Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN BBDM MODUL 6.

2
KESEHATAN USIA ANAK DAN PUBERTAS

Disusun oleh:

Malik Abdul Hakim

22010117130210

BBDM 24

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2020
SKENARIO 3

Seorang anak berusia 2 bulan BB 5 kg datang ke Puskesmas dengan keluhan batuk dan sesak
napas. Batuk sejak 2 minggu yang lalu, mula-mula batuk biasa disertai dengan pilek, kemudian
satu minggu terakhir batuk semakin bertambah berat, batuk disertai dengan tarikan napas yang
berbunyi, saat batuk anak terlihat biru dijari kaki dan tangan. Demam (+) naik turun sejak 2
minggu yang lalu, 3 hari terakhir demam tinggi terus menerus. Anak tidak mau makan dan
minum. Riwayat tersedak disangkal. Anak mendapatkan susu formula, karena ibu bekerja
sehingga ASI tidak keluar lagi. Ayah pasien perokok, ibu pasien mempunyai riwayat alergi debu.
Riwayat imunisasi yang telah diberikan Hepatitis B 2x, BCG satu kali. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan Keadaan umum apatis, tampak sesak dan sianosis. Tanda Vital laju jantung 130
x/menit, isi dan tegangan cukup, frekuensi napas 58 x/menit, Suhu 39 C, SaO2 84 %. Hidung
napas cuping (+), pemeriksaan thoraks terlihat inspiratory effort disertai dengan retraksi
subcostal, auskutasi paru SD Bronkhial diseluruh lapangan paru, ST rhonki kasar (+).
Ekstremitas atas dan bawah sianosis (+). Pemeriksaan Laboratorium didapatkan Haemoglobin
9,6 gr%, Hematokrit 32 %, Lekosit 24.000/mmk, Trombosit 556.000/mmk. Diffcount
2/0/0/4/16/70/8. X-Foto thoraks didapatkan kesan bercak infiltrat dipara hiler.

STEP 1

1. Inspiratory Effort
Inspiratory effort merupakan peningkatan usaha nafas karena ada gangguan dalam ventilasi
oksigen.
2. Diffcount
Pemeriksaan hitung jenis leukosit yaitu menghitung jumlah masing-masing sel leukosit yaitu
basofil, eosinofil, neutrofil batang, neutrofil segmen, limfosit, dan monosit. Hitung jenis
lekosit yang biasanya dilakukan bersama-sama dengan pemeriksaan apus darah tepi. Pada
hitung jenis lekosit yang dihitung adalah jenis-jenis lekosit normal sekaligus memperhatikan
kemungkinan adanya sel lekosit abnormal dalam darah tepi atau perifer. Perhitungan jenis
leukosit yang ada dalam darah berdasarkan proporsi (%) tiap jenis leukosit daru seluruh
jumlah leukosit. Hasil pemeriksaan ini dapat menggambarkan secara spesifik kejadian dan
proses penyakit dalam tubuh.
3. Sianosis
sianosis adalah kondisi warna kebiruan pada kulit dan selaput lender karena kekurangan
oksigen dalam darah. Sianosis dapat terlihat jika terdapat konsentrasi absolut
hemoglobin deosigenasi sedikitnya 3 g/dl.2 Sianosis seringkali tampak ketika saturasi
oksigen arteri 85% atau kurang.
4. Bercak infiltrate parahiler
Gambaran densitas paru yg abnormal yg berbentuk bercak atau titik kecil dengan
batas tdk tegas. Parahiler berarti di parahilus paru. Inflitrasi pada paru -> substansi
abnormal yang terakumulasi di dalam sel atau jaringan tubuh" atau "zat atau jenis sel apa pun
yang teada di dalam atau menyebar seperti melalui celah (interstitium dan / atau alveoli) di
paru-paru, yang asing bagi paru-paru, atau yang terakumulasi dalam jumlah yang lebih besar
dari normal di dalamnya.
5. Retraksi subkostal
Adanya tarikan otot-otot bantu pernafasan subcostal (di bawah costa). Biasanya untuk
menilai sesak nafas dengan derajat berat (derajat 4). Retraksi subkostal sering terjadi akibat
penurunan tekanan rongga dada.
6. Hidung nafas cuping
kondisi dimana lubang hidung melebar saat bernafas. Nama lain kondisi ini yaitu alae nasi.
Nasal flaring bisa menjadi tanda seseorang kesulitan bernapas. Nasal flaring paling sering
terlihat pada anak-anak dan bayi. Merupakan kondisi kedua cuping hidung kembang kempis
saat bernafas karena adanya usaha nafas dari bayi yang sesak untuk mendapat lebih banyak
oksigen. Dapat terjadi karena asma, PPOK/ penyakit paru obstruktif kronis, pneumonia/
infeksi paru, ataupun penyakit metabolisme yang menyebabkan peningkatan usaha bernafas.
7. ST ronkhi kasar
Suara tambahan paru yang terdengar gaduh, biasanya bila sumber suara ada hambatan pada
bronkus besar dan biasa ferdapat pada penyakit bronkiektasis. Bunyi gaduh terdengar saat
ekspirasi akibat gerakan udara melewati jalan napas yang menyempit akibat adanya
hambatan (obstruksi) tadi. Kasar/kering : terdengar kontinyu terutama saat ekspirasi disertai
adanya mucus pada bronkus.
STEP 2

1. Mengapa anak batuk dan sesak nafas, serta pada saat batuk kaki dan kanan pada kasus
menjadi biru?
2. Bagaimana hubungan riwayat penggunaan susu formula dengan skenario?
3. Apakah ada hubungan antara riwayat imunisasi dengan kasus?
4. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik dan penunjang?
5. Apa kemungkinan diagnosis pasien?
6. Apa hubungan ayah pasien yang perokok dan ibu pasien yang alergi debu dengan keluhan
yang dialami?

STEP 3

1. Pada kasus batuk sudah terjadi sejak 2 minggu yang lalu, diawali dengan batuk dan pilek.
Lalu gejala semakin memberat setelah 1 minggu. Hal ini dapat di curigai pertusis pada anak
yang mana pada stadium awal (catarrhal) gejala pertusis sangat mirip dengan batuk pilek
biasa namun dapat memberat dan berlanjut ke stadium berikutnya [11:13, 3/30/2020] Cacak:
yaitu stadium paroksismal. Tahap ini bisa berlangsung selama 1–6 minggu. Pada fase atau
tahap ini, gejala yang dialami akan semakin berat. Keadaan ini bisa membuat penderita
mengalami batuk keras sehingga memicu sejumlah gejala berikut, wajah tampak memerah
atau keunguan saat batuk, - Muncul bunyi “whoop” saat tarikan napas panjang sebelum
batuk-batuk, muntah setelah batuk, merasa sangat lelah setelah batuk, dan kesulotan
mengambil napas. Gangguan ini dapat menyebabkan napas terhenti sementara (apnea)
kemudian membuat kulit bayi tampak membiru karena kekurangan oksigen. Pada infeksi
petrusis akan terjadi kerusakan silia pada saluran nafas dan juga terbentuk eksudat yang
eksesif yang dapat menyebabkan obstruksi pada saluran nafas sehingga menimbulkan gejala
sesak hingga sianosis.

2. Pada usia bayi (0-12 bulan), merupakan periode yang sangat rentan terserang virus ataupun
bakteri. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memberikan kekebalan pada bayi sejak
dini adalah dengan pemberian ASI secara eksklusif yaitu memberikan ASI saja mulai usia 0-
6 bulan. ASI dapat meningkatkan imunitas pada bayi di antaranya ialah menurunkan risiko
terjadinya penyakit infeksi, misalnya infeksi saluran pencernaan (diare), infeksi saluran
pernapasan, dan infeksi telinga. ASI juga bisa menurunkan dan mencegah terjadinya
penyakir noninfeksi, seperti penyakit alergi, obesitas, kurang gizi, asma, dan eksem. ASI
mengandung zat pelindung atau antibody yang dapat melindungi bayi selama 5-6 bulan
pertama, seperti: lmmunoglobin,lysozyme,Complemen C3 dan C4, Antistapiloccocus,
Lactobacillus, Bafidus, dan Lactoferrin. Pada scenario ini, bayi tidak diberikan ASI sehingga
meningkatkan resiko infeksi. Karena berdasarkan kasus anak tidak diberikan ASI atau
menggunakan susu formula sehingga mudah terserang penyakit. Selain mengandung zat
nutrisi yang dibutuhkan, ASI juga meningkatkan daya tahan dan mengandung anti bakteri
dan anti virus yang melindungi bayi terhadap infeksi.

 Air susu ibu mengandung imunoglobulin M, A, D, G, dan E dan lactoferrin yang baik
bagi modulasi system imunitas bayi, melindungi bayi dari berbagai infeksi. Selain itu
terdapat bakteri baik didalam ASI seperti bacteroides dan lactobacillus pada usus bayi
yang berkembang dengan baik untuk membunuh kuman penyebab penyakit.

 Granulocyte colony – stimulating factor (G-CSF) merupakan sitokin spesifik yang


dapat menambah pertahanan anti bakteri melalui efek proliferasi, diferensiasi dan
ketahanan neutrofil.

3. Imunisasi yang seharusnya sudah didapat anak usia 2 bulan (seperti di kasus) yaitu meliputi
imunisasi DPT :

 difteri

 pertusis

 tetanus

Tujuan diberikan imunisasi untuk memberi level protektif yang maksimal. Sehingga apabila
belum diimunisasi maka akan rentan terhadap penyakit tertentu. Selain itu, anak dua bulan
seharusnya mendapatkan imunisasi HepB, BCG, polio, HIB, PCV, dan rotavirus. Imunisasi
lengkap salah satunya ada DPT yang diberi 2, 4, 6 bulan. Seharusnya anak dikasus
diberi imunisasi DPT. Tujuan imunisasi untuk memberi level protektif yg maksimal
untuk anak yang di hasilkan jika diberikan imunisasi 3x.
4. HR 130x/menit, isi dan tegangan cukup : Masih normal (N: usia 1-2 bln  121-179x/min).
RR 58 x/menit : Normal (N : 0-6 bln -> 30-60x/min) Suhu 39 C -> Meningkat (febris) ->
karena reaksi inflamasi. SaO2 84 % -> Penurunan saturasi (N : Batas bawah 88%) Keadaan
umum apatis : sesak -> kurang oksigen -> otak kurang oksigen -> apatis. Tampak sesak dan
sianosis : Kantung udara yang terinfeksi tersebut akan terisi oleh cairan maupun pus (dahak
purulen) -> hambat saluran -> sesak -> kurang o2 ke jaringan -> sianosis. Hidung napas
cuping (+) menunjukan adanya peningkatan usaha nafas dikarenakan adanya sesak napas,
pemeriksaan thoraks terlihat inspiratory effort disertai dengan retraksi subcostal yang artinya
dibutuhkan usaha berlebih untuk bernafas, auskutasi paru SD Bronkhial diseluruh lapangan
paru, ST rhonki kasar (+). Ekstremitas atas dan bawah sianosis (+) gangguan kurangnya
oksigen pada perifer. Pemeriksaan Laboratorium didapatkan

 Haemoglobin 9,6 gr% normal (9.0-14.1)

 Hematokrit 32 % normal (28-41),

 Lekosit 24.000/mmk tinggi (5000-19500)

 Trombosit 556.000/mmk meningkat (150 × 103 to 450 × 103/mcL).

 Diffcount 2/0/0/4/16/70/8. 2/0/0/4/16/7/8 itu menunjukkan hasil hitung jenis leukosit


masing-masing sel yaitu basofil, eosinophil, nautrofil batang, neutrophil segmen,
limfosit dan monosit.

SD bronchial adalah suara sangat nyaring, pitch tinggi, dan suara terdengar dekat dengan
stetoskop. Terdapat gap antara fasa inspirasi dan ekspirasi pada pernafasan, dan suara
ekspirasi terdengar lebih lama dibanding suara inspirasi.Jika suara ini terdengar dimana-
mana kecuali di manubrium, hal tersebut biasanya mengindikasikan terdapat daerah
konsolidasi yang biasanya berisi udara tetapi berisi air.

5. Kemungkinan diagnosis adalah pertusis karena ditemukan gejala khas seperti adanya
whooping cough atau batuk keras yang terjadi secara terus-menerus ( membedakan dengan
pneumonia bakterial ), leukositosis serta tidak ada ditemukan tanda tanda keganasan
( lerkemia ), Belum imunisasi DPT, serta riwayat ayah merokok yang meningkatkan faktor
resiko terjadinya infeksi
6. Ayahnya yg merokok tidak berhubungan dengan kasus karena kasus ini disebabkan oleh
bakteri(pertusis). namun efek asap rokok dapat menimbulkan gangguan saluran nafas. asap
rokok memicu batuk yg dapat memperparah gejala batuk yg ada. sama halnya dengan ibu
dengan alergi debu, juga bukan merupakan faktor resiko dari pertusis namun ibu dengan
alergi bisa menurunkannya alerginya pada anak. untuk mengetahui alergi bisa cek dengan
IgE, eusinofil. tidak bisa dilihat dari manifestasi klinis saja. salah satu indikator yang tepat
untuk mendeteksi dini alergi adalah melalui riwayat keluarga, karena alergi bersifat genetik.
Namun jika Ibu dan Ayah tidak memiliki riwayat alergi, anaknya tetap memiliki risiko alergi
sebesar 5-15%. zat yang terkandung dalam asap rokok juga dapat menurunkan
blastransformasi limfosit T dimana kondisi ini menurunkan system imun seluler. Pada anak
yg tidak diberi asi< 6 bulan maka bisa menimbulkan gangguan alergi dan asma pada umur 6
tahun.
STEP 4

Anamnesis :
PP
- Batuk dan sesak 2 minggu
- Disertai pilek Haemoglobin 9,6gr%,
Anak 2 - Tidak mau makan minum Hematokrit 32 %, Lekosit
bulan 24.000/mmk, Trombosit
- Anak minum sufor tidak ASI
- Ayah perokok ibu alergi debu 556.000/mmk. Diffcount
- Demam naik turun 2/0/0/4/16/70/8. X-Foto thoraks
- Imunisasi Hepatitis B 2x BCG 1x didapatkan kesan bercak
infiltrat dipara hiler.

PF :
Keadaan apatis, sianosis, Tanda Vital
laju jantung 130 x/menit, isi dan
tegangan cukup, frekuensi napas 58
x/menit, Suhu 39 C, SaO2 84 %. Hidung
napas cuping (+), pemeriksaan thoraks
terlihat inspiratory effort disertai dengan
retraksi subcostal, auskutasi paru SD
Bronkhial diseluruh lapangan paru, ST
rhonki kasar (+). Ekstremitas atas dan
bawah sianosis (+).

Pertusis

Tatalaksana dan
Etiologi
Edukasi

Gejala dan Tanda

Patofisiologi
PP
STEP 5

1. Etiologi pertusis

2. Patofisiologi pertusis

3. Pemeriksaan penunjang pertusis

4. Gejala dan tanda pertusis

5. Tatalaksana pertusis dan edukasi

STEP 6

1. ETIOLOGI PERTUSIS

2. PATOFISIOLOGI PERTUSIS

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG PERTUSIS

4. GEJALA DAN TANDA PERTUSIS

5. TATALAKSANA KOMPREHENSIF PERTUSIS DAN EDUKASI


DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai