Anda di halaman 1dari 4

(Gatau Judulnya Apa)

Globalisasi melahirkan berbagai pemikiran-pemikiran dan sangkaan-sangkaan ekstrem


terhadap sesuatu, contoh kecil dalam menyikapi penampilan seseorang. Begitu banyak kalangan
masyarakat umum yang terjerumus kedalam lembah dosa, akibat perbuatan mereka yang didasari
berbagai ketidak tahuan akan hal itu. Salah satunya adalah cadar (niqob) yang merupakan
pembahasan hangat, sebagai salah satu sangkaan ketidak benaran oleh khalayak umum.
Cadar (niqob) sepertinya masih dianggap sebagai hal yang aneh, karena di Indonesia
sendiri tidak ada budaya seperti itu, adanya hanya dinegeri arab sana . Meskipun pada dasarnya
indonesia terkenal dengan penduduknya yang mayoritas islam. Ejekan dan celaan nampaknya
sudah menjadi hal yang biasa bagi akhawat bercadar. Dibilang ninja-lah, bermuka jelek-lah,
tidak PD-lah, dan lain sebagainya. Tak jarang pula akhowat-akhowat bercadar mendapat
perlakuan kasar dan berbagai tindakan diskriminatif. Terlebih ketika muncul isu-isu terorisme
mulai hot dikalangan masyarakat Indonesia. Yang sangat disayangkan, terkadang yang mengejek
dan menjelek-jelekkan akhowat bercadar adalah seorang yang beragama islam, sebenarnya,
seperti apa eksistensi dari cadar itu sendiri?
Secara mendasar seorang wanita tidak diwajibkan menutupi wajahnya melainkan bahwa
hal itu hukumya sunnah, dan merupakan maslahah umum agar tidak timbul fitnah sedangkan
bagi laki-laki tidak di perbolehkan melihat perempuan secara mutlaq. Karena inilah kaum wanita
wajib menutupi wajahya demi menutup jalan dari perbuatan dosa kaum laki-laki dan agar
terhindar dari unsur menolong dalam kemaksiatan, sebab melihatya laki-laki lain kepada
perempuan secara mutlaq hukumnya haram.
Menurut pendapat yang mu’tamad (terkuat dan terpercaya) aurat wanita dalam
penglihatan lelaki lain keseluruhan tubuhnya hingga wajah dan telapak tangannya, sehingga
haram bagi laki-laki lain melihat sesuatu dari tubuhnya dan wajib bagi wanita menutup
tubuhnya dari lelaki lain, sedang menurut pendapat lainnya, wajah dan telapak tangannya boleh
terbuka dan juga bagi lelaki lain tidak masalah melihatnya.

‫ و عورته ا‬: ‫ و ال عورة بينهما و في الفرج وجه و حالة مع األجانب‬: ‫ حالة مع الزوج‬: ‫ المرأة في العورة لها أحوال‬: ‫و منها‬
‫ و عورتها ما بين السرة و الركبة و حالة في الص الة‬: ‫كل البدن حتى الوجه و الكفين في األصح و حالة مع المحارم و النساء‬
:
‫ بأن الذي يجب ستره منها في الخلوة هي العورة الص غرى‬: ‫و عورتها كل البدن إال الوجه و الكفين و صرح اإلمام في النهاية‬
‫و هو المستور من عورة الرجل‬

1. Bersama suami : Tiada batasan aurat baginya saat bersama suami, semua bebas terbuka
2. Bersama lelaki lain : Menurut pendapat yang paling shahih seluruh tubuhnya hingga wajah
dan kedua telapak tangannya, menurut pendapat yang lain wajah dan telapaknya boleh terbuka
3. Bersama lelaki mahramnya dan sesama wanita : Auratnya diantara pusar dan lutut
4. Di dalam sholat : Seluruh tubuh menjadi auratnya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya
5.Saat sendiri : Menurut Imam Romli dalam Kitab Nihaayah al-Muhtaaj aurat wanita saat sendiri
adalah 'aurat kecil' yaitu aurat yang wajib ditutup oleh seorang lelaki (antara pusar dan lutut).
[Asybaah wa An-Nadhooir I/410 ].

Dalam kitab lain dijelaskan bahwa :

‫ َوإِ َذا لَ ْم يَ ُك ْن َع@@وْ َرةً فَإِنَّهُ يَ ُج@@و ُز لَهَ@@ا أَ ْن‬، ‫ْس بِ َع@@وْ َر ٍة‬
َ ‫َب جُ ْمهُو ُر ْالفُقَهَا ِء ( ْال َحنَفِيَّةُ َو ْال َمالِ ِكيَّةُ َوال َّشافِ ِعيَّةُ َو ْال َحنَابِلَةُ ) إِلَى أَ َّن ْال َوجْ هَ لَي‬
َ ‫َذه‬
ُ‫ الَ أِل َنَّه‬، ‫ِّج@ ال فِي زَ َمانِنَ@@ا‬ َّ ُ‫ تُ ْمنَ@ ُع ْال َم@@رْ أَة‬: ُ‫قَ@@ال ْال َحنَفِيَّة‬. ‫ب‬
ِ @‫الش@ابَّةُ ِم ْن َك ْش‬
َ ‫ف َوجْ ِههَ@@ا بَ ْينَ الر‬ َ ِ‫ َولَهَا أَ ْن تَ ْك ِشفَهُ فَالَ تَ ْنتَق‬، ‫ب‬
َ ِ‫تَ ْستُ َرهُ فَتَ ْنتَق‬
‫ف ْالفِ ْتنَ ِة‬ِ ْ‫ بَل لِ َخو‬، ٌ‫عَوْ َرة‬ 

Artinya, “Mayoritas fuqaha (baik dari madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali)
berpendapat bahwa wajah bukan termasuk aurat. Jika demikian, wanita boleh menutupinya
dengan cadar dan boleh membukanya. Menurut madzhab Hanafi, di zaman kita sekarang wanita
muda (al-mar`ah asy-syabbah) dilarang memperlihatkan wajah di antara laki-laki. Bukan karena
wajah itu sendiri adalah aurat tetapi lebih karena untuk mengindari fitnah,” (Al-Mawsu’atul
Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Wizaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah, juz XLI,
halaman 134).

Bahkan terdapat pendapat yang sangat keras (berhati-hati) mengenai batasan aurat
wanita, sebagaimana disebutkan dalam Nihayah az-Zain:
‫رابعتها جميع بدنها حتى قالمة ظفرها وهي عورتها عند الرجال األجانب فيحرم على الرجل األجنبي النظر إلى شيء من ذلك‬
‫ويجب على المرأة ستر ذلك عنه‬
Auratnya yang keempat adalah keseluruhan tubuhnya hingga potongan kukunya yakni auratnya
saat bersama lelaki lain, maka haram bagi laki-laki lain melihat sesuatu dari tubuhnya dan wajib
bagi wanita menutup tubuhnya dari lelaki lain. [ Nihaayah az-Zain I/47 ].

Di kalangan madzhab Syafi’i sendiri terjadi silang pendapat. Pendapat pertama


menyatakan bahwa memakai cadar bagi wanita adalah wajib. Pendapat kedua adalah sunah,
sedang pendapat ketiga adalah khilaful awla, menyalahi yang utama karena utamanya tidak
bercadar.

‫ هُ َو ِخالَفُ األَوْ لَى‬: ‫ َوقِيل‬، ٌ‫ ه َُو ُسنَّة‬: ‫ َوقِيل‬، ‫اب َعلَ ْيهَا‬ ٌ ‫ فَ َر ْأ‬، ‫ب ْال َمرْ أَ ِة‬
َ َ‫ي يُو ِجبُ النِّق‬ ِ ُّ‫اختَلَفَ ال َّشافِ ِعيَّةُ فِي تَنَق‬
ْ ‫َو‬

Artinya, “Madzhab Syafi’i berbeda pendapat mengenai hukum memakai cadar bagi perempuan.
Satu pendapat menyatakan bahwa hukum mengenakan cadar bagi perempuan adalah wajib.
Pendapat lain (qila) menyatakan hukumnya adalah sunah. Dan ada juga yang
menyatakan khilaful awla,” (Lihat Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Wizaratul
Awqaf was Syu’unul Islamiyyah, juz, XI, halaman134).

Poin penting yang menjadi kajian ini adalah bahwa persoalan hukum memakai cadar bagi
wanita ternyata merupakan persoalan khilafiyah. Bahkan dalam madzhab Syafi’i sendiri yang
dianut mayoritas orang NU terjadi perbedaan dalam menyikapinya. Meskipun harus diakui
bahwa pendapat yang mu’tamad dalam dalam madzhab Syafi’i adalah bahwa aurat perempuan
dalam konteks yang berkaitan dengan pandangan pihak lain (al-ajanib) adalah semua badannya
termasuk kedua telapak tangan dan wajah. Konsekuensinya adalah ia wajib menutupi kedua
telapak tangan dan memakai cadar untuk menutupi wajahnya.
Singkat kata, para ulama sejak dahulu telah membahas hukum memakai cadar bagi
wanita. Sebagian mewajibkan, dan sebagian lagi berpendapat hukumnya sunnah, serta Khilaful
aula. Tidak ada diantara mereka yang mengatakan bahwa pembahasan ini hanya berlaku bagi
wanita muslimah arab atau timur-tengah saja. Sehingga tidak benar bahwa memakai cadar itu
aneh, ekstrim, berlebihan dalam beragama, atau ikut-ikutan budaya negeri arab.
Dari pemaparan di atas, jelaslah bahwa memakai cadar (dan juga jilbab) bukanlah
sekedar budaya timur-tengah, namun budaya Islam dan ajaran Islam yang sudah diajarkan oleh
para ulama Islam sebagai pewaris para Nabi yang memberikan pengajaran kepada seluruh umat
Islam, bukan kepada masyarakat timur-tengah saja. Jika memang budaya Islam ini sudah
dianggap sebagai budaya lokal oleh masyarakat timur-tengah, maka tentu ini adalah perkara
yang baik. Karena memang demikian sepatutnya, seorang muslim berbudaya Islam. Wallaahu
A'lamu Bis Showaab.

Anda mungkin juga menyukai