Anda di halaman 1dari 32

Makalah Gigi COME

Akibat Kehilangan Gigi Molar

Disusun oleh :
Berry Lahiqhi, S.Ked
Dewi Iramayana Sandra K, S.Ked
Frilly Deyana, S.Ked
Herlinda Gustia P, S.Ked
Muhammad Alvi Syahrin, S.Ked
Nur Ulfah Parasadita, S.Ked
Ritsa Nastafiruka, S.Ked
Saleh Nur Azhari, S.Ked
Tuti Herlianwati, S.Ked

Pembimbing:
Dr. drg. Elita Rafni, Sp. Prost
drg. Rita Endriani, M.Kes
drg. Riris Anita

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


COMMUNITY ORIENTED MEDICAL EDUCATION (COME)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PUSKESMAS RAWAT INAP SIDOMULYO
PEKANBARU
2020
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : PNS
Alamat : Jl. Sumatra
Agama : Islam
No RM : 08xxxx

II. ANAMNESIS-Autoanamnesis (1 Maret 2021)


Keluhan Utama :
Nyeri pada gigi geraham tujuh kiri bawah sejak 3 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan nyeri pada gigi geraham tujuh kiri bawah sejak 3
bulan yang lalu, nyeri terasa hilang imbul. Pasien mengatakan keluhan semakin
terasa sakit selama 1 bulan ini, jika pasien makan dan minum air yang dingin
keluhan dirasakan terus menerus dan keluhan tidak berkurang walaupun pasien
tidak sedang makan ataupun minum air yang dingin. Pasien juga mengeluhkan
gigi berlubang sejak 6 bulan yang lalu, awalnya lubang di gigi terasa kecil dan
lama kelamaan lubang terasa besar. Pasien pernah mengkonsumsi obat untuk
menghilangkan rasa nyeri dan pasien belum melakukan penambalan gigi
sebelumnya.

1
Riwayat Penyakit Gigi Dahulu :
 Gigi 15,18,26,35,36,46,47,48 hilang, dan pencabutan goigi terakhir pada
tahun 2019.

 Riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan penyakit


paru disangkal.

Riwayat Psikososial, Ekonomi, dan Kebiasaan :


 Pasien pegawai negeri sipil
 Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan manis dan dingin
 Pasien mengaku menyikat gigi 2 kali sehari, namun saat malam sebelum tidur
tidak ada mennyikat gigi setelah makan.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat sakit gigi dikeluarga disangkal

Genogram :

Ny. M , 54th Tn. M, 58th

Tn. A, 32th Nn. V, 29 th Tn. R, 27 th

Keterangan Genogram:

: Laki-laki

: Perempuan

2
: Pasien

: Tinggal satu rumah

III. PEMERIKSAAN OBJEKTIF (1 Maret 2021)


1. Status Pasien
a. Keadaan umum : Composmentis Cooperatif
b. Vital sign
 Tekanan darah : 120/72 mmHg
 Nadi : 90x/menit
 Nafas : 18x/menit
 Suhu : 36,6oC
c. Berat badan : 50 kg
d. Tinggi badan : 150 cm
e. Satus gizi : 22,2 (Normoweight)

2. Ekstra Oral
Inspeksi :
a. Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), bibir pucat (-)
b. Wajah : Simetris
Palpasi :
a. TMJ : Nyeri (-), clicking (-), popping (-)
b. Kelenjar Lymphonodi : Pembesaran KGB (-)

3. Intra Oral
Inspeksi :
Jaringan lunak
1. Bibir : Warna merah muda, edema (-)
2. Gusi Laserasi (-), stomatitis (-), kemerahan

3
pada gigi 37
3. Lidah : Warna merah muda, laserasi (-), ukuran n
ormal, pergerakan normal.
4. Dasar mulut : Torus mandibularis (-), laserasi (-)
5. Palatum durum : Torus palatinus (-), laserasi (-), kedalaman
sedang.
6. Palatum mole : Laserasi (-)
7. Tonsil : T1-T1

Jaringan keras (gigi)


Inspeksi : Pulpitis : 37
Hilang : 15 18 26 35 36 46 47 48
Perkusi : 37 (+)
Palpasi : Tidak dilakukan
Sondase : Tidak dilakukan
Tes termal : Tidak dilakukan
(Chlorethyl)

Fungsi Pengunyahan : Terganggu

4
DINAS KESEHATAN KOTA PEKANBARU
UPTD PUSKESMAS SIDOMULYO RAWAT INAP

FORMULIR PEMERIKSAAN ODONTOGRAM


NAMA LENGKAP : Ny. M JENIS KELAMIN : Perempuan
NO RM : XXXX USIA : 54 tahun

Keterangan :
: hilang
: Pulpitis

18 Hilang Normal 21
17 Normal Normal 22
16 Normal Normal 23
15 Hilang Normal 24
14 Normal Normal 25
13 Normal Hilang 26
12 Normal Normal 27
11 Normal Normal 28
48 Hilang Normal 31
47 Hilang Normal 32
46 Hilang Normal 33
45 Normal Normal 34
44 Normal Hilang 35
43 Normal Hilang 36
42 Normal Pulpitis 37
41 Normal Normal 38

4. FOTO GIGI PASIEN

5
Diagnosis rongga mulut:
a. Pulpitis pada gigi 37
b. Kehilangan gigi premolar 15 35
c. Kehilangan gigi molar 18 26 36 46 47 48

IV. RENCANA PERAWATAN


Penatalaksanaan yang harusnya dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan keadaan rongga mulut
b. Pemberian antibiotik, analgetik serta anti inflamasi

V. PENATALAKSANAAN DI PUSKESMAS

6
a. Pemeriksaan mulut dan gigi
b. Pasien diberikan antibiotik (Amoxicilin 500 mg 3x1), analgetik
(asam mefenamat 500 mg 3x1) dan anti inflamasi (dexametason
0,5 mg 3x1)
c. Observasi 3-4 hari pengobatan
d. Sarankan pasien untuk kontrol ulang

VI. EDUKASI
 Kurangi makan makanan yang dapat menyebabkan pembentukan
karies (minuman asam yang berkarbonat, makan dan minuman yang
mengandung gula)
 Menjaga oral hygiene dengan sikat gigi minimal 2 kali sehari setelah
sarapan pagi dan sebelum tidur dengan cara yang benar
 Kembali kontrol ke puskesmas setelah obat habis
 Rencana untuk dilakukan tambal gigi geraham tujuh kiri bawah
 Periksa gigi rutin ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali
 Menyarankan pembuatan prothesa pada gigi yang dicabut untuk
menjaga struktur susunan gigi dan mengembalikan fungsi
pengunyahan

BAB II
7
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI GIGI


2.1.1 Bagian-bagian gigi
Gigi merupakan bagian terkeras dari tubuh, gigi tersusun atas beberapa
bagian. Berikut bagian-bagian yang menyusun gigi:1
a. Akar gigi adalah bagian dari gigi yang tertanam di dalam tulang rahang
dikelilingi (dilindungi) oleh jaringan periodontal.
b. Mahkota gigi adalah bagian dari gigi yang dapat menonjol di atas gusi
sehingga dapat dilihat.
c. Leher gigi adalah tempat bertemunya mahkota dan akar gigi

Gambar 1. Anatomi gigi normal.2

2.1.2 Struktur Jaringan Gigi


Gigi terdiri dari beberapa jaringan pembentuk. Secara garis besar, jaringan
pembentuk gigi ada 3, yaitu email, dentin, dan pulpa.1

1. Email

8
Email adalah lapisan terluar yang melapisi mahkota gigi. Email berasal
dari epitel (ektodermal) yang merupakan bahan terkeras pada tubuh manusia
dan paling banyak mengandung kalsium fosfat dalam bentuk Kristal apatit
(96%).
Email merupakan jaringan semitranslusen, sehingga warna gigi
bergantung kepada warna dentin di bawah email, ketebaan email, dan
banyaknya stain pada email. Ketebalan email tidak sama, paling tebal di
daerah oklusal atau insisal dan makin menipis mendekati pertautannya dengan
sementum.
2. Dentin
Dentin merupakan komponen terbesar jaringan keras gigi yang terletak di
bawah email. Di daerah mahkota ditutupi oleh email, sedangkan di daerah
akar ditutupi oleh sementum. Secara internal, dentin membentuk dinding
rongga pulpa.
Dentin membentuk bagian terbesar dari gigi dan merupakan jaringan
yang telah mengalami kalsifikasi sama seperti tulang, tetapi sifatnya lebih
keras karena kadar garam kalsiumnya lebih besar (80%) dalam bentuk
hidroksi apatit. Zat antar sel organic (20%) terutama terdiri atas serat-serat
kolagen dan glikosaminoglikans, yang disintesis oleh sel yang disebut
odontoblas. Odontoblas membentuk selapis sel-sel yang terletak di pinggir
pulpa menghadap permukaan dalam dentin.
Dentin peka terhadap rasa raba, panas, dingin, dan konsentrasi ion
hydrogen. Diperkirakan bahwa rangsangan itu diterima oleh serat dentin dan
diteruskan olehnya ke serat saraf di dalam pulpa.
3. Pulpa
Pulpa gigi adalah jaringan lunak yang terletak di tengah-tengah gigi.
Pulpa berisi pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe. Tugas dari pulpa
adalah mengatur nutrisi/makanan agar gigi tetap hidup, menerima rangsang,
membentuk dentin baru bila ada rangsangan panas, kimia, tekanan, atau

9
bakteri yang dikenal dengan dentin sekunder. Pulpa terdiri dari beberapa
bagian, yaitu:
a) Ruang atau rongga pulpa, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian
tengah korona gigi dan selelu tunggal. Sepanjang kehidupan pulpa gigi
mempunyai kemampuan untuk mengendapkan dentin sekunder,
pengendapan ini mengurangi ukuran dari rongga pulpa.
b) Tanduk pulpa, yaitu ujung dari ruang pulpa.
c) Saluran pulpa atau saluran akar, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada
bagian akar gigi. Pada kebanyakan kasus, jumlah saluran akar sesuai
dengan jumlah akar, tetapi sebuah akar mungkin mempunyai lebih dari
sebuah saluran.
d) Foramen apikal, yaitu ujung dari saluran pulpa yang terdapat pada apeks
akar berupa suatu lubang kecil.
e) Supplementary canal. Beberapa kar gigi mungkin mempunyai lebih dari
satu foramen, dalam hal ini, saluran tersebut mempunyai 2 atau lebih
cabang dekat apikalnya yang disebut multiple foramina / supplementary
canal.
f) Orifice, yaitu pintu masuk ke saluran akar gigi. Saluran pulpa
dihhubngkan dengan ruang pulpa. Adakalanya ditemukan suatu akar
mempunyai lebih dari satu saluranpulpa, misalnya akar mesio-bukal dari
M1 atas dan akar mesial dari M1 bawah mempunyai 2 saluran pulpa yang
berakhir pada sebuah foramen apikal.

2.1.3 Jaringan Pendukung Gigi


Keberadaan gigi didukung oleh jaringan-jaringan lain yang berada di
dalam mulut yang disebut jaringan periodontal yang terdiri dari empat
komponen, yaitu sementum, gusi, tulang alveolar, dan ligament periodontal.1
1. Sementum
Sementum merupakan jaringan keras gigi yang menyelubungi akar.
Bila ada rangsangan yang kuat pada gigi maka akan terjadi

10
resorpsi/penyerapan sel-sel sementum pada sisi yang terkena rangsangan
dan pada sisi lainnya akan terbentuk jaringan sementum baru.
Pembentukan sementum yang baru mengarah ke arah luar.
2. Gingiva
Gingiva atau gusi adalah jaringan lunak yang menutupi leher gigi dan
tulang rahang, baik yang terdapat pada rahang atas maupun rahang
bawah. Fungsi gingival adalah melindungi jaringan di bawah perlekatan
terhadap lingkungan rongga mulut. Gingiva sehat biasanya berwarna
merah muda, tepinya runcing seperti pisau, tidak mudah berdarah dan
tidak sakit. Gingiva banyak mengandung pembuluh darah sehingga
sangat sensitive terhadap trauma atau luka. Secara anatomi, gingiva
dibagi atas tiga daerah:
a. Marginal gingiva (unattached gingiva), merupakan bagian gingiva
yang mengelilingi gigi seperti kerah baju dan tidak melekat langsung
pada gigi, biasa juga disebut juga dengan free gingiva
b. Attached gingiva merupakan lanjutan dari marginal gingival dan
disebut juga mukosa fungsional.
c. Interdental gingival, merupakan bagian gingival yang mengisi ruang
interproksimal antara dua gigi yang bersebelahan.
3. Ligamentum Periodontal
Ligamnetum periodontal merupakan struktur jaringan konektif yang
mengelilingi akar gigi dan mengikatnya ke tulang (menghubungkan
tulang gigi dengan tulang alveolar). Ligamen periodontal merupakan
lanjutan jaringan gingiva yang berhubungan dengan ruang sumsum tulang
melalui saluran vaskuler. Fungsinya seperti bantalan yang dapat
menopang gigi dan menyerap beban yang mengenai gigi.
4. Tulang alveolar
Tulang alveolar disebut juga prosesus alveolaris yg mencakup tulang
rahang secara keseluruhan, yaitu maksila dan mandibula yg berfungsi
membentuk dan mendukung soket (alveoli) gigi.

11
2.2 Pulpitis
2.2.1 Definisi pulpitis

Pulpitis adalah proses radang pada jaringan pulpa gigi, yang pada umumnya
merupakan kelanjutan dari proses karies. Jaringan pulpa terletak di dalam jaringan
keras gigi, sehingga bila mengalami proses radang, secara klinik sulit untuk
menentukan untuk menentukan seberapa jauh proses radang tersebut terjadi.2
Pulpitis dapat dibagi menjadi 2, yaitu pulpitis reversibel dan pulpitis ireversibel.3,4

2.2.2 Etiologi pulpitis

Pulpa dentis dapat terpapar oleh berbagai jenis iritan yang dapat menganggu
fungsi pulpa seperti yang tercantum pada Tabel 1. Iritan terhadap pulpa dapat
diklasifikasikan menjadi iritan jangka pendek, iritan jangka panjang, atau disebabkan
oleh trauma seperti yang tercantum pada Tabel 2. Setiap jenis iritan atau trauma
menimbulkan dampak yang berbeda pada pulpa. Pada umumnya, efek yang
ditimbulkan yaitu inflamasi akut, inflamasi kronik atau nekrosis.5

Tabel 1. Penyebab umum penyakit pulpa5

Kelompok Contoh
Mikroba Karies
Trauma Fraktur, luksasi, avulse, oklusi traumatic
Iatrogenik Radioterapi untuk tatalaksana karsinoma
Bahan kimia Bahan asam, makanan
Lainnya Penurunan aliran darah ke gigi

Tabel 2. Reaksi pulpa terhadap berbagai stimulus5


Tipe Stimulus Contoh Reaksi Hasil akhir bila tidak

12
Pulpa ditangani
Jangka Pendek  Prosedur Inflamasi Akan terjadi proses
pembuatan akut penyembuhan selama
kavitas seperti stimulu dihentikan atau
pemotongan dieliminasi
dentin,
produksi panas
dan
pengeringan.
 Trauma tanpa
luksasi
Jangka Panjang  Karies gigi Inflamasi  Nekrosis
 Erosi kronik  Infeksi rongga
 Iritasi bahan pulpa karena
kimia masuknya bakteri
melalui struktur
gigi yang rusak
Trauma  Luksasi Nekrosis Dapat terjadi infeksi pada
 Avulsi rongga pulpa bila
terdapat port de entry
bakteri
Infeksi bakteri merupakan penyebab tersering penyakit pulpa. Bakteri dapat
memasuki pulpa melalui karies, anomali dental (seperti invaginatus dentis), lapisan
sementum yang rusak dan gigi yang mengalami fraktur atau retak. 5 Infeksi pulpa
disebabkan oleh banyak mikroba dan sebagian besar didominasi oleh flora
anaerobik. Beberapa bakteri yang menjadi penyebab infeksi pulpa:6
1. Peptostreptococcus spp.
Peptostreptococcus spp. merupakan Streptococcus yang hanya tumbuh dalam
kondisi anaerob atau mikroaerofilik dan menghasilkan berbagai hemolisin.
Streptococcus ini adalah flora normal mulut, saluran napas atas, usus, dan
traktus genitalia.

13
2. Porphyromonas spp.
Porphyromonas spp. merupakan bakteri basil gram negatif. Bakteri jenis ini
merupakan bagian dari flora normal mulut dan terdapat juga pada organ tubuh
yang lain. Genus Porphyromonas meliputi spesies yang sebelumnya
dimasukkan ke dalam genus Bacteroides. Spesies Porphyromonas dapat
dibiakkan dari infeksi gusi dan periapikal gigi.
3. Prevotella spp.
Spesies Prevotella merupakan bakteri basil gram negatif dan dapat nampak
seperti coccobasillus. Spesies yang paling sering diisolasi adalah P.
melannognica, P.bivia, dan P.disiens. Prevotella sering dikaitkan dengan
organisme anaerob lainnya yang merupakan bagian dari flora normal terutama
Peptostreptococcus, bakteri basil anaerob gram positif, spesies Fusobacterium,
bakteri anaerob fakultatif gram positif dan gram negatif yang merupakan bagian
dari flora normal.
4. Fusobacterium spp
Fusobacterium merupakan bakteri basil pleomorfik gram negatif. Sebagian besar
spesies menghasilkan asam butirat dan merubah treonin menjadi asam propionat.
Kelompok Fusobacterium meliputi beberapa spesies yang paling sering diisolasi
dari infeksi bakteri campuran yang disebabkan oleh flora normal mukosa.
Namun, spesies Fusobacterium juga dapat menjadi satu- satunya bakteri pada
sebuah infeksi.

2.2.3 Patofisiologi pulpitis


Pulpitis adalah inflamasi pada pulpa dentis yang dapat terjadi ketika karies
atau produk bakteri mencapai rongga pulpa yang kemudian menyebabkan infeksi. 7
Karies merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Karies terbentuk karena
adanya fermentasi gula menjadi asam oleh flora normal yang terdapat di
supragingival. Asam ini menyebabkan demineralisasi enamel serta dentin yang
memfasilitasi infiltrasi bakteri ke dentin dan pulpa. Invasi flora normal mulut yang
umumnya gram positif ke jaringan lunak gigi kemudian melibatkan mikro organisme

14
gram negatif dan anaerob.6
Respon pulpa terhadap bakteri tergantung pada berbagai faktor seperti
kecepatan invasi bakteri dan kecepatan produksi karies. Respon pulpa terhadap
infeksi juga dipengaruhi oleh ketebalan dan derajat kalsifikasi dari dentin yang
tersisa.5,6
Pulpitis reversibel adalah inflamasi rongga pulpa yang dapat sembuh apabila
faktor pencetusnya dieliminasi. Pulpitis reversibel terjadi ketika karies mencapai
rongga pulpa dan menyebabkan inflamasi ringan pada rongga pulpa. Apabila
inflamasi pada pulpitis reversibel tidak ditangani dengan baik, maka akan terjadi
kerusakan yang tidak dapat diperbaiki lagi sehingga terjadi pulpitis ireversibel.

Gambar 4. Pulpitis ireversibel3


Nyeri muncul akibat adanya aktivasi saraf sensorik yang terdapat di dalam
rongga pulpa. Aktivasi sistem saraf sensorik diperantarai oleh substansi P (SP) yang
produksinya meningkat seiring dengan peningkatan pembentukan karies. Aktivasi
sistem saraf sensorik juga menyebabkan peningkatan aliran darah pulpa dan
peningkatan permeabilitas vaskular (Gambar 5).5,8
Rongga pulpa merupakan ruangan yang kaku. Inflamasi yang
berkepanjangan di rongga pulpa menyebabkan peningkatan tekanan rongga pulpa,

15
oklusi pembuluh darah pada foramen apikal, iskemia, dan kemudian nekrosis pada
jaringan pulpa. Beberapa bakteri memiliki faktor virulensi yang tinggi sehingga
dapat menginvasi jaringan periapikal melalui foramen apikal. Respon imun tubuh
dapat menyebabkan akumulasi neutrofil sehingga menyebabkan abses periapikal.3,7
2.2.4 Manifestasi klinis pulpitis

Gejala klinis yang khas dari pulpitis reversibel adalah nyeri yang segera
hilang setelah stimulus panas, dingin, dan makanan manis di eliminasi. Tidak
terdapat nyeri pada perkusi gigi. Secara umum, gejala dan tanda klinis pulpitis
reversibel adalah :3,4
1. Nyeri dengan durasi yang singkat dan menghilang setelah pencetus
dieliminasi.
2. Nyeri muncul akibat stimulus panas, dingin dan makanan manis.
3. Tidak terdapat nyeri gigi pada perkusi.
4. Gigi kadang memberikan respon yang berlebihan pada tes vitalitas.
5. Pemeriksaan radiologi menunjukkan gambaran normal, tidak tampak
pelebaran dari ligamen periodontal.
Pulpitis ireversibel perlu dipertimbangkan apabila gejala nyeri menetap dan
intensitas nyeri cenderung meningkat. Secara umum, gejala dan tanda klinis pulpitis
ireversibel adalah:4,9
1. Riwayat nyeri gigi yang muncul secara spontan tanpa ada faktor pencetus.
2. Nyeri berlangsung selama beberapa detik hingga beberapa jam.
3. Pemberian cairan panas atau dingin dapat menimbulkan nyeri yang
berkepanjangan.
4. Nyeri menyebar sehingga pasien sulit menentukan lokasi nyeri yang tepat.
Tetapi, apabila inflamasi telah melibatkan ligamen periodontal, nyeri akan
terlokalisir.
5. Pada perkusi akan terasa nyeri bila inflamasi telah melibatkan ligament
periodontal.
6. Hasil pemeriksaan radiologi akan menunjukkan pelebaran ligamen

16
peridontal pada pulpitis ireversibel stadium lanjut.

2.2.5 Pemeriksaan fisik pulpitis


Setiap kelainan ekstraoral yang nampak yang dicatat selama pencatatan
riwayatdapat diperiksa lebih lanjut. Gejala objektif ditentukan oleh seorang klinisi.
Pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut :3,10
1. Pemeriksaan visual dan taktil
Uji klinis yang paling sederhana adalah pemeriksaan berdasarkan
penglihatan. Suatu pemeriksaan visual dan taktil jaringan keras dan lunak
yang cermat mengandalkan pada pemeriksaan warna, kontur dan konsistensi.
Pada jaringan lunak, seperti gusi, penyimpangan dari warna merah muda
sehat dapat dengan mudah dikenal bila terdapat inflamasi. Suatu perubahan
kontur yang biasanya timbul adalah pembengkakan, dan konsistensi jaringan
yang lunak dan fluktuasi positif merupakan indikasi keadaan patologis.
2. Perkusi
Uji ini memungkinkan seseorang mengevaluasi status periodonsium sekitar
suatu gigi. Gigi diberi pukulan cepat dan tidak keras, mula-mula dengan jari
dengan intensitas rendah, kemudian intensitas ditingkatkan dengan
menggunakan tangkai suatu instrumen, untuk menentukan apakah gigi
merasa sakit. Suatu respon sensitif yang berbeda dari gigi disebelahnya,
biasanya menunjukkan adanya periodontitis.
3. Palpasi
Tes sederhana ini dilakukan dengan ujung jari menggunakan tekanan ringan
untuk memeriksa konsistensi jaringan dan respon rasa sakit. Meskipun
sederhana, tetapi merupakan suatu tes yang penting.
4. Mobilitas
Tes mobilitas digunakan untuk mengevaluasi integritas aparatus pengikat
disekeliling gigi. Tes ini terdiri dari menggerakkan suatu gigi ke arah lateral
dalam soketnya dengan menggunakan jari atau, lebih diutamakan,
menggunakan tangkai dua instrument. Tujuan tes ini adalah untuk

17
menentukan apakah gigi terikat kuat atau longgar pada alveolusnya.
Jumlah gerakan menunjukkan kondisi periodonsium, makin besar
gerakannya, makin jelek status periodontalnya.
5. Uji termal
Tes ini meliputi aplikasi dingin dan panas pada gigi, untuk menentukan
sensitivitas terhadap perubahan termal. Meskipun keduanya merupakan tes
sensitivitas, tetapi tidak sama dan digunakan untuk alasan diagnosis yang
berbeda. Suatu respon terhadap dingin menunjukkan pulpa vital, tanpa
memperhatikan apakah pulpa itu normal atau abnormal. Suatu respon
abnormal terhadap panas biasanya menunjukkan adanya gangguan pulpa atau
periapikalyang memerlukan perawatan endodontik.
- Tes panas
Tes panas dapat dilakukan dengan cara yang berbeda-beda yang
menghasilkan derajat temperatur yang berbeda. Daerah yang akan dites
diisolasidan dikeringkan, kemudian udara hangat dikenakan pada
permukaan gigi yang terbuka dan respon pasien dicatat. Bila diperlukan
temperatur yang lebih tinggi untuk mendapatkan suatu respon, harus
digunakan air panas, burnisher panas, guta-percha panas atau kompoun
panas atau sembarang instrumen yang dapat menghantarkan temperatur
yang terkontrol pada gigi. Bila menggunakan benda padat, seperti guta-
percha panas, panas tersebut dikenakan pada bagian sepertiga
oklusobukal mahkota terbuka. Bila tidak timbul respon, bahan dapat
dipindahkan ke bagian sentral mahkota atau lebih dekat dengan serviks
gigi.
- Tes dingin
Aplikasi dingin dapat dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda.
Cara yang umum adalah meletakkan kapas yang dibasahi dengan etil
klorida pada gigi yang dites.

Diagnosis dari pulpitis reversibel ditegakkan bila dari pemeriksaan fisik


ditemukan karies yang merupakan area enamel yang lebih opak dan tidak terdapat

18
nyeri pada perkusi.3,4 Pada uji termal, akan muncul rasa nyeri dan kemudian akan
menghilang bila stimulus dihilangkan. Diagnosis pulpitis ireversibel ditegakkan bila
dari pemeriksaan fisik ditemukan karies yang dalam dannyeri pada perkusi gigi bila
proses inflamasi telah melibatkan ligamen periodontal. Pada uji termal, rasa nyeri
akan tetap ada walaupun stimuli telah dieliminasi.3

2.2.6 Pemeriksaan penunjang pulpitis


Pemeriksaan radiografi gigi diperlukan untuk memeriksa keadaan periapikal
pada setiap gigi di area yang mengalami nyeri. Pada pemeriksaan radiografi, harus
ditentukan bagaimana kondisi rongga pulpa (kalsifikasi), karies pada rongga pulpa,
keadaan periapikal, keadaan periodontal dan ligamen periodontal. Pada pulpitis
ireversibel stadium lanjut dapat ditemukan pelebaran ligamen periodontal.4

2.2.7 Penatalaksanaan pulpitis


Penatalaksanaan pulpitis reversibel adalah dengan membuang jaringan
karies, perawatan saluran akar dan restorasi dental. Penatalaksanaan pulpitis
ireversibel terdiri dari pemberian analgesik seperti pemberian obat anti-inflamasi
non steroid (OAINS) atau opioid lemah yang dikombinasikan dengan OAINS. 3
Penalataksanaan definitif pulpitis ireversibel adalah ekstirpasi pulpa yang diikuti
dengan pembersihan kanalis pulpa. Bila tidak memungkinkan, dapat dilakukan
pembersihan jaringan pulpa dari rongga pulpa.4

19
2.3 KEHILANGAN GIGI
2.3.1 Definisi
Kehilangan gigi adalah keadaan lepasnya satu atau lebih gigi dari soketnya
atau tempatnya dalam rongga mulut. Kehilangan gigi ini dapat terjadi karena berbagai
penyebab, termasuk penyakit periodontal, karies gigi, dan cedera eksternal dan telah
dilaporkan bahwa prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia. Menurut
penelitian Parera dkk pada tahun 2012 kehilangan gigi merupakan salah satu masalah
kesehatan rongga mulut yang umum terjadi pada seseorang, hal ini menimbulkan
dampak yang buruk terhadap kualitas hidup seseorang. Kehilangan gigi berdampak
terhadap fungsi estetis, fonetik dan mastikasi. Masalah kehilangan gigi ditekankan
ketika fungsi mastikasi tidak dipulihkan dengan pemakaian protesa gigi. Berbagai
penelitian menentukan bahwa minimal ada 20 gigi dan merupakan pasangan
antagonis yang diperlukan untuk menjamin pengunyahan yang baik.10-12

2.3.2 Penyebab Kehilangan Gigi

 Karies

Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu: email,
dentin, dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam
karbohidrat yang dapat diragikan. Streptococcus mutans dan laktobasilus
merupakan bakteri kariogenik yang mampu segera membuat asam dari
karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya ialah adanya demineralisasi
jaringan keras gigi, yang berakibat terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa
serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan
nyeri.13
Pada tahap awal karies, rasa nyeri diawali dengan nyeri ringan pada saat
kontak dengan makanan atau minuman yang dingin atau panas, juga rasa
nyeri yang sesekali muncul secara tajam. Bila bakteri sudah sampai ke pulpa
gigi yang terdiri dari saraf dan pembuluh darah, maka terjadi infeksi pada
pulpa (pulpitis) yang menyebabkan nyeri yang sangat berdenyut. Bila hal ini
terjadi secara terus- menerusmaka akan terjadi kematian jaringan pulpa. Bila

20
saraf gigi sudah mati biasanya nyeri akan berhenti, namun keadaan ini dapat
berlanjut lebih buruk dengan terjadinya abses sehingga pada akhirnya gigi
tersebut tidak dapat dipertahankan dan harus dicabut.13

 Penyakit Periodontal

Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan


pendukung gigi, yaitu gingiva/gusi serta jaringan periodontal, yaitu jaringan
yang menghubungkan antara gigi dan tulang penyangga gigi yaitu tulang
alveolar. Penyakit periodontal dibagi atas dua golongan yaitu gingivitis dan
periodontitis.Gingivitis merupakan bentuk penyakit periodontal dengan
proses inflamasi yang memengaruhi jaringan lunak sekeliling gigi tanpa
adanya kerusakan tulang. Tanda pertama dari inflamasi yaitu adanya
hiperemia, warna gingiva berubah dari merah muda menjadi merah tua,
disebabkan dilatasi kapiler, sehingga jaringan menjadi lunak karena banyak
mengandung darah. Gingiva membengkak, licin, berkilat dan keras,
perdarahan gingiva spontan bila dilakukan probing, gingiva menjadi sensitif,
gatal-gatal dan terbentuknya saku periodontal akibat rusaknya jaringan
kolagen. Kelainan tersebut muncul perlahan-lahan dalam jangka lama dan
tidak terasa nyeri kecuali bila ada komplikasi dengan keadaan akut.14

Bila peradangan ini dibiarkan dapat berlanjut menjadi periodontitis.


Periodontitis merupakan lanjutan dari gingivitis yang tidak ditangani.
Periodon- titis adalah penyakit inflamasi yang akan memengaruhi
periodonsium yaitu jaringan yang mengelilingi serta mendukung gigi.
Periodontitis akan melibatkan hilangnya progresif dari tulang alveolar pada
sekitar gigi, dan bila tidak diobati maka dapat menyebabkan melonggarnya
perlekatan jaringan ikat dan hilangnya gigi.14

 Trauma

Trauma dapat diartikan sebagai kerusakan jaringan gigi atau periodontal


karena kontak yang keras dengan suatu benda yang tidak terduga

21
sebelumnya pada gigi, baik rahang atas maupun rahang bawah atau
keduanya. Trauma gigi dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung.
Trauma gigi secara langsung terjadi ketika benda keras langsung mengenai
gigi, sedangkan trauma gigi secara tidak langsung terjadi ketika ada
benturan yang mengenai dagu menyebabkan gigi rahang bawah membentur
gigi rahang atas dengan kekuatan atau tekanan besar dan tiba-tiba. 10
Contohnya yaitu pada kecelakaan, jatuh, terbentur benda keras dan
berkelahi (dapat menyebabkan gigi patah dan terlepas dari soketnya).14,15

2.3.3 Dampak Kehilangan Gigi

 Estetis

Kehilangan gigi dapat berpengaruh terhadap aktivitas sosial. Menurut


Gerritsen, hilangnya satu atau beberapa gigi dapat menyebabkan gangguan
fungsi dan penampilan estetika seseorang. Salah satu hal yang menyebabkan
kondisi ini adanya resorpsi tulang, resorpsi tulang merupakan proses yang
berkelanjutan setelah kehilangan gigi yang memengaruhi pada mandibula
empat kali lebih cepat dari pada maksila. Resopsi tulang alveolar
memengaruhi pengurangan ketinggian dan penampilan wajah setelah
kehilangan gigi total, perubahan profil jaringan lunak seperti tonjolan
mandibula, bibir dan dagu. Sehingga hal ini berdampak terhadap estetika
seseorang.16
 Fonetik

Kehilangan gigi anterior atas dan bawah dapat menyebabkan


gangguan fungsi fonetik karena merupakan bagian yang mendukung fungsi
fonetik. Akibat kehilangan gigi depan rahang atas, huruf yang terganggu
adalah v, s, f dan huruf yang terganggu akibat kehilangan gigi depan rahang
bawah adalah s dan z.17

22
 Mastikasi

Menurut penelitian Elham dkk pada tahun 2013 jumlah gigi yang ada
dirongga mulut merupakan indikator yang penting untuk efisiensi
pengunyahan. Jumlah gigi didalam rongga mulut dibawah 20 gigi akan
mengalami gangguan fungsi dan kinerja mastikasi. Pada lansia fungsi
mastikasi berhubungan dengan atrofi otot, adanya penurunan ketebalan otot
masseter pada seseorang yang kehilangan gigi menyebabkan penurunan
kekuatan gigitan dan pada pengguna gigi tiruan penuh akan mengalami
kesulitan mengunyah makanan keras. Kondisi ini secara substansial dapat
memengaruhi keinginan untuk menggigit, mengunyah, menelan dan
menyebabkan modifikasi pilihan makanan sehingga berdampak terhadap
kualitas hidup seseorang.16
 Migrasi dan rotasi gigi
Hilangnya kesinambungan pada lengkung gigi dapat menyebabkan
pergeseran, miring atau berputarnya gigi. Karena gigi ini tidak lagi
menempati posisi yang normal untuk menerima beban yang terjadi pada
saat pengunyahan, maka akan mengakibatkan kerusakan struktur
periodontal. Gigi yang miring lebih sulit dibersihkan, sehingga aktivitas
karies dapat meningkat. 18

 Erupsi berlebih

Bila gigi sudah tidak mempunyai antagonis lagi, maka akan terjadi
erupsi berlebih (overeruption). Erupsi berlebih dapat terjadi tanpa atau
disertai pertumbuhan tulang alveolar. Bila hal ini terjadi tanpa
pertumbuhan tulang alveolar, maka struktur periodontal akan
mengalami kemunduran sehingga gigi mulai ekstrusi. 18

 Penurunan efisiensi kunyah


Pada kelompok yang sudah kehilangan cukup banyak gigi, terutama
23
pada bagian posterior, akan merasakan betapa efisiensi kunyahnya
menurun. 18

 Gangguan pada sendi temporo-mandibula

Kebiasaan mengunyah yang buruk, penutupan (over clousure),


hubungan rahang yang eksentrik akibat kehilangan gigi, dapat
menyebabkan gangguan pada struktur sendi rahang. 18

 Beban berlebih pada jaringan pendukung

Bila penderita sudah kehilangan sebagian gigi aslinya, maka gigi


yang masih ada akan menerima tekanan mastikasi lebih besar sehingga
terjadi pembebanan berlebih (over loading). Hal ini akan
mengakibatkan kerusakan membran periodontal dan lama kelamaan
gigi akan menjadi goyang dan akhirnya tanggal. Selain itu gigi yang
menerima beban terlalu besar dapat menyebabkan pengikisan (atrisi)
pada gigi geligi. 18

 Kelainan bicara dan estetik

Kehilangan gigi pada bagian depan atas dan bawah sering kali
menyebabkan kelainan bicara, karena gigi khususnya yang depan
termasuk bagian organ fonetik. Selain itu kehilagan gigi bagian depan
akan mempengaruhi estetik dikarenakan akan mengurangi daya tarik
seseorang, apalagi dari segi pandang manusia modern. 18

 Terganggunya kebersihan mulut


Migrasi dan rotasi gigi menyebabkan gigi kehilangan kontak
dengan tetangganya, demikian pula gigi yang kehilangan lawan gigitnya.
Adanya ruang interproksimal tidak wajar ini, mengakibatkan celah antar
gigi mudah disisipi sisa makanan. Dengan sendirinya kebersihan mulut
tadi terganggu dan mudah terjadi plak. Pada tahap berikut terjadinya

24
karies gigi dapat meningkat. 18

2.3.4 Klasifikasi Kehilangan Gigi


Selama ini banyak sekali ragam klasifikasi yang diciptakan dan digunakan
untuk mengelompokkan kehilangan gigi sebagian. Tujuan utama klasifikasi ini agar
dokter gigi dapat berkomunikasi sejelas mungkin, tentang keadaan rongga mulut yang
akan dibuatkan gigi tiruan. Pembuatan klasifikasi dapat membantu mempermudah
pemahaman terhadap dasar-dasar atau prinsip pembuatan desain gigi tiruan.
Kehilangan gigi dapat diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi kennedy, jumlah
kuadran kehilangan gigi dan jumlah kehilangan gigi posterior.19

2.3.5 Berdasarkan Klasifikasi Kennedy

Klasifikasi Kennedy pertama kali diperkenalkan oleh Dr Edward Kennedy


pada tahun 1923. Klasifikasi Kennedy merupakan metode klasifikasi berdasarkan
hubungan ruang edentulus dengan gigi penyangga. Klasifikasi ini membagi semua
keadaan tak bergigi menjadi empat macam keadaan, yaitu :19
a. Kelas I : daerah tak bergigi terletak dibagian posterior dari gigi yang masih
ada dan berada pada ke dua sisi rahang (bilateral).
b. Kelas II : daerah tak bergigi terletak dibagian posterior dari gigi yang masih
ada, tetapi berada hanya pada salah satu sisi rahang saja (unilateral).
c. Kelas III : daerah tak bergigi terletak di antara gigi-gigi yang masih ada
dibagian posterior maupun anteriornya dan unilateral.
d. Kelas IV : daerah tak bergigi terletak pada bagian anterior dari gigi-gigi
yang masih ada dan melewati garis tengah rahang

25
Gambar 1. Klasifikasi Kennedy: A. Kelas I; B. Kelas II; C. Kelas III; D. KelasIV.19

2.4 PROSTODANSIA
2.4.1 Definisi
Prostodonsia adalah salah satu cabang dari ilmu di kedokteran gigi yang
mempelajari gigi tiruan untuk menggantikan gigi maupun jaringan mukosa mulut
yang hilang. Gigi tiruan terdiri dari gigi tiruan lepasan dan gigi tiruan cekat.Gigi
tiruan lepasan terdiri dari gigi tiruan lepasan lengkap (GTL) dan gigi tiruan sebagian
lepasan (GTSL) dengan bagian-bagiannya adalah penahan (retainer), cengkeram,
sandaran, konektor, elemen, basis, dan penahan tidak langsung.20
Gigi tiruan dibuat dengan tujuan:21
1. mengembalikan struktur jaringan rongga mulut yang berubah akibat
hilangnya gigi
2. memperbaiki fungsi pengunyahan
3. memperbaiki fungsi pengecapan
4. estetis
5. menjaga kesehatan jaringan
6. mencegah kerusakan lebih lanjut dari struktur rongga mulut yang terjadi
akibat hilangnya gigi
7. memelihara kesehatan dan fungsi sistem pengunyahan terutama pada usia
lanjut.
Dalam pembuatan gigi tiruan terdapat banyak material yang dapat digunakan.
Hal yang perlu diperhatikan dari material gigi tiruan adalah sifat bahan, baik secara
fisik maupun mekani. Sifat material yang baik adalah :22
1. daya serap air yang rendah
2. kekuatan mekanik tinggi
3. harga yang terjangkau
4. stabilitas warna yang baik
5. tahan terhadap cairan asam.
Basis gigi tiruan dapat dibuat dari logam, non logam atau kombinasi logam
dan non logam.21 Sejak tahun 1940 bahan yang paling sering digunakan untuk

26
pembuatan gigi tiruan adalah resin akrilik.20 Resin akrilik banyak digunakan karna
memiliki keuntungan seperti ringan saat di bawa, warna yang sama dengan warna
gingiva, mudah pembuatannya, mudah dilakukan preparasi, bentuk stabil, tidak
mengiritasi mukosa dan tidak toksik dan mudah dimanipulasi. Namun disamping
memiliki banyak kelebihan, resin akrilik juga memiliki kerugian yaitu memiliki pori-
pori yang membuat sisa makanan atau bakteri masuk ke dalamnya.21

2.4.2 Indikasi
Gigi palsu biasanya dibutuhkan oleh orang yang berusia 60 tahun ke atas,
karena umumnya di usia tersebut, gigi secara alami mulai copot dengan sendirinya.
Meski demikian, gigi palsu juga dibutuhkan oleh anak-anak dan orang dewasa yang
kehilangan gigi.23
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kehilangan gigi atau memerlukan
penggunaan gigi palsu adalah:24
1. Sakit gigi
Sakit gigi yang tidak tertahankan dapat menjadi tanda kerusakan pada
gigi yang menjalar ke bagian akar gigi. Jika kerusakan sudah sangat
parah, gigi harus dicabut dan diganti dengan gigi palsu.
2. Gigi goyang
Pada beberapa kasus, gigi goyang bisa menjadi pertanda penyakit gusi.
Dalam kondisi tersebut, gigi yang goyang harus dicabut dan digantikan
dengan gigi palsu.
3. Penyakit gusi
Penyakit gusi seperti gingivitis dan periodontitis tidak hanya dapat
menyebabkan gusi bengkak dan berdarah, tetapi juga bisa membuat gigi
copot.
4. Gigi copot
Seseorang yang sudah kehilangan satu gigi atau lebih akan disarankan
untuk memakai gigi palsu. Selain untuk mencegah pergeseran gigi,
pemakaian gigi palsu juga akan memperbaiki penampilan.
2.4.3 Kontra Indikasi
27
Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diketahui sebelum menggunakan
gigi palsu:23

1. Makan menggunakan gigi palsu mungkin akan terasa tidak nyaman. Hal
ini bisa berlangsung sampai beberapa minggu. Untuk membiasakannya,
mulailah makan makanan lunak dengan potongan kecil dan kunyah secara
perlahan.
2. Setelah menggunakan gigi palsu, pasien mungkin akan kesulitan dalam
mengucapkan sejumlah kata. Kesulitan ini dapat diatasi dengan sering
berlatih mengucapkan kata yang sulit diucapkan tersebut. Namun, jika
masih berlanjut, pasien perlu memeriksakannya ke dokter.
3. Pasien mungkin akan disarankan tetap menggunakan gigi palsu saat tidur
untuk beberapa hari pertama. Hal ini bertujuan agar pasien mengetahui
bagian mana dari gigi palsu yang butuh penyesuaian. Setelah dilakukan
penyesuaian, pasien bisa melepas gigi palsu saat hendak tidur.

Disarankan untuk melakukan pemeriksaan ke dokter bila gigi palsu terasa


goyah, sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman atau luka di gusi. Pemeriksaan juga
diperlukan bila pasien banyak menggunakan lem gigi palsu. Hal tersebut bisa
menandakan gigi palsu butuh penyesuaian atau perlu diganti yang baru.23
2.4.4 Proses Pemasangan Gigi Palsu
Pemilihan gigi palsu sebagian dan gigi palsu lengkap tergantung pada
kondisi pasien. Berikut ini adalah penjelasannya:
1. Gigi palsu sebagian
Gigi palsu sebagian digunakan ketika ada satu atau beberapa gigi yang
hilang, tetapi pasien masih memiliki beberapa gigi tetap yang sehat di
rahang atas atau bawah. Gigi palsu sebagian dipasang dengan cara
dikaitkan ke gigi tetap yang masih sehat menggunakan pengait logam.

28
2. Gigi palsu lengkap
Gigi palsu lengkap digunakan ketika semua gigi atas atau gigi bawah perlu
dicabut. Gigi palsu jenis ini juga dapat digunakan untuk menggantikan
gigi palsu yang sudah lama dipakai oleh pasien.

Gigi palsu lengkap dibuat setelah gigi pasien yang bermasalah dicabut.
Pemasangan gigi palsu lengkap bisa dilakukan segera setelah gigi asli dicabut
(immediate denture) atau menunggu sampai gusi benar-benar sembuh
(conventional denture). Immediate denture perlu menjalani beberapa
penyesuaian, karena tulang dan gusi pasien akan mengecil selama proses
penyembuhan setelah cabut gigi. Sedangkan, conventional denture tidak
memerlukan penyesuaian kembali.24
Jika diperlukan, dokter dapat menggunakan lem khusus untuk menempelkan
gigi palsu ke rongga mulut. Lem khusus ini berguna untuk menjaga posisi gigi palsu
dan menjaga kestabilan gigi saat menggigit. Lem ini juga membantu gigi palsu lebih
menempel pada penderita mulut kering. Lem gigi palsu dioleskan sedikit demi
sedikit secara merata ke seluruh permukaan gigi palsu. Bila dirasa perlu, lem akan
ditambahkan kembali secara bertahap sampai gigi palsu menempel sempurna.24

DAFTAR PUSTAKA

1. Stanley J. Nelson and Major M. Ash. Wheeler’s Dental Anatomy, Physiology,


and Occlusion. 9th Ed. Missouri : Saunders Elsevier. 2010:256-8.
2. Widodo Trijoedani. Majalah kedokteran gigi: respon imun humoral pada
pulpitis. Bagian Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Airlangga. Surabaya. 2005; (38): 49-51.

29
3. B Douglass Alan, M Douglass Joanna. Common dental emergencies. American
Family Physician. University of Connecticut School of Dental Medicine,
Farmington. Connecticut. 2003; (67): 511-6.
4. Carrotte P. Endodontics: Part 3 Treatment of endodontic emergencies. British
Dental Journal. Department of adult dental care, Glasgow Dental Hospital and
School. 2004; (197): 299-305.
5. Yu C, Abbott PV. An overview of the dental pulp : its function and responses to
injury. Australian Dental Journal Endodontic. School of Dentstry, The
University of Western Australia. 2007; (52): S4-S16.
6. Piriz RL, Aguilar L, Gimenez MJ. Management of odontogenic infection of
pulpal and periodontal origin. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2007; (12): E154-
9.
7. Nguyen DH, Martin JT. Common dental infections in the primary care setting.
American Family Physician. California. 2008; (77): 797-802.
8. Rosenberg. Clinical strategies for managing endodontic pain. Endodontics topic.
2002; (3): 78-92.
9. Goodell GG, Tordik PA, Moss HD. Pulpal and periradicular diagnosis. Naval
Postgraduate dental school national naval medical center. Maryland. 2005; (27):
15-8.
10. Montandon A, Zuza E, Toledo BE. Prevalence and Reasons for tooth loss in a
sample from a dental clinic in brazil. International Journal of Dentistry 2012; 12:
1-5.
11. Anshary MF, Cholil, Arya IW. Gambaran pola kehilangan gigi sebagian. Dentino
2014; 2(2): 138-43.
12. Emami E, Souza RF, Kabawat M, Feine JS. The Impact of Edentulism on Oral and
General Health. International Journal of Dentistry 2013; 13: 1-7.
13. Kidd EAM, Bechal SJ. Dasar-dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya.
Jakarta: EGC, 2013; p. 3.

30
14. Carranza FA, Newman MG, Takei HH.. Clinical Periodontology (9th ed).
Philadelphia: W. B. Saunders Co, 2002.
15. Fiske J, Davis DM, Frances C, Gelbier S. The emotional effects of tooth loss in
edentulous people. Br Dent J. 1998;184: 90-3.
16. Emami E, Souza RF, Kabawat M, Feine JS. The Impact of Edentulism on Oral and
General Health. International Journal of Dentistry 2013; 13: 1-7
17. Al Kheraif A. A, & RamakrishnaiahR. Phonetics Related to Prosthodontics.
Middle-East Journal of Scientific Research, 2012; 12(1): 31–5
18. Gunadi H. Buku Ajar ilmu geligi tiruan sebagian lepasan. Jakarta: Hipokrates;
2012, p.31-3
19. Galagali G, Mahoorkar S. Critical Evaluation of Classification Systems of
Partially Edentulous Arches. International Journal of Dental Clinics 2010; 2 (3):
45-52
20. Bhat, V. Sharma, S.M. Shetty ,V. Shastry, C.S. Rao, V. Shenoy, S.M. et. al.
2013. Prevalence of Kandida Associated Denture stomatitis (CADS) and
Speciation of Kandida Among Complete Denture Wearers of South West
Coastal Region of Karnataka. Nitte University Journal of Health Science Vol. 3.
September 2013.
21. Gaib,Z. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Terjadinya Kandidiasis
Eritematosa Pada Penggung Gigi Tiruan Lengkap. Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sam Ratulangi. 2013
22. Hasibuan, SR., Kurniawan, C., Muljadi., & Sebayang, P. Peningkatan Sifat Fisis
dan Mekanik Bahan Gusi Tiruan Berbasis Komposit Resin Akrilik dengan
Penambahan Variasi Ukuran Serat Kaca. 2012
23. Baso, et al. Metal Base for Maxillary Complete Denture. Journal of Case Reports
in Dental Medicine, 2020; 2(1), pp. 21–24.
24. Friel, T., & Waia, S. Removable Partial Dentures for Older Adults. Primary
Dental Journal, 2020; 9(3), pp. 34–39.

31

Anda mungkin juga menyukai