a
Pemilik kebesaran di dalam kesederhanaannya.
Tahukah anda, siapa sebenarnya Umiar ibn Sa’ad ? Si manusia zuhud yang senang ber uzlah
mengasingkan diri dari keramaian manusia. Untuk lebih mendekatkan dirinya kepada Allah SWT.
Sahabat yang banyak orang tidak tahu atau bahkan tidak pernah mendengar namanya. Dialah Umar ibn
Sa’ad r.a si pemilik kebesaran dibalik kesederhanaannya. Sekarang, dalam lembaran ini kita akan
berbincang, mengupas tuntas tentangnya.
Biografi
Ia termasuk salah seorang sahabat Nabi yang utama, walaupun namanya tidak seharum nama
mereka yang telah terkenal. Ia adalah seorang yang taqwa dan enggan menonjolkan dirinya. Kaum
muslimin menjulukinya sebagai “Manusia yang tiada duanya”.
Ayahnya bernama Sa’ad, yang turut serta menemani Rasulullah SAW dalam perang badar, serta
peperangan lain setelahnya. Ia terus memegang janjinya hingga akhirnya mendapatkan syahadah yang di
nanti-nantinya dalam perang Qadisiyah. Umair menganut Islam tidak lama sebelum pembebasan Khaibar.
Semenjak itu ia memeluk Islam dan berbai’at kepada Nabi. Seluruh hidupnya, segala wujud dan cita-
citanya ia baktikan semua kepada keduanya. Sejak keislamannya itu Umair menjadi seorang ahli ibadah
yang bermukim di mihrab Allah SWT, serta lari dari hingar bingar dunia.
Ia tidak suka menonjolkan diri dengan berada di barisan pertama, kecuali dalam dua hal.
Pertama, pada barisan shalat ia selalu menempati shaf yang paling pertama untuk mendapatkan pahala
orang-orang yang bersegera menunaikan perintah. Kedua, dalam urusan jihad ia selalu berlari agar
mendapatkan berisan pertama dengan penuh harap akan menjadi bagian dari mereka yang mati syahid.
Selain itu, ia akan menjauh menyembunyikan diri serta memupuk kebaikan dan ketaqwaannya. Ia seorang
yang gemar bertobat dan menangisi dosa-dosanya. Kebesaran tokoh ini lebih mendalam daripada
tersembul di permukaan lahir yang kemilau. Ia jauh tersembunyi di dalam sana, dibalik kesederhanannya
tidak berlebihan jika menyebutnya seperti Mutiara yang terpendam di dasar laut sana.
Cara Umar dalam memilih pejabatnya seakan ia menentukan takdirnya sendiri. Ia selalu memilih
orang-orang zuhud, wara’, jujur, dan bisa dipercaya. Umar selalu mencari orang-orang yang melarikan
diri dari kekuasaan bukan malah sebaliknya. Pandangan batinnya amat tajam serta pengalamannya
amatlah luas dalam perkara seperti ini. Ia tidak akan tergesa-gesa dalam menentukan. Ia selalu menelaah
persoalan pemilihan gubernur-gubernurnya. Dengan prinsipnya, “Aku menginginkan seorang yang jika ia
berada ditengah kaum bukan sebagai pemimpin, ia tampak seolah sebagai pemimpinnya. Dan jika ia
seorang pemimpin, ia tampak seperti salah seorang diantara mereka. Ingin gubernur yang tidak
mengistimewakan dirinya ditengah manusia dalam hal pakaian, makanan, maupun tempat tinggal. Ia
mendirikan shalat ditengah-tengah mereka, membagikan dengan hak, menghukum dengan adil, dan tidak
pernah menutup pintu rumahnya untuk kebutuhan rakyatnya.”
Diantara prinsip Umar dalam memilih wakilnya tersebut Umair lah termasuk dalam kriteria
tersebut. Umar memilih Umair sebagai gubernur kota Homs. Umair pun menolak dengan halus tawaran
tersebut, tidak sama dengan orang kebanyakan yang dengan segala cara berusaha untuk memperoleh
jabatan-jabatan tertentu. Umair berusaha melepaskan dirinya dari jeratan kekuasaan yang dilimpahkan
Umar kepadanya, tetapi Amirul Mukminin memaksanya dengan tegas dan mengharuskan untuk
menerimanya. Umair ibn Sa’ad kemudian beristikharah meminta petunjuk kepada Allah SAW, akhirnya
memenuhi tugas dan kewajibannya.
Selama setahun memimpin kota Homs, tak sedikitpun pajak yang sampai ke Madinah, bahkan
tiada sepucuk suratpun yang sampai kepada Amirul Mukminin. Hingga pada akhirnya Umar pun
memanggil sekertarisnya dan berkata “tulislah surat untuk Umair ibn Sa’ad agar ia datang kepadaku.”
Umar sering berangan dan berkata, “seandainya aku memiliki orang-orang seperti Umair untuk menolong
pekerjaanku mengawasi kaum Muslimin.” Semua itu disebabkan Umair ibn Sa’ad yang dijuluki
sahabatnya sebagai “Orang yang tiada duanya” mengalahkan semua kelemahan manusiawi sebagai
bawaan wujud materiil.
Bahkan tokoh agung ini menerima jabatan dan kekuasaan, tidak ada yang berubah pada sifat wara’nya,
kecuali semakin berkembang, terang, dan gemilang. Tatkala menjabat sebagai gubernur Homs, ia
menggambarkan sebagaimana seharusnya kewajiban seorang penguasa Muslim dalam kalimat-kalimat
yang sering ia ungkapkan di atas mimbar, “sesungguhnya Islam adalah benteng pertahanan yang kukuh
dan pintu yang kuat. Benteng Islam itu ialah keadilan dan pintunya adalah kebenaran. Apabila benteng itu
ambruk dan pintunya roboh , maka Agama ini akan porak poranda. Islam akan senantiasa kuat selama
kekuasaan tegak dengan kukuh. Dan tegaknya kekuasaan bukanlah dengan cambuk dan tidak pula dengan
pedang, melainkan dengan melaksanakan yang hak serta menghukum dengan keadilan.
Akhir hayatnya.
Dan pada tahun 20 Hijriyah dengan lembaran yang paling bersih, dengan hati yang suci dan
dengan kehidupan yang paling cemerlang , Umair ibn Sa’ad pun menemui Allah SWT dengan kisahnya
yang tak mungkin terlupakan.
Telah lama sekali rindunya terpendam untuk menyusul rombongan para syuhada, yang semasa hidupnya
telah dinadzarkan untuk memelihara janji dan mengikuti jenazah mereka.
Sungguh, rindunya telah tiada terkira untuk segera berjumpa Rasul yang menjadi gurunya, serta teman
sejawatnya yang shalih dan suci. Maka sekarang ia akan menemui mereka dengan hati tenang, jiwa
tentram tanpa membawa beban. Tak ada yang dibawanya kecuali zuhud, keshalihan dan ketaqwaan serta
kebenaran jiwa serta budi baiknya. Semua itu adalah keutamaan yang akan memberatkan daun
timbangan, dan sekali-kali tak akan memberatkan beban pikulan. Keistimewaan yang dimilikinya
dipergunakan untuk menggoncang dunia, dan dijadikan pegangan yang kokoh sehingga tak tergoyahkan
oleh tipu daya mereka.
Selamat bahagia Umair ibn Sa’ad
Selamat baginya, baik selagi hidup maupun setelah wafatnya
Selamat, sekali lagi selamat, terhadap riwayat dan kenangannya
Serta selamat bahagia pula bagi para shahabat Rasulullah yakni orang-orang mulia dan gemar
beramal serta rajin beribadah.