Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN BBDM 7.

1
SKENARIO II
KELOMPOK 23

Disusun oleh :

QONITA RAHMA AL AFI TAUFIQ 22010117110049


SHALSABILA REFITHANIA YANATA 22010117130179
SHADA AMANI ARSYI SAJIDA 22010117130080
NICKO FANI CHANIAGO 22010117130079
AULIKA ALYA PARAMESTI 22010117130180
MALIK ABDUL HAKIM 22010117130210
IFTINAN 22010117130149

Dosen: dr. Nurul Setiyorini, SpOG

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2020
SKENARIO 2 : IBU KESAKITAN SAAT PERSALINAN

Ny. Risti pasien baru datang ke IGD membawa rujukan bidan dengan diagnosa bidan
G1P0A0 19 th hamil 9 bulan Inpartu kala I. Pasien mengatakan sudah kencang – kenceng
sering dan gerak janin berkurang. Pasien terlihat kesakitan dan saat dilakukan pemasangan
kateter terlihat urin bercampur darah. Pada pemeriksaan didapatkan TB 145 cm BB 50 Kg,
tanda vital pasien TD 120/90 mmHg, Nadi 112x/menit, RR 22x/menit, T 37 C. Pada
pemeriksaan obstetri didapatkan TFU 34 cm ~ TBJ 3565 gr. Leopold I-IV : janin I
intrauterine preskep belum masuk PAP puki, His 4-5’(50”). DJJ 170x/menit reguler. Tampak
bandle ring. Osborn test (+). VT pembukaan 4 cm, KK (+) menonjol, bagian bawah kepala
masih tinggi, UUK sulit dinilai.

STEP 1: Terminologi

1. Bandle ring : batas pinggiran uterus segmen bawah yang otonya tebal dan uterus atas
yang otonya tipis. Terjadi apabila bagian terbawah janin tidak segera turun karena
panggul sempit atau kepala janin besar.
2. Osborn test : pemeriksaan untuk mengetahui adanya DKP pada ibu hamil. Cara
pemeriksaannya yaitu:
a. Ibu telentang dengan tungkai sedikit fleksi
b. Kepala janin dipegang oleh tangan kiri pemeriksa
c. Dua jari lainnya di atas simfisis, permukaan jari berasa pada permukaan anterio dari
simfisis
d. Tentukan derajat tumpeng tindih ketika kepala janin ditekan ke bawah dan ke
belakang
Interpretasi:
- Kepala dapat ditekan ke dalam panggul, tidak terdapat tumpeng tindih dari tulang
parietal  CPD (-)
- Kepala dapat ditekan sedikit, terdapat sedikit tumpeng tindih dari tulang parietal,
sekitar 0,5 cm  ragu-ragu
- Kepla tidak dapat dimasukkan ke dalam tulang panggul, tulang parietal menggantung
di atas simfisis dengan dibatasi jari  CPD (+)
3. Gerak janin berkurang : ketika gerak janin berkurang dari 30 kali dalam 12 jam (normal:
30-100 kali/12 jam). Salah satu tanda hipoksia janin jika <10x/12 jam  ±1 kali/jam
4. UUK : (ubun ubun kecil) dimaksudkan untuk menentukan presentasi dan posisi bagian
terbawah janin yang dapat ditentukan melalui periksa dalam vagina.

5. PAP (pintu atas panggul) : suatu bidang yang dibentuk oleh promontorium corpus
vertebra sakral 1 linea terminalis pinggir atas simfisis. Jaraknya: 11 cm. jarak terjauh
garis melintang: 12,5-13 cm.
6. PUKI: presentase punggung kiri.

STEP 2: Rumusan Masalah

1. Apa hubungan TB dan BB dengan hasil pemeriksaan?


2. Mengapa pada pemasangan kateter didapatkan urin bercampur darah?
3. Mengapa gerak janin berkurang?
4. Apakah kasus termasuk kegawatdaruratan, jika iya mengapa?
5. Mengapa bisa terjadi bandle ring?

STEP 3: Brainstorming

1. Tinggi ibu adalah suatu faktor resiko ukuran panggulnya. TB>145 cm dapat
melaksanakan persalinan normal. <145 cm meningkatkan kemungkinan kejadian CPD,
menyebabkan resiko terjadinya partus macet.

2. Belum masuk pintu atas panggung serta bayi cukup besar, kemungkinan menekan rahim-
>menekan VU->robekan kandung kemih->urin bercampur darah. Apabila sudah terjadi
ruptur, bisa meluas ke ligamentum cardinale -> laserasi VU (komplikasi) -> segmen
bawah rahim lebih tipis karena bandle ring yang hanya dapat ditahan di ligamentum ->
ruptur segmen bawah (tipis). Perdarah tergantung luas robekan, jika mencapai VU maka
urin akan bercampur darah.
Gesekan pada VU, pembuluh darah pecah-> urin campur darah.
3. Tanda terjadinya fetal distress. Aliran darah dari ibu ke janin tidak maksimal, sehingga
janin tidak mendapat oksigen yang adekuat -> hipoksia -> proses metabolisme anaeros
-> penumpukan asam laktat -> perlambatan gerak janin. Selain gerak janin yang
melambat, DJJ>170x permenit juga tanda fetal distress.
4. Iya, termasuk kegawatdaruratan. Komplikasi yang bisa terjadi adalah syok hipovilemik
yaitu perdarahan yg hebat pada sepsis, terjadi jika pasien tidak segera dapat infus
kristaloid yang optimum selanjutnya dalam waktu cepat digantikan dengan transfusi
darah segar. Infeksi berat umunya terajadi pada pasien kiriman dimana ruptur uteri
terjadi sebelum tiba di rumah sakit dan telah mengalami berbagai manipulasi termasuk
periksa dalam/VT berulang.
Dari segi janin, janin mungkin mengalami fetal distress yang merupakan suatu KGD
karena hipoksia janin yang terus menerus dapat menyebabkan janin meninggal, sehingga
harus segera dicari penyebabnya dan harus diputuskan apakah kehamilan harus segera
diakhiri.
5. Apabila tonjolan bandle ring tampak dari luar, dikarenakan janin tidak turun. Bahaya
yang timbul bisa terjadi ruptur. Karena his yang terus menerus tetapi kepala bayi tidak
kunjung masuk ke PAP sedangkan bayi mengalami kontraksi yang terus meningkat,
bandle ring berpindah semakin tinggi ke arah pusat yaitu dibagian rahim yang tertarik
keatas. Dinding makin menipis -> ruptur uteri iminens. Pada bandle ring suka membuat
obstruksi kelahiran dan menaikkan mortalitas bayi, maka dari itu pasien dengan bandle
ring diminta operasi caesar.
His 4-5’(50”) : hipertetani
Saat persalinan kala II apabila bagian terbawah tidak mengalami kemajuan sementara
segmen atas rahim terus berkontraksi dan makin menebal, maka segmen bawah rahim
makin tertarik ke atas dan menjadi tipis sehingga batas antara batas tersebut akan naik ke
atas. Apabila batas tersebut sudah melampaui pertengahan antara pusat dan simfisis
maka lingkaran retraksi fisiologi menjadi retraksi patologis (Bandl Ring).
STEP 4: Peta Konsep

Wanita usia 19 th
G1P0A0
TB 145 Cm
BB 50 Kg
Datang dengan Keadaan Umum:
-kesakitan
-Kenceng – kenceng sering
-Gerak janin berkurang
- urin bercampur darah

Tatalaksana awal
sesuai indikasi

Tatalaksana
kegawatdaruratan
(cegah syok
hipovolemik)
STEP 5: Belajar Mandiri
1. Bandle Ring
1. Definisi, etiologi, faktor risiko dan klasifikasi ruptur uteri (Bandl’s
2. Ring) Test (+)
Osborn
 Perdarahan : Trias penyebab kematian maternal tertinggi.
3. (selain preeclampsia
Leopold I-IV : dan
infeksi) janin I
 Perdarahan pada kehamilan muda (<22 mg) intrauterine preskep
 Perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan
belum masuk PAP
Ruptur uteri : robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau persalinan pada
4. Pembukaan 4cm
saat umur kehamilan >28mg, dikarenakan terlampauinya daya renggang
5. KK(+) Menonjol
myometrium.
6. UUK Sulit dinilai
 Perdarahan pasca persalinan
 Patofisiologi dan Patogenesis Bandl’s Ring

Dx :

RUPTUR UTERI
IMINENS

Pada kehamilan 28 minggu, isthmus uteri berubah menjadi segmen bawah Rahim, dan
saat kehamilan aterm segmen bawah rahin berada 1-2cm di atas simfisis. Saat
persalinan kala I dan awal kala II maka batas antara segmen bawah rahim dan segmen
atas rahim dinamakan lingkaran retraksi fisiologis.
Pada waktu his, korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi. Dinding korpus
uteri (segmen atas Rahim) menjadi lebih tebal dan volume korpus uteri semakin kecil,
akibatnya, tubuh janin yang menempati korpus uteri terdorong ke bawah ke dalam
segmen bawah rahim. Sebaliknya jika bagian terbawah janin tidak dapat turun karena
suatu sebab (panggul sempit, ukuran bayi besar, dll) maka volume korpus yang
tambah mengecil pada waktu his, harus diimbangi oleh perluasan segmen bawah
rahim.
Saat persalinan kala II apabila bagian terbawah tidak mengalami kemajuan sementara
segmen atas rahim terus berkontraksi dan makin menebal, maka segmen bawah rahim
makin tertarik ke atas dan menjadi tipis sehingga batas antara batas tersebut akan naik
ke atas. Apabila batas tersebut sudah melampaui pertengahan antara pusat dan
simfisis maka lingkaran retraksi fisiologi menjadi retraksi patologis (Bandl Ring).
Apabila persalinan tetap tidak ada kemajuan, segmen bawah uterus makin lama makin
teregang sehingga akhirnya pada suatu saat regangan yang terus bertambah ini
melampaui batas kekuatan jaringan myometrium sehingga terjadilah rupture uteri.
 Klasifikasi
1) Menurut keadaan robek
a. Ruptur uteri inkomplit (subperitoneal)
Ruptur uteri hanya pada dinding uterus yang robek sedangkan lapisan serosa
(peritoneum) utuh
b. Ruptur uteri komplit (transperitoneal) Rupture uteri yang selain dinding
uterusnya robek, lapisan serosa (peritoneum) juga robek sehingga dapat berada
di rongga perut.
2) Menurut kapan terjadinya
a. Ruptur uteri pada waktu kehamilan (ruptur uteri gravidarum)
Ruptur uteri yang terjadi karena dinding uterus lemah yang dapat disebabkan
oleh:
− Bekas seksio sesaria
Biasanya terjadi tanpa banyak menimbulkan gejala, hal ini terjadi karena
tidak terjadi robekan secara mendadak melainkan terjadi perlahan-lahan
pada sekitar bekas luka. Daerah disekitar bekas luka lambat laun makin
menipis sehingga akhirnya benar-benar terpisah dan terjadilah ruptur uteri.
− Bekas enukleasi mioma uteri
− Bekas kuretase/ plasenta manual
− Sepsis post partum
− Hipoplasia uteri
b. Ruptur uteri pada waktu persalinan (ruptur uteri intrapartum)
Ruptur uteri pada dinding uterus baik, tapi bagian terbawah janin tidak maju/
turun yang dapat disebabkan oleh:
− Versi ekstraksi
− Ekstraksi forcep
− Ekstraksi bahu
− Manual plasenta
3) Menurut etiologinya
a. Ruptur uteri spontan (non violent)
Ruptur uteri spontan pada uterus normal dapat terjadi karena beberapa
penyebab yang menyebabkan persalinan tidak maju. Persalinan yang
tidak maju ini dapat terjadi karena adanya rintangan misalnya panggul sempit,
hidrosefalus, makrosomia, janin dalam letak lintang, presentasi bokong, hamil
ganda dan tumor pada jalan lahir.
b. Ruptur uteri traumatika (violent)
Faktor trauma pada uterus meliputi kecelakaan dan tindakan. Kecelakaan
sebagai faktor trauma pada uterus berarti tidak berhubungan dengan proses
kehamilan dan persalinan misalnya trauma pada abdomen. Tindakan berarti
berhubungan dengan proses kehamilan dan persalinan misalnya versi
ekstraksi, ekstraksi forcep, alat-alat embriotomi, manual plasenta, dan
ekspresi/dorongan.
c. Ruptur uteri jaringan parut
Ruptur uteri yang terjadi karena adanya locus minoris pada dinding uterus
sebagai akibat adanya jaringan parut bekas operasi pada uterus sebelumnya,
enukleasi mioma atau miomektomi, histerektomi, histerotomi, histerorafi dan
lain-lain.
 Etiologi & Faktor risiko
 Riwayat operasi pada uterus sebelumnya, dengan paling banyak adalah bekas
sectio cesarea
 Disporporsi janin dan panggul, partus macet atau traumatic
 Kerusakan yang telah ada sebelumnya karena trauma, atau sebagai komplikasi
persalinan pada Rahim yang masih utuh
 Persalinan lama yang mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan
syok, dan perdarahan pervaginam
 Pasien berisiko tinggi

 Faktor risiko ruptur uteri lainnya antara lain usia, paritas, persalinan lama atau
macet, persalinan dengan bantuan instrumen, dan penggunaan obat-obatan untuk
induksi atau augmentasi persalinan
2. Pemeriksaan penunjang pada ruptur uteri
Pemeriksaan penunjang untuk kasus ruptur uteri tidak terlalu signifikan. Darah rutin
dapat menunjukkan penurunan hemoglobin (Hb) yang konsisten dengan anemia.
Ultrasonografi (USG) di tempat (on-site) mungkin dapat membantu.

USG pasien dengan ruptur uteri menunjukkan adanya robekan di anterior uterus (panah)
dan penonjolan plasenta di sisi kanan (anak panah). Cairan amnion tampak anekoik.
Terdapat satu janin intrauterin yang masih hidup.

3. Diagnosis banding ruptur uteri iminens


a. Placenta abruption
Placenta abruption adalah terpisahnya plasenta dari dinding rahim sebelum kala dua
selesai. Diagnosis dapat ditegakkan melalui USG yang ditandai lepasnya plasenta dari
uterus sebelum bayi dilahirkan.
b. Placenta previa
Plasenta previa mengacu pada plasenta yang menempel pada rahim di atas bukaan
serviks. Plasenta previa adalah salah satu penyebab perdarahan trimester kedua dan
ketiga yang paling umum. Gambaran klasik dari plasenta previa adalah perdarahan
vagina tanpa rasa sakit tanpa disertai kontraksi uterus. Namun, beberapa pasien
dengan plasenta previa mungkin mengalami nyeri kontraksi seperti kram.
Kebanyakan plasenta previas dapat didiagnosis dengan USG. Penting untuk tidak
melakukan pemeriksaan digital pada pasien dengan perdarahan pervaginam pada
trimester ke-2 atau ke-3 sampai plasenta previa disingkirkan. Pemeriksaan digital
pada serviks saat terdapat plasenta previa dapat menyebabkan perdarahan ibu yang
mengancam jiwa.
c. Inversio uteri

Inversio uteri merupakan suatu keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium)
turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai
komplit. Faktor-faktor yang memungkinkan dapat terjadi adalah adanya atonia uteri,
serviks yang masih terbuka lebar, dan adanya kekuatan yang menarik fundus ke
bawah (misalnya disebabkan karena plasenta akreta, inkreta, dan perkreta, yang tali
pusatnya ditarik keras dari bawah atau karena adanya tekanan pada fundus uteri dari
atas (manuever Crede) atau tekanan intraabdominal yang keras dan tiba-tiba
(misalnya batuk keras dan bersin).

4. Tatalaksana awal sesuai indikasi


a. Tatalaksana awal
- Perhatikan ABCDE (airway, breathing, circulation, disability, dan exposure)
- Atasi syok dengan pemberian resusuitasi cairan atau whole blood (trasnfusi)
- Oksigenasi
- Berikan antibiotika empirik
b. Tatalaksana lanjut
- Emergency SC yang paling tidak dapat dilakukan 10-37 menit kemudian
setelah pasien datang ke IGD
- Penanganan kondisi ibu bergantung pada :
 Tipe ruptur
 Besar ruptur
 Tingkat pendarahan
 Kondisi umum ibu
 Dan keinginan ibu terhadap fungsi reproduksinya
Dalam menghadapi Ruptura Uteri, pencegahan lebih baik daripada mengobati.
Pasien resiko tinggi haruslah dirujuk agar persalinanya berlangsung di rumah sakit
yang memiliki fasilitas yang cukup dan berpengalaman.
Bila terjadi rupture uteri tindakan terpilih hanyalah histerektomi dan resusitasi
serta antibiotika yang sesuai. Diperlukan infus cairan kristaloid dan transfuse
darah yang banyak, tindakan anti syok, serta pemberian antibiotika spektrum luas.
Tindakan-Tindakan pada Ruptura Uteri
- Histerektomi

Operasi pengangkatan Rahim pada seorang wanita, histerektomi dapat


dilakukan melalui irisan pada bagian perut atau melalui vagina. Pilihan ini
bergantung pada jenis Histerektomi yang akan dilakukan, jenis penyakit yang
mendasari, dan beberapa pertimbangan lainnya.
1. Histerektomi Parsial (Subtotal), adalah rahim diangkat dengan tetap
meninggalkan serviks. Oleh karena itu, penderita masih dapat terkena Ca
Servix sehingga masih perlu pemeriksaan papsmear secara rutin
2. Histerektomi Total, adalah rahim dan serviks diangkat secara keseluruhan
3. Histerektomi Radikal, adalah mengangkat bagian atas vafina, jaringan,
dan kelenjar limfe di sekitar kandungan biasannya untuk kasus Ca tertentu
4. Histerektomi dan salphyngo-ooforektomi bilateral yakni dengan
mengangkat uterus, serviks, kedua tuba fallopi, dan kedua ovarium.
Dilakukan jika fungsi reproduksi ibu tidak dapat dipertahankan lagi, robekan
longitudinal, multipel, atau ada di bagian bawah uterus, serta kondisi buruk
yang membahayakan ibu
- Histerorafi
Histerorafi adalah tindakan operatif dengan perawatan luka dan dijahit dengan
sebaik-baiknya. Jarang sekali bisa dilakukan histerofia kecuali bila luka
robekan masih bersih dan rapi, serta pasiennya belum punya arah hiduprepair
uterus. Dapat dilakukan jika kondisi klinis ibu stabil, ibu masih ingin
mempertahankan fungsi reproduksi, robekan transversal kecil, robekan tidak
mencapai ligamen, serviks atau paracolpos, tidak ada gangguan koagulopati
dan ruptur belum memiliki komplikasi
Histererorafi dilakukan jika:
 Masih mengharapkan fungsi reproduksinnya
 Kondisi klinis ibu stabil
 Rupture tidak berkomplikasi

5. Tatalaksana kegawatdaruratan (cegah syok hipovolemik)


Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akaibat berkurangnya volume
plasma di intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat (hemoragik),
trauma yang menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke ruang tubuh non
fungsional, dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar dan diare berat.
Kasus-kasus syok hipovolemik yang paing sering ditemukan disebabkan oleh perdarahan
sehingga syok hipovolemik dikenal juga dengan syok hemoragik. Perdarahan hebat dapat
disebabkan oleh berbagai trauma hebat pada organorgan tubuh atau fraktur yang yang
disertai dengan luka ataupun luka langsung pada pembuluh arteri utama.
Perlu juga diperhatikan posisi pasien yang dapat membantu mencegah kondisi syok
menjadi lebih buruk, misalnya posisi pasien trauma agar tidak memperberat trauma dan
perdarahan yang terjadi, pada wanita hamil dimiringkan kea rah kiri agar kehamilannya
tidak menekan vena cava inferior yang dapat memperburuh fungsi sirkulasi.
Tatalaksana Syok Hipovolemik
Resusitasi darurat diperlukan untuk mencegah perburukan kondisi ibu dan kerusakan
yang ireversibel.
Prioritasnya adalah :
1) Panggil bantuan
Syok adalah kondisi yang progresif sehingga keterlambatan penanganan hipovolemia
dapat menyebabkan kematian ibu.
2) Pertahankan jalan nafas
Jika ibu mengalami kolaps yang berat, ia harus dimiringkan dan diberikan oksigen
40% dengan kecepatan 4-6 liter per menit. Jika ibu tidak sadar, jalan nafas buatan
harus dipasang.
3) Ganti cairan
Pasang dua kanula intra vena berdiameter besar agar cairan dan obat dapat diberikan
dengan cepat. Darah harus diambil untuk pencocokan silang sebelum memulai
pemberian cairan intravena. Larutan kristaloid seperti Hartman atau Laktat Ringer
diberikan sampai kondisi ibu membaik. Tinjauan sistematik terhadap bukti yang ada
menunjukkan bahwa koloid tidak memberikan perbedaan dalam mempertahankan
nyawa pasien dan lebih mahal dari kristaloid. Namun demikian kristaloid berkaitan
dengan hilangnya cairan ke dalam jaringan sehingga untuk mempertahankan volume
intravaskuler, pemberian koloid dianjurkan setelah pemberian 2 liter kristaloid
melalui infus. Pemberian koloid seperti gelofusine atau haemocell tidak boleh lebih
dari 1000-1500 ml harus diberikan dalam 24 jam. Jika tersedia, berikan infus packed
red cell dan fresh frozen plasma setelah kondisi ibu stabil.
4) Jaga agar ibu tetap hangat
Menjaga agar ibu tetap hangat merupakan hal yang sangat penting, tetapi jangan
terlalu panas atau dihangatkan terlalu cepat karena dapat menyebabkan vasodilatasi
perifer dan mengakibatkan hipotensi.
5) Hentikan perdarahan

Sumber perdarahan harus diidentifikasi dan dihentikan. Setiap kondisi yang


menyebabkan harus dilatasi dengan tepat.

6. Sistem rujukan ruptur uteri

Setiap kasus yang mengalami kegawatdaruratan kehamilan seperti ruptur uteri harus
segera dikirim ke Fasilitas RS PONEK. Sebagai langkah awal, pasin diberikan infus
untuk mengganti cairan yang hilang saat perdarahan dan memberikan antiotika dan
antipiretik. Jangan dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadiya luka baru.
Lakukan assesment keparahan pasien, dan segera tentukan tempat rujukan menuju RS
kelas B atau C.

7. Edukasi pada pasien dengan ruptur uteri


 Komunikasikan kepada keluarga alasan mengapa pasien harus dirujuk karena
merupakan kondisi kegawatdaruratan yang dapat membahayakan nyawa ibu
 Meskipun pasien dapatdiselamatkan, risiko sakit dan cacat tetap tinggi, contohnya
pada operasi hosterektomi yang menyebabkan cacat permanen dan tidak dapat
mempunyai anak.
 Pasien yang dilakukan histerektomi tetapi belum memiliki anak membutuhkan
dukungan psikologis dari keluarga
 Keadaan pasien sangat mungkin berlanjut menjadi sepsis sehingga pasien harus
dirawat inap sampai kondisinya stabil
 Bila rupture uteri terjadi pada bekas seksio sesarea, perdarahan yang terjadi
minimal sehingga tidak sampai menimbulkan kematian maternal dan kematian
perinatal.
 Pada pasien yang mengalami rupture uteri spontan dalam persalinan pada rahim
yang tadinya masih utuh akan mengakibatkan robekan yang luas disertai
perdarahan yang banyak sehingga risiko kematian ibu dan anak lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

 Nahum GG. Uterine Rupture in Pregnancy . Medscape [Internet]. Updated: Jul 05,
2018 . Available from: https://reference.medscape.com/article/275854-overview
 Prawiroharjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan . Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
 Schmidt P, Skelly CL, Raines DA. Placental Abruption (Abruptio Placentae). In:
StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; July 5, 2020.
 Togioka BM, Tonismae T. Uterine Rupture. StatPearls [Internet]. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2020 January. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559209/
 Bag. Obgin FK Unpad. 2004. Obstetri Patologi. Bandung.
 Prawiroharjo, Sarwono. 2000. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP.
 Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi. Jilid II. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai