena anak dengan gizi buruk
mudah terkena infeksi -> sakit -> daya tahan tubuh makin lemah -> nafsu makan
menurun -> mudah terinfeksi. Infeksi saluran napas (Bronkitis) dan diare merupakan
beberapa penyakit yang sering dijumpai pada anak yang mengalami gizi buruk

- Jangka Panjang dapat berakibat pada tumbuh kembang anak karena nutrisi2 yg
diperlukan utk tumbuh kembang kurang, Pertumbuhan otak terhambat -> IQ
menurun, kognitif menurun, integrase sensori menurun, gangguan pemusatan
perhatian dan gangguan penurunan rasa percaya diri dan kemampuan aktivitas otak

- Jangka pendek : apatis, gangguan bicara dan perkembangan lain, hipotermi,


hipoglikemi , gangguan elektrolit, anemia

DAFTAR PUSTAKA

1. Oktavia S, Widajanti L, Aruben R. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


DENGAN STATUS GIZI BURUK PADA BALITA DI KOTA SEMARANG
TAHUN 2017 (Studi di Rumah Pemulihan Gizi Banyumanik Kota Semarang). Jurnal
Kesehatan Masyarakat. 2017;5(3).
2. Sholikah A, Rustiana ER, Yuniastuti A. Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan
Status Gizi Balita di Pedesaan dan Perkotaan . Public Health Perspective Journal.
2017; 2(1):9-18.
3. Alamsyah D, Mexitalia M, Margawati A. Beberapa Faktor Risiko Gizi Kurang dan
Gizi Buruk pada Balita 12-59 Bulan. Jurnal Epidemiologi Kesehatan
Komunitas.2017;2(1):54-62
4. Lib.ui.ac.id
5. Repository.usu.ac.id
6. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP 2020
7. Depkes 2005
8. Iswanto, Joni. Tanda dan Gejala Klinis Anak Gizi Buruk. Direktorat Bina Gizi
Masyarakat Depertamen Kesehatan RI. 2012
9. WHO. Pocket Book of Hospital Care for Children, Guidelines for the Management of
Common Illness with Limited Resources; 2009

Anda mungkin juga menyukai