1
SKENARIO 2
Disusun oleh :
Nama : Narulita Dyah P
NIM : 22010117140087
Kelompok : 15
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
SKENARIO 2 : IBU KESAKITAN SAAT PERSALINAN
Ny. Risti pasien baru datang ke IGD membawa rujukan bidan dengan diagnosa bidan G1P0A0
19 th hamil 9 bulan Inpartu kala I. Pasien mengatakan sudah kencang – kenceng sering dan
gerak janin berkurang. Pasien terlihat kesakitan dan saat dilakukan pemasangan kateter terlihat
urin bercampur darah. Pada pemeriksaan didapatkan TB 145 cm BB 50 Kg, tanda vital pasien
TD 120/90 mmHg, Nadi 112x/menit, RR 22x/menit, T 37 C. Pada pemeriksaan obstetri
didapatkan TFU 34 cm ~ TBJ 3565 gr. Leopold I-IV : janin I intrauterine preskep belum masuk
PAP puki, His 4-5’(50”). DJJ 170x/menit reguler. Tampak bandle ring. Osborn test (+). VT
pembukaan 4 cm, KK (+) menonjol, bagian bawah kepala masih tinggi, UUK sulit dinilai.
I. Terminologi
1. TFU dan TBJ : Tinggi fundus merupakan jarak dari puncak tulang panggul sampai ke
bagian paling atas perut ibu hamil. Tinggi fundus yang normal adalah 2 sentimeter lebih
besar dari usia kehamilan. Misalnya, saat usia kehamilan ibu 12 minggu, maka tinggi
fundus yang normal berkisar antara 10-14 sentimeter. Setelah usia kehamilan lebih dari
20 minggu, ukuran tinggi fundus seringkali sama angkanya dengan usia kehamilan ibu.
Namun, memasuki trimester ketiga, yaitu pada usia kehamilan 35 minggu, tinggi
fundus bisa lebih kecil dari usia kehamilan, yaitu sekitar 31-32 sentimeter.
Taksiran berat janin adalah salah satu cara menafsir berat janin ketika masih di dalam
uterus. Taksiran berat janin berguna untuk memantau pertumbuhan janin dalam rahim,
sehingga diharapkan dapat mendeteksi dini kemungkinan terjadinya pertumbuhan janin
yang abnormal. Selain itu, taksiran berat janin mempunyai arti yang sangat penting.
Berat bayi yang sangat kecil atau sangat besar berhubungan dengan meningkatnya
komplikasi selama masa persalinan dan nifas. suatu metode untuk menaksirkan berat
badan janin dengan pengukuran tinggi fundus uteri (TFU), yaitu dengan mengukur
jarak antara tepi atas simfisis pubis sampai puncak fundus uteri dengan mengikuti
lengkungan uterus, memakai pita pengukur dalam centimeter dikurangi 11, 12, atau 13
hasilnya dikalikan 155, didapatkan berat badan bayi dalam gram. Apabila sesuai dengan
TFU didapatkan TBJ adalah 3,255 gr. Namun pada skenario didapatkan tbj lebih besar.
2. Inpartu : Merupakan keadaan dimana pada ibu hamil mengalami kontraksi
uterus yang adekuat dan teratur minimal 2-3x dalam 10 menit disertai pembukaan
servix.
Bagaimana kontraksi yang adekuat?
• 2x dalam 10 menit
• Durasi 40-60 detik
• Fundus dominan
• Simetris
• Tidak teraba bagian janin
• Tersinkronisasi
3. Bandle ring : Bandle ring adalah cincin retraksi patologis yang terbentuk karena
penipisan segmen bawah uterus dan retraksi segmen atas uterus dikarenakan segmen
bawah uterus tidak mengalami kemajuan saat persalinan. Merupakan tanda dari partus
yang terlanbat.
4. Osborn Test : Osborn test merupakan tes yang digunakan untuk deteksi dini faktor
resiko adanya cephalo pelvic disproportion (CPD) pada ibu hamil, dengan indikasi pada
ibu hamil dengan panggul sempit atau primipara dengan bagian terendah janin belum
masuk PAP. Hasil dikatakan - apabila kepala janin mudah masuk PAP tanpa halangan
(mengindikasikan tidak ada CPD), sedangkan dikatakan + apabila kepala janin tidak
bisa masuk dan teraba di atas simfisis > 2 jari (indikasi ada CPD).
Prosedur pemeriksaan test Obborn ini, adalah sebagai berikut :
1. Dilakukan pada umur kehamilan 36 minggu.
2. Tangan kiri mendorong kepala janin masuk/ke arah PAP.
Apabila kepala mudah masuk tanpa halangan, maka hasil test Osborn adalah negatif (-).
Apabila kepala tidak bisa masuk dan teraba tonjolan diatas simfisi, maka tonjolan
diukur dengan 2 jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan. Apabila lebar tonjolan lebih
dari dua jari, maka hasil test osborn adalah positif (+).
5. PAP PUKI : Pintu Atas Panggul (PAP) suatu bidang yang dibentuk oleh
promontorium, korpus vertebrae sacral 1, linea terminalis, pinggir atas simfisis. Jarak
dari pinggir atas simfisis ke promontorium (conjugata vera) adalah 11cm. Jarak terjauh
garis melintang (diameter transversa) adalah 12,5 – 13 cm, untuk puki sendiri yaitu
presentase posisi punggung kiri.
II. Rumusan Masalah
1. Apakah ada hubungan antara kenceng kenceng. gerak janin berkurang dan kateter urin
bercampur darah?
2. Bagaimana interpretasi PF dan pemeriksaan obstetri pasien tersebut?
3. Apakah kemungkinan diagnosis pada kasus tersebut?
4. Mengapa dapat terjadi bandle ring pada kasus skenario tersebut?
III. Hipotesis
1. Urin bercampur darah dapat disebabkan apabila bagian terbawah janin tidak mengalami
kemajuan sementara segmen atas rahim terus berkontraksi dan makin menebal, maka
segmen bawah rahim makin tertarik ke atas dan menjadi tipis sehingga batas antara
segmen bawah rahim dan segmen atas rahim akan naik ke atas. Apabila batas tersebut
sudah melampaui pertengahan antara pusat dan simfisis maka lingkaran retraksi
fisiologis menjadi retraksi patologis (Bandl Ring). Apabila persalinan tetap tidak ada
kemajuan, segmen bawah uterus makin lama makin teregang sehingga akhirnya pada
suatu saat regangan yang terus bertambah ini melampaui batas kekuatan jaringan
miometrium sehingga dicurigai terjadi ruptur uteri. dimana itu juga akan menyebabkan
tertariknya vesica urinaria yang terhubung dengan uterus melalui ligamentum
vesicouterina. Tarikan ini dapat menyebabkan robekan / ruptur vesica urinaria,
sehingga bermanifestasi urin bercampur darah. Kemungkinan yang terjadi pada pasien,
melihat pada adanya hematuri pada saat pemasangan kateter, adalah adanya infeksi
saluran kemih (ISK).
Pada trimester ketiga, ISK paling sering di temukan, hal ini dikarenakan an terdesaknya
vesica urinaria ke anterior dan superior. Sehingga menyebabkan pengaliran urin
terbendung dan terjadinya refluks vesicoureteral yaitu naiknya urin ke sistem urinarius
bagian atas serta membawa kuman yang berada di vesica urinaria.
Bakteriuri asimptomatik yang tidak ditangani hingga tuntas, maka akan menyebabkan
timbulnya gejala (bakteriuri simptomatik), dimana apabila hal ini terus berlanjut akan
menyebabkan ketuban pecah dini dan lahirnya janin dengan keadaan prematur.
Hal ini karena pada infeksi saluran kemih, bakteri mengeluarkan endotoksin yang akan
memicu pengeluaran dan pembentukan sitokin proinflamasi, seperti IL1, IL6, IL8, dan
TNFα. Pengeluaran sitokin-sitokin tersebut akan memicu pengeluaran prostaglandin
yang akan memicu uterus untuk berkontraksi (terasa kenceng-kenceng), sehingga
terjadi persalinan prematur.
Selain itu, sitokin proinflamasi juga akan merubah struktur serviks dan membran fetus
sehingga terjadi ketuban pecah dini. Adanya ketuban pecah dini ini menyebabkan
adanya fetal distress sehingga gerak janin menjadi berkurang.
2. Pemeriksaan Fisik :
• Tinggi : 145 , korelasi dengan panggul sempit kategori kehamilan risiko tinggi
• Umur : 19 tahun => usia masih muda dan belum siap mengandung karena organ
reproduksi belum matang dan mental belum cukup, sehingga ada kemungkinan
terjadi CPD
• BB : 50 kg
• TBJ : 3565 gram => kalau ditambah panggul sempit risiko partus mengalami
macet , makin lama makin meningkatkan risiko rupture uteri => perdarahan atau
cedera jalan lahir
• Partus macet => fetal distress => gerak janin berkurang, DJJ janin meningkat
• TD : normal
• Nadi : 112x/menit (takikardi >100)
• RR (<22) normal
• Suhu tubuh normal
Pemeriksaan obstetrik :
Apabila persalinan tidak ada kemajuan, segmen bawah uterus makin lama makin
teregang sehingga akhirnya pada suatu saat regangan yang terus bertambah ini melapaui
batas kekuatan jaringan myometrium sehingga terjadilah rupture uteri
IV. Peta Konsep
Wanita 19 th KU : Pemeriksaan :
G1P0A0 - Kenceng –kenceng - Bandle Ring
- Gerak janin - Osborn Test (+)
TB 145 cm
menurun - Pembukaan 4 cm
BB 50 kg - Hematuria - KK (+) menonjol
- Kesakitan - UUK sulit dinilai
- Leopold I-IV : Janin I
intrauterine preskep belum
masuk PAP
Tatalaksana
Dx :
Kegawatan
Ruptura Uteri Iminens
Tatalaksana Utama CPD
sesuai Indikasi
V. Sasaran Belajar
Etiologi :
Etiologi ruptur uteri dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:
Yaitu bila ruptur uteri terjadi secara spontan pada uterus tanpa parut (utuh) dan
tanpa adanya manipulasi dari penolong. Faktor pokok disini ialah bahwa persalinan
tidak maju karena rintangan, misalnya panggul sempit, hidrosepalus, janin dalam letak
lintang dan sebagainya, sehingga segmen bawah uterus makin lama makin meregang.
Faktor yang merupakan predisposisi terhadap terjadinya rupture uteri adalah
multiparitas, disini ditengah – tengah miometrium sudah terdapat banyak jaringan ikat
yang menyebabkan kekuatan dinding uterus menjadi kurang, sehingga regangan lebih
mudah menimbulkan robekan. Oleh banyak penulis dilaporkan pula bahwa kebiasaan
yang dilakukan oleh dukun – dukun memudahkan timbulnya rupture uteri. Pada
persalinan yang kurang lancar, dukun – dukun biasanya melakukan tekanan keras
kebawah terus – menerus pada fundus uteri, hal ini dapat menambah tekanan pada
segmen bawah uterus yang sudah meregang dan mengakibatkan terjadinya ruptur uteri.
Pemberian oksitosin dalam dosis yang terlampau tinggi dan atau atas indikasi yang
tidak tepat, bisa pula menyebabkan ruptur uteri
Ruptur uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan
seperti tabrakan dan sebagainya. Robekan demikian itu yang bisa terjadi pada setiap
saat dalam kehamilan, jarang terjadi karena rupanya otot uterus cukup tahan terhadap
trauma dari luar. Yang lebih sering terjadi adalah ruptur uteri yang dinamakan ruptur
uteri violenta. Di sini karena distosia sudah ada regangan segmen bawah uterus dan
usaha vaginal untuk melahirkan janin mengakibatkan timbulnya ruptur uteri. Hal itu
misalnya terjadi pada versi ekstraksi pada letak lintang yang dilakukan bertentangan
dengan syarat-syarat untuk tindakan tersebut. Kemungkinan besar yang lain ialah
ketika melakukan embriotomi. Berhubung dengan itu, setelah tindakan-tindakan
tersebut diatas dan juga setelah ekstraksi dengan cunam yang sukar perlu dilakukan
pemeriksaan kavum uteri dengan tangan untuk mengetahui apakah terjadi rupture uteri.
Gejala- gejala ruptur uteri violenta tidak berbeda dari ruptur uteri spontan.
Terdapat paling sering pada parut bekas seksio sesarea, peristiwa ini jarang
timbul pada uterus yang telah dioperasi untuk mengangkat mioma (miomektomi) dan
lebih jarang lagi pada uterus dengan parut karena kerokan yang terlampau dalam. Di
antara parut-parut bekas seksio sesarea, parut yang terjadi sesudah seksio sesarea klasik
lebih sering menimbulkan rupture uteri daripada parut bekas seksio sesarea profunda.
Perbandingannya ialah 4:1. Hal ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah
uterus yang menyerupai daerah uterus yang lebih tenang dalam masa nifas dapat
sembuh dengan lebih baik, sehingga parut lebih kuat. Ruptur uteri pada bekas seksio
bisa menimbulkan gejala- gejala seperti telah diuraikan lebih dahulu, akan tetapi bisa
juga terjadi tanpa banyak menimbulkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini tidak terjadi
robekan secara mendadak, melainkan lambat laun jaringan disekitar bekas luka menipis
untuk akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptur uteri. Disini biasanya
peritoneum tidak ikut serta, sehingga terdapat ruptur uteri inkompleta. Pada peristiwa
ini ada kemungkinan arteria besar terbuka dan timbul perdarahan yang untuk sebagian
berkumpul di ligamentum latum dan untuk sebagian keluar. Biasanya janin masih
tinggal dalam uterus dan his kadang-kadang masih ada. Sementara itu penderita merasa
nyeri spontan atau nyeri pada perabaan tempat bekas luka. Jika arteria besar luka,
gejala-gejala perdarahan dengan anemia dan syok, janin dalam uterus meninggal pula.
FAKTOR PREDISPOSISI
1. Faktor uterus
• Jaringan parut pada uterus
• Kelaianan kongenital pada uterus
2. Faktor ibu
• Grande/multiparitas
• Usia tua
3. Faktor janin
• Hamil ganda
• Makrosomia
• Letak lintang
• Presentasi bokong
4. Faktor plasenta
Kelainan letak dan implantasi plasenta misalnya pada plasenta akreta, inkreta, dan
perkreta.
5. Faktor persalinan
• Jarak yang terlalu dekat dengan persalinan sebelumnya
• Induksi persalinan
• Persalinan lama
• Persalinan macet
• Persalinan dengan ekstraksi forcep
• Manual plasenta
• Versi luar
• Dorongan pada fundus
Gambaran Klinik
Keadaan umum penderita tidak baik, dapat terjadi anemia sampai syok (nadi
filipormis, pernapasan cepat dangkal, dan tekanan darah turun).
Pemeriksaan Luar:
• Nyeri tekan abdominal
• Perdarahan per vaginam
• Kontraksi uterus biasanya hilang
• Pada palpasi bagian janin mudah diraba di bawah dinding perut ibu atau janin
teraba di samping uterus
• Di perut bagian bawah teraba uterus kira-kira sebesar kepala bayi
• DJJ biasanya negatif (bayi sudah meninggal)
• Terdapat tanda-tanda cairan bebas
• Defans muskular menguat
Pemeriksaan Dalam:
• Pada ruptur uteri komplit
ü Perdarahan pervaginam disertai perdarahan intra abdomen sehingga
didapatkan tanda cairan bebas dalam abdomen.
ü Pada pemeriksaan pervaginal bagian bawah janin tidak teraba lagi atau
teraba tinggi dalam jalan lahir, selain itu kepala atau bagian terbawah
janin dengan mudah dapat didorong ke atas hal ini terjadi karena
seringkali seluruh atau sebagian janin masuk ke dalam rongga perut
melalui robekan pada uterus.
ü Kadang-kadang kita dapat meraba robekan pada dinding rahim dan jika
jari tangan dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba omentum, usus,
dan bagian janin.
ü Pada kateterisasi didapat urin berdarah.
4.1 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala serta temuan yang terdapat pada
pemeriksaan fisik.
DJJ - - +
ü Bila diperlukan buat dua jalur infus intravena, satu untuk larutan
elektrolit, misalnya ringer laktat, dan yang lain untuk transfuse darah
(jaga agar jalur ini tetap tebuka dengan mengalirkan saline normal,
sampai darah didapatkan ).
Rujukan
Termasuk dalam rujukan gawat darurat/kasep dengan indikasi perdarah
antepartum
Tatalaksana Klinis
Tindakan yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adala :
Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah melakukan laparatomi
dengan tindakan jenis operasi :
Atukunda, E.C., Mugyenyi, G.R., Obua, C., Atuhumuza, E.B., Musinguzi, N., Y.F &
Siedner, M.J. (2016). Measuring Post Partum Haemorrhage in Low Resource
Settings The Diagnostic Validity of Weighed Blood Loss Versus Quantitative
Changes in Hemoglobin. PLOS ONE, 11 (4).
Baktiyani, S.C.W., Meirani, R., & Khasanah, U. (2016). Hubungan Antara Partus Lama
Dengan Kejadian Perdarahan Postpartum Dini Di Kamar Bersalin Rumah Sakit
Umum Dr. Saiful Anwar Malang. Majalah Kesehatan FKUB, 3 (4).
Chalik, T.M.A. (2008). Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan. Jakarta :
EGC
Hidayat, A.A.A. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis
Data.Jakarta : Salemba Medika. Hidayati, R., & Zahariah, S. (2014).
Pengaruh Pemijatan Perineum terhadap Ruptur Perineum pada Primigravida di Bps Ny.
“R” Di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember. Jurnal Ilmu Kebidanan, 2 (2),
51-99. Hikmah, N. & Yani, D.P. (2015).
Gambaran Hemoragic Post Partum pada Ibu Bersalin dengan Kejadian Anemia di
Ruang PONEK RSUD Kabupaten Jombang. Jurnal Edu Health, 5 (2).