Anda di halaman 1dari 16

BBDM MODUL 7.

SKENARIO 2

Disusun oleh :

: Ryan Alexander
Nama
Gunawan
NIM : 22010117130137
Kelompok : 15

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2020
SKENARIO 2 : IBU KESAKITAN SAAT PERSALINAN

Ny. Risti pasien baru datang ke IGD membawa rujukan bidan dengan diagnosa bidan G1P0A0
19 th hamil 9 bulan Inpartu kala I. Pasien mengatakan sudah kencang – kenceng sering dan
gerak janin berkurang. Pasien terlihat kesakitan dan saat dilakukan pemasangan kateter terlihat
urin bercampur darah. Pada pemeriksaan didapatkan TB 145 cm BB 50 Kg, tanda vital pasien
TD 120/90 mmHg, Nadi 112x/menit, RR 22x/menit, T 37 C. Pada pemeriksaan obstetri
didapatkan TFU 34 cm ~ TBJ 3565 gr. Leopold I-IV : janin I intrauterine preskep belum masuk
PAP puki, His 4-5’(50”). DJJ 170x/menit reguler. Tampak bandle ring. Osborn test (+). VT
pembukaan 4 cm, KK (+) menonjol, bagian bawah kepala masih tinggi, UUK sulit dinilai.

I. Terminologi

1. TFU dan TBJ : Tinggi fundus merupakan jarak dari puncak tulang panggul sampai ke
bagian paling atas perut ibu hamil. Tinggi fundus yang normal adalah 2 sentimeter lebih
besar dari usia kehamilan. Misalnya, saat usia kehamilan ibu 12 minggu, maka tinggi
fundus yang normal berkisar antara 10-14 sentimeter. Setelah usia kehamilan lebih dari
20 minggu, ukuran tinggi fundus seringkali sama angkanya dengan usia kehamilan ibu.
Namun, memasuki trimester ketiga, yaitu pada usia kehamilan 35 minggu, tinggi
fundus bisa lebih kecil dari usia kehamilan, yaitu sekitar 31-32 sentimeter.

Taksiran berat janin adalah salah satu cara menafsir berat janin ketika masih di dalam
uterus. Taksiran berat janin berguna untuk memantau pertumbuhan janin dalam rahim,
sehingga diharapkan dapat mendeteksi dini kemungkinan terjadinya pertumbuhan janin
yang abnormal. Selain itu, taksiran berat janin mempunyai arti yang sangat penting.
Berat bayi yang sangat kecil atau sangat besar berhubungan dengan meningkatnya
komplikasi selama masa persalinan dan nifas. suatu metode untuk menaksirkan berat
badan janin dengan pengukuran tinggi fundus uteri (TFU), yaitu dengan mengukur
jarak antara tepi atas simfisis pubis sampai puncak fundus uteri dengan mengikuti
lengkungan uterus, memakai pita pengukur dalam centimeter dikurangi 11, 12, atau 13
hasilnya dikalikan 155, didapatkan berat badan bayi dalam gram. Apabila sesuai dengan
TFU didapatkan TBJ adalah 3,255 gr. Namun pada skenario didapatkan tbj lebih besar.
2. Inpartu : Merupakan keadaan dimana pada ibu hamil mengalami kontraksi
uterus yang adekuat dan teratur minimal 2-3x dalam 10 menit disertai pembukaan
servix.
Bagaimana kontraksi yang adekuat?
 2x dalam 10 menit
 Durasi 40-60 detik
 Fundus dominan
 Simetris
 Tidak teraba bagian janin
 Tersinkronisasi
3. Bandle ring : Bandle ring adalah cincin retraksi patologis yang terbentuk karena
penipisan segmen bawah uterus dan retraksi segmen atas uterus dikarenakan segmen
bawah uterus tidak mengalami kemajuan saat persalinan. Merupakan tanda dari partus
yang terlanbat.
4. Osborn Test : Osborn test merupakan tes yang digunakan untuk deteksi dini faktor
resiko adanya cephalo pelvic disproportion (CPD) pada ibu hamil, dengan indikasi pada
ibu hamil dengan panggul sempit atau primipara dengan bagian terendah janin belum
masuk PAP. Hasil dikatakan - apabila kepala janin mudah masuk PAP tanpa halangan
(mengindikasikan tidak ada CPD), sedangkan dikatakan + apabila kepala janin tidak
bisa masuk dan teraba di atas simfisis > 2 jari (indikasi ada CPD).
Prosedur pemeriksaan test Obborn ini, adalah sebagai berikut :
1. Dilakukan pada umur kehamilan 36 minggu.
2. Tangan kiri mendorong kepala janin masuk/ke arah PAP.
Apabila kepala mudah masuk tanpa halangan, maka hasil test Osborn adalah negatif (-).
Apabila kepala tidak bisa masuk dan teraba tonjolan diatas simfisi, maka tonjolan
diukur dengan 2 jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan. Apabila lebar tonjolan lebih
dari dua jari, maka hasil test osborn adalah positif (+).
5. PAP PUKI : Pintu Atas Panggul (PAP) suatu bidang yang dibentuk oleh
promontorium, korpus vertebrae sacral 1, linea terminalis, pinggir atas simfisis. Jarak
dari pinggir atas simfisis ke promontorium (conjugata vera) adalah 11cm. Jarak terjauh
garis melintang (diameter transversa) adalah 12,5 – 13 cm, untuk puki sendiri yaitu
presentase posisi punggung kiri.
II. Rumusan Masalah

1. Apakah ada hubungan antara kenceng kenceng. gerak janin berkurang dan kateter urin
bercampur darah?
2. Bagaimana interpretasi PF dan pemeriksaan obstetri pasien tersebut?
3. Apakah kemungkinan diagnosis pada kasus tersebut?
4. Mengapa dapat terjadi bandle ring pada kasus skenario tersebut?

III. Hipotesis

1. Urin bercampur darah dapat disebabkan apabila bagian terbawah janin tidak mengalami
kemajuan sementara segmen atas rahim terus berkontraksi dan makin menebal, maka
segmen bawah rahim makin tertarik ke atas dan menjadi tipis sehingga batas antara
segmen bawah rahim dan segmen atas rahim akan naik ke atas. Apabila batas tersebut
sudah melampaui pertengahan antara pusat dan simfisis maka lingkaran retraksi
fisiologis menjadi retraksi patologis (Bandl Ring). Apabila persalinan tetap tidak ada
kemajuan, segmen bawah uterus makin lama makin teregang sehingga akhirnya pada
suatu saat regangan yang terus bertambah ini melampaui batas kekuatan jaringan
miometrium sehingga dicurigai terjadi ruptur uteri. dimana itu juga akan menyebabkan
tertariknya vesica urinaria yang terhubung dengan uterus melalui ligamentum
vesicouterina. Tarikan ini dapat menyebabkan robekan / ruptur vesica urinaria,
sehingga bermanifestasi urin bercampur darah. Kemungkinan yang terjadi pada pasien,
melihat pada adanya hematuri pada saat pemasangan kateter, adalah adanya infeksi
saluran kemih (ISK).

Pada trimester ketiga, ISK paling sering di temukan, hal ini dikarenakan an terdesaknya
vesica urinaria ke anterior dan superior. Sehingga menyebabkan pengaliran urin
terbendung dan terjadinya refluks vesicoureteral yaitu naiknya urin ke sistem urinarius
bagian atas serta membawa kuman yang berada di vesica urinaria.

Bakteriuri asimptomatik yang tidak ditangani hingga tuntas, maka akan menyebabkan
timbulnya gejala (bakteriuri simptomatik), dimana apabila hal ini terus berlanjut akan
menyebabkan ketuban pecah dini dan lahirnya janin dengan keadaan prematur.

Hal ini karena pada infeksi saluran kemih, bakteri mengeluarkan endotoksin yang akan
memicu pengeluaran dan pembentukan sitokin proinflamasi, seperti IL1, IL6, IL8, dan
TNFα. Pengeluaran sitokin-sitokin tersebut akan memicu pengeluaran prostaglandin
yang akan memicu uterus untuk berkontraksi (terasa kenceng-kenceng), sehingga
terjadi persalinan prematur.

Selain itu, sitokin proinflamasi juga akan merubah struktur serviks dan membran fetus
sehingga terjadi ketuban pecah dini. Adanya ketuban pecah dini ini menyebabkan
adanya fetal distress sehingga gerak janin menjadi berkurang.

2. Pemeriksaan Fisik :
 Tinggi : 145 , korelasi dengan panggul sempit kategori kehamilan risiko tinggi
 Umur : 19 tahun => usia masih muda dan belum siap mengandung karena organ
reproduksi belum matang dan mental belum cukup, sehingga ada kemungkinan
terjadi CPD
 BB : 50 kg
 TBJ : 3565 gram => kalau ditambah panggul sempit risiko partus mengalami
macet , makin lama makin meningkatkan risiko rupture uteri => perdarahan atau
cedera jalan lahir
 Partus macet => fetal distress => gerak janin berkurang, DJJ janin meningkat
 TD : normal
 Nadi : 112x/menit (takikardi >100)
 RR (<22) normal
 Suhu tubuh normal

Pemeriksaan obstetrik :

 His : 4-5x kontraksi


 DJJ meningkat (170x/menit) : dapat fetal distress
 Bandle ring (+) disebabkan kontraksi uterus atas disertai dengan hambatan
penurunan janin yang menyebabkan penipisan dinding janin
 Osborn test (+)
 Kulit ketuban teraba
 Ubun-ubun kecil tidak dapat dinilai
 Ibu sudah masuk fase aktif karena kontraksi sudah lebih dari 3x
 Tinggi Fundus uteri usia 9 bulan normalnya setinggi proc. Xyphoideus
 Taksiran berat janin lebih tinggi dari perhitungan => dapat mengarah ke
makrosomnia
3. Ruptur Uteri Iminens --> Bandl Ring --> Saat persalinan kala 1 dan awal kala II maka
batas antara segmen bawah rahim dan segmen atas rahim dinamakan lingkaran retraksi
fisiologis. Saat persalinan kala II apabila bagian terbawah tidak mengalami kemajuan
sementara segmen atas rahim makin tertarik ke atas dan menjadi tipis sehingga batas
segmen antara segmen bawah rahim dan segmen atas rahim naik ke atas. Apabila batas
tsb sudah melampaui pertengahan anatara pusat dan simfisis, maka lingkaran retraksi
fisiologis menjadi retraksi patologis ( Bandl Rings). Apabila persalinan tetap ada tidak
ada kemajuan, segmen bawah uterus makin lama makin teregang sehingga akhirnya
pada suatu saat regangan akan terus bertambah ini melampaui batas kekuatan jaringan
miometrium sehingga terjadilah ruptur uteri.
4. Pada kehamilan 28 minggu istmus uteri berubah menjadi segmen bawah Rahim dan
saat kehamilan aterm segmen bawah Rahim berada 1-2 cm diatas simfisis. Saat
persalinan kala 1 dan awal kala 2 maka batas antara segmen bawah Rahim dan segmen
atas Rahim dinamakan lingkaran retraksi fisiologis. Saat persalinan kala 2 apabila
bagian terbawah tidak mengalami kemajuan sementara segmen atas Rahim terus
berkontraksi dan makin menebal, maka segmen bawah Rahim makin tertarik ke atas
dan menjadi tipis sehingga batas antara segmen bawah Rahim dan segmen atas Rahim
akan naik ke atas. Apabila batas tersebut sudah melapaui pertengahan antara pusat dan
simfisis maka lingkaran retraksi fisiologis menjadi retraksi patologis (bandle ring).

Apabila persalinan tidak ada kemajuan, segmen bawah uterus makin lama makin
teregang sehingga akhirnya pada suatu saat regangan yang terus bertambah ini melapaui
batas kekuatan jaringan myometrium sehingga terjadilah rupture uteri
IV. Peta Konsep

Wanita 19 th KU : Pemeriksaan :
G1P0A0 - Kenceng –kenceng - Bandle Ring
- Gerak janin - Osborn Test (+)
TB 145 cm
menurun - Pembukaan 4 cm
BB 50 kg - Hematuria - KK (+) menonjol
- Kesakitan - UUK sulit dinilai
- Leopold I-IV : Janin I
intrauterine preskep belum
masuk PAP

Tatalaksana
Dx :
Kegawatan
Ruptura Uteri Iminens
Tatalaksana Utama CPD
sesuai Indikasi

V. Sasaran Belajar

1. Definisi dan etiologi ruptur uteri iminens


2. Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, dan pemeriksaan penunjang berdasarkan kasus
skenario
3. Patogenesis rupture uteri iminens
4. Diagnosis dan Diagnosis banding ruptur uteri
5. Penatalaksanaan awal kegawatdaruratan dan rujukan

VI. Belajar Mandiri

1. Definisi dan etiologi ruptur uteri iminens


Definisi : Ruptur uteri iminens adalah suatu keadaan dimana rahim telah menunjukan
adanya tanda – tanda yang jelas akan mengalami ruptura, yakni ditandai dengan
dijumpai lingkaran retraksi Bandl yang semakin tinggi melewati batas pertengahan
antara simfisis pubis dengan pusat. Iminens sendiri berarti membakat = mengancam,
yang berarti uterus belum mengalami ruptur, akan tetapi memiliki resiko / kemungkinan
yang besar untuk terjadi ruptur.
Etilogi : Ruptur uteri merupakan terjadinya diskontinuitas dinding rahim akibat
terlampauinya daya regang myometrium bisa dengan atau tanpa robeknya peritoneum
visceral. Secara etiologi dapat diklasifikasikan menjadi :
 Scarred Uterus Rupture
o Skar akibat sectio caesarea klasik (histerotomi)
 Unscarred Uterus Rupture
o Ruptur spontan
 Riwayat operasi dilatasi dan kuretase / penghilangan plasenta
secara maual
 Grande multipara
 Couvelaire uterus
 Malformasi kongenital dari uterus
 Abnormalitas kongenital dari janin
 Morbidly adherent placenta
 Kelainan kolagen
 Persalinan terobstruksi
 Persalinan multiparitas
 Oxytocics dan prostaglandin
o Ruptur iatrogenik
 Penggunaan oxytocics dan prostaglandin yang tidak tepat dan
termonitor pada uterus yang hamil
 External cephalic version yang sulit dan dipaksa, terutama pada
anestesi umum
 Trauma tumpul abdomen
 Internal podalic version dan extrasi breech pada persalinan
terobstruksi
 Operasi destruktif pada fetus
 Manual removal dari plasenta
 Persainan dengan bantuan forceps
 Pengunaan oxytocin infus yang tidak tepat dan termonitor dalam
rangka mempercepat persalinan
2. Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, dan pemeriksaan penunjang berdasarkan kasus
skenario
- Anamnesis
a. Apakah sudah sempat dibantu dukun/bidan
b. Rasa nyeri perut (his), dari intensitas dan frekuensi
c. Riwayat partus yang lama atau macet
d. Riwayat partus dengan manipulasi oleh penolong
e. Riwayat multiparitas
f. Riwayat operasi pada uterus (misal seksio sesaria, enukleasi mioma atau
miomektomi, histerektomi, histeritomi, dam histerorafi)
g. Riwayat infeksi
h. Kecenderungan pasien gelisah, ketakutan, meminta supaya anak secepatnya
dilahirkan
- Pemeriksaan fisik
a. Gejala rupture uteri mengancam :
 Pasien tampak gelisah, ketakutan, disertai nyeri di perut
 Pernafasan dan nadi lebih cepat
 Tanda dehidrasi akibat partus lama
 His lebih lama, lebih kuat, terus menerus, setiap his datang pasien
memegang perut dan mengerang kesakitan
 Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik tegang, tebal,
keras
 Saat his  korpus uteri teraba hipertonik sedangkan segmen bawah
nya teraba tipis dan nyeri tekan (+)
 Bandl ring sebagai lekukan melintang makin lama makin tinggi,
sering disalahartikan sebagai VU penuh (dilakukan kateterisasi)
 Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan
teregang keatas, robekan kecil kandung kemih  pada kateter ada
hematuria
 DJJ tidak teratur (Asfiksia)
 Pemeriksaan dalam ada tanda obstruksi : edema portio, vagina, vulva,
caput kepala janin besar
b. Ruptur uteri sebenarnya :
 Pasien gelisah, ketakutan, pada his yag kuat pasien merasa kesakitan
luar biasa seperti akan dirobek perutnya, pucat, keluar keringat dingin,
sampai kolaps
 Tanda vital : pernafasan dan nadi lebih cepat dan lemah dari normal,
tekanan darah turun tidak teratur
 Tanda dehidrasi (mulut kering, lidah kering, demam) akibat
prolonged labor
 Kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan bahu
 Kontraksi uterus biasanya menghilang
 Muntah karena rangsangan peritoneum, mula-mula defans muscular
+ lalu menjadi kembung dan meteoristis (paralisis khusus)
 Perdarahan pervaginam bisa muncul, biasanya tidak terlalu banyak
(terlebih jika bagian terdepan sudah jauh turun dan menyumbat jalan
lahir)
 Palpasi :
 Krepitasi kulit perut  emfisema subkutan
 Jika kepala janin belum turun mudah dilepas dari PAP
 Janin sudah keluar dari cavum uteri  janin teraba langsung di
bawah kulit perut, uterus teraba di sampingnya sebagai bola keras
sebesar kelapa
 Nyeri tekan pada perut (terutama lokasi robekan)
 Auskultasi
 DJJ sulit / tidak terdengar beberapa menit setelah rupture
(terutama jika plasenta terlepas dan masuk ke rongga abdomen)
 Pemeriksaan dalam
 Kepala janin yang sudah turun ke bawah dengan mudah didorong
ke atas dan diikuti pengeluaran darah pervaginam agak banyak
 Rongga Rahim kosong  dapat diraba robekan pada dindingnya
(jika jari melewati robekan dapat teraba usus, omentum, dan
bagian janin)
 Hematuria hebat pada kateterisasi menunjukkan robekan kandung
kemih
 Gejala rupture uteri inkomplit tdak sehebat kompit. Ruptur uteri e.c cacat
uterus biasanya tidak didahului rupture uteri iminens (harus deteksi dini
faktor resiko teliti).
- Pemeriksaan penunjang
 Diagnosis sebenarnya cukup dari gejala dan tanda seperti fetal distress,
perdarahan, syok
 Amniografi, rediopelvimetri, pemeriksaan panggul, CT, dan MRI kurang
bermanfaat untuk memprediksi rupture dan mendiagnosis rupture uteri
akut mengingat adanya keterbatasan waktu dalam mendiagnosis
(walaupun MRI memiliki keunggulan menilai sayatan rahim)
 Penggunaan transabdominal, transvaginal, sonohysterographic
ultrasonography  memperkirakan resiko rupture uteri

 Laparoscopy dilakukan untuk menyikapi adanya endometriosis atau


kelainan bentuk panggul atau pelvis
 Tes laboratorium dapat dilakukan :
 Hitung darah lengkap dan hapusan darah : batas dasar hemoglobin
dan nilai hematokrit belum tentu menjelaskan banyaknya
kehilangan darah
 Urinalisis : hematuria menunjukkan adanya perlukaan dan trauma
pada kandung kemih
 Golongan darah dan rhesus untuk kepentingan mempersiapkan
transfuse yang diperlukan
3. Patogenesis rupture uteri iminens

4.

Hematuria yang terjadi bisa disebabkan akibat partus macet  kontraksi pada segmen
atas uterus, sedangkan segmen bawah lebih pasif  terjadi retraksi (penarikan) segmen
bawah  uterus dan vesica urinaria terhubung dengan adanya bangunan anatomis
ligamentum vesicourinaria  tarikan akibat kontraksi terus-menerus uterus akan turut
menarik vesica urinaria  Batasan peregangan terlampaui dan vesica urinaria bisa
mengalami trauma atau bahkan turut rupture  pembuluh darah banyak dan ikut putus
 darah masuk ke vesica urinaria  bercampur urin jadi hematuria.
5. Diagnosis dan Diagnosis banding ruptur uteri
 Spontaneous abortion bisa didiagnosis dengan menemukan jaringan fetal di
kanal cervix, baik dengan palpasi atau dengan visualisasi melalui pemeriksaan
spekulum pada 20 minggu pertama gestasi
 Plasenta previa mengacu pada perlekatan plasenta pada uterus yang terletak
menutupi pembukaan cervix. Diagnosis dapat dilakukan dengan menemukan
gejala berupa perdarahan vagina yang tidak sakit serta tidak ditemani dengan
kontraksi uterus. Beberapa pasien dengan plasenta previa bisa mengalami nyeri
kontraksi seperti kram. Kebanyakan plasenta previs bisa didiagnosis melalui
USG. Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan digital ketika terdapat adanya
plasenta previa, karena dapat menyebabkan perdarahaan ibu yang mengancam
nyawa
 Placenta abruption ditandai dengan adanya perdarahaan vagina, nyeri abdomen
akut, dan kontraksi kram yang berkelanjutan akibat adanya iritasi darah.
Kebanyakan placenta abruption terjadi pada usia kehamilan 25 minggu.
Placental abruption juga dapat menyebabkan timbulnya non-reassuring fetal
heart rate change. USG memiliki sensitivitas yang rendah untuk mendiagnosis
placental abruption. Jika kehilangan darah signifikan, maka abrupsi ini dapat
mengakibatkan kondisi yang mengancam jiwa baik bagi ibu maupun anak.
 Vasa previa biasanya mengikuti plasenta previa, pembuluh darah fetal dari
umbilical cord mendekat ke serviks
 Preterm labor merupakan labor sebelum 37 minggu, dimana biasanya itu terkait
dengan infeksi, stress, hipertensi, dan DM tidak terkontrol
 Vaginal trauma
 Placenta accreta merupakan perlekatan superficial plasenta ke miometrium dan
seringkali memerlukan tindakan histerektomi. Placenta increta merupakan
invasi miometrium, sedangkan placenta percreta merupakan penetrasi
miometrium ke serosa dan bahkan vesica urinaria. Ini semua terkait dengan
placental abruption.
6. Penatalaksanaan awal kegawatdaruratan dan rujukan
- Tatalaksana :
a. Segera rujuk pasien ke fasilitas kesehatan Rumah Sakit, dikarenakan kasus ini
berada diluar standard kompetensi dokter umum (kompetensi 2 di SKDI)
b. Tindakan pertama : atasi syok dan perbaiki keadaan umum dengan infus,
transfuse, kardiotonika, dan antibiotika  jika sudah stabil masuk ke tindakan
operasi (laparotomi)
c. Laparotomi
 Histerektomi dilakukan apabila fungsi reproduksi ibu tidak diharapkan
lagi, dan atau ada kondisi buruk yang membahayakan ibu
 Histerorafi (repair uterus) dilakukan apabila ibu masih mengharapkan
fungsi reproduksinya, kondisi klinis ibu stabil, dan ruptur tidak
berkomplikasi.
d. Pemasangan IV line sebanyak 2 buah dan diberi cairan RL (16-18G catheter)
e. Asesmen tekanan darah dan denyut nadi harus rutin dilakukan
f. Pemeriksaan derajat keparahan perdarahan harus selalu dipantau
g. Pemasangan foley urinary catheter
h. Laparotomi emergency dengan section cesaria
i. Penggantian cairan dan transfuse darah jika diperlukan
j. Tindakan yang dilakukan tergantug jenis rupture, kondisi pasien, waktu antara
rupture dan laparotomi, tanda infeksi.
k. Proses operasi dilakukan secepat mungkin mengingat pasien kebanyakan
keadaan umumnya jelek
l. Insisi midline sub umbilical lebih dipilih
m. Pelebaran dilakukan pada daerah robekan untuk ekstraksi fetus
n. Cek integritas vesica urinarria (beresiko turut trauma)
Algoritma tatalaksana rupture uteri adalah sebagai berikut :
- Edukasi : upaya pencegahan dilakukan sejak diidentifikasinya faktor kausal yang
beresiko kearah rupture uteri
 Pasien dengan panggul sempit / cephalopelvic disproportion dianjurkan
bersalin di rumah sakit
 Malposisi kepala, direposisi dan jika tidak berhasil dilakukan sc primer
saat inpartu
 Indikasi lain seperti malpresentasi letak lintang / presentasi
bahu/bokong/presentasi rangkap, hidrosefalus, serviks rigid, tetania uteri,
tumor jalan lahir, grandemultipara dengan abdomen pendulum, cacat
uterus karena miomektomi, kuret, dll  dianjurkan bersalin di rumah
sakit dengan pengawasan teliti.
 Prognosis :
 Kejadian gawat bagi ibu dan anak, dijelaskan pada pasien bahwa
prognosis bergantung pada
 Diagnosa dan pertolongan yang cepat dan tepat
 Keadaan umum penderita
 Jenis rupture, arteri uterine putus/tidak
 Proses rupture
 Fasilitas tempat pertolongan dan penolong
 Informed consent bilateral tubal ligation baiknya dilakukan sebelum
dilakukan tindakan operasi dengan tujuan : untuk mencegah resiko
rupture uteri pada kehamilan berikutnya

Daftar Pustaka

 Moldenhauer, Julie S. 2020. Uterine Ruptur. Children’s Hospital of Philadelphia.


 Nahum, Gerard G. 2018. Uterine Rupture in Pregnancy. Medscape
 Massengill, Susan F. 2008. Hematuria. Pediatrics in Review.
 Ratna Dewi Puspita Sari. 2015. Ruptur Uteri.
 RSUD Dr. Soetomo. 2001. Perawatan Kegawat Daruratan Pada Ibu Hamil. FK UNAIR
 M. Togioka Brandon, et al. 2020. Uterine Rupture. NCBI
 Brunner & Suddarts. Textbook of Medical Surgical Nursing – 2. JB. Lippincot
Company. Philadelphia

Anda mungkin juga menyukai